• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI SUHU UDARA DIDALAM SINGLE-SPAN GREENHOUSE DAERAH TROPIS 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI SUHU UDARA DIDALAM SINGLE-SPAN GREENHOUSE DAERAH TROPIS 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI SUHU UDARA DIDALAM SINGLE-SPAN GREENHOUSE DAERAH TROPIS1

Chusnul Arif2, Herry Suhardiyanto3, Putik Retnosari4

ABSTRAK

Parameter suhu udara merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan budidaya tanaman didalam greenhouse. Akibat greenhouse effect suhu udara didalam greenhouse menjadi lebih tinggi daripada suhu udara diluar greenhouse. Dua hal penting yang bisa dilakukan untuk menurunkan suhu udara didalam greenhouse adalah mendesain greenhouse yang tepat dan mengembangkan sistem kontrol suhu udara. Prediksi suhu udara didalam greenhouse sangat penting dalam pertimbangan desain serta meningkatkan efisiensi kontrol lingkungan. Tujuan dari paper ini adalah mengembangkan model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk memprediksi suhu udara didalam single-span greenhouse pada berbagai kemiringan atap. Model JST terdiri dari 3 layer (input, hidden dan output layer) dengan 4 parameter input dan 1 parameter output. Parameter yang menjadi input model adalah suhu udara didalam greenhouse (oC), kelembaban relatif (%), radiasi matahari (W/m2) dan kemiringan atap (o), sedangkan suhu udara didalam greenhouse 15 menit kemudian menjadi output model. Empat model dikembangkan dengan jumlah hidden layer yang berbeda. Hasil validasi model menunjukkan bahwa model dengan 5 hidden layer menghasilkan kinerja terbaik diantara empat model yang dikembangkan dengan nilai koefisen determinasi (R2) sebesar 0.879 dan Root Mean Square Error (RMSE) sebesar 1.34. Hasil prediksi model menunjukkan tren yang hampir sama dengan hasil pengukuran, sehingga model yang dikembangkan ini bisa digunakan untuk memprediksi suhu udara didalam greenhouse.

Kata kunci: suhu udara, greenhouse, jaringan syaraf tiruan, simulasi komputer.

1

Disampaikan dalam Gelar Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November 2008

2

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FATETA-IPB, e-mail: chusnul_ar@yahoo.com Kampus IPB Darmaga, PO. BOX 220 Bogor 16002

3

Departemen Teknik Pertanian FATETA-IPB, e-mail: herrysto@yahoo.com; Kampus IPB Darmaga, PO. BOX 220 Bogor 16002

4

(2)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Budidaya tanaman didalam greenhouse memungkinkan pengaturan parameter lingkungan mikro secara terkontrol sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Salah satu parameter lingkungan terpenting adalah suhu udara. Untuk didaerah tropis seperti di Indonesia, pengaruh negatif penggunaan greenhouse adalah terjadinya greenhouse effect yang mengakibatkan suhu udara didalam greenhouse menjadi lebih tinggi daripada suhu diluarnya. Dua hal penting yang bisa dilakukan untuk menurunkan suhu udara didalam greenhouse adalah mendesain greenhouse yang tepat dan mengembangkan sistem kontrol suhu udara.

Berbagai desain greenhouse sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan suhu udara telah dikembangkan, diantaranya adalah penentuan kemiringan atap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiringan sudut atap greenhouse tipe single-span yang optimal untuk daerah tropis adalah 25o (Retnosari, 2003). Sedangkan dari aspek kontrol suhu udara, telah dikembangkan beberapa kontrol otomatik untuk mengontrol suhu udara didalam greenhouse, diantaranya kontrol PID (Proporsional Integral Derivative) sistem tertutup (Cunha, 2003) dan kontrol fuzzy (Salgado et al., 1998 dan Sigrimis et al., 1998).

Pada beberapa tahun terakhir, perkembangan metode komputasi dan sensor telah banyak diterapkan pada sistem greenhouse dan industri tanaman. Pendekatan Artificial Intelligence telah digunakan antara lain untuk identifikasi dan kontrol sistem produksi tanaman (Morimoto dan Hashimoto, 2000) dan kontrol lingkungan greenhouse dengan sistem hybrid (Arias, et al., 2002). Salah satu metode yang merupakan bagian dari pendekatan ini adalah model Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Pada sistem greenhouse, JST telah dikembangkan antara lain untuk memprediksi radiasi matahari (Coelho et al., 2002), untuk optimisasi pemberian air dan unsur hara pada pertumbuhan tanaman dalam rumah kaca (Arif, et al., 2006) dan model pertumbuhan tanaman (Tamrin, et al., 2005).

Paper ini menjelaskan tentang pengembangkan model JST untuk memprediksi suhu udara didalam greenhouse dan perbandingannya dengan model pindah panas. Model JST yang dikembangkan adalah model black-box non-linear. Prediksi suhu udara sangat penting dalam upaya meningkatkan efisiensi managemen lingkungan dan kontrol. Selain model JST yang dikembangkan, metode lain yang sudah dikembangkan adalah model persamaan pindah panas untuk greenhouse tipe tunnel (Romdhonah, 2002) dan tipe

(3)

single-span greenhouse (Nuryawati, 2006) serta untuk greenhouse daerah tropis (Suhardiyanto, et al., 2007).

2. Tujuan

Pada paper ini dikembangkan model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk memprediksi suhu udara didalam greenhouse sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi manajemen lingkungan dan kontrol didalam greenhouse. Selain itu, hasil yang didapatkan akan dibandingkan dengan model pindah panas yang telah dikembangkan sebelumnya.

B. METODE

Data yang digunakan untuk pengembangan model ini diperoleh dari data sekunder dari penelitian sebelumnya oleh Retnosari (2003) pada bulan Agustus–September 2003. Greenhouse yang digunakan adalah single-span greenhouse berukuran 6x4x3.9 m3. Konstruksi greenhouse menggunakan kayu, dengan kemiringan atap greenhouse yang dapat diubah – ubah menjadi empat kemiringan sudut atap yaitu 150, 200, 250, 350. Parameter lingkungan yang diukur meliputi parameter lingkungan kelembaban relatif (%), dan radiasi matahari (W/m2) dan suhu udara di dalam greenhouse (oC). Pengambilan data menggunakan interval 15 menit.

Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) digunakan sebagai model black-box non-linear. Pembelajaran yang digunakan adalah backpropagation dengan multiplayer networks. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang paling popular (Nugroho, 2003). Model ini terdiri dari tiga layer yaitu input layer, hidden layer dan output layer. Model dikembangkan dengan bahasa pemograman Delphi 6.0

Model JST yang menggambarkan hubungan input-output sistem merupakan time delay neural-network model sebagaimana telah dikembangkan Morimoto dan Hashimoto (2000) untuk memprediksi pertumbahan tanaman pada masa pembenihan. Persamaannya diberikan berikut ini:

Y(t+1) = Tin (t+1) (1)

Y(t+1) = f {Tin(t), RH(t), Rad(t), sudut} (2)

Dimana Tin(t+1) merupakan suhu udara didalam greenhouse (oC) pada waktu t+15 menit kemudian sebagai output kontrol dari model. Tin(t) adalah suhu udara didalam greenhouse (oC) pada waktu t, RH(t) merupakan kelembaban relatif (%) pada waktu t, Rad(t)

(4)

merupakan radiasi matahari (W/m2) pada waktu t dan sudut merupakan kemiringan atap (o) sebagai input kontrol model. Fungsi f {} merupakan fungsi non-linear yang diberikan oleh model JST. Model JST yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil dari model JST ini adalah nilai pembobot (weight) yang menunjukkan hubungan antara input dan output.

Gambar 1. Model JST yang dikembangkan.

Kinerja model dinilai berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai Root Mean Square Error (RMSE ) berdasarkan persamaan berikut ini:

            − − − =

= = N i N i Ot i Y i Ot i Y R 1 2 1 2 2 ) ) ( ( )) ( ) ( ( 1 (3)

= − = N i i Ot i Y N RMSE 1 2 )) ( ) ( ( 1 (4)

Dimana Y(i) adalah hasil prediksi model data ke-i, Ot(i) adalah nilai target data ke-i, Otadalah nilai rata-rata nilai target dan N adalah jumlah data. Kinerja model JST dengan dua metode tersebut sebagaimana digunakan untuk prediksi evapotranspirasi (Suprayogi et al., 2004).

Data yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 128 set data untuk proses pembelajaran model dan 60 set data untuk proses validasi model. Hasil dari model ini adalah

Y Hj

Tin (t+1) Input layer Output layer

Tin (t) RH (t) Rad (t) Sudut Vi j Xi w j Hidden layer

(5)

nilai pembobot yang akan digunakan untuk memprediksi suhu udara didalam greenhouse 15 menit kemudian.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Proses pembelajaran model

Pada model ini proses pembelajaran dilakukan terhadap 128 set data sebanyak 15 000 pengulangan (iteration). Pada proses pembelajaran ini digunakan 4 nilai hidden layer yang berbeda, yaitu 2, 5, 7 dan 9.

Tabel 1. Hasil proses pembelajaran model No Jumlah hidden layer R2 RMSE 1 2 0.841 1.54 2 5 0.849 1.50 3 7 0.844 1.52 4 9 0.840 1.54

Tabel 1 diatas menunjukkan hasil proses pembelajaran dengan menggunakan jumlah hidden layer yang berbeda-beda. Masing-masing proses pembelajaran tersebut menggunakan konstanta pembelajaran dan jumlah pengulangan yang sama. Pada kasus ini digunakan nilai sebesar 0.6 dengan 1000 pengulangan dengan order sistem dipilih sebesar 1 untuk menghemat waktu pembelajaran. Pemilihan konstanta pembelajaran menentukan kecepatan pembelajaran sampai sistem mencapai keadaan optimal, apabila nilainya terlalu besar akan membuat jaringan melompati nilai minimum lokalnya dan akan berosilasi sehingga tidak mencapai konvergensi. Sebaliknya apabila nilainya terlalu kecil menyebabkan jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu lama selama proses pembelajaran. Pada kasus ini pula pembobot awal ditentukan secara acak (random).

Pada Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah hidden layer yang digunakan tidak otomatis menghasilkan proses pembelajaran yang semakin baik. Pada model yang dikembangkan jumlah hidden layer 5 menghasilkan nilai R2 terbesar dan RMSE terkecil. Nilai R2 diatas 0.849 yang menunjukkan lebih dari 84% hasil prediksi

(6)

mendekati hasil pengukuran, sedangan nilai RMSE sebesar 1.50 mengindikasikan bahwa hasil prediksi suhu udara didalam greenhouse 15 menit kemudian hanya berselisih 1.50oC dengan hasil pengukuran secara rata-rata. Perbedaan yang cukup kecil ini menunjukkan juga bahwa secara umum model telah mengalami proses pembelajaran dengan baik.

2. Hasil validasi model

Data validasi yang digunakan berbeda dengan data pembelajaran. Model validasi ini biasa disebut “cross validation” (Morimoto dan Hashimoto, 2000). Hasil validasi masing – masing jumlah hidden layer dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil proses validasi model No Jumlah hidden layer R2 RMSE 1 2 0.870 1.39 2 5 0.879 1.34 3 7 0.868 1.40 4 9 0.874 1.37

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil validasi terbaik dengan “cross validation” terjadi pada model dengan 5 hidden layer. Hal ini menunjukkan hal yang sama dengan hasil pembelajaran. Sehingga model dengan 5 hidden layer merupakan model terbaik dari model yang telah dikembangkan. Dengan hasil ini maka pembobot yang dihasilkan dari proses pembelajaran dengan 5 hidden layer dipilih untuk memprediksi suhu udara didalam greenhouse.

Hasil validasi model diatas lebih baik jika dibandingkan dengan persamaan model pindah panas untuk menduga suhu udara didalam greenhouse yang telah dikembangkan oleh Suhardiyanto, et al., (2007). Nilai R2 yang didapatkan pada model pindah panas tersebut adalah 0.8496. Kedua metode ini memiliki dasar yang berbeda. Untuk metode model pindah panas didasarkan pada persamaan pindah panas dengan berbagai nilai koefisien pindah panas baik radiasi, konduksi dan konveksi. Sedangkan metode JST didasarkan pada data yang didapatkan langsung di lapangan kemudian data tersebut dipelajari oleh model JST yang akan digunakan untuk pendugaan data ataupun kondisi

(7)

lain. Dengan dasar ini, model JST ini tidak dapat menjelaskan besar kecilnya pengaruh masing-masing parameter input seperti model pindah panas.

Gambar 2.Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan atap 15o

Gambar 3. Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan atap 20o

(8)

Gambar 4. Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan atap 25o

Gambar 5. Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan atap 35o

Pada Gambar 2-5 diatas menunjukkan bahwa hasil prediksi model menunjukkan nilai dengan tren yang hampir sama dengan hasil pengukuran, sehingga model bisa digunakan untuk menentukan suhu udara didalam greenhouse. Dari Gambar tersebut juga terlihat suhu udara didalam greenhouse semakin siang semakin tinggi dan akan menurun kembali setelah mendekati waktu sore hari. Suhu udara didalam greenhouse sangat

(9)

dipengaruhi oleh radiasi matahari. Besarnya radiasi matahari yang diterima di suatu tempat tergantung dari posisinya pada garis lintang, ketinggian dan tanggal dalam setahun (Walls, 1993).

Nilai pembobot yang dihasilkan dengan 5 hidden layer ini merupakan konstanta yang menjadi representasi dari persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara lima parameter input iklim dengan suhu udara didalam greenhouse. Untuk dapat meningkatkan kemampuan belajar dari jaringan, maka data pembobot tersebut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memperbaiki pengalaman JST dengan melakukan validasi terhadap data–data baru.

D. KESIMPULAN

1. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang telah menunjukkan hasil validasi yang terbaik pada model dengan 5 hidden layer dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.879 dan RMSE sebesar 1.34.

2. Hasil tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan model pindah panas yang dikembangkan sebelumnya dengan nilai R2 sebesar 0.8496.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arias, A. Ramirez., J.Goddard*, I.Lopez Cruz. 2002. A Hybrid System for Optimal Greenhouse Climate Control using Artificial Intelligence Techniques. Seventh International Conference on Computers in Agriculture. Orlando, FL, USA. October 26-30th 1998.

Arif Chusnul, Herry Suhardiyanto dan Suroso. 2006. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika Untuk Optimisasi Pemberian Air dan Unsur Hara Pada Pertumbuhan Tanaman dalam Rumah Kaca. The 7th Seminar on Intelligent Technology and Its Applications, May 2nd, 2006, Surabaya, Indonesia : II-I-15 – 20.

Coelho, J.P., J.Boaventura Cunha and P.B. de Moura Oliveira. 2002. Solar Radiation Prediction Methods Applied to Improve Greenhouse Climate Control. World Congress on Computers in Agriculture and Natural Resources. Iguacu Falls, Brazil. March 13-15th 2002.

Cunha, J. Boanventura. 2003. Greenhouse climate models: an overview. European Federation for Information Technology iin Agriculture, Food and Enviroment (EFITA) conference. Debrecen-Budapest, Hungary. July 5-9th 2003:559-564

Morimoto, T and Y. Hashimoto. 2000. AI approaches to identification and control of total plant production system. Control Engineering Practice 8: 555-567.

Nugroho, A. Satrio. 2003. Information Analysis using Soft computing – The Applications to Character Recognition, Meteorological Prediction, and Bioinformatics Problems. A Dissertation. Nagoya Institute of Technology, Nagoya, Japan, pp12.

Nuryawati, Titin. 2006. Analisis Sudut Datang Radiasi Matahari dan Pengembangan Model Pindah Panass pada Greenhouse Menggunakan Artificial Neural Network. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Retnosari, Putik. 2003. Pengembangan Model Artificial Neural Network untuk Pendugaan Suhu Udara dalam Greenhouse dengan Berbagai Kemiringan Atap dalam Single-span Greenhouse Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Romdhonah, Yayu. 2002. Analisis Sudut Datang Radiasi Matahari dan Pengembangan Model Pindah Panas pada Greenhouse. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Salgado, Paulo, J. Boaventura Cunha, Carlos Couto. 1998. A Fuzzy Identification and Controller for the Agriculture Greenhouse. Seventh International Conference on Computers in Agriculture. Orlando, FL, USA. October 26-30th 1998.

Sigrimis, N, N.Rerras, A. Anastasiou, V. Vogli.1998. An Adaptive System for Optimizing the Management of Greenhouses. Seventh International Conference on Computers in Agriculture. Orlando, FL, USA. October 26-30th 1998.

Suhardiayanto, H., Yudi Chadirin., Titin Nuryawati dan Yayu Romdhonah. 2007. Analisis Sudut Datang Radiasi Matahari Untuk Pengembangan Model Pindah Panas Pada Rumah Kaca di Daerah Tropika. Jurnal Keteknikan Pertanian.

(11)

Suprayogi, Slamet, Budi Indra Setiawan, Suroso. 2004. Estimasi Evapotranspirasi Potensial menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Majalah Geografi Indonesia. Vol 18(1) : 31-42. Tamrin, K. B. Seminar, H. Suhardiyanto, S. Hardjoamidjodjo. 2005. Model Jaringan Syaraf

Tiruan untuk Pertumbuhan Tanaman Ketimun Mini (Cucumis sativus L. Var. Marla) pada Fase Vegetatif. Jurnal Keteknikan Pertanian. 19 (1): 1-10.

Gambar

Gambar 1. Model JST yang dikembangkan.
Tabel 2. Hasil proses validasi model  No  Jumlah  hidden  layer  R 2  RMSE  1  2  0.870  1.39  2  5  0.879  1.34  3  7  0.868  1.40  4  9  0.874  1.37
Gambar 2.Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan  atap 15 o
Gambar 4. Suhu udara didalam greenhouse hasil pengukuran dan prediksi pada kemiringan  atap 25 o

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui senyawa antibakteri yang terkandung dalam biji pepaya (Carica papaya L.), untuk mengetahui efektivitas antibakteri

Kita sudah memaklumi setiap anak pasti merindukan orang tuanya setiap orang musafir pasti pulang ketanah airnya, maka oleh kerena itu kita tidak heran setelah

SI e-KTP telah digunakan dari tahun 2013 sampai sekarang oleh Dispencapil Minahasa Utara dan belum pernah dilakukan pengukuran, sehingga pimpinan belum memiliki

¿NVLKXNXP$MDUDQLQLGLNHPEDQJNDQMDXK VHEHOXPLOPXKXNXPGLNHPEDQJNDQGDODP FDUD EHUSLNLU ¿OVDIDW SRVLWLYLVPH $SDELOD DMDUDQ KXNXP GRNWULQDO LWX GLNDML GDODP SHUVSHNWLI ¿OVDIDW SRVLWLYLVPH

Siklus diurnal curah hujan di atas lautan (Gambar 3-3 panel kanan) menunjukkan bahwa puncak hujan terjadi pada malam sampai dini hari dan mengalami titik minimum

Akibat dari asimetri informasi ini, harga saham yang belum mencapai pada tiitk keseimbangan pasar dimanfaatkan oleh investor yang mengetahui tentang informasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bioaktivitas minyak atsiri daun jeruk purut yang berpengaruh terhadap mortalitas rayap tanah adalah pada konsentrasi 2% dengan

Hasil analisis data menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap pengungkapan modal intelektual, yang