• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

IV - 1

Final Report

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pulau Sulawesi

1. Kondisi Geografis

Pulau Sulawesi terletak pada 2o LU – 7o LS, 118o – 130o BT dan berada

antara ALKI II dan III. Pulau Sulawesi dibatasi oleh Selat Makassar bagian barat, Laut Sulawesi bagian utara, Laut Maluku dan Laut Banda bagian timur, dan Laut Flores bagian selatan. Secara geografis, Pulau Sulawesi berbatasan langsung dengan Philipina. Peta Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Gambar 4.1

(2)

IV - 2

Final Report

Gambar 4.2 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)

Pulau Sulawesi merupakan wilayah strategis bagi pola pergerakan dan perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia dan antar negara meliputi wilayah Asean seperti Brunai, negara bagian Malaysia (Serawak), dan Philipina. Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah 193.847,09 km2 yang terbagi 6 wilayah Provinsi.

Jumlah wilayah kabupaten/kota yang terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Pulau Sulawesi

Provinsi Luas Wil. (km2) Banyaknya Kab./Kota Sulawesi % Luas

Sulawesi Utara 13.930,73 15 7,19 Gorontalo 12.165,44 6 6,28 Sulawesi Tengah 68.089,83 11 35,13 Sulawesi Barat 16.787,19 5 8,66 Sulawesi Selatan 46.116,45 24 23,79 Sulawesi tenggara 36.757,45 12 18,96 Jumlah 193.847,09 73 100.00

Sumber : Statistik Indonesia 2010

Kondisi topografi Sulawesi umumnya pegunungan (60,1%) dan berbukit (18,5%), memanjang mulai dari Sulawesi Utara ke arah selatan, timur dan tenggara. Lahan relatif datar (11,5%) di wilayah pesisir pantai dan banyak dilintasi oleh sungai-sungai.

Secara umum Pulau Sulawesi tejadi musim hujan dan kemarau, kondisi iklim di Pulau Sulawesi terjadi suhu minimum 19.93 oC di Provinsi Sulut dan suhu maksimum 32,63 oC di Provinsi Gorontalo. Suhu rata-rata minimum di

(3)

IV - 3

Final Report

Kecepatan angin rata-rata di Pulau Sulawesi 11,51 km/jam terbesar terjadi di Provinsi Sulteng (16,86 km/jam) dan Sulsel (15,62 km/jam). Kelembaban rata-rata 71,25% dengan kelembaban tertinggi di Provinsi Sultra 75,42% dan terendah di Provinsi Sulteng 67,18%. Curah hujan terbesar terjadi di wilayah Provinsi Sulsel (3053,9 mm) dan terendah di wilayah Provinsi Sulteng (1003,6 mm).

2. Kondisi Sosio-Ekonomi Pulau Sulawesi a) Demografi

Jumlah penduduk di Pulau Sulawesi tahun 2010 sebanyak 17.371.782 jiwa. Jumlah dan kepadatan penduduk serta pertumbuhan penduduk masing-masing provinsi pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi

No Provinsi Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km) Pertumbuhan (%) 1 Sulawesi Utara 2.270.596 156,6 1,41 2 Gorontalo 1.040.164 86 2,28 3 Sulawesi Tengah 2.635.009 39 1,95 4 Sulawesi Barat 1.158.651 69 2,68 5 Sulawesi Selatan 8.034.776 175 1,17 6 Sulawesi Tenggara 2.232.586 59 2,25 Jumlah/Rata-ata 17.371.782 97,43 1,96

Sumber: BPS masing-masing Provinsi, 2011

Jika melihat data diatas menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang paling besar jumlah penduduknya mencapai 8.034.776 jiwa sedangkan yang terendah adalah Provinsi Gorontalo dengan jumlah penduduk mencapai 1.040.164 jiwa. Begitu pula dengan kepadatan penduduk per km2, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang

paling padat sekitar 175 jiwa/km. Sedangkan Provinsi Sulawesi Tengah dengan kepadatan rendah yang hanya mencapai 39 jiwa/km. Pertumbuhan penduduk yang paling besar dengan rata-rata persentase 2,68% yaitu Provinsi Sulawesi Barat dan yang paling rendah pentumbuhan penduduknya adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan 1,17% . Sedangkan pertumbuhan rata-rata penduduk Pulau Sulawesi mencapai 1,96% per tahun

b) Indikator Ekonomi 1) PDRB Pulau Sulawesi

Indikator ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi memperlihatkan keadaan yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Indikator ini dapat diamati melalui kondisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu pencerminan kemajuan

(4)

IV - 4

Final Report

ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu tertentu.

PDRB Pulau Sulawesi atas harga berlaku pada tahun 2010 sekitar Rp. 39.185.895,97 milyar rupiah. PDRB tiap provinsi dan pertumbuhannya dalam 4 tahun terakhir ditampilkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.PDRB Menurut Provinsi (milyar rupiah)

No. Provinsi PDRB Harga Berlaku (tahun 2010) PDRB Harga Konstan 2000 (tahun 2010) Pertumbuhan (%) Harga Berlaku* Harga Konstan* 1 Sulawesi Utara 3.683.479,30 1.837.120,10 15,62 7,56 2 Gorontalo 8.056.513,00 2.917.419,00 23,93 7,76 3 Sulawesi Tengah 3.612.448,60 1.209.083,40 29,42 7,42 4 Sulawesi Barat 9.484.834,00 5.238.365,00 25,60 8,54 5 Sulawesi Selatan 11.783.027,00 5.119.703,00 22,91 7,79 6 Sulawesi Tenggara 2.565.594,07 1.076.857,72 23,51 7,27 Jumlah/ rata-rata 39.185.895,97 17.398.548,22 22,90 7,72 * data pertumbuhan 2004-2008

Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa PDRB setiap provinsi di Pulau Sulawesi berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai 11.783.027,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai 2.565.594,07 milyar rupiah. Tingkat pertumbuhan PDRB harga berlaku yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan pertumbuhan 29,42% dan pertumbuhan PDRB harga berlaku yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara dengan pertumbuhan 15,62%.

Sedangkan untuk Nilai PDRB harga Konstan 2000 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah PDRB tertinggi mencapai 5.238.365,00 milyar rupiah sedangkan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah PDRB mencapai 1.076.857,72 milyar rupiah. Tingkat pertumbuhan PDRB harga konstan yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan pertumbuhan 8,54% dan pertumbuhan PDRB harga berlaku yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pertumbuhan 7,27%.

(5)

IV - 5

Final Report 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 K al ba r K al te ng K al se l K al tim S ul ut S ul te ng S ul se l S ul tr a G or on ta lo S ul ba r N TB NTT M al uk u M al ut P ap ua B ar at P ap ua Propinsi P er se nt as e P D R B ( % )

PDRB Menurut Propinsi (%) PDRB Menurut Pulau (%) Kalimantan

Sulawesi

Nusa Tenggara Maluku

Papua

(6)

IV - 6

Final Report

2) PDRB Perkapita

Nilai PDRB perkapita berdasarkan harga berlaku di Pulau Sulawesi dari tahun 2004-2008 yang paling tinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sedangkan yang paling rendah adalah Provinsi Gorontalo selengkapnya perhatikan tabel dan gambar 4.4 berikut. Tabel 4.4 PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Berlaku (USD)

PROVINSI 2004 2005 2006 2007 2008 Sulut 7,286 8,752 9,798 11,012 12,61 Sulteng 6,507 7,403 8,203 9,074 11,54 Sulsel 6,047 6,914 8,019 8,996 10,909 Sultra 5,34 6,673 7,68 8,837 10,686 Gorontalo 3,122 3,717 4,284 4,958 6,068 Sulbar - 4,487 5,119 6,091 7,535 Jumlah PDRB 92.037 108.545 125.887 144.003 176.978 Jumlah Penduduk 14.656.214 15.807.842 16.075.544 16.267.456 16.530.847 PDRB Perkapita 5,900 6,864 7,842 8,839 10,706

Sumber : Statistik Indonesia, 2010

Gambar 4.4 Grafik PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Berlaku

Seperti halnya Nilai PDRB perkapita berdasarkan harga berlaku, PDRB berdasrakan harga konstan di Pulau Sulawesi dari tahun 2004-2008 juga yang paling tinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sedangkan yang paling rendah adalah Provinsi Gorontalo selengkapnya perhatikan tabel dan gambar 4.5 berikut

0 1 2 3 4 5 6 7 8 2004 2005 2006 2007 2008 sulut sulteng sulsel Sulawesi Tenggara gorontalo sulbar

(7)

IV - 7

Final Report

Tabel 4.5 PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Konstan 2000 (USD)

PROVINSI 2004 2005 2006 2007 2008 Sulut 5,628 5,945 6,222 6,559 6,988 Sulteng 4,850 5,083 5,383 5,711 6,057 Sulsel 4,642 4,863 5,118 5,368 5,708 Sultra 3,890 4,126 4,347 4,594 4,824 Gorontalo 2,108 2,166 2,294 2,436 2,593 Sulbar - 3,152 3,317 3,509 3,751 Jumlah PDRB 69.714 74.080 79.153 84.599 91.152 Jumlah Penduduk 14.656.21 4 15.807.84 2 16.075.54 4 16.267.45 6 16.530.84 7 PDRB Perkapita 4,469 4,685 4,931 5,193 5,514

Sumber : Statistik Indonesia, 2010

Gambar 4.5 Grafik PDRB Perkapita Berdasarkan Harga Konstan

Sedangkan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita secara nasional menurut provinsi (gambar 4.6), terlihat bahwa Provinsi di Pulau Sulawesi berada pada klasifikasi berkembang cepat tumbuh dan berpotensi tumbuh dan berkembang pada tahun-tahun berikutnya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 2004 2005 2006 2007 2008 sulut sulteng sulsel Sulawesi Tenggara gorontalo sulbar

(8)

IV - 8

Final Report

Gambar 4.6 Tingkat Kemampuan Berkembang Setiap Wilayah Provinsi di KTI menurut PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi ADHK

B. Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi 1. Koridor Ekonomi Sulawesi dalam MP3EI

Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang MP3EI, selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, yang mana visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat

Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Melalui langkah

MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Rerata Nasional 4.69% (39,15) Pabar (24) (40,85) Papua (32) (16,17) Malut (25) (31,49) Maluku (27) (21,28) Sultra (23) (19,57) Sulbar (31) (14,47) Sulsel (19) (22,13) Sulteng (21) (34,89) Gorontalo (29) (11,06) Sulut (8) (11,06) Kaltim (3) (7,66) Kalsel (20) (9,36) Kalteng (26) (12,77) Kalbar (28) (27,23) NTT (33) (24,68) NTB (30) -4 -2 0 2 4 6 8 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 PDRB/Kapita (Milliar) P e rt um buha n (% ) Re ra ta N as io n al (7 ,3 4 2) (Maju) I. Cepat Maju dan

Berkembang IV. Berkembang

Cepat Tumbuh

II. Maju Tapi Tertekan (P e rt u m b u h an E ko n o m i) III. Relatif Tertinggal Catatan :

(-) = Angka di Belakang Provinsi, % Kemiskinan

(±) = Angka di Depan Provinsi, Indeks Disparitas Tingkat Hidup Provinsi (IDTHAP)

(9)

IV - 9

Final Report

Oleh sebab itu untuk melakukan akselerasi pembangunan Indonesia diperlukan upaya menyeluruh yang diimplementasikan dalam pembagian koridor ekonomi yang terdiri dari 6 koridor ekonomi Indonesia yaitu

1. Koridor Ekonomi Sumatra 2. Koridor Ekonomi Jawa 3. Koridor Ekonomi Kalimantan

4. Koridor Ekonomi Sulawesi

5. Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara

6. Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku

Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, serta Pertambangan Nikel Nasional. Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini.

(10)

IV - 10

Final Report

1. Pertanian Pangan

Kegiatan pertanian pangan di Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Kegiatan pertanian pangan, khususnya beras dan jagung, sangat penting, terutama untuk konsumsi domestik di Indonesia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia, yang sebagian besar dari produksinya digunakan untuk konsumsi domestik. Namun, Indonesia masih harus mengimpor 800.000 ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10 persen produksi padi nasional dan 15 persen produksi jagung nasional. Pertanian pangan menyumbang 13 persen PDRB Sulawesi.

Gambar 4.8 Proporsi Negara Penghasil Beras di Dunia dan Proporsi Daerah Penghasil Beras di Indonesia

Gambar 4.9 Perbandingan Produktivitas Jagung Koridor Ekonomi Sulawesi dengan Wilayah Lainnya

(11)

IV - 11

Final Report

Pengembangan kegiatan ekonomi utama pertanian pangan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa: a) Perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan

kepada pihak perantara dagang;

b) Peningkatan fasilitas irigasi, dimana kemampuan produksi sangat rentan terhadap perubahan cuaca jika terus bergantung pada irigasi sederhana yang bergantung pada hujan;

c) Revitalisasi dan peningkatan kapasitas gudang dan penyimpanan yang ada dapat meningkatkan umur pangan dalam penyimpanan dan mengurangi kerugian yang disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik (jumlah gudang BULOG di Sulawesi berada pada posisi kedua paling banyak di Indonesia);

d) Peningkatan akses jalan antara lahan pertanian dan pusat perdagangan,buntuk dapat memfasilitasi petani dalam melakukan penjualan dan mengurangi ketergantungan pada perantara yang menaikkan harga jual hingga 30 persen dari harga final (diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani);

e) Pembangunan/perbaikan jaringan irigasi teknis usaha tani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), dan tata air mikro (TAM), pembangunan/perbaikan pompa, sumur, embung.

2. Kakao

Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan menyumbang 18 persen dari pasar global. Secara nasional, komoditas kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Devisa dari kakao pada tahun 2009 mencapai USD 1,38 miliar (berasal dari biji dan kakao olahan). Biji kakao olahan menghasilkan cocoa butter (lemak kakao) dan cocoa powder (bubuk kakao) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutama di Amerika dan Eropa, dimana permintaan kakao mencapai 2,5 juta ton per tahun. Indonesia mentargetkan pada tahun 2025 mampu memproduksi 2,5 juta ton biji kakao dengan nilai ekspor USD 6,25 miliar. Menurut data ICCO (International Coffee and Cocoa Organization) permintaan kakao dunia terus tumbuh sekitar 2 – 4 persen per tahun bahkan dalam 5 tahun terakhir tumbuh 5 persen per tahun (3,5 juta ton/tahun).

Negara Cina dan India dengan penduduk yang besar menjadi potensi pasar kakao dari Indonesia. Kegiatan pengembangan perkebunan dan industri kakao bertujuan untuk meningkatkan produksi kakao (biji dan produk olahan kakao) yang berdaya saing internasional; dan mengembangkan industri kakao yang mampu

(12)

IV - 12

Final Report

memberi peningkatan pendapatan bagi para petani dan pelaku usaha kakao. Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi besar bagi pengembangan kegiatan kakao, baik perkebunan maupun industri pengolahan kakao. Total luas lahan kakao di Sulawesi mencapai 838.037 ha atau 58 persen dari total luas lahan di indonesia. Sebagian besar lahan tersebut dimiliki oleh petani (96 persen).

Namun demikian, pengembangan kakao di Pulau Sulawesi menghadapi tantangan berupa kendala produksi, teknologi, kebijakan, dan infrastruktur. Kurang tersedianya infrastruktur jalan, pelabuhan, listrik, dan gas di provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat menyebabkan pula kehilangan peluang pasar sebesar 600 ribu ton yang setara dengan USD 360 juta. Sulawesi menyumbang 63 persen produksi kakao nasional. Produksi kakao di Sulawesi cenderung menurun, walaupun luas areal tanam meningkat. Penyebab utamanya adalah penurunan produktivitas petani kakao yang saat ini hanya 0,4 – 0,6 Juta Ton/Ha, dibandingkan dengan potensi produktivitasnya sebesar 1 – 1,5 Juta Ton/Ha. Penurunan produktivitas kakao berhubungan erat dengan kondisi tanaman pangan yang sudah tua, terkena serangan hama dan penyakit tanaman, rendahnya teknik budidaya pemeliharaan tanaman kakao, serta keterbatasan infrastruktur pendukung bagi kegiatan perkebunan dan industri pengolahan kakao.

Gambar 4.10 Kontribusi Produktivitas Kakao di Koridor Ekonomi Pengembangan kegiatan ekonomi utama kakao memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:

a) Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar, Mamuju dan Manado;

b) Penambahan dan peningkatan kapasitas fasilitas penyimpanan di pusat-pusat perdagangan dan pelabuhan;

(13)

IV - 13

Final Report

c) Peningkatan akses jalan yang lebih baik dari lokasi perkebunan menuju industri pengolahan, pelabuhan dan pusat perdagangan regional maupun ekspor;

d) Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi) pada seluruh kawasan produksi dan industri pengolahan kakao.

3. Perikanan

Dilihat dari produksi perikanan di Indonesia berdasarkan sebaran wilayahnya, Koridor Ekonomi Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi Sulawesi.

Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub sektor pertanian pangan (70 persen tangkapan dan 30 persen budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut merupakan perikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya. Potensi pengembangan perikanan terus berkembang secara signifikan karena sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk pemenuhan kebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang terus meningkat.

(14)

IV - 14

Final Report

Gambar 4.12 Produktivitas Perikanan Budidaya di Sulawesi Pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:

a) Pembangunan balai benih ikan/hatchery untuk menghasilkan bibit unggul;

b) Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan; c) Pengembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI);

d) Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar dan Manado;

e) Akses jalan yang lebih baik dari lokasi perikanan menuju pelabuhan dan pusat perdagangan regional;

f) Pembangunan fasilitas penyimpanan hasil laut, di tempat-tempat pelelangan maupun di pusat-pusat perdagangan;

g) Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi).

4. Nikel

Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen nikel dunia yang bersama-sama menyumbang lebih dari 60 persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia, oleh karena itu industri pertambangan dan pengolahan nikel sangat layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Sulawesi merupakan daerah dengan produksi nikel paling maju di Indonesia. Pertambangan nikel di Sulawesi menyumbang sekitar 7 persen terhadap PDRB Sulawesi. Oleh karenanya, kegiatan pertambangan di Koridor

(15)

IV - 15

Final Report

Ekonomi Sulawesi terfokus pada pertambangan nikel yang merupakan potensi pertambangan terbesar di koridor ini. Sulawesi memiliki 50 persen cadangan nikel di Indonesia dengan sebagian besar untuk tujuan ekspor, diikuti oleh Maluku dan Papua.

Di koridor ini juga terdapat penambangan komoditas pertambangan lainnya yaitu emas, tembaga dan aspal namun tidak terlalu signifikan dibandingkan potensi bijih nikel. Emas dan aspal lebih bersifat pengoptimalan produksi, sedangkan komoditastembaga berupa kegiatan pembangunan smelter dan bukan penambangannya. Untuk pengembangan smelter tembaga di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pasokan bahan baku bijih tembaga dari luar Koridor Ekonomi Sulawesi direncanakan berasal dari Papua dan dari Nusa Tenggara.

Empat lokasi penting di Sulawesi yang memiliki cadangan nikel berlimpah adalah:

1. Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan; 2. Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah;

3. Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara; 4. Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Gambar 4.13 Sumber Nikel Dunia

Pengembangan kegiatan ekonomi utama nikel memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:

a. Pembangkit listrik (ketersediaan energi) untuk memenuhi kebutuhan pemrosesan;

b. Akses jalan antara areal tambang dan fasilitas pemrosesan;

c. Infrastruktur pelabuhan laut yang dapat melayani pengiriman peralatan dan bahan baku dari daerah lain, misalnya dari Papua – Kepulauan Maluku.

(16)

IV - 16

Final Report

5. Minyak dan Gas Bumi

Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang belum teridentifikasi dan tereksplorasi dengan baik. Industri minyak dan gas bumi memiliki potensi untuk berkembang di Pulau Sulawesi namun menghadapi tantangan berupa kontur tanah dan laut dalam. Hal ini menyebabkan tingkat kesulitan teknis yang tinggi yang berujung pada tingginya biaya eksploitasi migas di Sulawesi.

Potensi minyak bumi Koridor Ekonomi Sulawesi relatif kecil dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 49,78 MMSTB dari total 7.998,49 MMSTB cadangan minyak bumi Indonesia, atau hanya 0,64 persen dari total cadangan Indonesia.

Gambar 4.14 Cadangan Minyak Bumi di Sulawesi dan Wilayah Lain Indonesia

Sedangkan potensi gas bumi Koridor Ekonomi Sulawesi juga relatif tidak besar dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 4,23 TSCF dari total 157,14 TSCF cadangan gas bumi Indonesia, atau hanya 2,69 persen dari total cadangan Indonesia. Terlihat jelas bahwa cadangan minyak dan gas bumi di Koridor Ekonomi Sulawesi tergolong kecil, namun harus tetap diperhitungkan mengingat cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan terutama yang terdapat di wilayah barat Indonesia.

Kegiatan ekonomi utama Migas di Koridor Ekonomi Sulawesi akan terpusat pada beberapa lokasi berikut:

(17)

IV - 17

Final Report

Banggai, Sulawesi Tengah

b) Area eksploitasi minyak bumi di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah

c) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat d) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan e) Lapangan Migas Karama, Sulawesi Barat

Pengembangan kegiatan ekonomi utama Migas memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:

a) Peningkatan dan pengembangan infrastruktur minyak dan gas bumi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan bakar gas;

b) Peningkatan dan pengembangan akses ke daerah-daerah eksplorasi dan eksploitasi baru, baik di daratan maupun di lepas pantai;

c) Pembangunan infrastruktur pengilangan migas; d) Pembangunan fasilitas penimbunan bahan bakar.

6. Kegiatan Ekonomi Lainnnya

Selain kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi Sulawesi di atas, di koridor ini juga terdapat beberapa kegiatan yang dinilai mempunyai potensi pengembangan, seperti tembaga, besi baja, makanan-minuman, kelapa sawit, karet, tekstil, perkayuan dan pariwisata yang difokuskan pada 5 destinasi pariwisata nasional. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat juga berkontribusi di dalam pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi secara menyeluruh.

Untuk mempercepat akselerasi pembangunan ekonomi Indonesia yang dituangkan dalam MP3EI, maka dukungan sektor transportasi terhadap pelaksanaan MP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi menjadi hal yang sangat urgen untuk dilaksanakan. Dukungan tersebut dilakukan dengan pelaksanaan program kegiatan di setiap provinsi di Koridor Sulawesi antara lain:

a) Provinsi Sulawesi Utara

 Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Bitung  Perluasan Pelabuhan Bitung

 Unit penyelenggara Pelabuhan Tahuna

b) Provinsi Gorontalo

 Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Anggrek  Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Gorontalo

c) Provinsi Sulawesi Tengah

(18)

IV - 18

Final Report

d) Provinsi Sulawesi Selatan

 Pembangunan Pelabuhan Garongkong (Kab. Barru)  Perluasan Pelabuhan Makassar

e) Provinsi Sulawesi Tenggara

 Lanjutan pengembangan fasilitas Pelabuhan Bungkutoko  Pembangunan Pelabuhan Bau-Bau

 Pembangunan pelabuhan Raha

2. Kebijakan dan Stategi Pemanfaatan Ruang Pulau Sulawesi (RTWP)

Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi sebagai tolak ukur pemanfaatan ruang dan perencanaan struktur ruang menjadi menajdi suatu hal yang sangat urgen untuk dilihat secara mendalam dalam upaya mencapai peningkatan percepatan perekonomian Indonesia khususnya di koridor Sulawesi.

Kebijakan pemanfaatan ruang Pulau Sulawesi sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Pulau (RTRWP) Sulawesi dilaksanakan dalam rangka operasionalisasi rencana struktur dan pola penataan ruang nasional di Pulau Sulawesi, sekaligus menjawab berbagai isu dan masalah aktual dalam pengembangan wilayah dan sistem trasnportasi.

1) Pengembangan Sistem Perkotaan Nasional

Kebijakan dasar pengembangan sistem perkotaan nasional di Pulau Sulawesi antara lain:

a) Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk mempertahankan luas lahan pertanian sebagaimana dilakukan di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar (Mamminasata), PKN Kendari, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tomohon, PKW Tondano, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Toli-toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Palopo, PKW Watampone, PKW Bulukumba, PKW Barru, PKW Pare-pare, dan PKW Majene.

b) Pengendalian perkembangan PKN dan PKW yang menjalar (urban sprawl) meliputi PKN Gorontalo, PKN Kawasan

Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan

Mamminasata, PKN Palu, PKN Kendari, PKW Donggala, PKW Pare-pare, dan PKW Mamuju.

c) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil perikanan yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu meliputi:

1) Pusat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan yang berorientasi ekspor di PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, dan PKN Kendari; dan

(19)

IV - 19

Final Report

PKN Gorontalo, PKN Palu, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW Buol, PKW Toli-toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Watampone, PKW Bulukumba, PKW Barru, PKW Pare-pare, PKW Majene, dan PKW Raha.

d) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan padi dan jagung, serta sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan meliputi:

1) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman pangan padi di PKW Kotamobagu dan PKW Pare-pare; 2) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman

pangan jagung yang berorientasi ekspor di PKN Gorontalo; 3) Pusat industri pengolahan dan industri jasa pertanian tanaman

pangan jagung di PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta, dan PKW Jeneponto;

4) Pusat pengembangan industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang berorientasi ekspor di PKW Mamuju; dan

5) Pusat industri pengolahan hasil perkebunan dan industri jasa hasil perkebunan kakao di PKN Palu, PKW Kotamobagu, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Palopo, PKW Majene, PKW Pasangkayu, PKW Unaaha, dan PKW Lasolo.

e) Pengembangan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan padi dan jagung serta perkebunan kakao meliputi:

1) Pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan padi di PKW Kotamobagu dan PKW Pare-pare; 2) Pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman

pangan jagung di PKN Gorontalo; dan

3) Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan kakao di PKW Mamuju.

f) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan meliputi:

1) Pusat industri pengolahan hasil pertambangan nikel di PKN Kendari, PKW Kolonedale, PKW Lasolo, dan PKW Kolaka; 2) Pusat industri pengolahan hasil pertambangan minyak dan

gas bumi di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Luwuk, dan PKW Mamuju.

g) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran meliputi:

(20)

IV - 20

Final Report

1) Pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Tondano, PKW Bulukumba, PKW Palopo, PKW Mamuju, dan PKW Bau-bau;

2) Pusat pariwisata bahari di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Luwuk, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Majene, PKW Lasolo, dan PKW Bau-Bau; dan

3) Pusat penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, dan PKN Kendari.

h) Pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, serta simpul transportasi kawasan perbatasan negara dilakukan di PKSN Melonguane dan PKSN Tahuna.

i) Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN berbasis mitigasi dan adaptasi bencana meliputi:

1) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana gempa bumi di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW Toli-toli, PKW Donggala, PKW Palopo, PKW Mamuju, PKW Majene, dan PKW Pasangkayu;

2) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana letusan gunung berapi di PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKW Tondano, PKW Tomohon, PKW Kotamobagu, PKSN Melonguane, dan PKSN Tahuna;

3) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana tsunami di kawasan perkotaan PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Kuandang, PKW Tondano, PKW Toli-toli, PKW Luwuk, PKW Donggala, PKW Jeneponto, PKW Majene, PKW Bulukumba, PKW Mamuju, PKSN Melonguane, dan PKSN Tahuna;

4) Kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana banjir di PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Kawasan Perkotaan Manado Bitung, PKW Palopo, PKW Pangkajene, dan PKW Bau-bau.

j) Peningkatan fungsi kawasan perkotaan nasional dilakukan pada peningkatan fungsi PKW Mamuju menjadi PKN Mamuju.

2) Pengembangan Sistem Transportasi

Kebijakan dasar pengembangan transportasi di Pulau Sulawesi antara lain sebagai berikut :

(21)

IV - 21

Final Report

a) Strategi operasionalisasi sistem jaringan jalan antara lain

- Mengembangkan dan memantapkan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, dan jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi secara bertahap, untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional dan mendorong perekonomian di Pulau Sulawesi;

- Meningkatkan fungsi jaringan jalan nasional untuk mendukung kegiatan ekonomi;

- Mengembangkan jaringan jalan nasional untuk

menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan pelabuhan dan/atau bandar udara;

- Mengembangkan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk mendorong perekonomian;

- Mengembangkan jaringan jalan nasional untuk meningkatkan aksesibilitas di kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil; dan - Mengembangkan dan memantapkan jaringan jalan bebas

hambatan serta mengendalikan pembangunan pintu masuk/pintu keluar jalan bebas hambatan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa koleksi dan distribusi.

b) Strategi operasionalisasi sistem jaringan kereta api antara lain

- Mengembangkan jaringan jalur kereta api antarkota yang meliputi Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat, dan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan;

- Mengembangkan jaringan jalur kereta api antarkota yang terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk menunjang kegiatan ekonomi berdaya saing, membuka keterisolasian wilayah, dan meningkatkan keterkaitan antarwilayah; dan

- Mengembangkan jaringan jalur kereta api perkotaan untuk mendukung pergerakan orang dan barang secara massal, cepat, aman, dan efisien.

c) Strategi operasionalisasi sistem jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan antara lain

- Mengembangkan jaringan transportasi danau untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah sekitarnya; dan

(22)

IV - 22

Final Report

- Mengembangkan lintas penyeberangan untuk membuka keterisolasian wilayah, meningkatkan keterkaitan antarprovinsi di Pulau Sulawesi, antarprovinsi di Pulau Sulawesi dengan provinsi di luar Pulau Sulawesi, dan antarnegara.

d) Strategi operasionalisasi Tatanan Kepelabuhanan antara lain

- Mengembangkan dan memantapkan pelabuhan untuk meningkatkan akses kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan menuju tujuan-tujuan pemasaran produk unggulan, baik ke kawasan sub-regional ASEAN, Asia Pasifik, maupun kawasan internasional lainnya dilakukan pada:

 Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Manado dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Dumoga-Kotamobagu dan Sekitarnya (Bolaang Mongondow), Kawasan Andalan Laut Bunaken dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Batutoli dan Sekitarnya;

 Pelabuhan Pantoloan sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Palu sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya;

 Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar) sebagai pelabuhan utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Makassar, Maros, Sungguminasa (Mamminasata) dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Bulukumba-Watampone, Kawasan Andalan Laut Selat Makassar, Kawasan Andalan Laut Kapoposang dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Laut Singkarang-Taka Bonerate dan Sekitarnya;

 Pelabuhan Gorontalo sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Gorontalo sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Gorontalo, Kawasan Andalan Marisa, dan Kawasan Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya;  Pelabuhan Donggala sebagai pelabuhan pengumpul yang

(23)

IV - 23

Final Report

pelayanan PKW Donggala sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya;

 Pelabuhan Toli-toli sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Toli-toli sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya;

 Pelabuhan Pare-pare sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Pare-pare sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya serta Kawasan Andalan Laut Selat Makassar; dan

 Pelabuhan Belang-belang sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Mamuju sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Mamuju dan Sekitarnya.

- Mengembangkan pelabuhan yang terpadu dengan

pengembangan jaringan transportasi lainnya meliputi pelabuhan yang terpadu dengan:

 Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi, dan jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi;

 Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan, dan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat;  Jaringan jalur kereta api perkotaan di PKN Kawasan

Perkotaan Manado-Bitung dan PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata; dan

 Jaringan penyeberangan sabuk utara, sabuk tengah, sabuk selatan, dan penghubung sabuk yang ada di Pulau Sulawesi.

- Mengembangkan akses dan jasa kepelabuhanan di sepanjang Alur Laut Kepulauan Indonesia; dilakukan di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang.

- Memanfaatkan bersama pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang.

(24)

IV - 24

Final Report

e) Strategi operasionalisasi perwujudan alur pelayaran antara lain

- Pengoptimalan pemanfaatan Alur Laut Kepulauan Indonesia sebagai alur pelayaran internasional dilakukan di Alur Laut Kepulauan Indonesia II yang melintasi Laut Sulawesi dan Selat Makassar serta Alur Laut Kepulauan Indonesia III E yang melintasi Laut Banda dan Laut Maluku.

- Pengembangan alur pelayaran yang menghubungkan antarpelabuhan meliputi jaringan pelayaran yang menghubungkan Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang.

- Pengembangan sarana bantu navigasi pelayaran pada kawasan konservasi perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

- Pemanfaatan bersama alur pelayaran guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara dilakukan di seluruh alur pelayaran di Pulau Sulawesi.

f) Strategi operasionalisasi Tatanan Kebandarudaraan antara lain

- Mengembangkan dan memantapkan bandar udara yang terpadu dengan sistem jaringan transportasi darat;

- Mengembangkan bandar udara untuk mendukung kegiatan pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

- Memantapkan fungsi bandar udara sebagai simpul transportasi udara di kawasan perbatasan negara; dan

- Memanfaatkan bersama bandar udara guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

g) Strategi operasionalisasi Perwujudan Ruang Udara Untuk

Penerbangan antara lain

- Mengendalikan kegiatan budi daya di sekitar bandar udara yang digunakan untuk operasi penerbangan; dan

- Memanfaatkan bersama ruang udara untuk penerbangan guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

(25)

IV - 25

Final Report

C. Rencana Pengembangan Kepelabuhanan 1. Pengembangan Kepelabuhanan Nasional

Pengembangan kepelabuhanan nasional yang tertuang dalam rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) memuat tentang pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang mengatur kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian dan pengembangan pelabuhan.

Dalam RIPN ditetapkan tatanan kepelabuhan nasional yang dapat diwujudkan dalam penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkermampuan tinggi, menjamin efisiensi dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan nusantara. Untuk mengembangkan sistem kepelabuhanan yang dapat menopang distribusi logistik yang terkait dengan konsep pemerataan barat dan timur maka ditetapkan lokasi dan konsep global hub di wilayah barat dan timur Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.15 Penetapan Konsep dan Lokasi Pelabuhan Global Hub

Penetapan lokasi pelabuhan yang merupakan global hub di kawasan barat dan kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menjadi pintu gerbang laut bagi setiap kawasan yang berada dalam jangkuan masing-masing pelabuhan, sehingga diyakini menjadi penopang pengembangan perekonomian Indonesia yang tidak lagi menjadikan Pulau Jawa sebagai

(26)

IV - 26

Final Report

pusat pengembangan ekonomi utama. Meningkatkan perekonomian yang kuat tidak lepas dari upaya percepatan konektivitas dan pendistibusian logistik yang cepat, efektif dan efisien dan tentunya akan membutuhkan dukungan dan peran pelabuhan sebagai lokasi bongkar muat logistik

Gambar 4.16 Lokasi Pelabuhan Global Hub

Selain pelabuhan global hub pada gambar 4.16 yang menjadi prasarana pendistribusian logistik nasional, terdapat juga beberapa pelabuhan di Koridor Sulawesi yang posisinya cukup strategis dan juga berdampak pada upaya pengembangan ekonomi lokal dan regional. Pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain.

Tabel 4.6 Pelabuhan dan Hierarkinya Pada Koridor Ekonomi Sulawesi

No. Nama Pelabuhan Hierarki (TKN)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Bitung (Sulut) Manado (Sulut) Lirung (Sulut) Tahuna (Sulut) Ulu Siau (Sulut) Tilamuta (Gorontalo) Gorontalo (Gorontalo) Pantoloan (Sulteng) Ogoamas (Sulteng) Bajoe (Sulsel) Malili (Sulsel) Utama Pengumpul Pengumpan Pengumpul Pengumpan Pengumpan Pengumpul Utama Pengumpul Pengumpul Pengumpul

(27)

IV - 27

Final Report

No. Nama Pelabuhan Hierarki (TKN)

12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Palopo (Sulsel) Makassar (Sulsel) Siwa (Sulsel) Pare-Pare (Sulsel) Belang-Belang (Sulbar) Budong-Budong (Sulbar) Bau-Bau (Sulawesi Tenggara)

Pengumpul Utama Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpan Pengumpul

Gambar 4.17 Lokasi Pelabuhan di KE Sulawesi

Pelabuhan-pelabuhan pada tabel 4.6 tersebut akan bersinergi dan terkait dalam upaya peningkatan perekonomian khusunya untuk mendorong konektivitas pendistribusian logistik di Pulau Sulawesi dan Indonesia umumnya.

Kebutuhan pergerakan total pelabuhan di Korodir Ekonomi Sulawesi dari tahun ketahun dapat ditampilkan seperti gambar berikut

(28)

IV - 28

Final Report

Gambar 4.18 Total Pergerakan di Pelabuhan KE Sulawesi Tahun 2009

Gambar 4.19 Total Pergerakan di Pelabuhan KE Sulawesi Tahun 2020

(29)

IV - 29

Final Report

Adapun investasi strategis pada pelabuhan di KE Sulawesi antara lain :  Pada tahun 2020

- Pengembangan terminal peti kemas kedua di Makassar dan Terminal peti kemas di Bitung (II)

- Pengembangan terminal CPO umum

- Pengembangan terminal produk minyak bumi

- Pengembangan terminal khusus curah – pertanian untuk umum

- Pengembangan terminal bijih nikel  Pada tahun 2030

- Pembangunan terminal peti kemas di Makassar dan Bitung 1900 m dermaga kontainer dengan 15 crane peti kemas dan beberapa RGT

- Pengembangan terminal CPO umum

- Pengembangan terminal produk minyak bumi

- Pengembangan terminal khusus curah – pertanian untuk umum

- Pengembangan terminal bijih nikel

2. Rencana Pengembangan Pelabuhan Studi (RIP) a) Pelabuhan Makassar

Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Makassar yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya erta aspek-aspek terkait lainnya.

Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya serta pengembangan sesuai rencana infuk dibutuhkan lahan daratan seluas 301,29 Ha dan areal perairan seluas 42.718 Ha. Kebutuhan lahan daratan terdiri dari lahan eksisting untuk kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan seluas 119,29 Ha dan lahan daratan untuk pengembangan pelabuhan seluas 182 Ha. Sedangkan untuk kebutuhan areal perairan terdiri dari perairan untuk kegiatan jasa pelabuhan seluas 2.978 Ha dan areal perairan untuk kegiataan keselamatan seluas 39.740 Ha.

Adapun kebutuhan dermaga dan fasilitas di pelabuhan dapat diperlihatkan seperti pada tabel dibawah ini.

(30)

IV - 30

Final Report

Tabel 4.7 Rencana Kebutuhan dermaga dan fasilitas di Pelabuhan Makassar

No. Jenis fasilitas 2003 2007 2015 2025

1. Dermaga - Penumpang - Petikemas - General Cargo - Curah - Ro-ro 360 m2 670 m2 820 m2 360 m2 60 m2 1.030 m2 850 m2 1.410 m2 360 m2 110 m2 1.030 m2 1.030 m2 2.090 m2 1.010 m2 270 m2 1.030 m2 1.330 m2 2.370 m2 1.810 m2 270 m2 2. Lapangan - General Cargo - Kontainer 60.511 m2 114.416 m2 160.511 m 2 164.416 m2 340.511 m 2 214.416 m2 340.511 m 2 514.416 m2 3. Gudang CFS 19.200 m2 4.000 m2 23.200 m 2 8.000 m2 27.200 m 2 16.000 m2 27.200 m 2 20.000 m2 4. Terminal Penumpang 4.000 m2 8.000 m2 16.000 m2 20.000 m2 5. Industri Pendukung - 50.000 m2 70.000 m2 370.000 m2

6. Area Break Bulk - 30.000 m2 30.000 m2 50.000 m2

Sumber: Dokumen RIP Makassar

Selain penambahan kebutuhan fasilitas, di Pelabuhan Makassar juga akan dilakukan pengembangan Pelabuhan yang akan direncanakan secara bertahap yaitu tahap I (2007 – 2015) dan tahap II (2015 – 2025) sebagaimana yang ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Rencana Tahapan Pembangunan di Pelabuhan Makassar

Tahap I (2007 – 2015) Konstruksi 2006-2008 Besaran /Unit/Luas

1. Pengerukan 2. Urugan 3. Dermaga - Penumpang - Petikemas - Gencar - Ro-ro 4. Kolam pelabuhan 5. Breakwater 6. Lapaangan penumpukan - Lap. Petikemas - Lap. General Cargo 7. Fasilitas Reefe

8. Gudang / CFS 9. Jalan dan perkantoran

10. Utilitas dan Fasilitas Kelistrikan, saluran 11. Water supply 3.200.000 m3 1.280.000 m3 600 m’ (3 Berth) 570 m’ (3 Berth) 360 m’ (2 Berth) 140 m’ (1 Berth) 128,64 Ha 3.270 m’ 100.000 m2 100.000 m2 36 Plug 4.000 m2 60.000 m2 1 set 1 set

(31)

IV - 31

Final Report

12. Sistem informasi H/W 13. Area industri pendukung 14. Car terminal 15. Area Marina/pariwisata 1 set 30 Ha 15 Ha 5 Ha Tahap II (2015 – 2025) Konstruksi 2013-2015 1. Pengerukan 2. Urugan 3. Dermaga - Kapal Curah - Kapal Peti kemas - Kapal Gencar

- Kapal Service (pandu, tunda, kepit, dll)

4. Lapaangan penumpukan - Lap. Petikemas - Lap. General Cargo 5. Fasilitas Reefe

6. Gudang / CFS 7. Jalan dan perkantoran

8. Utilitas dan Fasilitas Kelistrikan, saluran 9. Water supply, Resevoir (2x1300 m2)

10. Sistem informasi H/W 11. Area industri pendukung 12. Area Break (liquid & Dry)

5.290.112 m3 4.103.600 m3 650 m’ (3 Berth) 680 m’ (3 Berth) 360 m’ (2 Berth) 160 m’ (2 Berth) 348.038 m2 180.000 m2 36 plug 4.000 m2 60.000 m2 1 set 1 set 1 set 30 Ha 25 Ha

Daftar Gedung di daerah Terminal Penumpang (luas total s.d 2015 = 1.100 m2) 1. Terminal Penumpang 2. Kantor CIQ 3. Kantor Syahbandar 800 m2 200 m2 100 m2

(32)

IV - 32

Final Report Gam b ar 4 .2 1 Tahap an Re n can a P eng em b an gan P elab u h an M Akassar

(33)

IV - 33

Final Report

b) Pelabuhan Bitung

Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Bitung yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya.

Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan pada Pelabuhan Bitung yang meliputi pelayanan jasa kepelabuhanan, peaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi serta pengembangan sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan daratan seluas 90 Ha dan areal perairan seluas 4.588 Ha.

Kebutuhan lahan daratan terdiri dari lahan daratan eksisting untuk kegiatan pelayanan jasa kepelabuhanan seluas 80 Ha dan lahan daratan untuk pengembangan pelabuhan seluas 10 Ha. Sedangkan kebutuhan areal perairan terdiri dari:

 Area labuh kapal kontainer seluas 280 Ha  Area labuh kapal general cargo 217 Ha  Area kapalcurah cair seluas 198 Ha  Area alih muat antar pulau seluas 241 Ha  Area cadangan seluas 370 Ha

 Area barang berbahaya seluas 110 Ha  Area karantina kapal seluas 120 Ha  Area kapal mati seluas 110 Ha

 Area labuh kapal tanker seluas 115 Ha  Area labuh ikan seluas 57 Ha

 Area labuh kapal pelayaran rakyat, kapal negara dan perbaikan kapal seluas 70 Ha.

Adapun rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas pelabuhan Bitung untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa kepelabuhanan dilakukan berdasarkan perkembangan angkutan laut dengan tahapan-tapahan sebagai berrikut:

- Tahap I, jangka pendek dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008

- Tahap II, jangka menengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013

- Tahap III, jangka panjang dari tahun 2013 sampai dengan 2028.

Selengkapnya tapahan pengembangan Pelabuhan Bitung dapat dilihat pada gambar 4.22.

(34)

IV - 34

Final Report Gam b ar 4 .2 2 Tahap an Re n can a P eng em b an gan P elab u h an Bitun g

(35)

IV - 35

Final Report

c) Pelabuhan Anggrek

Rencana induk pelabuhan meliputi program pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Anggrek yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan daratan serta perairan untuk kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan penunjang pelabuhan dengan mempertimbangkan aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya.

Untuk menyelenggarakan kegiatan kepelabuhanan pada Pelabuhan Anggrek yang meliputi pelayanan jasa kepelabuhanan, peaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi serta pengembangan sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan daratan seluas 23,1 Ha dan areal perairan seluas 7.643,7 Ha (perairan untuk faslitas pokok 627 Ha dan perairan untuk fasilitas penunjang 7.016,7 Ha).

Adapun tahapan pengembangan Pelabuhan Anggrek direncanakan dilakukan secara bertahap yaitu antara lain

- Tahap I, jangka pendek sampai dengan tahun 2005 - Tahap II, jangka menengah sampai dengan tahun 2010 - Tahap III, jangka panjang sampai dengan tahun 2020 Dermaga dan fasilitas yang terkait dibangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan menurut prakiraan jumlah muatan dan penumpang. Adapun kebutuhan dermaga dan fasilitas tersebut antara lain.

Tabel 4.9 Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Yang Terkait di Dermaga Multi-fungsi Pelabuhan Anggrek.

No. Item Pembangunan Satuan 2005 2010 2020

1 Total panjang dermaga m 210 210 300

2 Penambahan Trestel m 2x63x10 - 63x10

3 Penambahan area reklamasi m2 29.850 - 17.500

4 Penambahan lapangan peti

kemas m2

26.250 - 17.500

5 Penambahan CFS m2 1.200 - 1.200

6 Pengadaan Fork-Lift kapasitas 5 ton

nos 5 - 3

7 Pengadaan Fork-Lift kapasitas 30 ton

nos 8 1 1

8 Penambahan pagar m 540 275 -

9 Penambahan gerbang nos 2 - -

10 Penambahan jalan m 70 - -

(36)

IV - 36

Final Report

Tabel 4.10 Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Yang Terkait di Dermaga Barang Curah (jagung) di Pelabuhan Anggrek.

No. Item Pembangunan Satuan 2005 2010 2020

1 Total panjang dermaga m 200 200 200

2 Penambahan trestel m 63x10 - -

3 Penambahan area reklamasi m2 18.060 20.250 -

4 Penambahan lapangan barang

curah (jagung) m2 14.570 16.650 -

5 Penambahan area muat untuk

truk m2 975 1200 -

6 Pengadaan ship loader (1.000 ton/jam)

nos 1 - 1

7 Penambahan silo nos 36 48 72

8 Penambahan fasilitas pengerinan jagung (2.500 bph)

nos

4 3 3

9 Penambahan konveyer m 1.775 585 735

10 Penambahan pagar m 300 230 -

11 Penambahan gerbang nos 4 - -

12 Timbangan truk nos 3 - -

13 Penambahan jalan m 100

14 Kantor terminal dermaga barang

curah m2 1.600 - -

15 Ruang perawatan peralatan m2 684 - 360

16 Ruang kontrol utama m2 384 - 384

17 Ruang kontrol m2 144 - 144

(37)

IV - 37

Final Report Gam b ar 4 .2 3 L ay o u t Renca n a P eng em b an gan P elab u h an An gg rek

(38)

IV - 38

Final Report

D. Potensi Ekonomi dan Hinterland Pulau Sulawesi 1. Potensi Ekonomi

Potensi wilayah yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB di Pulau Sulawesi dalam kurun waktu 2005-2009 adalah sektor pertanian sebesar 30,81% menyusul perdagangan, restouran dan hotel sebesar 14,51% dan jasa-jasa sebesar 12,57%. Sektor pertanian yang memiliki kontribusi cukup besar adalah tanaman pangan, karena termasuk provinsi yang berhasil swasembada pangan serta holtikultura khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan dari sektor perkebunan adalah kakao, cengkeh, kelapa sawit dan pala. Untuk sektor pertambangan dan industri adalah batu gamping, semen dan nikel di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Sektor pariwisata yang cukup mengundang wisatawan mancanegara adalah wisata bahari Bunaken di Sulawesi Utara, budaya adat Toraja di Sulawesi Selatan.

Potensi yang banyak berkembang di Sulawesi adalah perikanan laut, perikanan darat, pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Tabel 4.11 Wilayah Potensi Budidaya di Pulau Sulawesi

Potensi Jenis Wilayah

Perikanan Perikanan laut

Seluruh provinsi dengan persentase terbesar (309,890 ton/tahun, 39.75%) adalah

Provinsi Sulawesi Selatan Perikanan

Darat

Seluruh provinsi dengan persentase terbesar (157,798 ton/tahun, 56.40%) adalah

Provinsi Perkebunan Kelapa

sawit

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara

Kelapa Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara

Kakao Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara

Karet Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara

Pertanian Padi Seluruh provinsi dengan persentase terbesar (2,525,842 ton/tahun, 74.56%) adalah Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber : Balitbang Dephub, 2010, BPS 2010

Pulau Sulawesi dengan pola pengembangan kawasan dan fungsi kota sesuai dengan sektor unggulan wilayah kawasan darat maupun kawasan laut untuk masing-masing provinsi, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.12.

(39)

IV - 39

Final Report

Tabel 4.12. Pola Pengembangan Kawasan dan Fungsi Kota-Kota di Pulau Sulawesi

No Provinsi/Kawasan Darat Kawasan Laut Yang Terkait Secara Nasional Fungsi Kota A SULUT & GORONTALO

Kaw.Gorontalo ds. Kaw. Laut Tomini.

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan - Perikanan dan Perkebunan - Pariwisata - Pertambangan Kota Orientasi :

Gorontalo PKL

Kaw.Manado ds. Kaw. Laut Bunaken

ds

Sektor Unggulan Sektor Unggulan

- Perkebunan - Perikanan

- Industri dan Pariwisata - Pariwisata - Perikanan Laut Kota Orientasi :

Manado PKN

Kaw. Laut Batuboli

Sektor Unggulan - Perikanan dan Pariwisata - Pertambangan Kota Orientasi : Bitung PKL B SULAWESI TENGAH  Kaw.Palu ds. Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perkebunan dan Industri - Peternakan & Perikanan Laut

 Kaw.Poso ds.  Kaw. Laut Tomini

ds

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan dan

Pariwisata

- Perkebunan dan Peternakan Kota Orientasi : Poso PKW  Kaw.Luwuk ds.  Kaw. Laut Tolo

Sektor Unggulan Sektor Unggulan

- Perkebunan - Perikanan dan

Pariwisata - Peternakan Kota Orientasi :

Luwuk PKW

C SULAWESI TENGAH

 Kaw.Makassar ds.  Kaw. Laut

Sangkaran ds.

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan &

(40)

IV - 40

Final Report

No Provinsi/Kawasan Darat Kawasan Laut Yang Terkait Secara Nasional Fungsi Kota

Pertambangan - Perikanan dan Industri - Pariwisata

Kota Orientasi :

Makassar PKN

 Kaw.Palopo ds.  Kaw. Laut Bone

ds.

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan &

Pertambangan - Perkebunan dan Peternakan - Pariwisata

Kota Orientasi : Palopo

PKW  Kaw.Wt.Pone-Bulukumba ds.  Kaw. Laut Bone

ds.

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Pariwisata - Perikanan &

Pertambangan - Tanaman Pangan - Pariwisata

Kota Orientasi : Watangpone

PKW  Kaw.Parepare ds.  Kaw.Laut Selat

Makassar ds.

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Tanaman Pangan - Perikanan - Perkebunan dan Peternakan - Pariwisata

Kota Orientasi :

Parepare PKW

D SULAWESI TENGGARA

 Kaw.Kendari ds.  Kaw. Laut Tolo ds. Sektor Unggulan Sektor Unggulan

- Perkebunan - Perikanan

- Tanaman Pangan - Pariwisata - Industri dan Pariwisata Kota Orientasi :

Kendari

PKW  Kaw.Kolaka ds.  Kaw. Laut Bone ds

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan & T. Pangan - Perikanan &

Pertambangan - Peternakan & Pertambangan - Pariwisata

Kota Orientasi :

Kolaka PKL

 Kaw.Muna-Buton.  Kaw. Laut Tukang

Besi

Sektor Unggulan Sektor Unggulan - Perkebunan & Pertambangan - Perikanan dan

(41)

IV - 41

Final Report

No Provinsi/Kawasan Darat Kawasan Laut Yang Terkait Secara Nasional Fungsi Kota

Pariwisata

- Perikanan - Pertambangan

Kota Orientasi : Raha PKL

Bau-Bau PKL

Sumber : Studi Alternatif Percepatan Pengembangan Infrastruktur Pelabuhan di KTI, 2003

Dilihat dari sektor-sektor yang berkontribusi pada PDRB dan juga dengan memperhatikan MP3EI Koridor Sulawesi, jelas terlihat potensi ekonomi di Pulau Sulawesi adalah sektor tanaman pangan dan perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, pariwisata dan pertambangan, berikut uraian tentang potensi tersebut.

a) Sektor Pertanian

Salah satu sektor kegiatan ekonomi di Pulau Sulawesi adalah kegiatan sektor pertanian. Sektor pertanian ini terdiri atas sub sektor tanaman pangan, tanaman palawija dan holtikultura. Produksi sektor pertanian penting di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Produksi Sektor Pertanian di Pulau Sulawesi Menurut Provinsi (ton)

Jenis Produksi

Wilayah Provinsi Jumlah

(ton) Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

Tanaman Pangan

Padi Sawah 554.642 252.243 935.536 352.512 4.345.805 429.150 6.869.888 Padi Ladang 29.388 1.320 21.571 10.338 36.836 25.494 124.947

Jumlah 584.030 253.563 957.107 362.850 4.382.641 454.644 6.994.835

Tanaman Palawija dan Holtikultura

Jagung 446.144 679.168 162.306 58.020 1.343.043 74.840 2.763.521 Ubi Jalar 51.838 2.926 26.333 15.666 57.513 25.304 179.580 Ubi Kayu 84.083 6.171 74.129 46.369 601.437 163.350 975.539 Kacang Tanah 8.671 2.262 8.424 2.022 41.898 4.942 68.219 Kedelai 7.626 3.402 3.555 3.195 35.710 3.203 56.691 Kacang Hijau 2.184 280 1.031 839 26.456 900 31.690 Sayur-Sayuran 301.182 24.924 85.297 7.161 131.961 67.027 617.552 Buah-buahan 164.215 14.350 1.580.107 116.871 383.523 202.705 2.461.771 Jumlah (ton) 1.065.943 733.483 1.941.182 250.143 2.621.541 542.271 7.154.563 Jumlah Total (ton) 1.649.973 987.046 2.898.289 612.993 7.004.182 996.915 14.149.398

Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011

Jumlah produksi hasil pertanian (tanaman pangan dan tanaman palawija) di Pulau Sulawesi mencapai 14.149.398 ton per tahun. Dari jumlah tersebut

(42)

IV - 42

Final Report

Provinsi yang paling banyak menghasilkan produsi sektor pertanian adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah produksi mencapai 7.004.182 ton (tanaman pangan 4.382.641 ton dan tanaman palawija & holtikultura 2.621.541 ton) sedangkan provinsi yang paling sedikit menghasilkan produksi pertanian adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan jumlah produksi 612.993 ton (tanaman pangan 362.850 ton dan tanaman palawija & holtikultura 250.143 ton)

Lokasi produksi pertanian di Pulau Sulawesi tersebar di hampir disemua wilayah Sulawesi. Namun simpul utama ada pada beberapa daerah yang terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.24 Lokasi Simpul Pertanian di Pulau Sulawesi

Dari persebaran lokasi simpul produksi di Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Selatan yang paling kontribusinya dengan persentase 50% dari total keseluruhan hasil produksi pertanian di Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi

(43)

IV - 43

Final Report

Utara 12%, Gorontalo 7%, Sulawesi Tengah 20%, Sulawesi Barat 4 % dan Sulawesi Tenggara 7%. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.25 Persentase Produksi Pertanian di Pulau Sulawesi

b) Sektor Perkebunan

Dari sektor tanaman perkebunan yang diusahakan di Pulau Sulawesi mencakup tanaman kelapa, kopi, kapok, cengkeh, coklat, kemiri, jambu mete, dan beberapa jenis tanaman perkebunan lainnya. Produksi tanaman perkebunan di Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Produksi Sektor Perkebunan Menurut Provinsi (ton)

Jenis Produksi

Wilayah Provinsi

Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

Kelapa Dalam 267.770,14 58.804 202.629 40.755 72.954 33.027 Kelapa Hibrida 3.601 10.770 1.228 Kopi Robusta 2.935,76 929 6.695 4.812 13.747 3.095 Kopi Arabika 4.552 22.807 Cengkeh 35.680,76 683 14.588 611 16.385 5.872 Coklat/kakao 3.783,46 3.669 186.875 101.011 173.555 147.917 Aren 5.171,87 583 - 393 3.909 393 Lada 68,58 - 480 65 5.811 4.546 Kapas - - - - 1.816 - Kapuk - 51 276 - 3.120 449 Kemiri 302,34 10.065 1.463 - 20.321 927 Jambu Mente 53,23 523 2.778 - 19.753 13.191 Asam Jawa - - - - 56 259 Kenari - - - - 240 - Pinang - - - - 731 289 12% 7% 20% 4% 50% 7%

Persentase Produksi Sektor Pertanian di Pulau Sulawesi

Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar

(44)

IV - 44

Final Report

Jenis Produksi

Wilayah Provinsi

Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

Vanili 180,90 22 266 - 630 87 Sagu - - - - 1.068 6.083 Pala 9.202,80 - 64 - 504 - Jahe - - - - 186 - Tebu - 23.207 - - 64.190 - Siwalan - - - - 814 - Nipah - - - - 48 - Rami - - - - 9 - Wijen - - - - 567 - Nilam - - - - 190 - Jarak - - - - 79 - Sere Wangi - - - - 92 - Temulawak - - - - 20 - Kencur - - - - 25 - Lempunyang - - - - 58 - Lengkuas - - - - 242 - Cassiavera 156,32 - - - - - Karet - - 3.005 - 5.136 - Kayu Manis - - - - 61 - Kunyit - - - - 498 - Tembakau - - - - 1.757 - Kelapa sawit - - 751.834 - 82.711 - Jumlah Total (Ton) 325.306,16 98.536 1.170.953 155.800 524.997 217.363

Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011

Provinsi Sulawesi Tengah menjadi penyumbang terbesar komoditi perkebunan di Pulau Sulawesi dengan capaian 47%, kemudian Provinsi Sulawesi Selatan dengan persentase hasil produksi 21%, Provinsi Sulawesi Utara dengan persentase hasil produksi 13%, menyusul Provinsi Sulawesi Tenggara dengan persentase hasil produksi 9% dan Provinsi Gorontalo dengan hasil produksi 4%.

(45)

IV - 45

Final Report

Gambar 4.26 Persentase Produksi Perkebunan di Pulau Sulawesi Lokasi simpul kegiatan perkebunan di Pulau Sulawesi terindentifikasi di beberapa simpul antara lain seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.27 Lokasi Simpul Perkebunan di Pulau Sulawesi

13% 4% 47% 6% 21% 9%

Persentase Produksi Hasil Perkebunan di Pulau Sulawesi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

(46)

IV - 46

Final Report

c) Sektor Perikanan

Pulau Sulawesi memiliki wilayah kabupaten umumnya berada di pesisir pantai dengan potensi pengembangan perikanan darat maupun laut cukup besar. Saat ini jenis budidaya perikanan yang diusahakan adalah laut, sungai, danau, sawah, keramba, sungai, tambak dan kolam. Total produksi yang dicapai pada tahun 2010 masing-masing provinsi ditampilkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Produksi Sektor Perikanan Menurut Provinsi Tahun (ton)

Jenis Produksi

Jumlah Produksi (Ton)

Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

Perikanan Laut 220.760 61.271 140.466 17.559 215.097 218.338 Tambak Air 606 93.659 19.714 966 594.456 46.962 Kolam 6.915 4.335 426 4.692 3.730 Sawah 7.582 1 142 2.125 56.495 Danau - 519 - 4.951 Rawa - 28 - 1.230 Jaring Apung 7.977 - - Keramba 3.372 266 11 - Sungai - - 59 - 1.466 waduk - - - - 69 Perairan Umum - 770 - 17.552 1.087.678 Jumlah 247.212 155.700 165.388 36.655 1.911.764 325.525

Sumber: BPS masing-masing provinsi, 2011

Gambar 4.28 Persentase Produksi Perikanan di Pulau Sulawesi

9%

6% 6% 1%

67% 11%

Persentase Produksi Hasil Perikanan di Pulau Sulawesi Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra

Gambar

Gambar  4.9  Perbandingan  Produktivitas  Jagung  Koridor  Ekonomi  Sulawesi dengan Wilayah Lainnya
Gambar 4.14 Cadangan Minyak Bumi di Sulawesi dan Wilayah Lain  Indonesia
Tabel 4.9 Kebutuhan Dermaga dan Fasilitas Yang Terkait di Dermaga  Multi-fungsi Pelabuhan Anggrek
Gambar 4.29  Lokasi Simpul Perikanan di Pulau Sulawesi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 15 di atas telah terjadi peningkatan aktivitas dan kinerja guru yang mendukung keberhasilan pembelajaran pada proses pembelajaran Matematika tentang Luas

Dalam rangka meningkatkan kapasitas institusi perencanaan pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota melalui peningkatan potensi SDM Perencana, pada Anggaran Tahun

Alokasi Dana Desa ( ADD) pada dasarnya adalah merupakan dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat yang penyalurannya melalui Pemerintahan Kabupaten Indramayu,

Provinsi : PROVINSI JAWA TENGAH Kab./Kota : PEMERINTAH KOTA SEMARANG Bidang : Bidang Kesehatan.. Unit Organisasi : RSUD

16.930.985.137 yang di dapat dari penerapan perencanaan pajak yaitu memberikan kompensasi secara tunai kepada karyawan dalam pos pengobatan dan dokter,

Dalam rangka meningkatkan kapasitas institusi perencanaan pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota melalui peningkatan potensi SDM di dalamnya serta sejalan

Mustika Taman Olympic dengan Pemerintah Kota Malang untuk.. mengembangkan kawasan Stadion Gajayana sebagai pusat Olah Raga,

Guna mendukung keterbukaan informasi secara jelas kepada masyarakat pemerintah Desa Maritengngae menyediakan media informasi mengenai pengelolaan dana desa dengan pembuatan baliho