A S K E P S P I N A L C O R D I N J U R Y
Diposkan oleh Amel_Lia
1. Pendahuluan
Spinal Cord Injury (SCI)
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997).
Sedangkan pengertian dari Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan
Penyebab dari SCI yaitu ; akibat trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas (otomobil), kecelakaan olah raga kecelakaan industri, luka tusuk, tembak, tumor dan sebagainya. Selain itu, SCI dapat pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, misalnya arthropathi spinal, keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular.Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal.Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang,jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga
Dari sumber di atas dapat disimpulkan bahwa etiologi dari Spinal Cord Injury (SCI) adalah karena trauma.
Kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema Bila dilihat secara patologi suatu penyakit,Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasanmediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi
Tanda dan gejala yang mungkin timbul bila seseorang diduga mengalami Cedera tulang belakang adalah di mana setelah cedera pasien mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan
pinggang. Deformitas klinis mungkin tidak jelas dan kerusakan neurologis mungkin tidak tampak pada pasien yang juga mengalami cedera kepala atau cedera berganda. Tidak lengkap pemeriksaan pada suatu cedera bila fungsi anggota gerak belum dinilai untuk menyingkirkan kerusakan akibat cedera tulang belakang. Gejala lain yang biasa dikeluhkan oleh pasien dengan trauma tulang belakang adalah Nyeri mulai dari leher sampai bawah,Kehilangan fungsi (misal tidak dapat menggerakkan lengan),Kehilangan atau berubahnya sensasi di berbagai area tubuh, nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena,paraplegia,tingkat neurologik,paralisis sensorik motorik total,kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih),penurunan keringat dan tonus vasomoto,penurunan fungsi pernafasan,gagal nafas dan lain lain
Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali, akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.Sindrom sumsum belakang
bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik di bawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb:
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok) 2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal 4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
Komplikasi atau Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok.
Defisit neurologis sering meningkat selama beberapa jam atau hari pada trauma sumsum tulang belakang akut, meskipun sudah mendapat terapi optimal.Salah satu tanda adanya kemunduran neurologis adalah adanya defisit sensoris.Pasien dengan trauma sumsum tulang belakang beresiko tinggi terjadi aspirasi, karena itu perlu pemasangan NGT (Nasogastric Tube),Hipotermia,Dekubitus,Seseorang dengan tetraplegia beresiko tinggi terjadi komplikasi medis sekunder. Persentase terjadinya komplikasi pada individu dengan tetraplegia komplit adalah sebagai berikut : pneumonia (60,3 %), ulkus akibat tekanan (52,8 %), trombosis vena dalam (16,4 %), emboli pulmo (5,2 %), infeksi pasca operasi (2,2 %).
Komplikasi pulmo pada trauma tulang belakang biasa terjadi, dimana secara langsung berhubungan dengan mortalitas dan trauma saraf. Komplikasi pulmo tersebut meliputi :atelektasis sekunder,menurunnya batuk, sehingga meningkatkan resiko sumbatan oleh secret, atelektasis dan pneumonia,kelelahan otot.
Penatalaksanaan tindakan-tindakan yang bisa kita lakukan pada penderita spinal cord injury adalah imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus,Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.selain itu Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.Lakukan tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan.Dan Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal tidak aktif.
Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena
Penatalaksanaan Keperawatan meliputi : Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi.Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya,Pemeriksaan diagnostik,dan Pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation)
2. Pengkajian
Adapun beberapa hal penting yang perlu dikaji dalan Spinal Cord Injury dapat meliputi, sbb: Riwayat trauma (KLL, olahraga, dll),Riwayat penyakit degeneratif (osteoporosis, osteoartritis, dll),Mekanisme trauma,Stabilisasi dan monitoring,Pemeriksaan fisik; KU, TTV, defisit neurologis, status kesadaran awal kejadian, refleks, motorik, lokalis (look, feel, move),Fokus; deformitas leher, memar pada leher dan bahu, memarpada muka atau abrasi dangakal pada dahi,Pemeriksaan neurologi penuh.
Pemeriksaan fisik pada Spinal Cord Injury meliputi beberapa pangkajian yaitu : a. Aktifitas /Istirahat
Aktifitas /Istirahat meliputi Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. c. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
d. Integritas Ego
e. Takut, cemas, gelisah, menarik diri. f. Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik) g. Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi) h. Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
i. Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. j. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis. k. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). l. Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur
3. Analisa Data dan Masalah Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma.
Data subyektif pasien mengeluh sesak nafas.Sedangkan dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi,pernafasan cuping hidung,fase
ekspirasi yang lama,dan penggunaan otot bantu pernafasan.Kemungkinan penyebabnya adalah kelumpuhan otot diafragma.Dan diagnosa keperawatan yang bisa diambil adalah Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kelumpuhan otot diafragma
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan
Data subyektif pasien mengeluh aktifitas fisiknya terbatas.Sedangkan dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu : Kesulitan bergerak,perubahan cara berjalan,keterbatasan kemempuan dalam melakukan keterampilan motorik kasar dan halus,serta melambatnya pergerakan.
Kemungkinan penyebabnya adalah karena kelumpuhan.Dan dari data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada daerah cedera.Dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu : ansietas,gangguan pola tidur,penurunan interaksi dengan orang lain,dan pasien terlihat gelisah.Kemungkinan penyebabnya adalah karena cedera yang dialami pasien.Dari data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
cedera
4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum
Data subyektif pasien mengatakan ada tekanan pada rektal dan konstipasi.Dan data obyektif yang ditemukan perawat adalah : perubahan dalam pola defekasi,distensi abdomen,penurunan frekuensi dan bising usus yang hipoaktif.Kemungkinan penyebabnya adalah gangguan persarafan pada usus dan rektum.Dari data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan
gangguan persarafan pada usus dan rektum.
5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan
Data subyektif pasien mengatakan sulit berkemih.Dan data obyektif yang ditemukan perawat adalah : inkontinensia,adanya retensi urin,dan distensi kandung kemih.Kemungkinan penyebabnya adalah kelumpuhan
syarat perkemihan.Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan Perubahan pola eliminasi urine
berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Data subyektif pasien mengatakan ada luka pada jaringan kulitnya.Data obyektif yang ditemukan perawat adalah : suhu kulit dingin pada ekstremitas,perubahan tekanan darah pada ekstremitas,adanya lesi dan perubahan warna kulit.Kemungkinan penyebabnya adalah adanya tirah baring yang lama.Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
4. Intervensi Keperawatan
1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < rr =" 16-20"> Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional: pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera 6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma 7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. 11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan
2. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Intervensi keperawatan :
1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman 3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. 7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi keperawatan :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. 4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. 5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
4. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan :
1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. 2. Observasi adanya distensi perut.
3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces 5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus
5. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada Intervensi keperawatan:
1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal 2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine
6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan :
1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. 2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik& perifer, menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria
Hasil
Intervensi
Rasional
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan ;
pola nafas
efektif
setelah
diberikan
oksigen
Kriteria
hasil :
ventilasi
adekuat,
PaO2 > 80,
PaCo2 < rr
=" 16-20">
fraktur
a.
Pertahankan
jalan nafas;
posisi
kepala tanpa
gerak
b.
Lakukan
penghisapan
lendir
bila
perlu, catat
jumlah,
jenis
dan
karakteristik
sekret
c.
Kaji fungsi
pernapasan
d.
Auskultasi
suara napas
e.
Observasi
warna kulit
f.
Kaji distensi
perut
dan
spasme otot
g.
Anjurkan
pasien untuk
minum
minimal
2000 cc/hari
h.
Lakukan
pengukuran
kapasitas
vital,
volume tidal
a.
pasien dengan
cedera cervicalis
akan
membutuhkan
bantuan untuk
mencegah
aspirasi/
mempertahanka
n jalan nafas.
b.
jika batuk tidak
efektif,
penghisapan
dibutuhkan
untuk
mengeluarkan
sekret, dan
mengurangi
resiko infeksi
pernapasan
c.
trauma pada
C5-6 menyebabkan
hilangnya fungsi
pernapasan
secara partial,
karena otot
pernapasan
mengalami
kelumpuhan
d.
hipoventilasi
biasanya terjadi
atau
menyebabkan
akumulasi sekret
yang berakibat
pnemonia
e.
menggambarkan
adanya
kegagalan
pernapasan yang
memerlukan
tindakan segera
f.
kelainan penuh
dan
kekuatan
pernapasan
i.
Pantau
analisa gas
darah.
j.
Lakukan
fisioterapi
nafas.
Rasional :
pada perut
disebabkan
karena
kelumpuhan
diafragma
g.
membantu
mengencerkan
sekret,
meningkatkan
mobilisasi sekret
sebagai
ekspektoran
h.
menentukan
fungsi otot-otot
pernapasan.
Pengkajian terus
menerus untuk
mendeteksi
adanya
kegagalan
pernapasan
i.
untuk
mengetahui
adanya kelainan
fungsi
pertukaran gas
sebagai contoh :
hiperventilasi
PaO2 rendah
dan PaCO2
meningkat
j.
mencegah
sekret tertahan
2. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan :
selama
perawatan
gangguan
mobilisasi
bisa
diminimalis
asi sampai
cedera
diatasi
dengan
pembedahan
.
Kriteria hasil :
Tidak ada
a.
Kaji secara
teratur
fungsi
motorik
b.
Instruksikan
pasien untuk
memanggil
bila
minta
pertolongan.
c.
Lakukan
log rolling
d.
Pertahankan
sendi
90
derajad
terhadap
a.
Mengevaluasi
keadaan secara
umum
b.
Memberikan
rasa aman
c.
membantu
ROM secara
pasif
d.
mencegah
footdrop
e.
mengetahui
adanya hipotensi
ortostatik
kontrakstur,
kekuatan
otot
meningkat,
pasien
mampu
beraktifitas
kembali
secara
bertahap.
papan kaki
e.
Ukur
tekanan
darah
sebelum dan
sesudah log
rolling
f.
Inspeksi
kulit setiap
hari.
Rasional :
f.
gangguan
sirkulasi dan
hilangnya sensai
resiko tinggi
kerusakan
integritas kulit
3. gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan :
rasa nyaman
terpenuhi
setelah
diberikan
perawatan
dan
pengobatan
Kriteria hasil :
melaporkan
rasa
nyerinya
berkurang
a.
Kaji terhadap nyeri dengan skala
0-5
b.
Bantu
pasien
dalam
identifikasi
faktor
pencetus
c.
Berikan tindakan kenyamanan
d.
Dorong
pasien
menggunaka
n tehnik
relaksasi.
e.
Berikan obat antinyeri sesuai
pesanan.
g.
a.
pasien
melaporkan
nyeri biasanya
diatas tingkat
cedera.
b.
nyeri
dipengaruhi
oleh;
kecemasan,
ketegangan,
suhu, distensi
kandung kemih
dan berbaring
lama.
c.
memberikan
rasa nayaman
dengan cara
membantu
mengontrol
nyeri.
d.
memfokuskan
kembali
perhatian,
meningkatkan
rasa kontrol.
e.
untuk
menghilangkan
nyeri otot atau
untuk
menghilangkan
kecemasan dan
meningkatkan
istirahat
4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum
Tujuan :
-
pasien tidak
menunjukka
n adanya
gangguan
eliminasi
a.
Auskultasi
bising usus,
catat lokasi
dan
karakteristik
nya
a.
bising usus
mungkin tidak
ada selama syok
spinal
b.
pendarahan
7.
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan
8.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
alvi/konstipa
si
Kriteria
hasil :
-
pasien bisa
b.a.b secara
teratur
sehari 1 kali
Tujuan:
- pola
eliminasi
kembali
normal
selama
perawatan
Kriteria
hasil :
- produksi
urine 50
cc/jam,
keluhan
eliminasi
uirine tidak
ada
Tujuan:
-Tidak
terjadi
gangguan
integritas
kulit selama
perawatan
Kriteria
hasil :
- Tidak ada
dekibitus,
kulit kering
b.
Catat
adanya
keluhan
mual dan
ingin
muntah,
pasang NGT
c.
Berikan diet
seimbang
TKTP cair
d.
Berikan
obat
pencahar
sesuai
pesanan.
a.
Kaji pola
berkemih,
dan catat
produksi
urine tiap
jam
b.
Palpasi
kemungkina
n adanya
distensi
kandung
kemih.
c.
Anjurkan pasien untuk
minum 2000
cc/hari.
d.
Pasang dower kateter
a.
Inspeksi
seluruh
lapisan kulit
b.
Lakukan
perubahan
posisi sesuai
pesanan
c.
Bersihkan
dan
keringkan
dan lambung
mungkin terjadi
akibat trauma
dan stress
c.
meningkatkan
konsistensi feces
d.
merangsang
kerja
a.
Mengetahui
fungsi ginjal
b.
Mendeteksi
adaya
penumpukan
urin
c.
Membantu
mempertahanka
n fungsi ginjal.
d.
Membantu
proses
pengeluaran
urine
a.
kulit cenderung
rusak
karena
perubahan
sirkulasi perifer.
b.
untuk
mengurangi
penekanan kulit
c.
meningkatkan
integritas kulit
d.
mengurangi
resiko
kelembaban
kulit
e.
meningkatkan
sirkulasi
sistemik&
kulit
d.
Jagalah
tenun
tetap
kering.
e.
Berikan terapi kinetik
sesuai
kebutuhan
perifer,
menurunkan
tekanan
pada
kulit
serta
mengurangi
kerusakan kulit.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari
ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord
karena kecelakaan Etiologi :
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal Klasifikasi
5.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca
DAFTAR PUSTAKA
. Nurman ningsih dkk, 2009, ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL, Jakarta: Salemba Medika