• Tidak ada hasil yang ditemukan

ReKaM JeJaK GAHARU INOKULASI. Teknologi BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ReKaM JeJaK GAHARU INOKULASI. Teknologi BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI"

Copied!
314
0
0

Teks penuh

(1)

F O R D A

P R E S S

bekerjasama dengan

PUSAT LITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI

ReKaM JeJaK

Teknologi BADAN LITBANG

KEHUTANAN

GAHARU

INOKULASI

EDITOR: Adi Susmianto Maman Turjaman Pujo Setio

(2)

Editor

:

Adi Susmianto

Maman Turjaman

Pujo Setio

Rekam Jejak

Gaharu

Inokulasi

I

TEKNOLOGI BADAN LITBANG

KEHUTANAN

(3)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang

Kehutanan

Editor Adi Susmianto Maman Turjaman Pujo Setio

Hak cipta ©penulis

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Perancang Sampul/Penata Letak

Forda Press

Cetakan Kedua, Oktober 2014

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan xiv + 298; 14,8 x 21,0 cm

ISBN: 978-602-14274-3-9

Penerbit:

FORDA Press

Anggota IKAPI No. 257/JB/2014

Jalan Gunung Batu No. 5. Bogor-Jawa Barat Telp./Fax.: 0251-7520 093

E-mail : fordapress@yahoo.co.id Bekerjasama dengan/Dibiayai oleh:

Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Jalan Gunung Batu No. 5. Bogor-Jawa Barat

(4)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

iii

K

ATA PENGANTAR

Bagi masyarakat sekitar hutan di Indonesia, produk gaharu mempunyai nilai historis, sosial, budaya, dan ekonomi yang sangat tinggi. Habitat alami jenis pohon penghasil gaharu tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sudah sejak berabad-abad yang lalu, gaharu dikenal sebagai bahan pewangi, aroma terapi, farmasi dan obat-obatan herbal. Permintaan produk gaharu yang meningkat menyebabkan terjadinya ekploitasi jenis-jenis pohon penghasil gaharu di alam yang tidak diimbangi dengan upaya budidaya, sehingga kelompok genera Aquilaria dan Gyrinops termasuk dalam daftar Appendix II CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). Produk gaharu dari kedua genera ini dianggap terancam punah, sehingga dalam penebangan dan perdagangannya perlu diatur dan dibatasi.

Badan Litbang Kehutanan, yang pada tahun 2013 ini berumur 100 tahun, merupakan institusi pionir dalam riset gaharu yang telah dimulai sejak tahun 1984. Dr. Erdy Santoso adalah peneliti dari Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi yang konsisten selama hampir 30 tahun ini mendedikasikan diri dalam riset gaharu. Dukungan riset dalam mendukung upaya penyelamatan dan budidaya jenis-jenis pohon penghasil gaharu dari berbagai institusi riset/perguruan tinggi di Indonesia mulai berkembang pesat. Riset gaharu dari hulu higga hilir sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan kelestarian jenis-jenis pohon penghasil gaharu dan sekaligus meningkatkan ekonomi kerakyatan, khususnya petani-petani gaharu di pusat pengembangan gaharu. Untuk itulah, buku ini disusun untuk memberikan informasi tentang status riset gaharu kepada khalayak ramai, pemegang

(5)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

iv

kebijakan, praktisi, pedagang, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain.

Kepada semua pihak yang telah bekerja keras dan berdedikasi tinggi dalam penyusunan buku khusus tentang riset komoditi gaharu di Indonesia, kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Buku ini dipersembahkan sebagai bagian rangkaian program diseminasi informasi hasil-hasil riset dalam rangka memperingati satu abad Badan Litbang Kehutanan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

Dr. Ir. R. Iman Santoso, M.Sc.

(6)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

v

D

AFTAR ISI

Kata Pengantar ……….. iii

Daftar Isi ……… v

Daftar Tabel ………. vii

Daftar Gambar ……….. x

Pendahuluan 1. Ketika Gaharu menjadi “Booming(Adi Susmianto dan Erdy Santoso) ……….………. 3

Prospek Gaharu Hasil Bioinduksi 2. Gaharu Bioinduksi: Komoditi Elit Masa Depan Sektor Kehutanan (Sulistyo A. Siran) ……….. 17

3. Teknologi Bioinduksi Jamur Pembentuk Gaharu (Erdy Santoso) ………. 33

Pengenalan Jenis, Budidaya dan Pemacu Tumbuh Gaharu 4. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Penghasil Gaharu (Beny Rahmanto dan Edi Suryanto) ……… 69

5. Budidaya Gaharu Dengan Silvikultur Intensif (Atok Subiakto) ……… 79

6. Karakteristik Tempat Tumbuh Gaharu (Pratiwi) ……. 89

7. Mikoriza Untuk Stimulasi Pertumbuhan Empat Jenis Aquilaria(Maman Turjaman) ……….. 109

Pembentukan Gaharu dan Teknik Bioinduksi 8. Proses Pembentukan Gaharu Aquilaria Microcarpa (Rima HS Siburian) ……….. 123

9. Teknologi Bioinduksi Gaharu (Erdy Santoso) ………… 135

Hama Gaharu dan Pengendaliannya 10. Mengenal Hama Ulat Daun Gaharu Pitama hermesalis (Fajar Lestari dan Edi Suryanto) ………….. 159

11. Pengendalian Hama Daun Gaharu Aquilaria microcarpa (Ragil S.B. Irianto) ……….. 173

(7)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

vi

Sosial Ekonomi dan Pengembangan Gaharu

12. Industri Hulu-Hilir Gaharu (Maman Turjaman) …….. 185 13. Kajian Biaya Pembangunan Hutan Tanaman gaharu

(Atok Subiakto) ……….. 217 14.Peluang Bisnis Gaharu Bersama Masyarakat (Sri

Suharti) ……… 227 15. Perhitungan Biaya Inokulasi Gaharu (Sri Suharti) …. 249 16. Pengembangan Gaharu di Bengkulu

(8)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

vii

D

AFTAR TABEL

No. Tabel Hal

2.1. Klasifikasi mutu gaharu di Kota Samarinda dan daerah sekitarnya ...

25

2.2. Kriteria dan klasifikasi mutu gaharu ... 25

2.3. Harga jual gaharu di pasaran Samarinda, Kalimantan

Timur ... 26

2.4. Klasifikasi mutu gaharu menurut Standar Nasional

Indonesia ... 28

3.1. Tiga metode induksi gaharu ……… 40

3.2. Jenis-jenis pohon penghasil gaharu yang tersebar di

Asia ……… 45

3.3. Jenis tanaman penghasil gaharu (Non-CITES) yang

tersebar di Indonesia ………. 46

3.4. Resume Teknis Bioinduksi Gaharu ……… 61

5.1. Persen kecambah dari hasil uji penyimpanan biji ... 82

5.2. Persen jadi bibit (6 minggu setelah penaburan) dari

hasil uji penyimpanan biji ... 82

5.3. Persen tumbuh bibit cabutan dari uji penyimpanan

dan kondisi tanam bibit ... 83

5.4. Persen berakar stek dari rangkaian uji produksi stek ... 84

6.1. Sifat-sifat fisik tanah di lokasi penelitian Dramaga …… 95

6.2. Sifat-sifat fisik tanah di lokasi penelitian Carita ………… 96

6.3. Sifat-sifat fisik tanah di lokasi penelitian Sukabumi ….. 96

6.4. Sifat-sifat kimia tanah di lokasi penelitian Dramaga …. 97

6.5. Sifat-sifat kimia tanah di lokasi penelitian Carita ……… 98

6.6. Sifat-sifat kimia tanah di lokasi penelitian Sukabumi … 99

6.7. Jumlah jenis tumbuhan bawah dan familinya di lokasi penelitian ………. 103

6.8. Indeks similaritas (%) dari komunitas tumbuhan di

(9)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

viii

7.1. Kolonisasi mikoriza arbuskula dan pertumbuhan pada jenis-jenis Aquilaria setelah enam bulan pada kondisi di rumah kaca ………. 114

7.2. Kandungan N dan P pada jenis-jenis Aquilaria setelah enam bulan diinokulasi oleh beberapa jenis fungi

mikoriza arbuskula (FMA) ……… 115

9.1. Isolat-isolat yang diamati ... 137

9.2. Keragaman morfologi Fusarium spp. yang berasal dari berbagai daerah ... 140

9.3. Keragaman karakter makrokonidia Fusarium spp.

yang berasal dari berbagai daerah ... 145

9.4. Uji lanjut Duncan untuk infeksi 2 bulan umur inokulasi 151

10.1. Klasifikasi tingkat kerusakan daun yang disebabkan

oleh ulat H. vitessoides ………. 162

11.1. Jenis-jenis insektisida yang digunakan untuk mengendaliakan hama ulat daun gaharu Aquilaria

microcarpa di KHDTK Carita, Banten ………. 180

12.1. Perkiraan harga jual gaharu di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 2000-an. ……….. 190

12.2. Produksi bibit pohon penghasil gaharu di Asia ………… 209

13.1. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola murni kerapatan 1.100 pohon/Ha (3 m x 3 m) ………. 221

13.2. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola murni kerapatan 625 pohon/Ha (4 m x 4 m) ……….. 222

13.3. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola campuran dengan kelapa sawit kerapatan jenis

gaharu 139 pohon per hektar ………. 223

13.4. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola campuran dengan kelapa sawit, kerapatan jenis

kelapa sawit 139 pohon per hektar ……… 223

13.5. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola campuran dengan karet, kerapatan jenis gaharu 556

pohon per hektar ……… 224

13.6. Biaya penanaman pohon penghasil gaharu pola campuran dengan karet, kerapatan jenis karet 556

pohon per hektar ……….. 224

14.1. Alternatif bentuk kemitraan yang dapat

(10)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

ix

15.1. Produktivitas pohon penghasil gaharu pada berbagai

diameter pohon dan umur tanaman ... 255

15.2. Harga gaharu pada berbagai umur panen ... 255

15.3. Jenis-jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia ... 257

15.4. Hasil pemanenan dan ekspor gaharu jenis Aquilaria

spp. dari Indonesia tahun 1995 – 2003 ……….. 262

15.5. Biaya investasi, pengelolaan dan panen gaharu (Rp) …. 265

15.6. Hasil analisis finansial inokulasi 100 pohon penghasil

(11)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

x

D

AFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

1.1. Hutan monokultur Aquilaria malaccensis di Bahorok, Sumatera Utara ………..…… 4

1.2. Buah Aquilaria malaccensis yang menjadi sumber

perbanyakan bibit gaharu ………. 9

1.3. Gaharu hasil inokulasi dari Badan Litbang Kehutanan 10

1.4. Koleksi gaharu kelas super yang dimiliki pengusaha

gaharu asal Taiwan ……….. 10

2.1. Sampel gaharu (a) kelas tanggung; (b) kacangan; (c)

teri; dan (d) kemedangan ... 26

2.2. Alur tata niaga gaharu di Kalimantan Timur ... 29

3.1. Akumulasi resin gaharu pada jaringan kayu gaharu alam berkualitas tinggi (kiri) dan gaharu budidaya

hasil perlakuan jamur di India (kanan) (Ajmal, 2011).. 36

3.2. Hifa jamur patogen yang masuk pada jaringan sel-sel kayu pohon penghasil gaharu setelah tiga bulan

diinokulasi ………. 37

3.3. Deposit resin gaharu pada sel-sel kayu Aquilaria malaccensis oleh Fusarium sp. di Bengkulu

(Mucharromah, 2011) ……… 38

3.4. Deposit resin gaharu pada sel-sel kayu Aquilaria microcarpa oleh Fusarium solani di KHDTK Carita,

Banten ………. 38

3.5. Metode paku di Bangladesh ……….. 41

3.6. Gaharu hasil paku dari jenis Aquilaria crassna di

Vietnam dan Gyrinops versteegii di Lombok (NTB) …. 42

3.7. Inokulan tongkat bambu yang direndam asam sulfat berbahaya ……….. 42

3.8. Segitiga faktor pembentukan gaharu ……… 44

(12)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

xi

3.10. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam

pembentukan gaharu (Purnomo dan Turjaman,

2011) ……… 48

3.11. Proses pemanenan gaharu hasil budidaya dengan menggunakan peralatan pertukangan yang

sederhana ……… 49

3.12. Gaharu A. malaccensis dari pohon yang tumbuh secara alami di kebun karet rakyat dan diinokulasi

jamur patogen F. Solani ……….. 50

3.13. Inokulan jamur patogen yang telah diseleksi, dapat diproduksi massal, dan dapat diinokulasi pada

pohon penghasil gaharu secara massal ……….. 52

3.14. Mata bor yang terbuat dari jari-jari sepeda motor

berukuran 3 mm ……….. 53

3.15. Alat suntik inokulan jamur yang dibuat otomatis yang kapasitas masuknya cairan dapat diatur (0,5 cc, 1 cc, atau 2 cc) ……….. 54

3.16. Pola penyuntikan gaharu dengan menggunakan mata bor dan alat suntik sederhana dapat dilakukan 2-3 orang per tim suntik ………. 55

3.17. Pola suntik gaharu alam pada jenis Aquilaria malaccensis di Sumatera Utara (foto milik Suparno) dan dapat dilihat gejala pembentukan gaharu

dengan jarak yang teratur ……… 56

3.18. Ujicoba panen Aquilaria malaccensis umur 15 bulan setelah suntik di Sanggau, Kalimantan Barat. Sebelah kiri adalah potongan pohon penghasil gaharu dengan berat 45 kg, dan sebelah kanan adalah contoh gaharu yang dihasilkan dengan berat 4,5 kg ………. 56

4.1. Buah Aquilaria microcarpa (Dok. Beny R. dan Edi S.) dan sketsa buah A.microcarpa (Dok. Flora

Malesiana) ………. 75

4.2. Buah A. malaccensis (Dok. Beny R. dan Edi S.) dan sketsa buah A. malaccensis (Dok. Flora

Malesiana) ……….. 75

4.3. Sketsa buah A. beccariana (Dok. Flora Malesiana) ….. 75

4.4. Sketsa buah A. hirta (Dok. Flora Malesiana) ……… 76

(13)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

xii

4.6. Buah A. crassna (Dok. Beny R. dan Edi S.) ……… 76

7.1. Pertumbuhan tinggi dan diameter pohon penghasil gaharu Aquilaria beccariana setelah dua tahun ditanam di tingkat lapang. K= Kontrol; Ent=

Entrophospora sp.; Gg= G. decipiens; G.Aca= Glomus

sp. ACA; Gc= G.clarum; G.ZEA= Glomus sp. ZEA …….. 117

8.1. Pengambilan sampel kayu dengan cara pengeboran .. 125

8.2. Hifa Fusarium pada jaringan anatomi batang

Aquilaria microcarpa ………. 129

8.3. Penampang dan kulit tersisip yang memiliki endapan dan tidak dijumpai adanya Fusarium solani ……… 130

8.4. Hasil analisis GC MS pada tanaman A. microcarpa ….. 130

9.1. Pengeboran batang pohon contoh (A) dan injeksi

isolat pada lubang bor (B) ... 143

9.2. Keragaman morfologi Fusarium spp. (isolat 1, Ga-2, Ga-3, Ga-4, Ga-5, Ga-6, Ga-7, dan Ga-8) umur

tujuh hari pada medium PDA ... 143

9.3. Keragaman morfologi Fusarium spp. (isolat 9, Ga-10, Ga-11, Ga-12, Ga-13, Ga-14, Ga-15, dan Ga-16)

umur tujuh hari pada medium PDA... 144

9.4. Keragaman morfologi Fusarium spp. (isolat Ga-17, Ga-18, Ga-19, Ga-20, dan Ga-21) umur tujuh hari

pada medium PDA ... 144

9.5. Keragaman makrokonidia (a) dan mikrokonidia (b)

Fusarium spp. (isolat 1, 2, 9, 12, Ga-15, Ga-17, Ga-20, dan Ga-21) dengan perbesaran

40x ... 147

9.6. Keragaman makrokonidia (a) dan mikrokonidia (b)

Fusarium spp. (isolat Ga-4, Ga-5, GA-7, Ga-8, GA-10, Ga-11, Ga-14, dan Ga-18) dengan perbesaran 40x .... 148

9.7. Keragaman makrokonidia (a) dan mikrokonidia (b)

Fusarium spp. (isolat Ga-3, Ga-6, Ga-13, Ga-16, dan

Ga-19) dengan per-besaran 40x ... 148

9.8. Panjang infeksi batang A. microcarpa ... 152

9.9. Laju infeksi pada batang A. microcarpa ... 152

10.1. Dua daun gaharu saling melekat sebagai sarang ulat 165

10.2. Ulat P. hermesalis bersembunyi di dalam lipatan

daun gaharu ……… 165

(14)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

xiii

10.4. (a) Motif tubuh ulat jenis H. vitessoides, punggung

polos dengan garis warna putih sepanjang ruas tubuh H. vitessoides, (b) Motif tubuh ulat jenis P. hermesalis, punggung berbentuk segiempat P.

hermesalis ……….. 166

10.5. (a) Kepala ulat jenis H. vitessoides, (b) Kepala ulat

jenis P. hermesalis ……….. 167

10.6. Pembesaran gambar 75x terhadap: (a) Kepala ulat jenis H. vitessoides, (b) Kepala ulat jenis P.

hermesalis ………. 168

10.7. (a) Ngengat ulat jenis H. vitessoides, (b) Ngengat ulat jenis P. hermesalis ……… 168

10.8. (a) Tiga pasang Trueleg, (b) Proleg pada ruas tubuh … 168

11.1. hama ulat daun H. vittessoides yang menyerang pohon penghasil gaharu Aquilaria microcarpa di

KHDTK Carita, Banten ……… 177

11.2. Intensitas serangan hama ulat daun pohon penghasil gaharu Aquilaria microcarpa di KHDTK

Carita (Banten) pada bulan Oktober 2008 ……….. 178

12.1. Negara produsen dan konsumen gaharu ………. 187

12.2. Outlet gaharu alam yang dipasarkan eceran di

mal-mal negara-negara Timur Tengah ……… 188

12.3. Gaharu hasil inokulasi jamur F. solani umur tiga

tahun setelah suntik ………. 191

12.4. Minyak gaharu hasil destilasi dari berbagai bahan

baku kelas abuk dari gaharu alam Indonesia …………. 192

12.5. Contoh parfum merek SAMSARA yang menggunakan minyak gaharu sebagai salah satu bahan racikan

parfum ……… 193

12.6. Produksi Dupa/Hio di pabrik gaharu PT. P&I Taipei,

Taiwan ……….. 194

12.7. Contoh produk gaharu dalam bentuk Incense Cones Makmul yang disukai oleh konsumen di Timur

Tengah ……….. 195

12.8. Tasbih yang terbuat dari kayu gaharu ………. 195

12.9. Sabun berbahan dasar minyak gaharu merupakan

contoh produk dari Badan Litbang Kehutanan ………. 196

12.10. Bubuk gaharu yang diproduksi perusahaan P&I di

(15)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

xiv

12.11. Obat nyamuk berbahan dasar gaharu ……… 197

12.12. Teh gaharu dari jenis Gyrnops yang diproduksi di

Denpasar (Bali) ……….. 197

12.13. Akar pohon penghasil gaharu dari Papua yang

dimanfaatkan untuk kepentingan dekoratif/artistik .. 198

12.14. Tata niaga gaharu pemungut gaharu sampai ke

pedagang besar ………... 199

12.15. Tata niaga gaharu alam dari berbagai pulau besar di Indonesia yang semua produk gaharunya mengalir

dan berpusat ke Jakarta dan Surabaya ……….. 201

12.16. Tata niaga ekspor gaharu alam dari Indonesia ke

Singapura dan Timur Tengah ……… 202

12.17. Bagan alir tata niaga gaharu alam dari daerah asal ke daerah tujuan lokal dan akhirnya daerah tujuan

ekspor ………. 203

12.18. Bagan alir kemungkinan terjadi penyelundupan gaharu alam dari sentra gaharu Papua New Guinea, Papua, dan Maluku ke beberapa negara tujuan

ekspor ………. 204

12.19. Data ekspor gaharu Indonesia mulai tahun

1975-2005 (Data BPS) ……… 205

12.20. Tujuan ekspor gaharu alam rata-rata tahun 1999-2005 ke berbagai negara di Asia (diolah dari Data

BPS) ……….. 207

12.21. Gaharu hasil inokulasi dengan jamur adalah produk gaharu budidaya yang mempunyai prospek bernilai ekonomi tinggi yang akan menggantikan posisi

produk gaharu alam yang makin sulit dicari di alam .. 208

13.1. Tanaman penghasil gaharu gaharu umur 1 tahun 6 bulan di KHDTK Carita Banten (kiri) dan kegiatan penanaman pohon penghasil gaharu di Kandangan

(16)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

15

(17)
(18)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

3

K

ETIKA GAHARU MENJADI

BOOMING

Adi Susmianto dan Erdy Santoso Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Sejak lebih dari 15 abad yang lalu, gaharu telah dikenal sebagai produk kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku wewangian yang produk turunannya sangat bervariasi. Biasanya gaharu dikaitkan dengan upacara adat dan keagamaan. Hampir semua acara keagamaan dan kepercayaan yang dianut oleh umat manusia di bumi ini biasanya menggunakan gaharu dan produk turunannya sebagai materi ritual untuk bersembahyang menghadap Sang Pencipta. Dengan kata lain, produk-produk gaharu dikenal sebagai “kayu tuhan” (aloe or ahaloth) seperti yang dijelaskan pada kitab perjanjian lama (the Old Testament) pada surat Psalm 45:8. Menurut mitos dari kawasan timur, gaharu berasal dari kebun surga yang turun bersamaan dengan manusia pertama kali diturunkan ke bumi. Sejarah Mesir dan Jepang menyatakan gaharu digunakan sebagai bahan pengawet tubuh manusia yang telah mati. Budaya Arab di Timur-Tengah mengoles minyak gaharu di bagian tubuh bayi yang baru lahir agar bayi dapat tumbuh sehat. Di negara penganut agama Buddha seperti India dan Kamboja, gaharu digunakan sehari-hari dalam upacara adat dan keagamaan.

Industri gaharu “one stop service” merupakan trend yang berkembang di negara-negara penghasil gaharu. Mereka

(19)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

4

memproduksi gaharu dari hulu ke hilir. Artinya, produksi gaharu tidak hanya dijual dalam bentuk bahan mentah gubal atau minyak gaharu. Negara produsen gaharu ini telah membangun industri gaharu yang kokoh dan berkelanjutan. Berbagai aneka produk gaharu telah dihasilkan sesuai keinginan konsumen, mulai dari berbagai jenis parfum, hio/dupa, sabun, teh gaharu, obat-obat herbal, makmul, dan sebagainya. Mereka ingin menguasai kebutuhan gaharu dunia yang berjumlah 4.000 ton/tahun dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penguasaan dimulai dari negara-negara berpenduduk besar, seperti China dan India. Selanjutnya, negara-negara di Indochina pun tidak mau ketinggalan untuk mengembangkan produk gaharu, seperti: Laos, Kamboja, Vietnam dan Thailand. Negara-negara yang memiliki kultur penggunaan gaharu yang telah mendarah-daging dan turun-temurun lebih serius menangani aspek produksi. Negara-negara tersebut mulai melakukan penanaman pohon penghasil gaharu sebanyak-banyaknya dan juga mempelopori pembangunan industri gaharu berbasis penelitian dan pengembangan.

Malaysia juga mempunyai keseriusan yang hampir sama dalam pembangunan industry gaharu. Mereka memiliki penduduk yang berasal dari etnis China yang turut memberi kontribusi besar terhadap upaya percepatan pengembangan gaharu di negeri jiran tersebut. Bahkan, saat ini Malaysia menjadikan gaharu sebagai komoditi nomor tiga, setelah komoditi kelapa sawit dan karet.

Gambar 1.1.

Hutan monokultur Aquilaria malaccensis di Bahorok, Sumatera Utara.

(20)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

5

Malaysia juga telah menggelontorkan biaya riset gaharu dengan nilai setara Rp 50 Milyar/tahun agar proses penemuan-penemuan baru untuk kebutuhan petani dan pengusaha gaharu dapat diaplikasikan secara luas di Malaysia.

Sebaliknya, posisi Indonesia saat ini masih pada tahap “semangat menanam” pohon penghasil gaharu yang dilakukan di sentra-sentra gaharu di Indonesia (Gambar 1.1). Namun, semangat menanam ini banyak disalahgunakan oleh orang-orang tertentu yang mengambil keuntungan sesaat. Pada saat regulator di tingkat pusat maupun daerah belum mempunyai aturan yang pasti tentang tata aturan budidaya gaharu (termasuk juga didalamnya adalah peredaran inokulan pembentuk gaharu), maka telah beredar bibit gaharu dan inokulan dengan harga yang sangat fantastis. Saat ini banyak muncul perusahaan dalam bentuk persero (PT) maupun CV yang menyediaan bibit-bibit dan inokulan unggul gaharu. Padahal, mereka belum tentu mempunyai SDM dan Laboratorium khusus yang mengembangkan inokulan gaharu. Selain itu, terdapat juga perusahaan yang mengimpor bibit maupun inokulan dari negara lain dan menjual dengan harga tinggi. Beberapa jenis pohon penghasil gaharu yang diimpor dari Thailand dan Malaysia adalah Aquilaria crassna dan A. subintegra.

Riset gaharu telah lama dilakukan sejak oleh berbagai institusi di banyak negara di Asia, Eropa dan Amerika. Namun publikasi di jurnal internasional terbatas sekali, karena temuan mereka dianggap rahasia dan memiliki nilai komersial tinggi. Beberapa hasil riset mereka sudah dipatenkan di beberapa negara. Dengan demikian, kemajuan riset tentang publikasi gaharu di tingkat nasional maupun internasional menjadi terbatas karena terlalu banyak komponen-komponen hasil riset yang bersifat rahasia dan si peneliti tidak ingin hasil risetnya diketahui oleh khalayak ramai. Pada beberapa pertemuan internasional, seperti seminar atau simposium gaharu, cenderung yang didiskusikan adalah hasil riset gaharu yang umum dan beberapa teknologi gaharu

(21)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

6

yang produknya sudah dipantenkan oleh masing-masing institusi yang mempresentasikannya.

Pihak CITES di Genewa beranggapan bahwa dengan semakin banyaknya populasi pohon penghasil gaharu budidaya, maka kebutuhan gaharu dunia akan tercukupi. Mereka beranggapan bahwa setiap individu pohon penghasil gaharu yang ditanam sudah pasti menghasilkan gaharu. Padahal tidak semudah itu, upaya pemenuhan kebutuhan gaharu masih diperlukan satu perlakuan lagi, yaitu memasukan jamur patogen pembentuk gaharu. Proses ini sangat penting, sehingga usaha budidaya gaharu akan membuahkan hasil dan dapat dipasarkan ke negara-negara konsumen gaharu. Pernyataan umum yang muncul adalah bahwa kualitas gaharu hasil inokulasi masih kalah baik dengan kualitas gaharu yang berasal dari alam. Pernyataan itu ada benarnya karena waktu inkubasi gaharu hasil inokulasi sudah dapat ditentukan. Petani dapat memanen sesuka hati, misalnya dalam waktu 1-2 tahun setelah diinokulasi boleh ditebang dan dapat diolah untuk menghasilkan minyak gaharu. Tetapi bagi mereka yang ingin mendapatkan gubal gaharu kualitas baik, sebaiknya harus menunggu waktu lebih dari 3 tahun setelah diinokulasi. Sementara itu, gaharu yang berasal dari alam tidak pernah dapat diprediksi berapa umur gaharu yang terbentuk secara alam dan berapa banyak gaharu yang dipanen dapat diperoleh. Kita pun tidak tahu mekanisme pembentukan gaharu yang terjadi secara alami, kapan dimulainya dan bagaimana prosesnya dapat terbentuk.

Gaharu budidaya masih terbentur pada aturan kebijakan nasional karena belum ada aturan yang jelas, mulai dari kegiatan penanaman, pengangkutan, hingga tata niaganya. Pengawasan perdagangan gaharu masih bertumpu pada produk gaharu alam. Peraturan yang tidak jelas membuat petani yang ingin mengembangkan gaharu banyak bertanya-tanya, bagaimana mau menanam pohon penghasil gaharu, sementara harus ada ijin tertulis dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). Ada

(22)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

7

beberapa usulan yang cerdas, bahwa tidak diperlukan ijin bagi masyarakat atau petani yang ingin menanam pohon penghasil gaharu. Hal yang penting adalah mereka cukup melapor saja ke Dinas Kehutanan terdekat atau perangkat desa terdekat. Setelah itu, mereka akan membuat daftar pemilik pohon penghasil gaharu di tingkat desa maupun kecamatan secara berjenjang. Begitu mereka mau menginokulasi atau memanen pohon penghasil gaharu, mereka cukup melapor agar dokumen-dokumen yang berisi riwayat budidaya gaharu di suatu lokasi dapat dideteksi oleh pihak BKSDA. Selanjutnya, berdasarkan riwayat budidaya gaharu yang jelas, surat angkut dalam negeri maupun luar negeri dapat diurus dengan baik dan tanpa dikenakan kuota gaharu, sebagaimana halnya gaharu alam yang ekspornya dibatasi oleh kuota.

Budidaya gaharu untuk kalangan petani gaharu di Sumatera dan Kalimantan sudah tidak masalah. Mereka yang memiliki perkebunan karet biasanya menemukan pohon penghasil gaharu yang tumbuh di sela-sela pohon karet. Penulis pernah menemukan pohon penghasil gaharu yang tumbuh alami berjumlah 22 batang seluas satu hektar kebun karet. Diduga, penyebaran biji gaharu dibantu oleh tupai dan tikus tanah yang memakan biji-biji gaharu dan tersebar luas di kebun-kebun karet di Sumatera dan Kalimantan. Anakan alam gaharu dapat dengan mudah ditemukan di bawah indukan pohon penghasil gaharu. Jumlah anakan tersebut hampir ribuan bahkan puluhan ribuan dapat dikumpulkan oleh petani gaharu. Mereka bermodalkan polybag dan membuat persemaian sederhana dapat membuat bibit gaharu dalam jumlah besar. Bibit dipelihara seadanya selama 6-8 bulan. Kemudian, bibit berukuran 40-50 cm ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pokok lainnya. Hal ini dilakukan mengingat bibit gaharu perlu naungan untuk tahap awal pertumbuhannya. Apabila bibit gaharu berlebih, bibit gaharu dapat dijual ke petani lain yang membutuhkan dengan kisaran harga Rp 5.000-10.000 per bibitnya.

(23)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

8

Sekarang terdapat trend baru, para peminat gaharu dari pulau Jawa mencari sumber bibit dari luar jawa. Mereka membeli bibit berukuran 5 cm sekitar Rp 500-1.000,- per bibit, setelah itu dibesarkan di persemaian di Jawa selama 6-8 bulan, dan mereka jual kembali ke petani setempat di Jawa dengan harga Rp 25.000-30.000,- per bibit. Bisnis pembibitan gaharu semakin ramai di berbagai tempat, namun kualitas jenis gaharu yang diperdagangkan belum dapat dikontrol. Mereka hanya berkeinginan untuk mengembangkan jenis-jenis Aquilaria dan Gyrinops saja (Gambar 1.2).

Permasalahan yang akan dihadapi dalam mengembangkan budidaya gaharu adalah timbulnya hama dan penyakit pada komoditi ini. Industri gaharu memerlukan ketahanan yang kuat untuk menghadapi serangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Tanpa ada pencegahan hama dan penyakit pada pohon penghasil gaharu, maka industri gaharu yang dikembangkan sejak 10 tahun yang lalu akan hancur akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Salah satu jenis hama pemakan daun yang telah muncul beberapa tahun yang lalu adalah jenis Heortia vitessoides yang telah menyerang di beberapa wilayah Indonesia. Pengendalian hama secara biologis sangat diperlukan, karena industri gaharu memerlukan pengendalian yang ramah lingkungan.

Pemuliaan pohon penghasil gaharu merupakan riset penting yang harus segera dilaksanakan. Kualitas gaharu budidaya masa depan akan ditentukan oleh temuan-temuan riset pemuliaan pohon. Tentunya riset pemulihaan pohon harus bersinergis dengan riset pencarian jamur patogen pembentukan gaharu unggul. Tanpa adanya sinkronisasi antara dua riset pemuliaan dan pythopathologi, maka akan mustahil pengembangan gaharu berkualitas unggul dapat dipasarkan di kemudian hari. Memang, kegiatan riset pemuliaan memerlukan waktu yang cukup lama karena pohon penghasil gaharu dapat diketahui hasilnya antara 7-10 tahun. Jadi, program riset ini perlu disusun jangka panjang

(24)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

9

Gambar 1.2.

Buah Aquilaria malaccensis yang menjadi sumber perbanyakan bibit gaharu

dan bersifat nasional. Hal ini sangat penting mengingat keanekaragaman jenis-jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sangat bervariasi, dibandingkan dengan negara produsen gaharu lainnya, yang hanya memiliki 1-3 jenis pohon saja.

Filosofi riset gaharu adalah

memadukan kompleksitas

terbentuknya pembentukan gaharu, yaitu segitiga faktor inang, mikroorganisme, dan lingkungan. Memproduksi gaharu adalah menguasai kendali segitiga faktor utama pembentukan gaharu dan ditambah dengan prosedur standar penyuntikan gaharu yang berbasis penggunaan jamur patogen. Badan Litbang Kehutanan telah menerapkan filosofi tersebut dan beberapa hasil inokulasi gaharu telah dihasilkan dari umur 1-3 tahun (Gambar 1.3).

Namun demikian, beberapa kalangan memandang teknologi gaharu adalah teknik sederhana yang semua orang dapat membuatnya pada skala rumahan dengan bahan dan alat yang sederhana. Penipuan pernah terjadi akibat ketidak-mengertian masyarakat. Pohon kenari yang banyak tumbuh di Flores (NTT) disuntik masal oleh kelompok orang yang mengaku mengerti tentang gaharu. Akibatnya, banyak masyarakat lokal yang kena tipu daya, harta bendanya hilang karena banyaknya iming-iming yang tidak masuk akal, dan mendapat keuntungan instan yang membuat orang bisa sakit jiwa. Ketika orang Dayak di pedalaman Kalimantan mencoba memasukkan oli dan gula ke dalam batang gaharu berlubang, dia mengaku sebagai ahli pembuat gaharu.

(25)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

10

Gambar 1.3.

Gaharu hasil inokulasi dari Badan Litbang Kehutanan

Gambar 1.4.

Koleksi gaharu kelas super yang dimiliki pengusaha gaharu asal Taiwan

Ketika seseorang berlatar belakang teknik mesin membuat paku berlubang untuk memasukan jamur patogen, dianggapnya paku berlubang adalah sebagai kunci pembentuk gaharu. Ketika seseorang yang tidak memiliki dasar pendidikan tentang mikrobiologi atau ilmu penyakit pohon serta tidak memiliki laboratorium, dia dengan yakinnya membuat formulasi bahan kimia berupa asam sulfat dan menyuntikan ke batang gaharu, dia pun beranggapan bahwa “air aki” dapat membentuk gaharu. Perusahaan bisnis gaharu yang berbasis MLM (Multi Level

(26)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

11

Marketing) juga turut memperkeruh keadaan. Mereka menjual bibit gaharu dengan harga paket yang sangat mahal, dan juga menjanjikan melakukan penyuntikan pohon setelah berumur lima tahun. Tentunya, jaminan itu mungkin hanya janji-janji kosong. Perusahaan tersebut belum tentu kembali lagi ke petani yang sudah mengikat kontrak dan mengeluarkan uang jutaan rupiah. Semua tentang teknik inokulasi yang beredar di masyarakat sangat mengganggu kelangsungan produksi gaharu budidaya.

Dari semua permasalahan tentang teknik suntik-menyuntik gaharu yang banyak beredar di masyarakat, memang ada beberapa pemegang kebijakan mengatakan bahwa kita biarkan saja berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku. Tetapi, beberapa kalangan menyatakan bahwa peredaran gaharu perlu diatur dengan tertib karena banyak masyarakat awam yang tidak berpendidikan tidak mengerti teknologi penyuntikan gaharu yang beraneka-ragam. Masyarakat umum jangan sampai dirugikan karena mereka telah menunggu lama sekitar 5-7 tahun untuk menumbuhkan pohon penghasil gaharu. Diharapkan, pemerintah sebagai regulator yang membuat kebijakan dapat menertibkan aturan main dalam masalah pergaharuan ini. Orang yang membuat kriminal dan penipuan yang banyak merugikan masyarakat seyogyanya dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib.

Salah satu riset gaharu yang menjadi nilai komersial yang tinggi adalah gaharu sebagai bahan obat-obatan untuk kesehatan manusia. Riset ini sudah banyak dilakukan oleh negara maju seperti: Eropa, China, Amerika, Jepang, Korea, dan lain-lain. Bahan aktif gaharu dipercaya mampu memecahkan masalah kesehatan yang sekarang ini penyakitnya semakin kompleks. Apabila nanti ditemukan bahan aktif dari gaharu yang akan digunakan untuk menyembuhkan penyakit kanker, diabetes, dan jantung, bukan tidak mungkin harga obat yang berbahan dasar dari gaharu akan menjadi sangat mahal. Produk herbal gaharu

(27)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

12

akan menjadi trend riset ke depan untuk menghasilkan produk-produk kesehatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Harga gaharu alam kelas “double super king” memang sangat mencengangkan karena bernilai hingga milyaran rupiah per kg di pasaran internasional (Gambar 1.4). Padahal di alam nyata, apabila orang mendapat gaharu “double super king” yang berasal dari hutan, maka harga yang dibeli tengkulak tangan pertama tidak sampai ratusan juta rupiah. Harga gaharu alam di tingkat hulu hanya berkisar 5-10 jutaan rupiah saja. Begitu sampai kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, harganya melonjak sampai Rp 300 jutan per kgnya. Sekarang, orang mencari gaharu alam kelas termahal sangatlah sulit. Yang mungkin terjadi adalah sistem “reseller”, artinya, pedagang di Singapura akan mencari gaharu alam terbaik dunia bukan ke hutan alam lagi, tetapi mencari dari kolektor-kolektor yang masih memegang gaharu tersebut di Timur Tengah. Mereka dapat membeli gaharu termahal hingga harga USD 100.000 per kg dan mereka menjual kembali ke pedagang di China dengan harga 2-3 kali lipat dari harga pokok. Memotong rantai panjang pemasaran tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Masalah pemasaran gaharu sangat kompleks. Kita berhadapan dengan berbagai kalangan yang sejak dahulu telah membuat rantai pemasaran yang sangat panjang, dari mulai di pinggiran hutan hingga gaharu masuk ke outlet-outlet yang tersebar di seluruh mancanegara di dunia. Harga gaharu yang menjulang tinggi tentunya masih berkaitan tentang status jenis-jenis pohon penghasil gaharu yang masuk CITES Appendix II sejak tahun 1994. Para pedagang gaharu alam merasa nyaman dengan kondisi tersebut karena harga gaharu alam akan tetap stabil. Tetapi mereka tetap saja khawatir dengan mulai berkurangnya pasokan gaharu alam yang berkualitas karena pohon gaharu alam ditebang dengan cara serampangan. Para pedagang gaharu alam juga berharap-harap cemas karena suatu saat muncul produk gaharu budidaya yang membahayakan eksitensi gaharu alam. Mereka berpendapat harga gaharu alam akan jatuh di

(28)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

13

pasaran domestik maupun internasional akibat adanya produk gaharu budidaya.

Ketika gaharu menjadi “booming”, maka seluruh pemain yang bermain dalam industri gaharu harus siap menghadapi segala tantangan dan cobaan yang dihadapi. Komoditi gaharu budidaya ke depan akan semakin diminati banyak orang. Tentunya, mutu gaharu yang baik akan dihasilkan dari hasil penelitian dan pengembangan yang terprogram, terarah dan didukung oleh semua stakeholder dari hulu ke hilir yang berniat membangun industi gaharu di Indonesia. Pada masa depan, kita akan menemukan bibit pohon penghasil gaharu yang bermutu, inokulan gaharu yang terjamin dan yakin membentuk gaharu, serangan hama dan penyakit dapat dicegah sejak dini, dan pemasaran gaharu, baik di dalam maupun luar negeri, sudah mempunyai standar dan aturan-aturan yang baku. Pada masa depan pun, gaharu bukan menjadi barang yang misterius, penjualannya serba gelap, harga ditentukan oleh pedagang, atau semua orang sangat mudah mendapatkannya. Segilintir orang menyatakan bahwa apabila produksi gaharu budidaya semakin berlimpah maka harga komoditi gaharu akan menurun drastis. Tetapi sebagian orang tetap optimis bahwa harga gaharu tetap akan bertahan di nilai yang tinggi selama produk gaharu tersebut memang mempunyai nilai komersial tinggi. Produk gaharu juga akan tetap terjual karena hampir semua turunan produk akan habis dibakar konsumen, dan parfum minyak gaharu juga habis digunakan sehari-hari oleh konsumen.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, buku gaharu ini merupakan informasi penting tentang rekam jejak gaharu inokulasi yang telah dikembangkan oleh Badan Litbang Kehutanan sejak tahun 1984. Jatuh-bangun riset ini telah dirasakan oleh tim peneliti yang terlibat. Keterbatasan peralatan dan biaya merupakan salah satu hambatan dalam menjalankan riset gaharu ini. Akses untuk mendapatkan pohon contoh dan kerjasama dengan petani pemilik pohon memerlukan pendekatan tersendiri, agar mereka

(29)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

14

mau mengorbankan pohon penghasil gaharunya untuk dijadikan bahan penelitian. Sementara itu, buku rekam jejak masih berupa “bunga rampai” yang berisi tentang kumpulan tulisan riset dari beberapa bidang yang ditekuni dari beberapa instansi riset yang turut bersama-sama mewujudkan hasil-hasil riset tentang beberapa aspek gaharu yang cukup membanggakan. Namun demikian, hasil riset ini masih terus berkembang dan hal ini menjadi bahan umpan balik bagi peneliti-peneliti gaharu di Indonesia yang pada tahun 2013 ini kebetulan Badan Litbang Kehutanan telah berusia 100 tahun. Buku ini dapat dijadikan dasar untuk memulai lebih serius lagi dan memperoleh hasil riset yang lebih maju, sehingga dapat berkontribusi bagi perkembangan gaharu di Indonesia. Materi buku gaharu ini berisi tentang tulisan hasil penelitian maupun review kondisi aktual pergaharuan di Indonesia, diantaranya tentang prospek industri gaharu ke depan, teknologi budidaya dan inokulasinya, sosial dan ekonomi gaharu, fitokimia, interaksi gaharu dan lingkungannya. Sekilas, buku ini hanyalah bunga rampai yang hasil-hasil risetnya masih dalam bentuk serpihan-serpihan. Pada masa mendatang, buku tentang gaharu ini akan disempurnakan terus dan lebih fokus pada topik-topik tertentu yang dibahas secara mendalam untuk menghasilkan konklusi-konklusi yang bermanfaat bagi industri gaharu Indonesia.

(30)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

15

Prospek Gaharu

Hasil Bioinduksi

(31)
(32)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

17

G

AHARU BIOINDUKSI:

Komoditi Elit Masa Depan

Sektor Kehutanan

Sulistyo A. Siran Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Pendahuluan

Gaharu merupakan salah satu produk elit komoditi hasil hutan bukan kayu yang saat ini menjadi topik hangat di banyak kalangan masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari telah dikenal pepatah lama “sudah gaharu cendana pula”. Pepatah ini menunjukkan bahwa sebenarnya komoditi gaharu sudah dipopulerkan oleh nenek moyang kita dan menjadi bukti sejarah bahwa keharuman gaharu telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pertanyaan yang muncul, lantas kenapa komoditi yang telah populer tersebut sepertinya menghilang begitu lama dan saat ini muncul kembali. Jawaban yang sudah pasti adalah rumus umum, yaitu karena pengambilan jauh lebih besar daripada produksinya.

Apabila dilihat dari wujud dan manfaatnya, gaharu memang sangat unik. Gaharu sebenarnya suatu produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon inang (misalnya Aquilaria sp.) yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu, tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu.

(33)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

18

Dari sisi manfaat, gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik oleh kalangan elit kerajaan maupun masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan Kalimantan. Dengan demikian, gaharu mempunyai nilai sosial, budaya dan ekonomi yang cukup tinggi. Secara tradisional, gaharu dimanfaatkan antara lain dalam bentuk dupa untuk acara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini, pemanfaatan gaharu telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasiat sebagai anti kanker, anti asmatik, anti mikroba, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan.

Meningkatnya perdagangan gaharu sejak tiga dasawarsa terakhir ini telah menimbulkan kelangkaan produksi gubal gaharu dari hutan alam. Berdasarkan informasi, harga gaharu di pasaran lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan, Kalimantan Timur untuk kualitas Super mencapai Rp 40.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- per kilogram, disusul kualitas Tanggung dengan harga rata-rata per kilogram Rp 20.000.000,-, kualitas Kacangan dengan harga rata-rata Rp 15.000.000,-, kualitas Teri dengan harga Rp 10.000.000,- s/d Rp 14.000.000,-, kualitas Kemedangan dengan harga Rp 1.000.000,- s/d Rp 4.000.000,-, dan kualitas Suloan sekitar Rp 75.000,-.

Masyarakat dan pemerintah daerah di berbagai daerah di pulau Kalimantan dan Sumatera telah bertahun-tahun menikmati berkah dari keberadaan gaharu, baik sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun penerimaan daerah. Besarnya permintaan pasar, harga jual yang tinggi dan pola pemanenan yang berlebihan, serta perdagangan yang masih mengandalkan pada hutan alam, maka jenis-jenis tertentu, misalnya Aquilaria dan Gyrinops, saat ini sudah tergolong langka dan masuk dalam lampiran Convention on International Trade on Endangered Species of Flora and Fauna (Appendix II CITES).

(34)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

19

Sejak tahun 1994, Indonesia berkewajiban melindungi pohon penghasil gaharu. Namun menurut kenyataan, keberadaan pohon penghasil gaharu tersebut di Indonesia, tidak terkecuali di Sumatera dan Kalimantan, semakin langka. Selama ini masyarakat hanya tinggal memanen gaharu yang dihasilkan oleh alam. Seringkali masyarakat tidak tahu pasti kapan pohon penghasil gaharu mulai membentuk gaharu dan bagaimana prosesnya. Kelangkaan terjadi karena pohon penghasil gaharu ditebang tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya gaharu pada pohon tersebut. Menurut hasil kajian, dari 20 pohon penghasil gaharu yang ditebang di hutan alam hanya ada satu atau sering sama sekali tidak ada yang mengandung gaharu. Kalaupun ada pohon yang mengandung gaharu, maka jumlah gaharu yang ada di pohon tersebut hanya beberapa gram saja. Oleh karena itu, dapat dibayangkan seandainya pencari gaharu mendapatkan gaharu kira-kira 5 kilogram, mungkin puluhan atau bahkan ratusan pohon penghasil gaharu yang harus ditebang. Praktek semacam inilah yang mengakibatkan jumlah pohon pengahasil gaharu di alam semakin menurun dari tahun ke tahun. Indikasi penurunan populasi pohon penghasil gaharu ditunjukkan oleh kecenderungan produksi gaharu dari Kalimantan dan Sumatera dari tahun ke tahun. Realisasi produksi gaharu pada dekade 80-an pernah mencapai ribuan ton dengan kualitas yang tinggi, sedangkan saat ini produksi tersebut merosot drastis hanya kira-kira puluhan ton saja dengan kualitas yang bervariasi.

Cara untuk menghindari agar jenis-jenis pohon penghasil gaharu di hutan alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu diupayakan untuk konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya pohon penghasil gaharu. Namun, upaya tersebut tidak mudah dilaksanakan, dan kalaupun ada usaha konservasi dan budidaya, skalanya terbatas dan hanya dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan LSM konservasi. Sementara itu, masyarakat secara luas enggan untuk melakukan budidaya

(35)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

20

pohon penghasil gaharu karena dianggap tidak memberikan keuntungan apa-apa.

Prospek untuk mengembalikan gaharu menjadi komoditi andalan kembali terbuka dengan ditemukannya teknologi rekayasa produksi gaharu. Melalui teknologi inokulasi, produksi gaharu dapat direncanakan dan dipercepat dengan melakukan induksi jamur pembentuk gaharu pada pohon penghasil gaharu. Peningkatan produksi gaharu mulai dari kegiatan di bagian hulu hingga ke hilir tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan penerimaan bagi masyarakat petani, pengusaha gaharu, pendapatan asli daerah dan devisa negara.

Tulisan ini dipaparkan dengan maksud untuk memberikan gambaran secara umum mengenai pemanfaatan gaharu, pemahaman mengenai pentingnya nilai gaharu, perlunya budidaya, konservasi, dan rekayasa pembentukan gaharu yang dapat mengembalikan status komoditi dari kelangkaan menjadi produk andalan.

Gambaran Umum Tumbuhan Penghasil Gaharu

Hutan hujan tropis di Indonesia semenjak tiga puluh tahun yang lalu dikenal sebagai salah satu penghasil utama kayu bulat (log) untuk bahan baku industri perkayuan. Selain itu, hutan hujan tropis Kalimantan juga sangat kaya dengan hasil hutan bukan kayu (HHBK), di mana salah satunya adalah gaharu yang bernilai ekonomis tinggi.

Gaharu adalah gumpalan berbentuk padat, berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum, yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu, tidak semua tanaman penghasil gaharu menghasilkan gaharu.

(36)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

21

Di lndonesia hingga saat ini diperkirakan terdapat lebih kurang 25 jenis tumbuhan penghasil gaharu yang dikelompokkan ke dalam delapan marga dan tiga suku. Berdasarkan sebaran tempat tumbuh, tumbuhan penghasil gaharu umumnya tumbuh di Pulau Kalimantan (12 jenis) dan Pulau Sumatera (10 jenis), kemudian dalam jumlah terbatas tumbuh di Kepulauan Nusa Tenggara (3 jenis), Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi (2 jenis), Pulau Jawa (2 jenis), dan Kepulauan Maluku (1 jenis). Dari pengamatan sebaran Aquilaria spp. yang dilaksanakan pada tahun 2000 ditemukan bahwa Aquilaria spp. tumbuh tersebar secara luas di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Tingginya permintaan pasar dunia akan gaharu dan harga jual gaharu yang cukup tinggi telah menarik minat masyarakat, baik lokal maupun pendatang untuk melakukan eksploitasi gaharu secara besar-besaran. Akibatnya, populasi Aquilaria spp. di hutan alam semakin menurun dan bahkan pada suatu saat menjadi punah. Untuk mencegah dari kepunahan maka pada pertemuan CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) ke-IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994, Aquilaria malaccensis, salah satu tumbuhan penghasil gaharu terpenting yang banyak tumbuh di Kalimantan, telah dimasukkan ke dalam Appendix II sebagai tumbuhan yang terancam punah, sehingga dalam penebangan dan perdagangannya perlu dibatasi. Bahkan sejak tahun 2004, seluruh jenis Aquilaria telah dimasukkan dalam Appendix II CITES.

Indikasi dari menurunnya populasi Aquilaria spp. antara lain dari pergerakan pencari gaharu yang telah mengarah pada bagian utara Kalimantan Timur, di pedalaman hutan Kalimantan Barat dan Kalimanatan Tengah, serta menurunnya realisasi produksi gaharu dari tahun ke tahun. Walaupun realisasi produksi gaharu tidak menggambarkan besarnya potensi, indikator semakin sulitnya mendapatkan gaharu dari waktu ke waktu menunjukkan

(37)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

22

populasi Aquilaria spp. terus mengalami penurunan. Menyadari semakin langkanya tumbuhan penghasil gaharu, beberapa instansi pemerintah dan masyarakat telah melakukan inisiatif untuk mengadakan pelestarian tumbuhan penghasil gaharu dan sekaligus membudidayakan, baik untuk kepentingan konservasi maupun ekonomi.

Kandungan dan Manfaat Gaharu

Terdapat beberapa zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu yaitu: -agarofuran, nor-ketoagarofuran, (-)-10-epi-y-eudesmol, agarospirol, jinkohol, jinkohon-eremol, kusunol, dihydrokaranone, jinkohol II, serta oxo-agarospirol. Susilo (2003) mengatakan bahwa terdapat 17 macam senyawa yang terdapat pada gaharu, antara lain: nor-oxoagarofuran, agarospirol, 3,4 – dihydroxy-dihydro-agarofuran, p-methoxy-benzylaceton, dan aquillochin. Selanjutnya, Oiler (tanpa tahun) dalam Suhartono dan Mardiastuti (2003) menyebutkan terdapat 31 unsur kimia yang terkandung di dalam gaharu, sedangkan bahan kimia penyusun utamanya adalah 2-(2-(4-methoxyphenyl)ethil) chromone (27 %) dan 2-(2-phenylethyl)chromone (15 %).

Gaharu, dengan aromanya yang khas dan harum, telah dipergunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika, dan pengawet berbagai jenis aksesori. Gubal gaharu juga diperdagangkan sebagai komoditi elit untuk keperluan keagamaan seperti tasbih, membakar jenazah (bagi umat Hindu), hio, dan setanggi (dupa). Masyarakat di Timur Tengah banyak menggunakan gaharu sebagai bahan wewangian.

Perkembangan ilmu dan teknologi industri telah digunakan berbagai negara untuk memanfaatkan gaharu tidak hanya sebagai bahan pengharum (parfum) dan kosmetik, tetapi juga sebagai bahan obat-obatan. Saat ini, telah berkembang industri pemanfaatan gaharu sebagai bahan baku industri obat herbal alami untuk pengobatan stres, asma, reumatik, radang lambung

(38)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

23

dan ginjal, malaria, bahan antibiotik, TBC, liver, kanker, dan tumor yang masih dalam proses uji klinis. Penggunaan gaharu sebagai bahan obat-obatan banyak dilakukan di China. Pemanfaatan gaharu untuk berbagai keperluan juga telah dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Berau, Kalimantan. Limbah bekas gaharu yang telah disuling digunakan untuk dupa dan bahan untuk upacara agama, sedangkan air suling gaharu dimanfaatkan untuk kesehatan, kecantikan, kebugaran serta bahan minuman (kopi).

Pemungutan dan Pengolahan Gaharu

A. Cara Pendugaan Kandungan Gaharu

Karena tidak semua tumbuhan penghasil gaharu berisi gaharu, maka pengetahuan cara pendugaan kandungan gaharu pada tumbuhan penghasil gaharu yang terinfeksi jamur pembentuk gaharu perlu diketahui, terutama oleh para pemungut pemula. Dengan demikian, kesalahan tebang pada pohon yang tidak berisi gaharu tidak terjadi. Adapun ciri dari tumbuhan penghasil gaharu yang berisi gaharu antara lain adalah: daun berwarna kuning dan rontok, tajuk pohon kecil dan tipis, cabang pohon banyak yang patah, banyak terdapat benjolan dan lekukan sepanjang batang atau cabang pohon, kulit kayu kering dan rapuh serta bila ditarik mudah putus. Setelah ditemukan ciri-ciri tersebut, maka dilakukan uji pelukaan pada batang pohon dengan menggunakan kapak atau parang. Bilamana terdapat alur coklat kehitaman pada batang, hal ini dapat menunjukkan adanya kandungan gaharu. Untuk lebih meyakinkan, biasanya serpihan kayu tadi selanjutnya dibakar untuk mengetahui apakah mengeluarkan bau/aroma wangi khas gaharu.

B. Sistem Pemungutan Gaharu

Pohon dari tumbuhan penghasil gaharu yang telah diyakini mengandung gaharu ditebang, kemudian dipotong-potong dan

(39)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

24

dibelah untuk diambil gaharunya. Cara pemungutan gaharu semacam ini di Sumatera dan Kalimantan disebut servis, puncut atau pahat. Cara lain yang berlaku pada masyarakat Dayak Kenyah dan Punan di Kalimantan Timur adalah dengan mengiris dan memotong bagian kayu dari tumbuhan penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga ke bagian tengah batang. Cara ini disebut tubuk. Potongan kayu berisi gaharu kemudian dikumpulkan dan secara perlahan bagian kayu dipisahkan dari gaharu dengan menggunakan pisau kecil atau pahat cekung. C. Pengolahan Gaharu

Sampai saat ini, produk gaharu yang berasal dari alam umumnya dipasarkan dalam bentuk bongkahan. Namun, pemasaran ada pula dalam bentuk minyak hasil sulingan. Cara penyulingan minyak gaharu dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem kukus dan tekanan uap. Harga minyak gaharu di pasaran Jakarta sekitar Rp 750.000,-/tolak (1 tolak = 12 cc).

Klasifikasi Mutu Gaharu

Klasifikasi mutu gaharu di Kalimantan Timur, khususnya di Kota Samarinda dan daerah sekitarnya, hingga saat ini masih belum seragam (Tabel 2.1) dan penentuannya dilakukan secara visual. Keragaman klasifikasi dan ketidakjelasan dalam penentuan mutu tersebut menyebabkan harga jual yang berbeda, padahal dengan kelas mutu yang sama. Oleh sebab itu, penetapan standar nasional untuk mutu gaharu dianggap sangat penting. Standar mutu tersebut diharapkan dapat segera menjadi bahan acuan para pengusaha gaharu, pedagang pengumpul, dan pemungut gaharu dalam menentukan kelas mutu gaharu. Selanjutnya, pada Tabel 2.2 disajikan kriteria dan klasifikasi mutu gaharu.

(40)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

25

Tabel 2.1. Klasifikasi mutu gaharu di Kota Samarinda dan daerah sekitarnya

No. Lokasi Klasifikasi mutu

Super Tanggung Kacangan Teri Kemedangan Cincangan 1. Samarinda Super king

Super A Super AB Kacangan A Kacangan B Kacangan C Teri A Teri B Teri C Teri kulit A Teri kulit B Kemedangan A Kemedangan B Kemedangan community 2. Muara Kaman Kacangan isi Kacangan kosong Teri isi Teri kulit Sudokan Serbuk 3. Kota Bangun Super A Super B Kacangan A Kacangan B Teri A Teri B Serbuk 4. Muara Wahau Super A Super B Tanggung isi Tanggung kosong Kacangan isi Kacangan kosong Teri super Teri laying

Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan, 2007

Tabel 2.2. Kriteria dan klasifikasi mutu gaharu

No. Klasifikasi Kriteria

1. Super Gaharu berwarna hitam pekat, padat, keras, mengkilap dan sangat berbau,

tidak ada campuran dengan serat kayu, berupa bongkahan atau butiran berukuran besar, bagian dalam tidak berlubang.

2. Tanggung Gaharu berwarna hitam dan coklat, padat, keras, bagian dalam kadang

berlubang, kadang bercampur serat kayu dan berukuran tangung.

3. Kacangan Gaharu berwarna hitam terkadang bercampur coklat, bercampur kayu,

berupa butiran-butiran sebesar biji kacang atau berdiameter sekitar 2 mm.

4. Teri Gaharu berwarna hitam terkadang bercampur coklat, bercampur kayu,

berupa butiran-butiran lebih kecil dari biji kacang dan lebih tipis atau berdiameter sekitar 1 mm.

5. Kemedangan Kayu yang mengandung getah gaharu.

6. Cincangan Potongan kecil kayu dari pemisahan gaharu.

(41)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

26

Secara umum klasifikasi mutu gaharu dapat dikelompokkan menjadi enam kelas mutu yaitu super, tanggung, kacangan, teri, kemedangan, dan cincangan. Setiap kelas mutu tersebut dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas mutu.

Berdasarkan informasi pasar di Samarinda (Tabel 2.3) harga gaharu dengan kualitas super dapat mencapai Rp 30.000.000,- per kg, disusul kualitas tanggung dengan harga rata-rata Rp

Tabel 2.3. Harga jual gaharu di pasaran Samarinda, Kalimantan Timur

No. Kelas mutu Harga (Rp/Kg) 1. Super King 30.000.000,- Super 20.000.000,- Super AB 15.000.000,- 2. Tanggung 10.500.000,- 3. Kacangan A 7.500.000,- Kacangan B 5.000.000,- Kacangan C 2.500.000,- 4. Teri A 1.000.000,- Teri B 750.000,- Teri C 500.000,- Teri Kulit A 300.000,- Teri Kulit B 250.000,- 5. Kemedangan A 100.000,- Kemedangan B 75.000,- Kemedangan C 50.000,- 6. Suloan 25.000,-

Sumber: Balai Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Kalimantan, 2006

a b

c d

Gambar 2.1. Sampel gaharu (a) kelas tanggung; (b) kacangan;

(42)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

27

10.000.000,- per kg. Kualitas gaharu yang paling rendah berharga sekitar Rp 25.000,- per kg, dan pada umumnya digunakan sebagai bahan baku penyulingan untuk menghasilkan minyak gaharu. Secara visual beberapa sampel gaharu dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) No. 1386/BSN-I/HK.71/09/99 telah ditetapkan Standar Nasional mutu gaharu dengan judul dan nomor: Gaharu SNI 01-5009.1-1999. Dalam standar ini diuraikan mengenai definisi gaharu, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, cara pemungutan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji dan syarat penandaan. Klasifikasi mutu gaharu terdiri dari gubal gaharu, kemedangan, dan abu gaharu. Setiap kelas mutu selanjutnya dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas berdasarkan ukuran, warna, kandungan damar wangi, serat, bobot, dan aroma ketika dibakar.

Menurut SNI 01-5009.1-1999, yang dimaksud dengan gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitaman berseling coklat. Kemudian, yang dimaksud dengan kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-coklatan, berserat kasar dan kayunya yang lunak. Abu gaharu adalah serbuk kayu sisa pemisahan gaharu dari kayu. Klasifikasi mutu gaharu menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.4.

(43)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

28

Tabel 2.4. Klasifikasi mutu gaharu menurut Standar Nasional Indonesia

No Klasifikasi mutu Kesetaraan dengan standar mutu di pasaran Warna Kandungan damar wangi Bau/aroma (dibakar) A. Gubal

1. Mutu Utama Super Hitam merata Tinggi Kuat

2. Mutu I Super AB Hitam kecoklatan Cukup Kuat

3. Mutu II Sabah Super Hitam kecoklatan Sedang Agak kuat

B. Kemedangan

1. Mutu I Tanggung A Coklat kehitaman Tinggi Agak kuat

2. Mutu II Sabah I Coklat bergaris hitam Cukup Agak kuat

3. Mutu III Tanggung AB Coklat bergaris putih tipis Sedang Agak kuat

4. Mutu IV Tanggung C Kecoklatan bergaris putih tipis Sedang Agak kuat

5. Mutu V Kemedangan I Kecoklatan bergaris putih lebar Sedang Agak kuat

6. Mutu VI Kemedangan II Putih keabu-abuan garis hitam

tipis

Kurang Kurang kuat

7. Mutu VII Kemedangan III Putih keabu-abuan Kurang Kurang kuat

C. Abu gaharu

1. Mutu Utama Cincangan Hitam Tinggi Kuat

2. Mutu I Sedang Sedang

3. Mutu II Kurang Kurang

Tata Niaga Gaharu

Proses pemasaran gaharu di Kalimantan dimulai dari pemungut gaharu yang menjual gaharu yang ditemukannya kepada pedagang pengumpul di desa atau di kecamatan dan selanjutnya oleh pedagang pengumpul dijual ke pedagang besar (eksportir) di Kota Samarinda. Salah satu contoh alur tata niaga gaharu di Kalimantan Timur dapat diuraikan seperti pada Gambar 2.2. Pemungut gaharu terdiri dari pemungut bebas dan pemungut terikat. Pemungut bebas adalah pemungut gaharu dengan modal kerja sendiri, sehingga bebas di dalam menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehannya, baik kepada pedagang pengumpul di desa, pedagang pengumpul di kecamatan maupun langsung kepada pedagang besar (eksportir)

(44)

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

29

di Kota Samarinda. Pemungut terikat adalah pemungut gaharu yang dimodali, sehingga waktu pencarian dan penjualan hasil perolehannya terikat pada pemberi modal yaitu pedagang pengumpul yang merupakan perpanjangan dari pedagang besar. Pedagang pengumpul terdiri dari pedagang perantara di desa yang langsung melakukan pembelian gaharu yang diperoleh para pemungut. Hasil pembelian dari pedagang perantara ini kemudian dikumpulkan oleh pedagang pengumpul di kecamatan untuk selanjutnya dijual kepada pedagang besar karena adanya ikatan kontrak.

Pedagang besar selain memiliki modal besar juga izin usaha yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Pembelian gaharu dilakukan sepanjang tahun melalui pedagang pengumpul atau pemungut bebas. Pembelian meningkat bilamana permintaan pasar terhadap gaharu tinggi, bahkan untuk mendapatkan jumlah yang diinginkan, mereka menanamkan modal yang disalurkan melalui pedagang pengumpul ataupun secara langsung kepada pemungut untuk modal kerja mencari gaharu.

Gambar 2.2. Alur tata niaga gaharu di Kalimantan Timur

Pemungut Pemungut Bebas Pemungut Terikat Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul Pedagang Besar

Gambar

Gambar 2.2.   Alur tata niaga gaharu di Kalimantan Timur Pemungut Pemungut Bebas Pemungut Terikat Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul  Pedagang Besar
Gambar 3.2.   Hifa jamur patogen yang masuk pada  jaringan sel-sel kayu pohon penghasil  gaharu setelah  tiga bulan diinokulasiB
Gambar 3.5.  Metode paku di Bangladesh B. Metode Kimia
Gambar  3.8.   Segitiga faktor pembentukan gaharu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja..

dan menyebarluaskan informasi mengenai publikasi pembangunan nasional atau daerah dan provinsi melalui kerjasama dengan pihak media massa/pers. Media yang

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk: (1) mengkaji kemungkinan pemanfaatan tepung sukun dalam pembuatan kue kering sukun sebagai bahan alternatif substitusi tepung beras

serti fi kat/I aporan Noviarly lranny Putri , AMAK (lmunologi rentang normal) ; Endang Yiati Suhartati ; Amalia , AMAK (hematologi , kimia klinik , urinalisa dalam

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000)....

Waktu yang dibutuhkan sensor ultrasonik dari pengirim gelombang sampai penerimaan pantulan gelombang ultrasonic, dapat menentukan jarak antar sensor dan objek sumur

Investment in held-to-maturity securities 20.000 Karena security 5 semula diklasifikasikan sebagai held to maturity, maka tidak ada adjustment yang harus dibuat pada

Porsi keseluruhan pembiayaan bersama adalah sebesar Rp 100 miliar di mana jumlah porsi pembiayaan untuk Perusahaan minimum sebesar 5% dan PT Bank Mandiri