• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI SISTEM LOGISTIK PERKOTAAN UNTUK MEMENUHI PASOKAN BARANG KE RETAIL MODERN DI SURABAYA DENGAN PENAMBAHAN PUSAT DISTRIBUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI SISTEM LOGISTIK PERKOTAAN UNTUK MEMENUHI PASOKAN BARANG KE RETAIL MODERN DI SURABAYA DENGAN PENAMBAHAN PUSAT DISTRIBUSI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI SISTEM LOGISTIK PERKOTAAN UNTUK MEMENUHI PASOKAN

BARANG KE RETAIL MODERN DI SURABAYA DENGAN PENAMBAHAN PUSAT

DISTRIBUSI

Meirina Rosita, I Nyoman Pujawan, dan Niniet Indah Arvitrida Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: nenameirina@gmail.com; pujawan@ie.its.ac.id; niniet@ie.its.ac.id

Abstrak

Penelitian ini merupakan studi terhadap sistem logistik perkotaan di Kota Surabaya. Fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk mengukur performansi pergerakan barang yang akan dipasarkan di outlet ritel modern (pasar modern) dengan penambahan pusat distribusi dan penggunaan infrastruktur jalan tol sebagai jalur alternatif pengiriman barang. Simulasi akan dilakukan untuk beberapa skenario berupa adanya pertumbuhan jumlah retail modern yang meliputi minimarket, supermarket, dan hypermarket di Surabaya serta diberlakukannya jam malam untuk pengiriman barang dari pemasok ke retail-retail tersebut. Evaluasi performansi akan didasarkan pada beberapa ukuran kinerja yang meliputi jumlah kargo pengiriman barang, rata-rata dan variabilitas untuk waktu tempuh pengiriman, jarak tempuh pengiriman, serta kecepatan tempuh kendaraan. Dari hasil simulasi, didapatkan bahwa penambahan pusat distribusi dan penggunaan jalan tol mampu mereduksi jumlah kargo pengiriman barang dan mempercepat arus pengiriman barang, akan tetapi dengan bertambahnya outlet retail modern dalam beberapa tahun ke depan akan membuat pergerakan barang pada perkotaan semakin tinggi yang berdampak pada tingginya kepadatan arus lalu lintas kota. Untuk itu, pengiriman barang pada malam hari dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi tingkat kepadatan kota dan sekaligus bermanfaat untuk mempercepat response time bagi retailer.

Kata kunci: Logistik Perkotaan, Ritel Modern, Infrastruktur Logistik, Pemodelan Simulasi

ABSTRACT

This research is a study of city logistics system in Surabaya. The main purpose of this research is to measure the performance of goods movement which will be supplied to modern consumer goods retail by considering the additional distribution center and the use of toll roads as an alternative route. The simulation is conducted for several scenarios in the form of growing number of modern retail in Surabaya which includes minimarket, supermarket, and hypermarket and the enactment of night deliveries from suppliers to those retailers. The evaluation of performance is based on several performance measurement such as number of freight, the average and variability for delivery travel time, delivery mileage, and freight velocity. The simulation results show that by adding distribution center and using toll roads could reduce the number of freight and expedite the flow of freight movement. However, the increase in the modern retail outlets within Surabaya in the upcoming years will cause the higher number of freight movement in urban areas so that it might as well give impact on the high density urban traffic. Therefore, night delivery could be used as a solution to reduce the density of the urban areas and at the same time useful to speed up the response time for the modern retailers.

Keywords: City Logistics, Urban Freight Transport, Modern Retail, Logistics Infrastructure, Modeling Simulation

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Logistik secara umum merupakan bagian dari proses rantai pasok yang merencanakan, menerapkan, serta mengontrol penyimpanan dan aliran barang, jasa, dan segala

macam informasi yang terkait dari titik pasokan sampai ke titik permintaan untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan (Council of Logistics Management, 1998). Sedangkan logistik perkotaan memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertiaan logistik secara umum. Logistik perkotaan (atau dalam bahasa

(2)

inggris disebut sebagai urban logistics atau city logistics) diartikan sebagai pergerakan aliran barang untuk menyuplai barang ke daerah pusat perkotaan dengan menggunakan alat transportasi pengangkutan (freight transport) (Barcelo dan Grzybowska, 2005). City logistics menjadi permasalahan yang cukup penting untuk diperhatikan, karena selain membawa keuntungan tersendiri bagi masyarakat perkotaan, juga dapat menimbulkan permasalahan yang berpotensi mengganggu aktivitas-aktivitas lain di kota tersebut. Aktivitas logistik perkotaan yang dikelola dengan baik akan dapat mendukung keberlangsungan perekonomian suatu daerah. Akan tetapi, adanya aktivitas tersebut dapat menyebabkan permasalahan lain yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat kota, seperti kemacetan (congestion), kebisingan (noise), dan keadaan lingkungan yang semakin terancam akibat polusi udara (hazardous situations). Terdapat tiga elemen penting yang perlu difokuskan untuk menciptakan aliran distribusi barang yang efektif dan efisien di perkotaan, yaitu sarana transportasi, pelaku bisnis, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan konteks perkotaan. Pada saat yang bersamaan, elemen-elemen tersebut juga harus disinergiskan dengan kebijakan pemerintah setempat yang melibatkan permasalahan ekonomi, transportasi, infrastruktur serta lingkungan.

Adanya suatu aktivitas logistik dalam suatu perkotaan, sangat berhubungan dengan tingkat populasi kota tersebut. Jumlah populasi penduduk yang semakin besar akan mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap barang menjadi tinggi juga. Pemenuhan kebutuhan tersebut bisa diperoleh dari pusat bisnis ritel yang makin tersebar di pinggir ataupun pusat kota, baik tradisional ataupun modern. Namun, omset pasar modern menunjukkan peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan pasar tradisional, yaitu sebesar 21.93% setiap tahunnya, hal ini sebanding dengan pertumbuhan gerai pasar modern yang semakin banyak tiap tahunnya, mencapai 22,4%. (AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 2004-2008). Akibatnya, aliran pasokan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga ke perkotaan juga semakin besar. Fenomena ini menyebabkan konsentrasi pergerakan barang di

daerah perkotaan semakin padat terlebih lagi jika kota tersebut merupakan kota metropolitan, seperti Surabaya. Surabaya merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai jumlah 2.885.862 jiwa (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, 2008), Surabaya juga menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya, bahkan menjadi pusat pengembangan dan pintu masuk barang bagi kawasan Indonesia Bagian Timur. Sebagian besar penduduknya bergerak di bidang perdagangan, jasa, dan industri.

Berdasarkan sebaran geografisnya, gerai-gerai pasar modern tersebut terkonsentrasi paling banyak di Pulau Jawa yang mampu mencapai 83% dari total gerai yang ada di Indonesia. Jawa Timur menduduki posisi ke-3, setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang memiliki jumlah gerai modern terbanyak. Terkonsentrasinya gerai pasar modern di Pulau Jawa tidak terlepas dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia berada di pulau ini. (Marina L. Pandin, Pengamat Perbankan dan Ekonomi, Economic Review, 2009 dari sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 2008).

Selain memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah, pergerakan barang ke tengah kota tersebut akan memberikan dampak lain yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Beberapa dampak yang berpotensi muncul adalah kemacetan, konsumsi energi yang berlebihan atau terbuang, polusi suara, polusi udara, munculnya limbah, penyakit yang menyebabkan kematian karena gas-gas beracun dari kendaraan, kecelakaan lalu lintas, penggusuran lahan untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Jika dampak-dampak ini dibiarkan berkepanjangan, maka akan berbahaya bagi kehidupan manusia dan ekosistem, keberadaan infrastruktur pun juga akan terancam. Tidak menutup kemungkinan pula perekonomian daerah yang berkelanjutan tidak dapat dicapai. Tingkat pelayanan (service level) dan kemampuan untuk merespon kebutuhan pelanggan sesegera mungkin (response time) dalam kualitas yang baik sangat penting dalam persaingan bisnis saat ini. Oleh karena itu, sistem logistik perkotaan harus diciptakan se-efektif dan se-efisien mungkin

(3)

untuk dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap permintaan pelanggan dalam batas biaya yang wajar (Plowden and Buchan, 1995). Hal ini didukung oleh pernyataan Whiteing dan Edwards (1997) bahwa penting pula bagi pasar untuk dapat memberikan pelayanan yang memenuhi persyaratan industri serta memenuhi standar lingkungan hidup pada waktu yang sama.

Terjadinya pergerakan barang yang efektif dan efisien ini harus didukung dengan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan jalan umum dan jalan tol, pelabuhan, fasilitas pergudangan, fasilitas pusat distribusi, fasilitas transfer muatan, dan sebagainya. Jaringan jalan (umum ataupun tol) merupakan instrumen yang paling utama atas keberlangsungan pergerakan barang karena yang menghubungkan antara titik permintaan dengan titik pemasok. Sayangnya, dinamisasi dari pergerakan barang tidak diikuti dengan penambahan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang ada, barang terus dipasok seiring dengan bertambahnya jumlah ritel di daerah kota. Hal ini akan semakin memperburuk keadaan kota dan juga sebagai pemicu kemacetan karena jalur yang dilalui untuk pengiriman barang adalah jalur umum yang digunakan oleh masyarakat kota. Oleh karena itu, sistem logistik perkotaan Surabaya perlu diteliti untuk dapat mengetahui pengaruh adanya infrastruktur terhadap performansi sistem logistik perkotaan yang tetap dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota.

Penelitian logistik perkotaan sebelumnya telah dilakukan di negara-negara maju, seperti di Eropa dan Jepang. Penelitian yang dilakukan bersifat permodelan maupun studi-studi tentang kebijakan secara praktis. Penelitian mengenai city logistics yang pernah dilakukan di negara berkembang, yaitu di Indonesia tepatnya kota Surabaya telah dilakukan oleh Wirasambada (2010). Dalam penelitiannya dipaparkan bagaimana merancang model simulasi pergerakan barang (city logistics) di Kota Surabaya dengan objek penelitian difokuskan pada consumer goods retail dengan menggunakan pendekatan dari sisi supply chain. Model tersebut akan digunakan untuk mengukur performansi Kota Surabaya terhadap aktivitas logistik modern consumer goods retail yang berlangsung di dalam kota.

Indikator performansi yang dipakai adalah jarak tempuh, waktu tempuh dan kecepatan kendaraan pada saat pengiriman barang dilakukan. Hanya saja, dalam penelitian Wirasambada, infrastruktur yang dilibatkan hanyalah sebatas jaringan jalan umum saja dan pengiriman barang ke retailer dilakukan dengan strategi distribusi direct shipment. Selain itu, kecepatan kendaraan yang digunakan antar kendaraan adalah sama, meskipun kecepatan tersebut telah dibedakan tiap jam dan tiap ruas jalan.

Jika melihat kondisi riil, pengiriman barang yang terjadi saat ini tidak hanya menggunakan jalur jalan non-tol saja, melainkan penggunaan jalur tol dalam pengiriman barang akan dapat dijadikan jalur alternatif jika pengiriman dilakukan dalam jarak yang cukup jauh. Penggunaan tol cukup bermanfaat untuk mengurangi kepadatan lalu lintas pada jalur non-tol. Kecepatan antar kendaraan juga tidaklah selalu sama, melainkan berbeda-beda sesuai dengan keadaan jalan yang dilaluinya. Untuk strategi distribusi direct shipment, memang memiliki kelebihan dalam segi response time, karena barang akan langsung sampai ke tangan retailer sehingga waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Akan tetapi dengan adanya pengiriman langsung ini akan menyebabkan jumlah kendaraan yang berada di jalan semakin banyak sehingga dapat menimbulkan permasalahan sosial.

Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengisi gap tersebut. Fokus utama pada penelitian kali ini adalah simulasi pergerakan barang yang akan dipasarkan di outlet ritel modern yang telah ada sebelumnya dengan tetap menggunakan pendekatan dari aspek supply chain. Dalam model simulasi kali ini, sejumlah elemen sistem logistik perkotaan akan dipertimbangkan, yaitu mencakup titik-titik sumber pasokan, titik-titik-titik-titik permintaan (dalam hal ini lokasi ritel), penambahan fasilitas pusa distribusi (DC) dan interkoneksi yang direpresentasikan oleh jalan dan persimpangannya dengan menambahkan infrastruktur jalan tol dalam kota. Setiap jalan utama akan dimasukkan dalam sistem jaringan transportasi dalam kota dengan atribut kecepatan kendaraan per jam yang berbeda dan kecepatan antar kendaran satu dengan yang lainnya juga tidak sama. Infrastruktur jalan tol

(4)

merupakan fasilitas umum dari sistem jaringan jalan yang berfungsi menghubungkan pusat produksi dengan pasar global dan dapat memudahkan akses transportasi antar daerah. Oleh karena itu untuk memperlancar aktivitas bisnis, jalan tol menjadi sebuah alternatif untuk mempercepat arus keluar masuk barang. Fungsi jalan tol cukup memegang peranan penting

untuk sistem perekonomian kota. Simulasi ini

juga akan dilakukan dengan menambahkan skenario yang mempertimbangkan pertumbuhan outlet ritel modern dalam waktu ke depan. Dengan semakin besarnya pertumbuhan ritel modern di dalam kota akan dapat mempengaruhi arus pergerakan barang serta aktivitas lainnya yang terjadi di Kota Surabaya. Pada penelitian ini penambahan pusat distribusi pada suatu node atau wilayah dengan menggunakan metode perhitungan gravity location. Adanya gudang (pusat distribusi) akan menampung pengiriman barang dari manufaktur-manufaktur dan kemudian akan dilakukan product mixing yang sesuai dengan permintaan retailer ke dalam sebuah kargo. Product mixing dalam pusat distribusi ini diharapkan mampu menurunkan jumlah kendaraan.

Evaluasi terhadap masing-masing skenario tersebut akan didasarkan pada beberapa ukuran kinerja yang meliputi rata-rata waktu tempuh pengiriman, variabilitas waktu tempuh pengiriman, rata-rata jarak tempuh pengiriman, dan variablitas jarak tempuh pengiriman. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menghasilkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk dapat mengevaluasi dan merencanakan sistem logistik perkotaan yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Adanya arus pengiriman barang ke dalam kota yang semakin banyak yang berpotensi terus meningkat dan beberapa diantaranya dikirim secara direct shipment dari pemasok ke retailer modern dapat menyebabkan kontribusi kendaraan di jalan sangat banyak sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan sosial. Dengan adanya permasalahan tersebut, studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh adanya penambahan fasilitas pusat distribusi

terhadap kondisi sistem logistik perkotaan di Surabaya, mengetahui pengaruh pertumbuhan jumlah ritel modern dan penggunaan jalan tol terhadap kondisi sistem logistik perkotaan, serta menghasilkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk sistem logistik Kota Surabaya.

2. Metodologi Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai metode penelitian, yang meliput kerangka berpikir atau prosedur penelitian, instrumen penelitian atau perangkat, serta langkah-langkah yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini

2.1. Tahap Identifikasi Permasalahan Pada tahapan ini dilakukan identifikasi masalah yang sedang terjadi pada sistem amatan, melakukan perumusan masalah yang ada dan menetapkan tujuan dari penelitian ini. Permasalahan system logistik perkotaan ini melibatkan beberapa elemen system meliputi retail-retail modern, moda transportasi darat seperti truk dan sejenisnya, supplier produk baik distributor atau manufaktur, serta jaringan jalan dan infrastruktur lain di Kota Surabaya.

2.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk diolah dan kemudian dijadikan sebagain input dari model yang akan disimulasikan. Data-data yang akan dikumpulkan meliputi: a. Data jaringan jalan tol dalam Kota

Surabaya yang meliputi ruas-ruas jalan tol, nama gerbang tol dalam semua ruas jalan tol yang digunakan, seluruh pintu masuk tol dan pintu keluar pada jalan tol tersebut, dan panjang ruas jalan tol. Kesemua data tersebut didapatkan dari peta Kota Surabaya, Google Maps, referensi internet dan dari PT. Jasa Marga Surabaya.

b. Data aksesibilitas jalan tol ditunjukkan dengan jarak antar pintu tol dan jarak pintu tol dengan persimpangan jalan non-tol terdekat.

c. Data kecepatan kendaraan di jalan tol Kota Surabaya

d. Data volume kendaraan yang melintasi jalan tol Kota Surabaya

(5)

e. Data nama supplier dan retailer beserta lokasi supplier dan retail tersebut yang dinotasikan dalam nama node dan juga rayon.

f. Data proyeksi pertumbuhan jumlah ritel yang dibatasi pada jenis ritel berdasarkan ukuran seperti Minimarket, Supermarket, dan Hypermarket, yang akan digunakan sebagai benchmarking dalam melakukan adjustment proyeksi pertumbuhan ritel tersebut. Data yang dicari adalah data sekunder yang didapatkan dari internet, jurnal potret bisnis ritel Indonesia: Pasar Modern (Marina L. Pandin, Pengamat Perbankan dan Ekonomi) dan dari hasil wawancara ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surabaya.

g. Peta rencana penggunaan lahan (Land Use Planning) Kota Surabaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.

2.3. Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah dan disesuaikan dengan kebutuhan data simulasi, meliputi :

2.3.1. Pengembangan Model Aliran Barang dan Simulasi

Pada langkah ini model dikembangkan berdasarkan f

ramework

konseptual

permodelan

logistik

perkotaan

di

Surabaya

oleh

Wirasambada

(2010).

Model konseptual yang dikembangkan akan diterjemahkan ke dalam algoritma simulasi. Model simulasi akan dibuat berbasis bahasa cpemrograman VB.Net sehingga bisa dilihat secara visual pergerakan barang yang terjadi. Program VB.Net akan membaca data yang telah dimasukkan ke dalam Excel. Excel akan dibuat untuk memudahkan pergantian parameter kecepatan jalan, penambahan titik pasokan, maupun penambahan titik permintaan. Untuk dapat menjalankan simulasi model tersebut, terdapat beberapa data yang perlu diolah terlebih dahulu agar dapat dijadikan input ke dalam model simulasi tersebut. Pengolahan data-data tersebut meliputi:

1. Penentuan nama node dan koordinat pintu tol

2. Matriks jalan dan aksesibilitas jalan (matriks jarak)

3. Perhitungan kecepatan jalan tiap jam selama 24 jam dan matriks kecepatan

4. Perhitungan waktu tempuh sebagai fungsi pembagian dari matriks jarak dan matriks kecepatan (matriks waktu).

5. Jumlah pertumbuhan dan penentuan lokasi pertumbuhan retail.

6. Penentuan lokasi pusat distribusi baru untuk product mixing

Setelah pengolahan data dilakukan, data-data tersebut diinputkan ke dalam excel untuk dibaca oleh VB.Net. Berdasarkan framework konseptual permodelan logistik perkotaan di Surabaya oleh Wirasambada (2010), algoritma simulasi pada penelitian ini seperti pada gambar 2.1 berikut ini.

Inisialisasi Sistem Menentukan Alokasi Demand Generation demand-supply point Vehicle Assignment Route Choice Pengukuran Performansi Penentuan Pola Pasokan Supplier ke DC

Gambar 2.1 Model Simulasi City Logistic Level 0

Gambar 2.2 Framework Konseptual Permodelan Logistik Perkotaan di Surabaya

Arus lalu lintas Arus barang

Aktivitas konsumsi masyarakat

Jaringan rantai pasok

Kendaraan angkut / transportasi

Infrastruktur jalan dan logistik

(6)

2.3.2. Pengukuran Performansi

Pengiriman Barang di

Surabaya

Model yang telah disimulasikan akan memberikan output yang dapat digunakan untuk mengukur performansi logistik perkotaan di Kota Surabaya. Output yang akan dijadikan indikator pengukuran performansi adalah jumlah kendaraan yang mengirimkan barang, rata-rata dan variabilitas waktu tempuh jarak tempuh serta kecepatan kendaraan selama pengiriman barang berlangsung. 2.3.3. Rekomendasi Alternatif

Kebijakan Logistik Perkotaan Hasil dari pengukuran performansi akan digunakan sebagai input untuk evaluasi dan pembuatan rekomendasi kebijakan logistik perkotaan untuk menciptakan aktivitas logistik yang lebih efektif dan efisien. 2.4. Hasil Simulasi Model dan

Pembahasan

Tahap ini merupakan analisa dan intepretasi dari model yang dibuat serta hasil

performansi yang diukur berdasarkan model eksiting, penambahan jumlah ritel dalam simulasi, serta alternatif kebijakan yang bisa dikembangkan.

2.5. Kesimpulan dan Saran

Tahap ini merupakan tahap terakhir yaitu pengambilan kesimpulan dari penelitian dan pemberian saran berdasarkan penelitian yang telah diakukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Hasil Simulasi Model dan Analisis

Sub bab ini berisi hasil simulasi model serta analisis dari output simulasi yang telah dijalankan. Simulasi ini dijalankan selama 7 hari x 24 jam waktu simulasi. Output simulasi yang akan dianalisis yaitu jumlah pengiriman barang, waktu tempuh kendaraan dalam mengirim barang (delivery time), jarak tempuh, dan kecepatan tempuh rata-rata tiap pengiriman barang yang dibangkitkan pada simulasi. Hasil simulasi disimpan dalam bentuk file excel. Berikut ini adalah tabel hasil simulasi untuk kondisi masing-masing skenario.

Tabel 3.1Deskripsi Tiap Skenario Simulasi Ske nario - - 0% -v - 0% -v - 0% -v v 0% -v v 0% -v v 10% -v v 20% -v v 30% -v v 40% -v v 0% -v v 10% -v v 20% -v v 30% -v v 40% -v v 20% -v v 20% v

DC Jalan Tol Pe rtumbuhan Re tail B atas an jam pe ngiriman D C2 (Lokasi: Timur Barat Surabaya) De s krips i A B C1 (Lokasi: Peta LUP)

(7)

Tabel 3.2 Perbandingan Hasil Simulasi

Ske nario

Pe rformansi

Rata-Rata Standar De viasi Total Jumlah

kargo Pe ngiriman Kargo me le wati tol Kargo me le wati non-tol Waktu Jarak Kece patan Waktu Jarak Kece patan Waktu Jarak

A 15.14 9.6 43.67 10.01 4.22 14.05 5070 - - 15.43 9.78 44.02 10.52 4.44 14.30 3727 - - B 15.43 9.78 44.02 10.52 4.44 14.30 3727 - - 14.66 10.01 46.40 9.7 4.67 14.93 3977 30% 70% C1 (Lokasi: Pe ta LUP) 14.66 10.01 46.40 9.70 4.67 14.93 58289.08 39809.24 15.58 10.25 45.30 10.46 4.76 15.37 66158.32 43521.31 15.78 10.40 44.95 10.61 4.96 14.60 71393.67 47061.79 16.24 10.37 43.34 10.74 4.76 14.08 77291.25 49364.14 17.00 10.53 42.72 11.47 4.89 14.48 87275.33 54069.80 C2 (Lokasi: Timur Barat Surabaya) 14.66 10.01 46.40 9.70 4.67 14.93 58289.08 39809.24 15.46 10.11 44.95 10.58 4.80 15.04 64281.95 42035.79 16.07 10.47 44.60 10.89 4.99 14.46 74838.27 48769.82 16.12 10.53 43.94 10.36 5.04 13.89 70831.15 46270.75 17.17 10.76 42.44 11.59 5.36 13.76 89491.87 56089.31 D 15.97 10.29 44.59 10.68 4.76 15.11 72099.08 46463.61 14.02 10.33 48.43 8.4 4.75 14.75 64167.20 47281.77 1. Skenario A

Skenario yang dibuat pada kondisi ini adalah untuk mengetahui pengaruh adanya gudang pusat distribusi dengan membandingkan dua kondisi. Kondisi yang dibandingkan pada skenario ini yaitu ketika belum ada pertumbuhan retail baru dan tidak menggunakan jalur tol untuk pengiriman barang. Simulasi dijalankan pada skenario ini mulai dari pukul 05.00 hingga pukul 22.00. Gudang tersebut berfungsi sebagai tempat product mixing, selain juga sebagai tempat penyimpanan. Dalam skenario ini, pengiriman barang tidak lagi bersistem direct shipment, yaitu pengiriman langsung oleh pemasok ke retailer, akan tetapi barang-barang tersebut ditampung terlebih dahulu sebelum sampai ke lokasi retailer. Output simulasi untuk tiap kondisi pada skenario tersebut terdiri dari jumlah pengiriman barang, waktu tempuh pengiriman (response time), kecepatan tempuh tiap pengiriman barang dan jarak tempuh pengiriman yang masing-masing dilihat berdasarkan nilai rata-rata & standard deviasinya.

Pada kondisi tersebut dapat diketahui bahwa jumlah pengiriman barang mengalami penurunan sebesar 26%. Adanya gudang baru atau pusat distribusi yang ditumbuhkan untuk tempat terjadinya produk mixing antar pemasok barang mampu mereduksi jumlah kendaraan karena masing-masing pemasok tidak lagi harus mengirimkan barang secara langsung kepada retail. Akan tetapi pemesanan suatu retail tertentu yang muncul kepada manufaktur dapat disusun terlebih dahulu dalam gudang tersebut dan kemudian akan dikirim oleh sebuah kargo.

Dari sisi logistik perkotaan, hal ini dirasa cukup efektif dan efisien dan juga akan memberikan keuntungan bagi aspek sosial. Penurunan jumlah kendaraan ini juga dapat berperan untuk mengurangi kepadatan yang terjadi di wilayah perkotaan. Berkurangnya kendaraan juga dapat mendukung pengurangan tingkat emisi yang diberikan terhadap kota sehingga terjadinya polusi udara dan suara dapat tereduksi. Terlebih lagi mengingat bahwa kendaraan yang digunakan untuk pengiriman barang termasuk kendaraan besar karena menggunakan truk.

Dari aspek waktu tempuh tiap pengiriman barang ke retailer, adanya gudang baru tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap peningkatan waktu tempuh. Peningkatan waktu ini dimungkinkan terjadi karena terdapat beberapa pengiriman dari pemasok yang diharuskan tersentral terlebih dahulu meskipun pada awalnya jarak tempuh antar pemasok tersebut dengan retail tidak jauh. Hal ini berimplikasi pula kepada jarak tempuh rata-rata tiap kendaraan yang juga meningkat meskipun tidak signifikan. Peningkatan waktu dan jarak tempuh masing-masing kendaraan yang terjadi hanya sebesar 2%.

Penggunaan gudang juga menyebabkan ketidakpastian waktu pengiriman barang terjadi. Pada kondisi eksisting, retailer akan menerima pasokan barang yang dipesan dari masing-masing supplier sesuai dengan pola permintaan retailer secara langsung tanpa harus terdapat waktu delay untuk menunggu semua barang yang dipesan terkumpul menjadi satu. Sehingga ketidakpastian pengiriman barang jika dilihat dari waktu dan jarak tempuh adalah sebesar 5%.

(8)

Akan tetapi, pada dasarnya ketidak pastian waktu pengiriman di antara kedua kondisi tidak terlalu berbeda jauh, karena waktu pengiriman barang ke retailer baik sebelum dan setelah menggunakan gudang baru tidak dibatasi. Dari aspek kecepatan tempuh kendaraan rata-rata untuk tiap kendaraan yang mengirim barang juga tidak terdapat perubahan berarti dengan adanya DC baru maupun tidak, yaitu hanya terjadi peningkatan sebesar 0.8% setelah terdapat gudang baru. Peningkatan kecepatan ini dimungkinkan terjadi karena terdapat beberapa pengiriman yang dialihkan menuju gudang pusat distribusi yang terletak pada rayon 5, dimana pada kondisi eksisting persebaran retailer pada rayon ini tidak dalam jumlah yang besar. Sehingga arus pergerakan barang yang terjadi pada daerah ini tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan arus kendaraan pada tengah kota.

2.

Skenario

B

Skenario yang dibuat pada kondisi ini adalah untuk menganalisis pengaruh penggunaan jalan tol sebagai alternatif jalur pengiriman barang. Simulasi dijalankan mulai dari pukul 5.00 hingga pukul 22.00. Dengan menggunakan tol, waktu tempuh rata-rata dari seluruh pengiriman barang mengalami penurunan meskipun tidak terlalu besar yaitu sebesar 5%. Dengan adanya penurunan waktu pengiriman barang menunjukkan bahwa barang lebih cepat sampai ke tangan customer. Hal ini didukung pula dengan peningkatan kecepatan tempuh rata-rata kendaraan yaitu sebesar 5%. Akan tetapi, pengiriman dengan menggunakan jalur tol tidak terlalu memberikan perbedaan signifikan dari segi waktu dan kecepatan. Hal ini disebabkan oleh jumlah pengiriman barang dengan menggunakan jalan tol lebih sedikit dibandingkan dengan pengiriman barang yang menggunakan jalur tol, yaitu sebesar 30% dari total pengiriman. Sedangkan pengiriman barang dengan menggunakan jalan non-tol yaitu sebanyak 70% dari total pengiriman. Hal tersebut bisa disebabkan oleh konsentrasi retailer paling banyak terdapat pada rayon 1 yaitu sebesar 34% pada kondisi eksisting, begitu pula halnya dengan lokasi supplier. Prosentase persebaran supplier pada rayon 1 juga menduduki peringkat pertama yaitu hampir bernilai 50% dari total keeluruhan supplier.

Sehingga jika mayoritas pengiriman terjadi pada jarak yang berdekatan, maka pengiriman tersebut tidak perlu menggunakan jalur tol.

Dari performansi rata-rata jarak tempuh kendaraan menunjukkan hasil yang lebih besar pada pengiriman barang dengan menggunakan jalan tol. Hal ini sebanding dengan nilai rata-rata kecepatan tempuh tiap pengiriman barang yang juga lebih besar dengan menggunakan jalur tol. Penggunaan jalan tol memang membuat jarak tempuh kendaraan semakin lebih besar akan tetapi peningkatan jarak ini belum tentu akan menyebabkan peningkatan waktu pengiriman karena pada dasarnya jalan tol dapat ditempuh dengan kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan jalan non-tol.

3. Skenario C

Skenario yang dibuat pada kondisi ini adalah untuk menganalisis pengaruh trend pertumbuhan retail modern dengan membandingkan prosentase pertumbuhan sebesar 0%, 10%, 20%, 30% dan 40% dengan mempertimbangkan dua lokasi persebaran. Pertama, lokasi pertumbuhan retail menyebar berdasarkan peta penggunaan lahan Kota Surabaya, kedua ditumbuhkan sepanjang sisi Timur dan Barat Kota Surabaya. Simulasi dijalankan mulai dari pukul 5.00 hingga pukul 22.00. Semakin bertumbuhnya retail akan memberikan dampak terhadap peningkatan waktu tempuh dan penurunan kecepatan tempuh kendaraan. Hal ini dapat terjadi karena semakin banyaknya retail, maka pengiriman barang juga akan semakin banyak dan menyebabkan kepadatan pada jalan di Surabaya semakin tinggi akibat banyaknya kendaraan yang berlalu lalang. Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting, kenaikan rata-rata untuk waktu tempuh pengiriman dari kelima skenario pertumbuhan adalah sebesar 9%. Dari nilai standar deviasi yang semakin meningkat, menunjukkan bahwa ketidakpastian waktu pengiriman ke customer akan semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena kepadatan yang terjadi pada lalu lintas jalan semakin tinggi sehingga berdampak pada kemacetan lalu lintas.

Dari segi lokasi pertumbuhan retail, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan bertumbuhnya retail pada kedua skenario lokasi ini. Hasil yang didapatkan dari ketiga

(9)

performansi tidak jauh berbeda bahkan cenderung memiliki pola yang sama. Dari sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa adanya pertumbuhan retail di bagian timur dan barat kota Surabaya tidak memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap pergerakan arus lalu lintas yang terjadi pada kota Surabaya.

Pada indikator performansi jarak juga menunjukkan bahwa semakin banyak retail yang tumbuh, akan membuat jarak tempuh rata-rata pengiriman semakin meningkat. Karena jangkauan kargo kendaraan untuk mengirim semakin bervariasi karena semakin banyak retailer yang dipasok. Semakin jauh jangkauan kendaraan itu berada pada suatu lingkup lalulintas, maka semakin panjang juga waktu yang diperlukan bagi kendaraan terebut untuk berada di jalan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan waktu tempuh dan juga peningkatan jarak tempuh, sedangkan.kecepatan kendaraan yang cenderung turun. Kondisi ini akan semakin memicu kemacetan terjadi pada daerah Surabaya terutama jika hal tersebut terjadi pada waktu-waktu dimana aktivitas lain di perkotaan juga sedang padat.

Berbicara tentang ruang lingkup perkotaan, dengan betambahnya retailer menunjukkan bahwa suatu kota atau daerah tersebut memiliki tingkat perekonomian yang menjanjikan karena aktivitas jual beli akan semakin besar yang juga akan memberikan peningkatan pada pendapatan daerah. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan akibat adanya pertumbuhan retail tersebut juga perlu mendapatkan perhatian yang khusus untuk menjaga kestabilan kondisi baik dari segi perekonomian dan dampak sosial yang ditimbulkan.

4. Skenario D

Skenario yang dibuat pada kondisi ini adalah dengan melakukan pembatasan jam pengiriman khusus untuk pengiriman ke minimarket pada rayon 1 ke 3, 1 ke 4, dan 1 ke 5 pada pukul 18.00-23.00. Sedangkan pengiriman ke rayon 1 dan 2 tetap dilakukan antara pukul 05.00-23.00. Pembatasan jam pengiriman ini dilakukan karena jumlah retail berupa minimarket yang memiliki jumlah paling besar yang mencapai 90% dari total keseluruhan retail modern yang terdapat di Surabaya. Disamping itu, pola permintaan barang oleh minimarket adalah setiap hari

dengan frekuensi satu kali pengiriman dalam sehari sehingga pengiriman barang yang terjadi juga dilakukan setiap hari. Hal lain yang mendasari pembatasan ini yaitu lokasi pemasok minimarket tersebut terletak pada rayon 1. Sehingga pembatasan jam ini diberlakukan untuk daerah minimarket yang terletak cukup jauh untuk dijangkau dan untuk mengurangi kepadatan pada jam sibuk. Karakteristik kecepatan jalan pada jam 18.00-23.00 cenderung untuk meningkat. Pengiriman barang pada selang waktu tersebut (night delivery) juga dapat memfasilitasi minimarket yang buka selama 24 jam.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pembatasan jam untuk pengiriman ke minimarket pada rayon 3,4, dan 5 dengan prosentase sebesar 48% minimarket, mampu berkontribusi untuk mempercepat waktu pengiriman sebesar 12% dan dengan peningkatan kecepatan tempuh tiap kendaraan sebesar 8%. Hal ini dapat terjadi karena kepadatan jalan pada pukul 18.00-23.00 cenderung berkurang yang membuat kecepatan tempuh kendaraan dapat meningkat. Dengan melakukan pembatasan pada jam tersebut, pengiriman barang tidak akan mengganggu aktivitas yang terjadi pada tengah kota seperti menimbulkan kemacetan, karena kecenderungan aktivitas pada jam tersebut semakin menurun. Tingkat kepastian waktu pengiriman juga meningkat cukup baik yaitu sebanyak 22%. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan variansi waktu dari 10 menit menjadi 8 menit. Pembatasan jam cukup berpengaruh terhadap tingkat kepastian karena range waktu pengiriman barang tidak lagi lebih panjang. Dengan adanya peningkatan kepastian pengiriman barang ke retaier, maka pemenuhan kebutuhan kepada masyarakat juga akan menjadi baik.

4. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Model simulasi city logistics terdiri dari 7 sub model yang bertujuan untuk mengukur performansi pengiriman barang dalam Kota Surabaya dari segi jumlah pengiriman, waktu tempuh pengiriman, jarak tempuh pengiriman, dan kecepatan kendaraan

(10)

dimana waktu pengiriman menjadi parameter kontrolnya.

2. Dengan menambahkan pusat distribusi yang terletak pada rayon 5, diperoleh penurunan jumlah pengiriman barang leh kargo sebesar 26% dari jumlah pengiriman pada kondisi eksisting sebelum menggunakan gudang pusat distribusi. 3. Adanya penggunaan jalan tol dalam

pengiriman barang mampu memberi penghematan dari segi waktu sebesar 5% dengan komposisi kendaraan yang melewati jalan tol dan tidak adalah masing-masing sebesar 30% dan 70%.Tol kurang signifikan memberikan penghematan karena pusat bisnis terkonsentrasi pada rayon 1 yang ditunjukkan dengan komposisi retail dan supplier masing-masing sebesar 34% dan 49% pada rayon 1 yang terletak jauh dari pintu tol.

4. Adanya pertumbuhan retail modern sebesar 10% akan memberikan kenaikan terhadap ukuran performansi rata-rata sebagaimana pada tabel tersebut. Sedangkan secara rata-rata, didapatkan perubahan waktu tempuh sebesar 9% lebih lama dari kondisi eksisting dan penurunan kecepatan sebesar 5%.

Response

Time Distance Speed

0% - - -10% 6% 2.30% -2.40% 20% 7% 3.75% -3.13% 30% 10% 3.50% -6.60% 40% 14% 5% -8% Rata-rata 9% 4% -5% Retail Growth Impact Average Indicator

Persebaran jumlah outlet baru yang semakin banyak tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap rata-rata jarak tempuh kargo pengiriman karena semakin banyak jumlah outlet baru akan memperpendek jangkauan kargo kepada retailer yang akan dipasok.

5. Beberapa alternatif rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan untuk membuat logistik perkotaan yang efisien adalah sebaiknya penggunaan jalan tol dalam

pengiriman barang lebih ditingkatkan sebagai jalur alternatif pengiriman barang karena telah dapat memberikan pernghematan waktu tempuh pengiriman. Lokasi pertumbuhan retail baru baik sesuai peta penggunaan lahan kota Surabaya ataupun di Timur dan Barat kota Surabaya tidak memberikan perbedaan yang signifikan, yaitu sama-sama terjadi peningkatan waktu tempuh sebesar 9%. Sehingga, pertumbuhan retail-retail baru sebaiknya terjadi pada daerah pinggiran kota, karena dengan demikian aktivitas yang terjadi pada tengah kota tidak terganggu dengan banyaknya kendaraan besar yang melewatinya. Untuk itu, jam pengiriman barang pada malam hari dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi tingkat kepadatan di tengah kota. Lokasi pertumbuhan retail baru juga bisa memanfaatkan lokasi yang cukup strategis dengan pintu tol sehingga bisa memudahkan akses dan mempercepat response time.

5. Daftar Pustaka

Awasthi, A., & Porth, J.-M. (2006). A Systems-Based Approach for City Logistics Decision Making. Journal of Advances in Management Research, 3(II), 7-17.

Bahrends, S., Lindholm, M., & Woxenius, J. (2007). The Impact of Urban Freight Transport. Paper presented at the The 19th Annual NOFOMA Conference.

Ballou, Ronald, H. (2001). Business Logistics / Supply Chain Management. Weatherhead School of Management Case Wester Reserve University. Fifth Edition. Prentice Hall International, Inc., New Jersey.

Barcelo,J., Grzybowska, H., Pardo, S. (2005). Vehicle Routing and Scheduling Models, Simulation and City Logistics. Universitat Politècnica de Catalunya.

Boerkamps, J., & Binsbergen, A. v. (1999). GoodTrip - A New Approach for Modelling and Evaluation of Urban Goods Distribution. Paper presented at the Urban Transport Systems, 2nd KFB-Reserach Conference.

Browne, M., Piotrowska, M., Woodburn, A., dan Allen, J. (2007). Urban Freight Transport. Transport Studies Group. University of Westminister.

(11)

Chopra dan Meindl (2004) Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operation, Prectice Hall Inc., New Jersey CLM, 2001, Definition for Logistic, Council of

Logistics Management,

http://www.clm1.org, Oak Brook.

Crainic, T. G. (2008). City Logistics. Quebec, Canada: CIRRELT.

Crainic, T. G., Ricciardi, N., & Storchi, G. (2009). Models for Evaluating and Planning City Logistics Systems. Quebec, Canada: CIRRELT.

Dablanc, L. (2007). Goods Transport in Large European Cities: Difficult to Organize, Difficult to Modernize. Journal of Transportation Research Part A, 41, 280-285.

Galelo, A., Macario, R., dan Martins, P. M. (unknown). Business Models in Urban Logistics. Portugal.

Jumlah Penduduk di Surabaya dan Proyeksinya. (2008). Retrieved 25 Septermber 2010, from

www.surabaya.go.id

Kabashkin, I., Yatskiv, I., dan Yurshevich, E. (unknown). City Logistics Development on the base of Modelling and Simulation. Riga, Latvia. Transport and Telecommunication Institute.

Lubis, H., Isnaeni, M., Nurjaya, S. (2003). Urban Transport and Land Use Planning Toward the Sustainable Development (Case Study of Bandung Metropolitan Area). Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.5, October. Bandung, Indonesia.

Munuzuri, Jesus, Larraneta, Juan, Onieva, L., Cortes, Pablo. (2004). Solutions applicable by local administrations for urban logistics improvement. Organization Engineering Group, School of Engineering, University of Seville, Camino de los Descubrimientos s/n, 41092. Seville, Spanyol.

Paglione, G. (2006). City Logistics: The Need for A Behavioural Model. Paper presented at the Societa Italiana degli Economisti dei Transporti - VIII Riunione Scientifica. Pandin, M. L. (2009). Potret Bisnis Ritel di

Indonesia: Pasar Modern. Economic Review No 215.

Pujawan, N., Rahman, A., Singgih, M. L. & Arvitrida, N. I., Penaksiran Kemampuan Infrastruktur Logistik Perkotaan: Kasus Surabaya. Unpublished Penelitian Strategis

Nasional Istitut Teknologi Sepuluh Nopember.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya. (2006). Pemkot Surabaya.

Ruas Jalan Tol dan Gerbang Tol di Surabaya. (2010). Retrieved 29 September 2010, from Badan Pengatur Jalan Tol (www.bpjt.net) dan

(www.id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Tol_Sura baya-Gempol)

Taniguchi, E, Thompson, R G, Yamada, T,. (1999). Modelling city logistics. In: Taniguchi, E., Thompson, R.G. (Eds.), City Logistics I. Institute of Systems Science Research, Kyoto, pp. 3–37.

Taniguchi, E., Thompson, R. G., Yamada, T., & Duin, R. v. (2001). City Logistics: Network Modelling and Intelligent Transport Systems. Amsterdam: Elsevier Publisher. Taniguchi, E., Thompson, R. G., & Yamada, T.

(2004). Visions fo City Logistics. In Logistics for Sustainable Cities. Amsterdam: Elsevier Publisher.

Vleugel, J. (2004). Modelling Goods City Distribution in The Netherland. European Transport, 28, 20-33.

Wikipedia. Klasifikasi Muatas Sumbu Terberat (MST) Terhadap Kelas Jalan. Retrieved 12

Oktober 2010, from

http://id.wikipedia.org/wiki/Muatan_sumbu

Wirasambada, S. (2010). Permodelan Sistem Logistik Perkotaan untuk Memenuhi Pasokan Barang ke Ritel Modern (City Logistics) Studi Kasus: Kota Surabaya. Laporan Penelitian

Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: (1) kegiatan pembinaan olimpiade mata pelajaran belum berjalan secara efesien dan efektif (tidak ada jadwal

Gambar 3, menunjukkan bahwa perubahan susut bobot mangga gedong gincu yang disimpan pada dua suhu berbeda yang semakin meningkat dengan semakin lama penyimpanan dan

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 K/TUN/2015, tanggal 21 April 2016 diberitahukan

Dari hasil analisis varian terdapat 7 karakter yang menunjukkan perbedaan nyata yaitu jumlah biji tandan utama, bobot biji per tanaman, panjang ruas, bobot

Hidrometalurgi adalah suatu proses atau suatu pekerjaan dalam Hidrometalurgi adalah suatu proses atau suatu pekerjaan dalam metalurgi dimana dilakukan pemakaian suatu 9at kimia

Dengan demikian untuk mendapatkan juara tidak lepas dari masalah tentang pengukuran khususnya untuk pengukuran antropometri tubuh atletnya sehingga pelatih dengan mudah

Setelah melakukan penandatanganan kerja- sama kedua NGO ini dapat dikatakan bekerja dengan maksimal, terbukti melalui Women’s Crisis telah berhasil memulangkan lebih dari