• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI DEFORMASI GUNUNG MERAPI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI

INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR)

Eko Yudha1, Bangun Mulyo1, Yuwono1,Wiweka2

1

Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jakarta ABSTRAK

Wilayah Indonesia terletak di pertemuan antara tiga buah lempeng yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Hal inilah yang membuat Indonesia kaya akan gunung api yang aktif. Akibatnya Indonesia memiliki potensi bencana kegunung-apian. Letusan gunung api menyebabkan perubahan muka tanah (deformasi) baik di puncak gunung (kawah) maupun disekitar kawasan gunung. Letusan gunung yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini adalah letusan Gunung Merapi-DI Yogjakata, yang telah menyebabkan jatuhnya korban baik dalam bentuk material maupun non-material.

Teknologi Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR) sudah banyak digunakan di negara yang memiliki potensi bencana kegunung-apian. Dalam Studi Deformasi Gunung Merapi ini, digunakan data sebelum letusan (16 Juni 2010), saat letusan (16 September 2010) dan sesudah letusan (1 November 2010). Ketiga data yang tersedia kemudian ditentukan pasangannya dan diolah menggunakan metode Two Pass Interferrometry.

Pada pasangan citra tanggal 16 Juni 2010 dan 16 September 2010, didapatkan informasi berupa naiknya muka tanah di sekitar puncak Gunung Merapi sebesar 4 cm dengan luas 1,400312 km2. Sedangkan pada pasangan citra 16 September 2010 dan 1 Nopember 2010 didapatkan informasi naiknya muka tanah sebesar 2 cm untuk areal yang lebih besar dibandingkan pada pasangan citra sebelumnya yaitu dengan luas 64,709913 km2. Pada Daerah Sampel 1 dengan koordinat (422758 ; 9163604) m sampai (424510 ; 9164577) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 0,4 cm. Daerah Sample 2 dengan koordinat (422710 ; 9149199) m sampai (424778 ; 9160489) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 1,7 cm serta Daerah Sampel 3 dengan koordinat (425387 ; 9164528) m sampai (426652 ; 9161924) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 0,3 cm.

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR I. Pendahuluan

Fenomena letusan gunung berapi sulit untuk dideteksi, hanya bisa dilihat dan diamati kecenderungan melalui indikasi ilmiah (melalui perekaman seismograf) maupun alami (perubahan keadaan flora dan fauna). Letusan gunung berapi menyebabkan kerusakan besar sehingga perlu dilakukan pemantauan agar kerugian yang ditimbulkan dapat dikurangi. Fenomena ini dapat menyebabkan terjadi gejala yang biasa disebut dengan deformasi. Deformasi merupakan suatu fenomena dimana objek - objek alamiah maupun buatan manusia mengalami perubahan bentuk dari kondisi awalnya, biasanya terjadi perubahan posisi seperti naik, turun dan bergeser.

Wilayah studi penelitian ini adalah Gunung Merapi. Data citra yang digunakan adalah citra ALOS – PALSAR (Advance Land Observing Satellite - Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar) sebelum dan sesudah letusan. Penelitian ini mengenai

karakteristik serta analisa deformasi secara vertikal (naik dan turun) dari Gunung Merapi sebelum dan sesudah letusan.

Tujuan dan manfaat penulisan tugas akhir ini adalah m engetahui dan memberikan informasi mengenai perubahan muka tanah (deformasi) secara vertikal yang terjadi di Gunung Merapi sebelum dan sesudah letusan, serta menganalisa besar dan karakteristik deformasi dari Gunung Merapi.

II. Metodologi Penelitian III.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tugas akhir ini adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi terletak di Jawa Tengah dengan ketingian 2.968 m (9.737 kaki). Lokasinya meliputi Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah) dan Sleman (DI Yogyakarta). Gunung dengan koordinat 7032`30`` LS 110026`30`` BT (Sumber : ESDM).

(2)

2 Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

III.2 Data dan Peralatan

Data yang dibutuhkan dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Citra ALOS PALSAR dari perekaman sebelum dan sesudah letusan yaitu data tanggal 16 Juni 2010, 16 September 2010 dan 1 November 2010.

2. DEM - SRTM (Digital Elevation Model – Shuttle Radar Topographic Missions) daerah Gunung Merapi.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Perangkat Lunak (Software) PalsarProcessing

Digunkan untuk pengolahan raw data ALOS PALSAR menjadi citra dengan format Single Look Complex.

PalsarFrings

Digunakan untuk pengolahan citra dengan proses Interferromety SAR Processing dan Differential InSAR Processing.

Phase Unwarp Tool

Digunakan untuk membuat Ortho Image dan Ortho DEM yang selanjutnya digunakan untuk proses geocoding.

ASF Map Ready Version 2.3

Digunakan untuk membaca metadata dari citra ALOS PALSAR

ArcGis Version 9.3

Digunakan untuk membuat tampilan peta hasil proses meng-estimasi besar deformasi yang sudah dilakukan geocoding.

III.3 Metodologi Penelitian

Pengolahan data dapat dibedakan menjadi tiga tahap pengolahan, antara lain :

Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data 1. Pra Pengolahan (Pre-Processing).

Pada tahapan ini, hal yang dilakukan adalah :

 Citra ALOS PALSAR Level 1.0 Citra yang dipakai dalam penelitian ini adalah citra yang dihasilkan dari teknologi penginderaan jauh sistem aktif yang menggunakan sensor radar.

Gambar 3.3 Citra ALOS PALSAR Level 1.0  SAR Processing

Disebut juga dengan Image Reconstruction karena sebelum melakukan proses Interferrometry SAR, sinyal SAR original (raw data) harus diproses menjadi Single Look Complex (SLC) data. Berikut ini adalah proses dalam SAR Processing : 2. Pengolahan (Processing).

Tahapan dalam proses ini antara lain :  Data Single Look Complex (SLC)

(3)

3 Raw data yang diolah pada proses sebelumnya kemudian mengubah data tersebut menjadi citra kompleks yang disebut Single Look Complex Image.

Gambar 3.5 Citra SLC Merapi  Interferrometry SAR Processing

Tahapan ini pada intinya yaitu membentuk citra interferogram dari sepasang data SLC. Dua data SLC diambil pada daerah yang sama dengan posisi satelit dan waktu pengamatan yang berbeda. Citra Interferogram yang baik dapat dibentuk dari dua data SLC yang memiliki karakteristik citra yang sama (berasal dari satelit yang sama), memiliki panjang baseline yang tidak terlalu jauh serta arah sorot sensor (squint) yang kecil. Ketiga parameter ini digunakan untuk mengetahui nilai korelasi antara pasangan citra yang digunakan.

Interferrogram

Citra ini masih dipengaruhi oleh efek kelengkungan bumi, efek orbit satelit, efek topografi, efek noise dan efek deformasi (Purna, 2009).

Differential InSAR Processing

Proses ini dilakukan untuk memisahkan efek deformasi pada citra Interferrogram dari efek-efek lainnya (efek topografi, orbit satelit, noise, dan kelengkungan bumi). Akhir Pengolahan (Post-Processing).

Proses yang dilakukan pada tahapan ini adalah :

Geocoding

Proses geocoding dilakukan agar citra interferogram sudah ber-georeference, artinya posisi suatu pikselnya memiliki posisi di permukaan bumi sehingga dapat pola deformasinya di permukaan bumi.

 Analisa dan pembuatan Peta

Pola deformasi yang diperoleh dapat dilihat dari kombinasi warna yang

dihasilkan ketika citra hasil Differential Interferrometry SAR dilakukan proses Colour Composite yaitu pemberian warna berdasarkan pola sinyal yang diperoleh oleh sensor. III. Hasil dan Pembahasan

III.1 Pasangan Citra

Dalam pengamatan deformasi di wilayah Gunung Merapi, penulis menggunakan tiga data SAR dari satelit ALOS PALSAR.

Tabel 3.1 Informasi Data ALOS PALSAR Orbit Frame Tanggal Waktu Arah 23405 7030 16-Jun-10 15:30:42 Ascending 24747 7030 16-Sep-10 15:29:38 Ascending 25418 7030 1-Nov-10 15:28:57 Ascending

Berikut ini adalah penjelasan parameter dari pemilihan pasangan citra:

1. Semakin jauh panjang baseline antara dua citra, maka semakin kecil tingkat korelasi antara kedua data tersebut sehingga citra yang dihasilkan tidak maksimal. Pilihlah pasangan data yang berdekatan artinya memiliki baseline yang pendek yaitu ≤ 150 m (ESA InSAR Processing, 2007). 2. Squint digunakan untuk mengetahui

penyebaran titik orbit dari data InSAR. Squint angle (arah sorot sensor) sangat berguna untuk mengetahui korelasi antar citra. Semakin jauh perbedaannya, maka semakin kecil nilai korelasinya dan semakin kecil perbedaanya, maka semaki baik korelasinya.

3. Jarak temporal pada pengamatan ini adalah sebelum dan sesudah letusan. Dari perbedaan pengamatan baik sebelum maupun sesudah pengamatan, maka didapatkan besar deformasi yang terjadi di wilayah Gunung Merapi.

Dari ketiga parameter tersebut, maka didapatkan pasangan citra sebagai berikut :

Tabel 3.2 Pasangan Citra

Master Slave Baseline

(m)

Squint

20100616 20100916 92 1

20100916 20101101 46 1

III. 2 Analisa Hasil

III.2.1 Pasangan Citra 20100616-20100916 Pada pasangan citra ini, bisa dilihat bahwa terjadi perubahan naiknya permukaan tanah yang berada disekitar kawah gunung Merapi. Naiknya permukaan tanah ini (inflasi) berkisar antara 0 – 5,6 cm berdasarkan bidang referensi pada SRTM. Besar perubahan muka tanah

(4)

4 pada pasangan citra ini adalah 4 cm keatas (naik).

Gambar 3.1 Pasangan Citra 20100616-20100916

Berikut ini tampilan tiga dimensi untuk pasangan citra 20100616-20100916. Daerah berwarna kuning mengalami naiknya muka tanah.

Gambar 3.2 Tampilan tiga dimensi pasangan citra 20100616-20100916

Daerah yang mengalami perubahan muka tanah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3 Daerah yang mengalami deformasi pada pasangan citra

20100616-20100916

Pada Gambar 3.3 dapat diketahui daerah mana saja yang mengalami perubahan muka tanah. Daerah berwarna kuning mengalami perubahan muka tanah sebesar 4 cm keatas. Luas daerah tersebut adalah 1,400312 km2.

IV.4.2 Pasangan Citra 20100916-20101101 Pada pasangan citra ini, dilihat informasi perubahan muka tanah yang terjadi berupa perubahan warna mulai skala warna 0 – 5,9 cm. Berbeda dengan pasangan citra sebelumnya, pasangan citra ini tidak terdapat informasi yang lebih mencolok mengenai perubahan muka tanah. Perubahan ini terjadi merata di sekitar daerah Gunung Merapi.

Gambar 3.4 Pasangan Citra 20100916-20101101

Berikut ini tampilan tiga dimensi untuk pasangan citra 20100916-20101101. Daerah yang ditandai mengalami perubahan secara naiknya permukaan tanah.

Gambar 3.5 Tampilan tiga dimensi pasangan citra 20100916-20101101

Daerah yang mengalami perubahan muka tanah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.6 Daerah yang mengalami deformasi pada pasangan citra

(5)

5 Pada Gambar 3.6 dapat diketahui daerah mana saja yang mengalami perubahan muka tanah. Daerah berwarna kuning mengalami perubahan muka tanah sebesar 2 cm keatas. Luas daerah yang mengalami perubahan yaitu 7,266904 km2 untuk Daerah 1 dan 57,443009 km2 untuk Daerah 2.

IV.4.3 Perbandingan Perubahan

Berikut ini perbandingan perubahan muka tanah antara pasangan citra 20100616-20100916 dan 20100616-20100916-20101101.

Gambar 3.7 Perbandingan daerah sampel antara pasangan citra 20100616-20100916 (a)

dan 20100916-20101101 (b)

Berikut ini posisi untuk daerah sampel yang ditunjukkan pada gambar diatas.

Tabel 3.3 Koordinat Daerah Sampel Posisi Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3

Koordinat (m) Koordinat (m) Koordinat (m) Awal 422758 ; 9163604 422710 ; 9149199 425387 ; 9164528 Akhir 424510 ; 9164577 424778 ; 9160489 426652 ; 9161924 Perubahan antara tiga daerah tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut :

Gambar 3.8 Perbandingan Ketinggian pada Daerah 1

Gambar 3.9 Perbandingan Ketinggian pada Daerah 2

Gambar 3.10 Perbandingan Ketinggian pada Daerah 3

Dari ketiga daerah yang dibandingkan ketinggian hasil pengolahan kedua citra, bisa dilihat bahwa :

1. Daerah 1 memiliki perbedaan ketinggian sebesar 0,4 cm keatas. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 4.22 bahwa ketinggian antara pengolahan pasangan citra 20100616-20100916 dan 20100916-20101101 memiliki perbedaan sebesar 0,4 cm.

2. Pada Daerah 2, nilai perubahan ketinggian sangat kelihatan pada Gambar 4.23. Hal ini dapat juga dilihat pada Gambar 4.21 bahwa pada pasangan citra 20100616-20100916 berwarna biru dan pada citra 20100916-20101101 berwarna kuning. Perubahan muka tanah pada daerah ini sebesar 1,7 cm keatas.

3. Pada Daerah 3, nilai perubahan ketinggian kecil. Pada Daerah ini telah terjadi perubahan muka tanah pada pasangan citra 20100616-20100916 sebesar 4 cm (lihat Gambar 4.15). Sedangkan pada pasangan citra 20100916-20101101 (lihat Gambar 4.18) sedikit mengalami perubahan sebesar 0,3 cm.

(6)

6 IV. PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini antara lain :

1. Pada pasangan citra tanggal 16 Juni 2010 dan 16 September 2010, didapatkan informasi berupa naiknya muka tanah di sekitar puncak Gunung Merapi sebesar 4 cm. Sedangkan pada pasangan citra 16 September 2010 dan 1 Nopember 2010 didapatkan informasi naiknya muka tanah sebesar 2 cm untuk areal yang lebih besar dibandingkan pada pasangan citra sebelumnya.

2. Pada pasangan citra tanggal 16 Juni 2010 dan 16 September 2010, didapatkan luasan daerah yang mengalami perubahan muka tanah sebesar 1,400312 km2. Sedangkan pada pasangan citra 16 September 2010 dan 1 Nopember 2010, didapatkan luasan daerah yang mengalami perubahan sebesar 64,709913 km2.

3. Perubahan muka tanah terjadi secara bervariasi terjadi di daerah sampel pada pasangan citra 20100616-20100916 dan 20100616-20100916-20101101. Daerah 1 dengan koordinat (422758 ; 9163604) m sampai (424510 ; 9164577) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 0,4 cm. Daerah 2 dengan koordinat (422710 ; 9149199) m sampai (424778 ; 9160489) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 1,7 cm serta Daerah 3 dengan koordinat (425387 ; 9164528) m sampai (426652 ; 9161924) m mengalami perubahan muka tanah keatas sebesar 0,3 cm.

4. Teknologi InSAR sangat potensial digunakan untuk mendapatkan model deformasi gunung aktif dalam kurun waktu tertentu. Hasil pengolahannya dipengaruhi oleh DEM yang digunakan, kualitas dan korelasi data. Semakin banyak data yang digunakan dengan kualitas dan korelasi yang baik, maka semakin teliti juga hasil deformasi yang didapat.

IV.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan untuk meningkatkan hasil dari kajian yang serupa antara lain :

1. Sebaiknya menggunakan data citra radar yang bervariasi misalnya (RADASAT, ERS-1, ERS-2, dan EnviSAT) sehingga membantu dalam proses pemasangan citra.

2. Menggunakan cara pengolahan selain two-pass method untuk pasangan citra yang sama sehingga dapat diketahui perbedaan hasil dari masing-masing metode.

3. Menggunakan DEM – SRTM yang lebih teliti yaitu dengan resolusi 30 dan 60 meter.

4. Menggunakan software yang bervariasi dalam pengolahan InSAR sehingga dapat diketahui software yang baik dalam pengolahan InSAR. Software yang digunakan pada tugas akhir ini hanya memiliki kemampuan sampai menghasilkan citra final interferogram dengan informasi deformasi secara Line of Sight tanpa mengetahui daerah mana yang mengalami perubahan, sehingga diperlukan software lain untuk membantu menganalisa perubahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit, PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Andreas, Heri. 2007. Karakteristik Deformasi

Strain dan Stress. Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian – Institut Teknologi Bandung. Bandung

Andreastuti, Dwi. 2006. Menulusuri Kebenaran Letusan Gunung Merapi 1006. Jurnal Geologi Indonesia, Vol.1 No. 4 Desember 2006 : 201 – 207. Dzurisin, Daniel. 2005. Volcano Deformation :

Geodetic Monitoring Techniques. United State Geological Survey. Washington – USA.

European Space Agency. 2007. Synthetic Aperture Radar Land Applications Tutorial : Part 1 Background and Theory.

http://www.tiger.esa.int/training/SAR_L A1_th.pdf.

(7)

7 European Space Agency. 2007. Part A

Interferometric SAR Image Processing and Interpretation (tutorial). ESA Publications. ESTEC. Netherlands. www.esa.int/esapub/tm/tm19/TM-19_ptA.pdf.

European Space Agency. 2007. Part B InSAR Processing : a Practical Apprcoach (tutorial). ESA Publications. ESTEC. Netherlands.

www.esa.int/esapub/tm/tm19/TM-19_ptB.pdf.

European Space Agency. 2007. Part C InSAR Processing : a Mathematical Apprcoach (tutorial). ESA Publications. ESTEC. Netherlands.

www.esa.int/esapub/tm/tm19/TM-19_ptC.pdf.

Gens, Rudiger., dan John L van. 1995. SAR Interferometry – Issues, Techniques, Application, Pappers Submitted to The International Journal of Remote Sensing. Geoscience Australian. Archive October – December 2008. Hanssen, R. 2001. Radar Interferometry Data

Interpretation and Error Analysis. Kluwer Academic Publisher. Dordrech. Netherlands.

Kusman, Arief. 2008. Studi Deformasi Gunung Api Batur Dengan Menggunakan Teknologi Sar Interferometri (InSAR). Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB -Bandung, Indonesia.

Lesmana, Zaka. 2010. Satelit dan Karakteristik SAR (Synthetic Aperture Radar). Teknik Geologi. Universitas Gajah Mada – Yogjakarta.

Lillesand, Kiefer. 1988. Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press - Yogjakarta.

Lindgren, D.T., 1985. Land Use Planning and Remote Sensing, Doldrecht: Martinus Nijhoff Publisher.

Purna, Teguh. 2009. Penggunaan Teknologi InSAR Untuk Studi Deformasi. Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB -Bandung, Indonesia.

Ruhimat, Mamat. 1998. Penuntun Belajar Geografi I, Bandung: Ganeca Exact. Sutanto. 1998. Penginderaan Jauh : Jilid I.

Fakultas Geografi, Gajah Mada University Press - Yogjakarta.

Usai, Stefania. 2001. A New Approach for Long Term Monitoring of Deformation by Differential SAR Intereferometry. Delft University Press – Netherlands. <URL:http://www.alos-restec.jp>. Dikunjungi

tanggal 19 Nopember 2010, Jam 12.00. <URL:http://earth.esa.int>. Dikunjungi

tanggal pada tanggal 20 Nopember 2010, jam 13.00.

Gambar

Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data  1.  Pra Pengolahan (Pre-Processing).
Gambar 3.5 Citra SLC Merapi
Gambar 3.1 Pasangan Citra 20100616- 20100616-20100916
Gambar 3.7 Perbandingan daerah sampel  antara pasangan citra 20100616-20100916 (a)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Kebiasaan olahraga merupakan faktor risiko kejadian penyakit asam urat pada lansia di wilayah kerja puskesmas pasir putih dengan nilai

Aplikasi pemetaan tambal ban motor di kota Batam menggunakan Location Based Service yang berhasil dibuat mampu memetakan lokasi tambal ban per kecamatan dengan icon warna

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Waktu retensi masing-masing jenis asam lemak ini selanjutnya akan digunakan sebagai patokan untuk menentukan jenis dan komposisi asam lemak yang terdapat dalam

Ketiga, pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk saling memberi informasi tentang penggunaan penilaian non test yang

Jika mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca,

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk menentukan jumlahpembelian bahan baku optimal dari masing-masing pemasok dengan menggunakan program linier dengan

Merencanakan dan merancang panti jompo sebagai pemecah isu bertumbuhnya populasi lansia terlantar di Jakarta, dalam hal ini, terlantar yang dimaksud adalah