• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sulistyo A. Siran

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Pendahuluan

Gaharu merupakan salah satu produk elit komoditi hasil hutan bukan kayu yang saat ini menjadi topik hangat di banyak kalangan masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari telah dikenal pepatah lama “sudah gaharu cendana pula”. Pepatah ini menunjukkan bahwa sebenarnya komoditi gaharu sudah dipopulerkan oleh nenek moyang kita dan menjadi bukti sejarah bahwa keharuman gaharu telah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pertanyaan yang muncul, lantas kenapa komoditi yang telah populer tersebut sepertinya menghilang begitu lama dan saat ini muncul kembali. Jawaban yang sudah pasti adalah rumus umum, yaitu karena pengambilan jauh lebih besar daripada produksinya.

Apabila dilihat dari wujud dan manfaatnya, gaharu memang sangat unik. Gaharu sebenarnya suatu produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon inang (misalnya Aquilaria sp.) yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu, tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu.

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

18

Dari sisi manfaat, gaharu sejak zaman dahulu kala sudah digunakan, baik oleh kalangan elit kerajaan maupun masyarakat suku pedalaman di Sumatera dan Kalimantan. Dengan demikian, gaharu mempunyai nilai sosial, budaya dan ekonomi yang cukup tinggi. Secara tradisional, gaharu dimanfaatkan antara lain dalam bentuk dupa untuk acara ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana. Saat ini, pemanfaatan gaharu telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body

lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasiat sebagai anti

kanker, anti asmatik, anti mikroba, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan.

Meningkatnya perdagangan gaharu sejak tiga dasawarsa terakhir ini telah menimbulkan kelangkaan produksi gubal gaharu dari hutan alam. Berdasarkan informasi, harga gaharu di pasaran lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan, Kalimantan Timur untuk kualitas Super mencapai Rp 40.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- per kilogram, disusul kualitas Tanggung dengan harga rata-rata per kilogram Rp 20.000.000,-, kualitas Kacangan dengan harga rata-rata Rp 15.000.000,-, kualitas Teri dengan harga Rp 10.000.000,- s/d Rp 14.000.000,-, kualitas Kemedangan dengan harga Rp 1.000.000,- s/d Rp 4.000.000,-, dan kualitas Suloan sekitar Rp 75.000,-.

Masyarakat dan pemerintah daerah di berbagai daerah di pulau Kalimantan dan Sumatera telah bertahun-tahun menikmati berkah dari keberadaan gaharu, baik sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun penerimaan daerah. Besarnya permintaan pasar, harga jual yang tinggi dan pola pemanenan yang berlebihan, serta perdagangan yang masih mengandalkan pada hutan alam, maka jenis-jenis tertentu, misalnya Aquilaria dan Gyrinops, saat ini sudah tergolong langka dan masuk dalam lampiran Convention on International Trade on Endangered

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi,

Teknologi Badan Litbang Kehutanan

19

Sejak tahun 1994, Indonesia berkewajiban melindungi pohon penghasil gaharu. Namun menurut kenyataan, keberadaan pohon penghasil gaharu tersebut di Indonesia, tidak terkecuali di Sumatera dan Kalimantan, semakin langka. Selama ini masyarakat hanya tinggal memanen gaharu yang dihasilkan oleh alam. Seringkali masyarakat tidak tahu pasti kapan pohon penghasil gaharu mulai membentuk gaharu dan bagaimana prosesnya. Kelangkaan terjadi karena pohon penghasil gaharu ditebang tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya gaharu pada pohon tersebut. Menurut hasil kajian, dari 20 pohon penghasil gaharu yang ditebang di hutan alam hanya ada satu atau sering sama sekali tidak ada yang mengandung gaharu. Kalaupun ada pohon yang mengandung gaharu, maka jumlah gaharu yang ada di pohon tersebut hanya beberapa gram saja. Oleh karena itu, dapat dibayangkan seandainya pencari gaharu mendapatkan gaharu kira-kira 5 kilogram, mungkin puluhan atau bahkan ratusan pohon penghasil gaharu yang harus ditebang. Praktek semacam inilah yang mengakibatkan jumlah pohon pengahasil gaharu di alam semakin menurun dari tahun ke tahun. Indikasi penurunan populasi pohon penghasil gaharu ditunjukkan oleh kecenderungan produksi gaharu dari Kalimantan dan Sumatera dari tahun ke tahun. Realisasi produksi gaharu pada dekade 80-an pernah mencapai ribuan ton dengan kualitas yang tinggi, sedangkan saat ini produksi tersebut merosot drastis hanya kira-kira puluhan ton saja dengan kualitas yang bervariasi.

Cara untuk menghindari agar jenis-jenis pohon penghasil gaharu di hutan alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu diupayakan untuk konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya pohon penghasil gaharu. Namun, upaya tersebut tidak mudah dilaksanakan, dan kalaupun ada usaha konservasi dan budidaya, skalanya terbatas dan hanya dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan LSM konservasi. Sementara itu, masyarakat secara luas enggan untuk melakukan budidaya

Rekam Jejak: Gaharu Inokulasi, Teknologi Badan Litbang Kehutanan

20

pohon penghasil gaharu karena dianggap tidak memberikan keuntungan apa-apa.

Prospek untuk mengembalikan gaharu menjadi komoditi andalan kembali terbuka dengan ditemukannya teknologi rekayasa produksi gaharu. Melalui teknologi inokulasi, produksi gaharu dapat direncanakan dan dipercepat dengan melakukan induksi jamur pembentuk gaharu pada pohon penghasil gaharu. Peningkatan produksi gaharu mulai dari kegiatan di bagian hulu hingga ke hilir tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan penerimaan bagi masyarakat petani, pengusaha gaharu, pendapatan asli daerah dan devisa negara.

Tulisan ini dipaparkan dengan maksud untuk memberikan gambaran secara umum mengenai pemanfaatan gaharu, pemahaman mengenai pentingnya nilai gaharu, perlunya budidaya, konservasi, dan rekayasa pembentukan gaharu yang dapat mengembalikan status komoditi dari kelangkaan menjadi produk andalan.

Gambaran Umum Tumbuhan Penghasil Gaharu

Dokumen terkait