• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Reproduksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Reproduksi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL

BLOK REPRODUKSI SKENARIO III SAYA SERING KEPUTIHAN

KELOMPOK 11

MUHAMMAD SALSABIL LASARIK G 0013162

VAMMY BEVERLY VALENTINE G 0013228

YUSUF RYADI G 0013242

FARIS MUWAFFAQ AKMAL G 0013092

ADHELIA GALUH P A G 0013004

DARA PUTRI PARA MEDIKA G 0013070

ARIFAH QUDSIYAH G 0013036

KHANSZARIZENNIA MADANY AGRI G 0013130

ZELEN MAHANTIKA G 0013246

SABRINA DAMARA LUVI G 0013208

NAILA MAJEDHA D G 0013170

TRISTIRA ROSYIDA G 0013226

TUTOR : BRIANDANI S, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2015

(2)

BAB I PENDAHULUAN

SKENARIO III

SAYA SERING KEPUTIHAN

Seorang perempuan, 35 tahun, P2A0 akseptor KB IUD selama 9 tahun, mengeluh keluar cairan warna putih kekuningan dan berbau disertai nyeri perut sebelah kiri bawah sejak 6 bulan terakhir, sudah berobat ke bidan, tapi tidak ada perubahan. Pasien juga mengeluh sering demam.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien tampak baik, namun suhu tubuh didapatkan 38° C. Pada pemeriksaan abdomen, teraba supel, nyeri tekan (+) di regio illiaca sinistra, teraba massa kistik dengan diameter ± 8 cm, mobile, permukaan rata. Pada pemeriksaan bimanual, portio utuh, erosi (+), teraba radix IUD, corpus uterus ukuran normal, teraba massa kistik di adnexa kiri sebesar telur bebek, nyeri tekan (+), adnexa kanan dalam batas normal, darah (-), discharge warna putih kekuningan. Saat massa digoyangkan portio tidak ikut bergerak.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter melakukan swab vagina, pemeriksaan pap smear dan ultrasonografi serta dirujuk ke spesialis obsgyn.

(3)

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Klarifikasi istilah dan konsep.

Dalam skenario ketiga ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:

1. IUD : intrauterine device, alat kontrasepsi yang masuk ke dalam rahim, terbuat dari plastik, atau polyethil.

2. Abdomen teraba supel : abdomen tampak dalam keadaan normal.

3. Pap Smear : pemeriksaan usapan sevix dibawah mikroskop, deteksi dini abnormalitas servix.

4. Adnexa : struktur tambahan dalam suatu organ (dalam hal ini ovarium, tuba uterina, uterus, dan lain-lain)

5. Erosi portio (+) : keabnormalan di sekitar ostium uteri eksternum dengan gambaran berwarna merah menyala dan mudah berdarah.

6. Radix IUD : benang-benang IUD.

7. Portio utuh : Portio vaginalis memiliki bentuk masih utuh. 8. Keputihan : gejala reaksi inflamasi karena infeksi.

9. Pemeriksaan bimanual : pemeriksaan dengan menggunakan dua tangan, di mana tangan kiri menyangga dan tangan kanan meraba masuk ke vagina. 10. Akseptor KB : orang yang menerima KB.

11. Discharge : cairan yang keluar pada suatu ruangan yang berongga.

12. Swab vagina : teknik pemeriksaan dengan mengambil usapan pada vagina kemudian diamati di bawah mikroskop.

(4)

Permasalahan pada skenario kedua antara lain:

1. Apa pengaruh pemasangan IUD selama sembilan tahun pada keadaan pasien ? 2. Apakah penyebab keputihan secara fisiologis maupun patologis ?

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan penggunaan IUD ? 4. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi pemakaian IUD ? 5. Bagaimana dapat muncul masa kistik pada pasien ? 6. Bagaimana terjadinya erosi pada pasien?

7. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan abdomen, vital sign dan pemeriksaan fisik pasien?

8. Bagaimana cara pemasangan dan pelepasan IUD? 9. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan Pap smear ?

10. Apakah hubungan riwayat kehamilan dengan keluhan pasien?

11. Apakah diagnosis banding serta masing-masing pemeriksaan gold standarnya?

12. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus tersebut? 13. Apakah jenis-jenis kontrasepsi?

14. Bagaimana interpretasi dan kemungkinan lain dari hasil pemeriksaan massa digoyangkan, portio tidak ikut bergerak?

15. Bila terjadi keputihan apakah dapat dilakukan pemeriksaan pap smear dan USG ?

16. Apakah diagnosis banding dari pemeriksaan USG dan interpretasinya?

C. Langkah III: analisis masalah.

2. Apakah penyebab keputihan secara fisiologis maupun patologis? Keputihan fisiologis

Dalam kondisi normal, kelenjar di serviks menghasilkan cairan bening yang keluar tercampur dengan bakteri, sel-sel yang terpisah dan cairan vagina dari kelenjar

(5)

Bartholin. Pada wanita, keputihan adalah hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelumas dan pertahanan berbagai infeksi. Dalam kondisi normal keputihan tampak jernih, berwarna putih atau kekuningan bila kering pada pakaian. Bersifat nonirritant, tidak mengganggu, tidak ada darah dan memiliki pH 3,5-4,5. Keadaan keputihan fisiologis :

1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.

2. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Leukore disini hilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya.

3. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.

4. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.

5. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.

Keputihan patologis

Keputihan dikatakan patologis jika disertai oleh perubahan bau dan warna serta jumlah yang tidak normal. Keluhan bisa disertai rasa gatal, edema genital, disuria, nyeri bawah perut atau nyeri pinggang. Klasifikasi keputihan patologis berdasarkan etiologinya:

1. Infeksi menular seksual, seperti : gonorrhoe, sifilis, trikomoniasis,ulkus mole herpes genitalis,kondiloma akuminata dan infeksi HIV.

2. Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebian, contohnya : kandidiasis vulvavaginalis dan vaginosis bakterial.

(6)

3. Infeksi iatrogenik akibat bakteri atau mikroorganisme yang masuk ke saluran reproduksi akibat prosedur medik atau intervensi selama kehamilan, partus atau postpartus serta karena kontaminasi instrument.

Selain itu, juga disebabkan oleh: A. Infeksi :

1. Bakteri : Gardanerrella vaginalis, Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorhoae, dan Gonococcus

2. Jamur : Candida albicans

3. Protozoa : Trichomonas vaginalis

4. Virus : Virus Herpes dan Human Papilloma Virus B. Iritasi :

1. Sperma, pelicin, kondom

2. Sabun cuci dan pelembut pakaian 3. Deodorant dan sabun

4. Cairan antiseptik untuk mandi 5. Pembersih vagina

6. Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat 7. Kertas tisu toilet yang berwarna

C. Tumor atau jaringan abnormal lain D. Fistula

E. Benda asing F. Radiasi G. Penyebab lain

1. Psikologi : Vulvavaginitis psikosomatik

2. Tidak dikatehui : “ Desquamative inflammatory vaginitis”

Beberapa gejala fluor albus:

1. Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri 2. Sekret vagina yang bertambah banyak

(7)

3. Rasa panas saat kencing

4. Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal

5. Berwarna putih keabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk 3. Apa saja kelebihan dan kekurangan penggunaan IUD ?

AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices) AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa, meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka kegagalan IUD 1–3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan kerugian pemakaian AKDR antara lain : Keuntungan AKDR :

a. Efektivitas tinggi

b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10 tahun

c. Tidak mengganggu hubungan seksual

d.Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya mengandung Progestin

e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB

f. Reversibel

h. Akseptor hanya dapat kembali ke klinik bila muncul keluhan

i. Murah

(8)

a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan

b. Butuh pemerikasaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram, bercak, atau nyeri.

c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau.

6. Bagaimana terjadinya erosi pada pasien? Penyebab erosi portio :

1. keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan AKDR. Pada saat pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak steril yang dapat menyebabkan infeksi. AKDR juga mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (darah merupakan media subur untuk berkembang biaknya kuman) penyuebab terjadi infeksi.

2. Infeksi pada masa reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis cervicalis dan epitel portio berpindah, infeksi juga dapat menyebabkan menipisnya epitel portio dan gampang terjadi erosi pada portio (hubungan seksual).

3. Rangsangan luar maka epitel gampang berlapis banyak dan postio mati dan diganti dengan epitel silindris canalis cervicalis.

Patofisiologi erosi portio pada kasus :

Pada kasus dijelaskan bahwa pasien menggunakan kontrasepsi IUD. Salah satu penyebab erosi portio adalah adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilen yang sudah berkarat membentuk ion Ca2+, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO43- sehingga terjadi denaturasi/koagulasi membran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifin

(9)

sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan karentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.

Dari semua kejadian erosi portio itu mneyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim. Selain dan personal hygiene yang kurang, IUD juga dapat menyebabkan bertambhanya volume dan lama haid darah merupakan media subur untuk masuknya kuman dan menyebabkan infeksi. Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan epitel portio menipis sehingga mudah mengalami erosi portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metrorhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekret juga bercampur dengan nanah, ditemukan ovulasi nabathi.

D. Langkah IV: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang didapatkan pada langkah III.

E. Langkah V: Merumuskan sasaran pembelajaran.

Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario ketiga ini adalah:

Keluhan pasien Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit sekarang

Ke bidan dan tidak ada perubahan

penatalaksanaan Pemeriksaan fisik abdomen,

(10)

1. Pengaruh pemasangan IUD selama sembilan tahun pada keadaan pasien. 2. Penyebab muncul masa kistik.

3. Interpretasi dari hasil pemeriksaan abdomen, vital sign dan pemeriksaan fisik pasien

4. Cara pemasangan dan pelepasan IUD.

5. Hubungan riwayat kehamilan dengan keluhan utama. 6. Diagnosis banding dan pemeriksaan gold standar.

7. Penatalaksanaan dari kasus tersebut.

8. Apakah setiap kasus keputihan boleh dilakukan pap smear dan USG?

9. Mengapa IUD dipasang 2-4 hari saat menstruasi dan 1 hari setelah koitus?

10. Pil Khusus Pencegah Kehamilan/PKPK

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok. Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

G. Langkah VII: Melakukan sintesa dan pengujian informasi-informasi yang telah terkumpul.

1. Pengaruh pemasangan IUD selama sembilan tahun pada keadaan pasien. Komplikasi yang paling serius yang berhubungan dengan IUD adalah infeksi. Analisis awal menunjukkan bahwa IUD dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PID). Studi-studi ini, bagaimanapun, sering disertakan hanya perempuan dengan IUD yang telah dirawat di rumah sakit. Selain itu, studi bias termasuk kontrol yang menggunakan metode kontrasepsi penghalang

(11)

(yang mengalami penurunan risiko penyakit menular seksual dan PID). Analisis yang lebih baru dari data ini telah menghapus faktor pembaur dan tidak menemukan peningkatan risiko PID pada wanita monogami. (Moore, 2014)

2. Penyebab muncul masa kistik.

Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG.

Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atausensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel de graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali.

Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak sampai mencapai diameter 4-5 cm atau lebih, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis (Wiknjosastro, 2008).

3. Interpretasi dari hasil pemeriksaan abdomen, vital sign dan pemeriksaan fisik pasien

Hasil vital sign menunjukkan adanya demam.

Pemeriksaan abdomen mengarah pada kista ovarium stadium awal.

Pemeriksaan bimanual didapatkan portio utuh dengan adanya erosi portio mengarah ke cervicitis kronis, teraba radix IUD menunjukkan tidak adanya ekspulsi (terlepasnya benang IUD), corpus uterus ukuran normal, teraba massa kistik di adnexa kiri sebesar telur bebek, terdapat nyeri tekan, adnexa kiri dalam batas normal,

(12)

tidak ada perdarahan, discharge warna putih kekuningan, saat massa digoyangkan portio dapat bergerak mengarah pada kecurigaan kista dan atau kanker ovarii, endometriosis, abses tuba uterina, dan PID (pelvic inflamatory disease).

4. Cara pemasangan dan pelepasan IUD.

Pemasangan IUD

Apabila prosedur pemasangan telah dijelaskan dan pertanyaan atau kekhawatiran wanita telah diatasi, kemungkinan besar pasien menjadi lebih santai saat prosedur sehingga memfasilitasi pemasangan dan meminimalkan rasa tidak nyaman. Teknik pemasangan yang benar secara bermakna mengurangi risiko kehamilan dan komplikasi-ekspulsi, perdarahan dan nyeri, perlorasi serta infeksi.

Peralatan yang diperlukan untuk pemasangan : 1. Lampu

2. Speculum dua katup

3. Apusan bakteriologis (apabila diindikasikan) 4. Lidi kapas

5. Larutan antiseptik 6. Sarung tangan bersih

7. Wadah sekali pakai untuk instrument yang sudah dipakai dan sampah klinis 8. Baki/bengkok steril (wadah untuk instrument pemasangan)

9. Forceps steril 10 inci untuk memegang spons 10. Sonde uterus lentur steril yang berskla sentimeter

11. Forceps jaringan 12 inci atau tenaklum satu-gigi dengan ujung tumpul steril 12. Gunting yang cukup panjang sehingga dapat memotong benang

Teknik Pemasangan:

Karena metode pemasangan berbeda untuk masing-masing alat, maka pemasangan paling aman apabila kita mengikuti petunjuk produsen dengan cermat.

(13)

1. Sepanjang prosedur, harus diterapkan teknik “jangan menyentuh” (no touch technique). Bagian dari sonde dan alat pemasangan yang sudah terisi yang masuk ke dalam uterus jangan disentuh, bahkan dengan tangan yang sudah bersarung, kapanpun. Dengan demikian, pemakaian sarung tangan yang bersih (non-steril) sudah memadai.

2. Setelah pemeriksaan panggul bimanual, serviks dipajankan dengan speculum sementara wanita berbaring dalam posisi litotomi modifikasi atau posisi lateral. 3. Serviks dibersihkan dengan antiseptik dan dipegang dengan forseps atraumatik 12 inci (forseps Allis panjang sering digunakan). Tarikan ringan untuk meluruskan kanalis uteroservikalis membantu pemasangan AKDR di fundus.

4. Sonde uterus dimasukkan dengan htai-hati untuk menentukan kedalaman dan arah rongga uterus serta arah dan kepatenan kanalis servikalis apabila dijumpai spasme/stenosis serviks, maka mungkin perlu dipertimbangkan pemberian anestetik lokal dan dilatasi os serviks.

5. AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga AKDR akan berletak rata dalam bidang transversal rongga uterus saat dilepaskan.

6. AKDR jangan berada di dalam alat pemasanga lebih dari beberapa menit karena alat ini akan kehilangan elastisitasnya dan bentuknya akan berubah.

7. Tabung alat pemasangan secara hati-hati dimasukkan melalui kanalis servikalis, AKDR dilepaskan sesuai instruksi spesifik untuk masing-masing alat kemudian alat pemasang dikeluarkan.

8. Setelah pemasangan, dianjurkan untuk melakukan sonde kanalis ulang untuk menyingkirkan kemungkinan AKDR terletak rendah. AKDR harus diletakkan di fundus agar insidensi ekspulsi dan kehamilan rendah.

9. Benang AKDR harus dipotong dengan gunting panjang sampai sekitar 3 cm dan os eksternus.

Teknik Pengeluaran 1. Benang terlihat

(14)

a. Gunakan speculum untuk melihat serviks dan lihat dengan jelas adanya benang AKDR.

b. Jepit benang dengan kuat dekat os eksternus dengan forceps arteri lurus.

c. Lakukan tarikan lembut kea rah bawah. Biasanya AKDR akan tertarik dengan mudah dan dengan nyeri minimal. Apabila dijumpai tahanan, atau apabila pasien merasa nyeri, hentikan tarikan dan

d. Periksa ukuran dan posisi uterus dengan pemeriksaan bimanual.

e. Jepit serviks dengan forceps jaringan dan lakukan terikan lembut untuk meluruskan kanalis uteroservikalis.

f. Lanjutkan terikan pada benang dan keluarkan AKDR seperti biasa.

g. Kadang-kadang kita perlu memberikan anestesia lokal untuk mengurangi rasa tidak nyaman saat pengeluaran.

2. Apabila benang putus

Sewaktu pengeluaran, kanalis servikalis harus dieksplorasi secara hati-hati dengan forseps arteri lurus untuk memeriksa apakah ujung bawah AKDR telah turun ke kanalis servikalis. Apabila terasa, maka batang vertical AKDR dapat dijepit dan dikeluarkan. Apabila AKDR seluruhnya berada di dalam rongga uterus, maka dapat dilakukan eksplorasi rongga uterus dengan forceps bengkok yang kecil dan panjang atau “pengait” untuk mengetahui lokasi dan mengeluarkan AKDR. Dilatasi serviks dapat dicapai dengan pemberian misoprostol 400 μg per vagina sebelum eksplorasi uterus. Hanyar dokter yang berpengalaman dalam teknik intrauterus yang boleh melakukan prosedur semacam ini.

3. Perubahan AKDR

AKDR sebaiknya tidak diganti sebelum interval yang dianjurkan karena pengeluaran dan pemasangan kembali meningkatkan risiko kegagalan, ekspulsi, dan infeksi. Pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih, AKDR yang mengandung tembaga dapat dibiarkan di tempatnya sampai 12 bulan setelah periode menstruasi terakhir.

(15)

1) AKDR Generasi pertama disebut lippesloop, berbentuk spiral atau huruf S ganda, terbuat dari plastik (polyethyline).

2) AKDR Generasi kedua :

a) Cu T 200 B; berbentuk T yang batangnya dililit tenbaga (Cu) dengan kandungan tembaga.

b) Cu T; berbentuk angka 7 yang batangnya dililit tembaga.

c) ML Cu T 250; berbentuk 3/3 lingkaran elips yang bergerigi yang batangnya dililit tembaga. mempunyai masa pakai 3 tahun dan harus diganti dengan yang baru bila telah habis masa pakainya (BKKBN, 2008).

3) AKDR Generasi ketiga:

a) Cu T. 380 A: berbentuk huruf T dengan lilitan tembaga yang lebih banyak dan perak.

b) MI Cu 375 : batangnya dililit tembaga berlapis perak. mempunyai masa pakai 3 - 10 tahun, dan harus diganti dengan yang baru setelah melewati masa pakai alat tsb. (BKKBN, 2008)

c) Nova T.Cu 200 A; batang dan lengannya dililit tembaga. 4) AKDR Generasi keempat

Ginefik, merupakan AKDR tanpa rangka, terdiri dari benang polipropilen monofilamen dengan enam butir tembaga (Sulistyawati, 2011).

Menurut Yetti (2011) jenis AKDR adalah : a) AKDR CuT-380A

Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

b) AKDR NOVA T (Schering) Batang dan lengannya dililit tembaga

(16)

Ekspulsi yaitu Pengeluaran sendiri alat kontrasepsi tersebut dari tempat insersinya. Sering dijumpai pada masa 3 bulan pertama setelah insersi, setelah satu tahun angka ekspulsi akan berkurang. Yang disebabkan oleh :

Ø Umur dan paritas

· Umur : Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran IUD.

· Paritas : Makin muda usia, terutama pada nulligravid, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran IUD.

Ø Lama pemakaian

Tergantung dari efektifitas jangka pemakaian IUD tersebut, jika pemakaian IUD sudah melewati batas dari jangka pemakaian IUD 10 tahun kemungkinan besar terjadinya ekspulsi.

Ø Ekspulsi sebelumnya

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami ekspulsi pada alat kontrasepsinya, atau disebabkan karena insersi yang tidak baik dari IUD.

Ø Jenis dan ukuran

Ukuran, Bentuk dan jenis dari IUD yang mengandung Cu atau Progesterone sangat menentukan terjadinya ekspulsi. Karena makin besar IUD, makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya, dan sebaliknya.

Ø Faktor psikis

Yaitu dimana seorang aseptor mengalami gangguan psikologis seperti stress.

(17)

a. Insersi interval

b. Insersi post partum

c. Insersi post abortus

5. Hubungan riwayat kehamilan dengan keluhan utama.

Semakin sering mengalami kehamilan dan persalinan akan emningkatkan risiko kista dan kanker endometrium. Hal ini karena selama masa kehamilan, estrogen akan banyak diproduksi karena diperlukan dalam pembentukan hormon-hormon penting kehamilan. Estrogen sendiri berperan dalam mitosis dan apoptosis. Saat mengalami katabolisme, estrogen akan membentuk berbagai senyawa yang disebut estrogen katekol. Senyawa estrogen katekol ini dapat memiliki sifat hormonal, misalnya senyawa 4-hydroxytetradiol, dapat mengaktivasi pencerap estrogen dan menginduksi adenokarsinoma endometrium, serta kanker ovarium.

Frekuensi persalinan yang sering juga dapat meningkatkan terjadinya risiko infeksi apabila kondisi selama persalinan kurang higienis dan steril. Keadaan yang kurang higienis dan steril selama proses persalinan hingga pasca persalinan memungkinkan bakteri serta patogen-patogen masuk ke vagina dan menimbulkan infeksi. Hal serupa juga dapat terjadi ketika post partum serta saat nifas apabila kebersihan kurang terjaga. Keberadaan darah dan atau pus menjadi tempat yang kondusif untuk perkembangbiakan bakteri patogen.

6. Diagnosis banding dan pemeriksaan gold standar

a. Cervicitis

Cervicitis adalah radang pada serviks. Hal ini dapat terjadi karena masuknya kuman yang mengakibatkan terjadinya peradangan. Dapat terjadi di portio uteri eksternum dan endoservic uteri. Hal yang membadakan antara cervicitis akut dan

(18)

kronis adalah pada cervicitis kronis terdapat bintik putih yang disebut ovula Nabothi yang terbentuk oleh retensi kelenjar serviks atau karena peradangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk peengakan diagnosis cervicitis adalah pap smear dan IVA test (inspeksi visual asam asetat). Pemeriksaan IVA test bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya epitel serviks yang mengalami displasia. b. Endometriosis

Endometriosis merupakan keadaan abnormal jaringan endometrium. Hal ini dapat dijelaskan dalam dua teori. Teori pertama menyebutkan bahwa darah beserta partikel di tuba uterina dapat berimplantasi dan tumbuh dimana saja. Teori kedua menyebutkan bahwa hal ini disebabkan adanya perubahan abnormal sel yang berasal dari epitel coelom pada tingkat embrional, meliputi peritoneum, pelvic, epitel ovarium, sistem mulleri (tuba uterina, uterus, proksimal vagina) bermetaplasi sehingga epitel coelom berubah menjadi endometrium. Penegakan diagnosis endometriosis dapat dilakukan dengan laparoskopi, yaitu suatu teknik pemeriksaan dengan membuat sayatan kecil di umbilikus kemudian dimasukkan tabung laparoskop untuk melihat kondisi endometrium, biopsi, untuk melihat keadaan sel dan ajringan endometrium, ultrasonografi, untuk melihat kondisi endometrium serta memeriksa apabila dicurigai ada massa, serta MRI.

c. Abses tuba uterina

Suatu keadaan radang bernanah pada ovarium, atau adnexa sebelah kanan atau kiri. Pada penyakit ini biasanya juga didapatkan adanya keluhan infeksi panggul. Patofisiologi terjadinya abses tuba uterina adalah adanya penyebaran bakteri dari vagina yang kemudian masuk ke uterus lalu ke tuba uterina sehingga kadang dijumpai salpingitis dan oophoritis. Pemeriksaan untuk penegakan diagnosis penyakit ini meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap meliputi : pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis, ultrasonografi untuk melihat adanya massa apabila dicurigai juga terdapat neoplasma serta melihat kondisi tuba,

(19)

kuldoskopi dan kulpotomi untuk melihat serta memeriksa cairan abses yang ditemukan.

d. Pelvic Inflammatory disease (PID) / Penyakit radang panggul

Penyakit radang panggul adalah gangguan inflamasi traktus genitalia atas perempuan, dapat meliputi endometritis, salpingitis, abses tuboovaria dan peritonitis pelvik. Penyakit radang panggul sebagian besar (90%) terjadi karena infeksi ascenden, selebihnya dapat terjadi karena tindakan medis, atau penyebaran limfogen atau hematogen.

Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea dan Chlamydia trachomatis. Flora normal vagina seperti Gardnerella vaginalis, Haemophilus influenzae, batang gram negatif dari usus dan Streptococcus agalactiae. Selain itu dapat juga disebabkan oleh CMV, Mycoplasma hominis, dan Ureaplasma urelayticum.

Infeksi ascenden berasal dari infeksi alat genitalia bagian bawah, seperti sistitis, uretritis, vulvitis, vaginitis, vaginosis bakterial, servisitis, infeksi kelenjar Bartholin, serta terjadi karena pemasangan IUD, tindakan biopsi, sondase, kuretase, pascasalin dan pasca operasi yang tidak memperhatikan upaya pencegahan infeksi. Bisa juga terjadi penyakit radang panggul karena penularan dari infeksi traktus intestinalis, paling sering karena apendisitis.

Diagnosis

a. Gejala sangat bervariasi, tergantung lokasi, intensitas, serta daya tahan tubuh. b. Nyeri/ketegangan abdomen bagian bawah

c. Demam

d. Gangguan berkemih e. Nyeri goyang serviks f. Nyeri pada adneksa

(20)

g. Discharge vagina yang berlebihan h. Massa di pelvik pada pemeriksaan USG

Diagnosis klinis PID mempunyai nilai duga positif 65-90% dibandingkan dengan laparoskopi.

Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan PID, CDC menganjurkan ambang terapi yang rendah pada wanita usia reproduksi yang dicurigai menderita PID. Terapi empiris untuk PID perlu diberikan pada wanita seksual aktif dengan nyeri perut bawah yang disertai dengan satu atau lebih gejala nyeri goyang porsio, nyeri tekan uterus , dan nyeri adneksa

Pada wanita dengan PID ringan dapat dilakukan terapi rawat jalan, dengan obat antibiotik oral.

Sedangkan tata laksana untuk PID berat adalah dengan pemberian antibiotik parenteral.

(21)

Pasien dengan PID diindikasikan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit apabila:

a. Kecurigaan kedaruratan bedah b. Pasien dalam keadaan hamil c. Tidak respon terapi oral

d. Tidak dapat meminum terapi oral

e. Tampak sakit berat, mual dan muntah atau demam yang tinggi f. Pasien dengan abses tuboovaria

Prognosis

Pasien yang ditatalaksana dengan tepat menunjukkan prognosis yang baik. Namun bila tidak teratasi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, yaitu nyeri pinggang kronik, infertilitas, dan kehamilan ektopik.

7. Penatalaksanaan dari kasus tersebut

a. Keputihan

Penatalaksaan keputihan bergantung pada penyebab keputihan itu sendiri, apakah jamur, bakteri atau parasit. Sifat pengobatan adalah simptomatik untuk

(22)

mengurangi gejala. Untuk terapi medikamentosa dpaat digunakan obat-obatan dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit.

b. Cervicitis

Untuk menangani cervicitis dapat digunakan antibiotik. Pada cervicitis yang tidak spesifik bisa diberikan rendaman AgNO3 10% dan irigasi. Pada cervicitis yang sukar sembuh dapat dilakukan konisasi. Apabila cervicitis disebabkan ekstropion dapat dilakukan lastrik atau amputasi. Untuk mengatasi erosi portio dapat diberikan AgNO3 10% atau Albothyl agar nekrosis jaringan epitel silindris berlapis diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.

c. Endometriosis

Penanganan endometriosis secara simptomatik dapat dilakukan dengan pemberian gabungan aspirin, parasetamol, antiradang (misalnya ibuprofen). Dapat juga dilakukan terapi hormonal dengan pemberian hormon sehingga keadaan menjadi mirip dengan kehamilan atau menopause. Keadaan seperti ini dapat mengurangi endometriosis. Sediaan yang digunakan dapat berupa pil KB, agonis GnRH, serta danazol. Terapi lain yang dapat dilakukan adalah dengan pembedahan.

d. Abses tuba uterina

Pengobatan pada abses tuba uterina dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik golongan doksisiklin atau ampisilin. Apabila abses pecah, dilakukan laparostomi dengan memasang drain untuk kultur nanah.

(23)

Keputihan sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Keputihan sendiri tidak memiliki kaitan secara langsung dengan tumor tetapi juga tidak menutup kemungkinan adanya indikasi ke pertumbuhan tumor. Meskipun vagina dianggap sebagai organ yang mampu membersihkan diri sendiri dan cairan yang keluar dari vagina normal, bukan berarti tidak rentan terhadap infeksi. Keputihan (fluor albus) bisa menjurus pada infeksi. Dalam kondisi yang parah, keputihan patologis. warnanya hijau, bahkan kadang cokelat seperti bercampur darah. Setiap keputihan yang berlebihan dan berbau busuk harus diperiksakan ke dokter.

Keputihan juga bisa disebabkan oleh infeksi, baik bakteri, jamur, virus dan parasit. Ada pula keputihan yang diakibatkan oleh alergi (misalnya terhadap karet kondom) atau dipicu benda asing misalnya pada pengguna IUD (intrauterine device) atau spiral KB. Namun, apabila disertai bercak darah yang tidak sedikit, harus dipikirkan kemungkinan adanya tumor atau kanker.

Bila keputihan dirasakan tak kunjung sembuh, maka pemeriksaan yang dianjurkan adalah USG dan foto di bagian leher rahim untuk mendeteksi jenis keputihan dan juga mencari tahu faktor penyebab keputihan yang tak kunjung sembuh oleh dokter ahli spesialis kulit dan kelamin.

9. Mengapa IUD dipasang 2-4 hari saat menstruasi dan 1 hari setelah koitus?

AKDR dapat dipasang setiap saat selama siklus menstruasi asalkan kehamilan sudah disingkirkan. AKDR dapat dipasang segera setelah terminasi kehamilan secara penghisapan atau evakuasi aborsi spontan, dan 6 minggu setelah persalinan per vaginam atau melalui seksio sesarea. Pemasangan AKDR pascaplasenta (dalam 48 jam setelah melahirkan) juga aman dan nyaman, terutama apabila wanita selanjutnya sulit berhubungan dengan petugas kesehatan, tetapi angka eksplulsinya tinggi. Pemasangan AKDR selama masa menstruasi secara konvensional dianjurkan karena

(24)

beberapa alasan berikut: kecil kemungkinannya ada kehamilan, serviks lebih lunak dan os internus sedikit membuka, kemungkinan pemasangan lebih mudah, dan perdarahan setelah pemasangan tersamar oleh darah menstruasi. Namun, juga ada kekurangan-angka ekspulsi sedikit lebih tinggi karena kontraktilitas uterus meningkat dan sebagian wanita tidak senang apabila diperiksa saat menstruasi.

a. Insersi Interval

Kebijakan lama : Insersi IUD dilakukan selama atau segera sesudah haid. Alasan : Ostium uteri lebih terbuka, canalis cervicalis lunak, perdarahan yang timbul karena prosedur insersi, tertutup oleh perdarahan haid yang normal, wanita pasti tidak hamil.

Tetapi, akhirnya kebijakan ini ditinggalkan karena : Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila insersi dilakukan saat haid, Dilatasi canalis cervicalis adalah sama pada saat haid maupun pada saat mid-siklus, Memudahkan calon akseptor pada setiap ia datang ke klinik KB.

Kebijakan sekarang :Insersi IUD dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam keadaan hamil.

b. Insersi Post-Partum

Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari post-partum, hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi yang sangat tinggi. Tetapi menurut penyelidikan di Sangapura, saat yang terbaik adalah delapan minggu post-partum. Alasannya karena antara empat-delapan minggu post-partum, bahaya perforasi tinggi sekali.

c. Insersi Post-Abortus

Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dipasang sesudah :

1)Abortus trimester I : Ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lain sama seperti pada insersi interval.

(25)

2)Abortus trimester II : Ekspulsi 5 – 10 x lebih besar daripada setelah abortus trimester I.

d. Insersi Post coital

e. Dipasangkan maksimal setelah 5 hari senggama tidak terlindungi.

Dari uraian di atas, maka efektifitas penggunaan dari IUD tergantung pada variabel administratif, pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang, kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan akseptor untuk mendapatkan pertolongan medis.

10. Pil Khusus Pencegah Kehamilan/PKPK

a. Pengertian

Sebagaimana halnya dengan istilah kontrasepsi darurat, sampai saat ini belum ada kesepakatan istilah dalam bahasa Indonesia untuk Emergency Contraceptive Pills. Kebanyakan istilah yang dipakai adalah Pil Khusus Pencegah Kehamilan/PKPK. Beberapa alternatif istilah adalah pil darurat, pil pasca senggama, pil 72 (karena diminum maksimal dalam waktu 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan), dsb. Dalam istilah kedokteran, dulu pil ini dikenal sebagai “morning after pills”. Istilah “morning after pills” ini sekarang dirasakan tidak tepat karena tidak menunjukkan waktu pemakaian yang tepat dari metode ini yang dapat dipakai sampai maksimal 72 jam setelah hubungan seksual yang tidak terlindungi. Selain itu istilah ini juga tidak mencakup pesan penting dari metode ini yaitu bahwa metode ini hanya dipakai untuk keadaan „darurat‟ dan tidak dimaksudkan untuk pemakaian rutin/reguler. Oleh karena itu istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris sekarang adalah “Emergency Contraceptive Pills”. Yang dimaksud dengan metode ini adalah berbagai metode hormonal yang dapat dipakai untuk mencegah kehamilan setelah terjadinya hubungan seksual tanpa perlindungan.

(26)

b. Cara kerja

Pil khusus pencegah kehamilan (PKPK) bekerja dengan cara mencegah atau menunda ovulasi, mencegah pembuahan, atau mencegah penempelan hasil pembuahan ke dalam dinding rahim. Pil khusus pencegah kehamilan tidak akan efektif jika penempelan hasil pembuahan telah terjadi. Pil tidak dapat menyebabkan aborsi jika kehamilan telah terjadi.

c. Jenis-jenis PKPK dan cara pemakaiannya

Ada 2 jenis PKPK yaitu:

1. Pil KB biasa yang berisi kombinasi antara estrogen (ethynilestradiol) dan progestin (levonorgestrel atau dl-norgestrel). Regimen ini dikenal sebagai “Metode Yuzpe” dan telah diteliti dan dipakai secara luas sejak pertengahan tahun 1970-an.

a) Untuk pil dosis tinggi yang berisi ethynilestradiol 50 mg dan levonorgestrel 250 mg (atau dl-norgestrel 500 mg): dua buah pil harus diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan diikuti dengan dua buah pil 12 jam kemudian

b) Untuk pil yang berisi ethynilestradiol 30 mg dan levonorgestrel 150 mg (atau dl-norgestrel 300 mg): 4 buah pil harus diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan diikuti 4 pil 12 jam kemudian (secara lengkap tentang aturan minum berbagai merek pil KB dapat dilihat di tabel 1)

2. Pil yang berisi progestin saja, termasuk di sini adalah pil yang khusus dibuat sebagai kontrasepsi darurat (dedicated product, Postinor-2 untuk Indonesia)

Untuk pil yang berisi levonorgestrel 750 mg (0,75mg) : satu pil diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan, diikuti dengan 1 pil 12 jam kemudian.

(27)

Untuk pil yang berisi levonorgestrel 30 mg : 25 pil harus diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan, diikuti dengan 25 pil 12 jam kemudian

Untuk pil yang berisi dl-norgestrel 75 mg : 20 pil harus diminum maksimal 72 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan, diikuti dengan 20 pil 12 jam kemudian

Ada 2 faktor yang mempengaruhi kemanjuran PKPK :

a). jarak antara waktu minum dosis yang pertama dengan terjadinya hubungan seksual tanpa perlindungan; dan

b). hubungan seksual berlangsung pada periode mana dari siklus menstruasi perempuan. Semakin awal PKPK diminum semakin tinggi kemanjurannya. Beberapa percobaan klinis menunjukkan bahwa kemanjuran tertinggi PKPK adalah bila diminum dalam 24 jam pertama setelah hubungan seksual tanpa perlindungan, dan menurun secara terus menerus setiap 24 jam. Semakin dekat waktu antara hubungan seksual tanpa perlindungan dengan saat terjadinya ovulasi, semakin kecil kemajuran dari PKPK. Hal penting yang juga perlu diketahui adalah bahwa PKPK tidak semanjur penggunaan pil KB biasa secara benar dan konsisten, atau pemakaian AKDR, susuk KB atau suntik KB.

Metode Yuzpe (pil kombinasi estrogen dan progestin) menurunkan risiko terjadinya kehamilan sebesar 75%. Sementara pil yang berisi progestin saja menurunkan risiko terjadinya kehamilan sekitar 85%. Jika diminum dalam 24 jam setelah hubungan seksual tanpa perlindungan kemanjuran lebih tinggi yaitu sekitar 95%.

d. Efek samping dan cara penanganannya

1) Mual : terjadi pada sekitar 50% klien yang memakai pil kontrasepsi kombinasi, namun tidak akan berlangsung lebih dari 24 jam. Pada klien yang memakai pil hanya-progestin mual hanya terjadi pada 20% klien.

(28)

Cara penanganan : pil diminum bersama dengan makanan atau pada saat akan tidur dapat mengurangi mual. Pemakaian obat anti muntah sebelumnya juga akan menurunkan mual. Pemakaian anti mual setelah rasa mual mulai muncul tidak akan efektif.

2) Muntah : efek samping muntah dapat terjadi pada sekitar 20% perempaun yang memakai pil kombinasi dan hanya 5% pada pemakai pil hanya-progestin.

Cara penanganan : jika klien muntah dalam waktu 2 jam setelah minum pil ini, klien harus minum pil lagi. Tetapi klien tidak boleh minum pil lebih dari dosis yang dianjurkan, karena kelebihan dosis ini tidak akan membuat metode ini lebih efektif malah bisa meningkatkan rasa mual. Pada kasus muntah berat, pengulangan pemberian doses mungkin dapat diberikan lewat vagina.

3) Perdarahan per vaginam yang tidak teratur : beberapa perempuan mungkin mengalami bercak darah (spotting) setelah minum pil ini. Kebanyakan perempuan akan mendapatkan menstrusi berikutnya tepat waktu atau sedikit lebih cepat.

Cara penanganan : jika menstrusi terlambat sampai satu minggu, perlu dilakukan tes kehamilan.

4) Efek samping lain dari PKPK termasuk: payudara terasa keras, sakit kepala, pusing dan lemah. Umumnya efek samping ini tidak berlangsung sampai 24 jam.

Cara penanganan : Aspirin atau obat penghilang rasa sakit yang dapat diperoleh tanpa resep dapat dipakai untuk menghilangkan rasa tidak enak tersebut.

(29)

BAB III KESIMPULAN

Dari diskusi tutorial ini dapat diambil kesimpulan bahwa perempuan , 35 tahun, P2A0 telah menggunakan KB IUD selama 9 tahun, namun keluar cairan warna putih kekuningan dan berbau serta nyeri perut sebelah kiri, dan demam. Dari pemeriksaan vital sign didapatkan subfebris Pemeriksaan abdomen mengarah pada kista ovarium stadium awal. Pemeriksaan bimanual didapatkan portio utuh dengan adanya erosi portio mengarah ke cervicitis kronis, teraba radix IUD menunjukkan tidak adanya ekspulsi (terlepasnya benang IUD), corpus uterus ukuran normal, teraba massa kistik di adnexa kiri sebesar telur bebek, terdapat nyeri tekan, adnexa kiri dalam batas normal, tidak ada perdarahan, discharge warna putih kekuningan, saat massa digoyangkan portio dapat bergerak mengarah pada kecurigaan kista dan atau kanker ovarii, endometriosis, abses tuba uterina, dan PID (pelvic inflamatory disease) melalui hubungan seksual atau flora normal vagina melalui radix IUD.

(30)

BAB IV SARAN

Diskusi tutorial kelompok kami pada skenario ini sudah berjalan baik, tetapi masih ada beberapa mahasiswa yang belum aktif dalam diskusi. Selain itu, banyak pertanyaan yang kami simpulkan bersama, tetapi tidak diiringi dengan efisiensi waktu yang baik selama diskusi. Kedepannya kami berharap dapat mengondisikan dan mampu mengatur waktu sebaik mungkin agar semua pertanyaan di langkah kelima dapat terjawab.

Selain itu, kami juga harus lebih banyak membaca dan belajar lagi agar pengetahuan kami lebih banyak sehingga diskusi tutorial selanjutnya akan berjalan dengan lancar. Semua mahasiswa diharapkan dapat aktif tanpa terkecuali dalam mengemukakan pendapatnya saat diskusi dan hasil diskusi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Albar, Erdjan. 2007. Ilmu Kandungan ’Kontrasepsi’. Edisi kedua Cetakan Kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Cunningham, F. Gary, dkk. .... Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.

Goldman & Ausiello. 2004. Lower Genital Tract Infections in Women: Cecil Textbook of Medicine. 22nd Ed. USA : Saunders.

Hartanto, Hanafi. 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Llewellyn, Derek, dkk. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Peneerbit Hipocrates

Magee-Womans Hospital (1996). Intrauterine Devices: Separating Fact From Fallacy. Medscape. www.medscape.com/viewarticle/718183_5 diakses Maret 2015

Manuaba, Ida Ayu Chandranita dkk. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1995. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Price. A. Sylvia and Lorraine Wilson M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : YBP-SP.

(32)

Shepherd, S. Moore (2014). Pelvic Inflamatory Disease. Medscape. emedicine.medscape.com/article/256448-clinical - diakses Maret 2015

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pusataka Sarwono Prawirohardjo.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam tahun 2008, waktu serangan umumnya terjadi pada musim pancaroba, yaitu peralihan dari musim

Methods for the analysis of cereals and cereal produets, Lancaster 1928 (American Association of cereal chemists) siv. Kirkastaminen sekä maito osin lopullinen määrääminen

Pelindung minimal, tidak ada pelindung pernapasan ataupun kulit, Pelindung minimal, tidak ada pelindung pernapasan ataupun kulit, digunakan hanya jika tidak ada

Dalam analisis akan dipaparkan mengenai tingkat presepsi Wajib Pajak Badan mengenai efektivitas penerapan e-SPT yang akan diperoleh dari jawaban responden, dimana

Tabel XVIII : Distribusi frekuensi item jawaban ke-8 siswa meringkas materi yang diajarkan

Kompetisi Caleg yang berdomisili di luar Dapil adalah kompetisi yang terjadi antar Caleg yang berdomisili di luar daerah pemilihan dalam memperebutkan

Tim Broad-Based Education, (2002), Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (LifeSkill) Melalui Pendekatan Broad-Based Education (BBE), Departemen Pendidikan

Deflasi Kota Palangka Raya dipengaruhi oleh penurunan indeks harga pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (1,66 persen) dan bahan