• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institut Teknologi Sumatera 2. Institut Teknologi Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Institut Teknologi Sumatera 2. Institut Teknologi Bandung."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Estimasi Kecepatan Vs30 berdasarkan Gelombang Mikrotremor daerah Ngamprah,

Kabupaten Bandung Barat

Melda Pratiwie1, Tedi Yudistira2, Erlangga Ibrahim Fattah1 1 Institut Teknologi Sumatera

2 Institut Teknologi Bandung E-mail: 12meldapratiwie@gmail.com

Abstrak:

Penelitian ini dilakukan di daerah Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, dengan menggunakan data mikrotremor hasil rekaman di 27 titik pengamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sebaran dari sebaran nilai frekuensi dominan (f0), faktor amplifikasi (A0), dan indeks kerentanan seismik (Kg)

menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Selanjutnya untuk mengetahui profil kecepatan gelombang geser (Vs) digunakan metode inversi eliptisitas gelombang Rayleigh dari data

mikrotremor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai frekuensi dominan daerah Ngamprah berkisar 2,2 – 6,8 Hz dan berdasarkan klasifikasi tanah Kanai, nilai tersebut termasuk pada jenis III dan IV berupa pasir tufaan dan bongkahan. Nilai faktor amplifikasi yang didapat memiliki rentang nilai 1,8 – 7,4. Nilai indeks kerentanan seismik memiliki rentang nilai 0-19. Dari hasil Vs30 yang diperoleh, menunjukkan bahwa wilayah penelitian terklasifikasi sebagai tanah tanah sedang dan sangat padat yang mengacu pada klasifikasi tanah SNI 1726:2012 serta Eurocode 8.

Kata Kunci:

mikrotremor, faktor amplifikasi, frekuensi dominan, kerentanan seismik

Abstract:

This research was conducted in Ngamprah area, West Bandung Regency, Microtremor data from 27 seismic stations. The research aims to determine the distribution value of dominant frequency (f0),

amplification factor (A0), and seismic vulnerability index (Kg) using the Horizontal to Vertical Spectral Ratio

(HVSR) method. Furthermore, the Rayleigh wave ellipticity inversion method was conducted from recorded microtremor data to obtain a shear velocity (Vs). The obtained results shows that the dominant frequency

of the area is ranging from 2,2 – 6,8 Hz and based on Kanai’s soil classification, that value classified in the type III and IV which is tuff sand and boulder. The amplification factor value has a range of 1,8 – 7,4. The seismic vulnerability index value has a range of 0 -19. From the obtained result of Vs30, show that the

research area classified as medium soil and very solid soil based on the soil classification of SNI 1726:2012 and Eurocode 8.

(2)

Pendahuluan

Daerah Ngamprah merupakan salah satu kecamatan pada daerah Kabupaten Bandung Barat yang memiliki potensi yang besar mengalami kerusakan bila terjadi gempa bumi. Dimana, daerah Ngamprah merupakan kawasaan padat penduduk, yang berdekatan dengan jalan tol Purbaleunyi, rel kereta api dan akan adanya proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Selain itu kecamatan Ngamprah merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk cukup tinggi yang dapat memakan korban jiwa dan kerusakan yang tinggi. Maka diperlukan kajian mengenai tingkat indeks kerentanan seismik pada daerah tersebut.

Tingkat indeks kerentanan seismik dapat diketahui dari hasil pengolahan data Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR), dimana hasil dari metode HVSR berupa kurva H/V yang dapat dianalisis untuk mendapatkan nilai frekuensi dominan dan nilai faktor amplifikasi. Sehingga dapat ditentukan tingkat indeks kerentanan seismik dari dua parameter tersebut. Nilai frekuensi dominan dan nilai faktor amplifikasi berkaitan dengan sifat fisik bawah permukaan, dimana nilai HVSR yang terukur dapat digunakan untuk mengkarakterisasi geologi setempat. Inversi eliptisitas gelombang Rayleigh dilakukan untuk mengetahui kecepatan gelombang geser (Vs) pada kedalaman 30 meter.

Nilai kecepatan gelombang geser digunakan untuk mengetahui jenis dan tingkat kepadatan pada batuan.

Pada penelitian ini dilakukan penentuan nilai frekuensi dominan, nilai faktor amplifikasi dan indeks kerentanan seismik sebagai parameter yang dapat mengetahui potensi tingkat kerusakaan pada saat gempabumi terjadi. Selain itu dilakukan inversi untuk mendapatkan nilai kecepatan gelombang geser (Vs) kedalaman 30

meter yang dilanjutkan pengklasifikasian jenis tanah menurut SNI 1726:2012 dan Eurocode 8.

Metodologi

A. Lokasi Penelitian

Pada penelitian Tugas akhir mengenai mikrozonasi seismik wilayah Kabupaten Bandung Barat digunakan data mikrotremor yang peneliti dapatkan dari Gabrio Hikma Januarta yang melakukan pengukuran secara langsung ke lapangan pada tanggal 24-28 Juni 2019. Data yang saya gunakan berjumlah 27 titik pengukuran memiliki jarak spasi 200-500 m terlihat pada gambar 1 pengukuran dilakukan pada pada daerah padat penduduk yang berdekat dengan Tol Purbaleunyi dan aktivitas kereta api.

Gambar 1. Peta persebaran titik pengukuran

mikrotremor wilayah kabupaten bandung barat (Google Earth, 2020)

B. HVSR

Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) adalah metode yang memperlihatkan hubungan antara struktur bawah permukaan tanah dengan perbandingan rasio spektrum Fourier dari sinyal mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen vertikalnya. Pengolahan data mikrotreor menggunakan software Geopsy untuk mendapatkan kurva H/V. Untuk mendapatkan kurva terbaik dilakukan penyesuaian parameter filter frekuensi dan STA/LTA. Filter yang digunakan adalah bandpass filter dengan frekuensi 1 – 14 Hz, sedangkan parameter STA (Short Term Average) yang digunakan adalah 1 dan LTA (Long Term Average) yang digunakan 30.

(3)

C. Frekuensi Dominan, Faktor

Amplifikasi, dan Indeks Kerentanan Seismik

Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah penentuan nilai frekuensi dominan (f0),

faktor amplifikasi (A0), dan indeks kerentanan

seismik (Kg), yaitu parameter fisis yang akan digunakan untuk mikrozonasi seismik pada suatu wilayah. Pada penelitian ini dilakukan beberapa pemilihan peak pada setiap titik pengukuran, bertujuan untuk melihat peak mana yang paling respon natural. Nilai f0 dan

A0 didapatkan dari kurva HVSR dimana nilai f0

pada sumbu horizontal dan nilai A0 pada sumbu vertikal (Gambar 2). Nilai Ideks kerentanan seismik sendiri didapatkan dari persamaan. Tinggi rendah nilai indeks kerentanan seismik bergantung dari nilai frekuensi dominan dan faktor amplifikasi. Nilai indeks krentanan tinggi didapatkan bila nilai amplifikasi tinggi dan nilai frekuensi dominan rendah. Nilai indeks kerentanan seismik rendah diperoleh pada daerah dengan nilai amplifikasi rendah dan nilai frekuensi dominannya tinggi.

Gambar 2. Tampilan kurva H/V

D. Metode Eliptisitas Gelombang

Rayleigh

Inversi kurva H/V dilakukan menggunakan software Dinver dengan metode eliptisitas gelombang Rayleigh yaitu untuk membuat pemodelan lapisan bawah permukaan dengan cara melakukan korelasi nilai H/V dengan frekuensi serta kedalaman. Untuk melakukan inversi kurva H/V terdapat parameter model awal yang akan menjadi masukan dalam pengolahan ini. Parameter tersebut meliputi nilai kecepatan gelombang P (Vp), kecepatan gelombang

S (Vs), poisson ratio, dan massa jenis (densitas)

batuan yang ditentukan berdasarkan informasi geologi daerah penelitian. Pada penelitian ini pemodelan awal ditentukan 3 lapisan dengan kedalaman yang ditinjau adalah 30 m, untuk semua titik. Hasil pengolahan ini berupa ground profiles kecepatan gelombang geser (Vs) dengan variasi

model yang mempunyai nilai misfit (ketidakcocokan) yang berbeda- beda. Model dengan nilai misfit terendah (0<misfit<1) akan digunakan sebagai model terbaik.

Untuk menentukan nilai kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30m (Vs 30) dihitung

menggunakan persamaan 1. 𝑉𝑠30 = 30 ∑ ℎ𝑖 𝑉𝑖 𝑁 𝑖=1 (1)

Dimana ℎ𝑖 adalah tebal setiap lapisan i antara kedalaman 0 – 30 meter, 𝑉𝑖 adalah kecepatan geser setiap lapisan i dinyatakan dalam m/s, dan Vs30 adalah kecepatan gelombang geser kedalaman 30 m.

Klasifikasi jenis tanah dapat dilakukan berdasarkan data Vs30 dengan mengacu pada SNI 1726:2012 dan

Eurocode 8. Nilai Vs30 merupakan nilai rata-rata

dari kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30 m di bawah permukaan tanah.

(4)

E. Diagram Alir

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Hasil dan Pembahasan

A. Frekuensi Dominan

Analisis distribusi atau persebaran nilai frekuensi dominan dilakukan karena nilai frekuensi dominan memiliki kaitan dengan geologi pada daerah titik pengukuran. Tinggi atau rendah nilai frekuensi dominan sangat bergantung pada struktur bawah permukaan penelitian. Nilai frekuensi dominan berkaitan dengan kedalaman bidang pantul di bawah permukaan, dimana bidang pantul tersebut merupakan batas antara lapisan batuan yang memiliki karakteristik berbeda, misalnya antara sedimen dengan batuan keras (bedrock). Pada daerah sedimen dengan tingkat kekerasan dan jenis tanah yang sama, nilai frekuensi dominan yang tinggi berasosiasi dengan lapisan sedimen yang tipis, sedangkan nilai frekuensi dominan yang rendah berasosisasi dengan lapisan sedimen yang tebal.

Gambar 4. Peta persebaran nilai frekuensi

dominan daerah penelitian

Berdasarkan Gambar 4 persebaran nilai frekuensi dominan pada kawasan daerah penelitian bervariasi dengan rentang nilai sebesar 2,44 Hz – 10,44 Hz. Nilai ferkuensi dominan terendah adalah 2,44 Hz yang ditunjukkan dengan kontur berwarna ungu, sedangkan nilai frekuensi dominan tertinggi adalah 10,44 Hz yang ditunjukkan dengan kontur berwarna merah.

Secara teoritis, nilai frekuensi dominan berbanding terbalik terhadap ketebalan sedimen dan berbanding lurus dengan nilai kecepatan gelombang sekunder. Daerah penelitian didominasi oleh perseberan nilai frekuensi dominan yang relatif rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki lapisan sedimen tebal.

Nilai frekuensi dominan juga memiliki hubungan berbanding terbalik dengan topografi, berdasarkan data pengukuran semakin tinggi elevasi diikuti dengan menurunnya nilai frekuensi dominan. Frekuensi dominan pada daerah penelitan termasuk kedalam jenis III dan IV. Ditinjau dari satuan litologi daerah penelitian berada pada satuan tufa dari gunung Tangkubanparahu (Qyd) yang tersusun oleh pasir tufaan dan bongkahan.

(5)

B. Faktor Amplifikasi

Gambar 5. Peta persebaran nilai faktor

amplifikasi daerah penelitian

Faktor amplifikasi merupakan nilai puncak kurva HVSR yang mencerminkan sifat fisik keras lunaknya sedimen. Secara teoritis, jika nilai faktor amplifikasi besar maka sedimen di daerah itu semakin lunak, sebaliknya jika nilai faktor amplifikasi rendah, maka semakin keras lapisan sedimennya. Dilihat dari Gambar 5 pola persebaran dari nilai faktor amplifikasi memiliki rentang antara 1,8 – 7,4 yang ditunjukkan dengan kontur warna merah untuk nilai tinggi dan kontur warna biru untuk nilai rendah. Pola persebaran yang cenderung tinggi dipengaruhi oleh aktivitas yang cukup padat. Daerah penelitian merupakan daerah dekat dengan jalan tol, proyek kereta api cepat, dan kawasan padat penduduk yang dinyakini sangat mempengaruhi tingginya nilai amplifikasi pada daerah ini. Nilai amplifikasi dapat dipengaruhi oleh faktor geologi dimana nilai bervariasi sesuai dengan tingkat deformasi dan pelapukan pada batuan tersebut. Dilihat dari peta geologi kawasan daerah Ngamprah merupakan daerah yang tersusun atas endapan vulkanik berupa pasir tufaan dan bongkahan. Selain itu, berdasarkan catatan di lapangan daerah perekaman berada pada daerah padat penduduk sudah mengalami pelapukan sehingga nilai faktor amplifikasi yang didapatkan cenderung tinggi. Parameter amplifikasi yang dapat merusak bangunan berkisar di atas 3 yang berasosiasi dengan frekuensi rendah (f0 < 2.5). Berdasarkan peta persebaran faktor amplifikasi, nilai yang tersebar cenderung tinggi (di atas 5.5) dengan frekuensi dominan berkisaran antara 2.2 – 3 Hz merupakan daerah yang cukup padat penduduk. Maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah rawan mengalami penguatan

gelombang ketika terjadi gempa bumi.

C. Indeks Kerentanan Seismik

Gambar 6. Peta persebaran nilai indeks kerentanan

seismik daerah penelitian

Gambar 6 merupakan pola persebaran indeks

kerentanan seismik yang didapat memiliki rentang nilai 0 – 19. Nilai indeks keretan seismik tinggi adalah 19 ditunjukan pada kontur warna merah dan nilai indeks kerentanan rendah adalah 0,5 yang ditunjukkan oleh kontur biru.

Analisis indeks kerentanan seismik dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kerentanan atau kerusakan bangunan pada saat terjadi gempa bumi. Jika dilihat dari pola persebaran indeks kerentanan seismik daerah penelitian, nilai yang relatif lebih tinggi berada pada tengah-tengah daerah penelitian, area tengah ini diapit oleh indeks kerentanan yang relatif lebih rendah di kedua sisi area.

Daerah yang memiliki nilai indeks kerentanan rendah memiliki variasi nilai 0 hingga 10, dan untuk daerah yang memiliki nilai indeks kerentanan seismik sedang memiliki variasi 10 hingga 40. Daerah Ngamprah dapat dikategorikan sebagai daerah rawan mengalami kerusakan yang rendah sampai sedang apabila terjadi gempa bumi.

Daerah penelitian yang memiliki indeks kerentanan seismik tinggi merupakan area pemukiman warga. Berdasarkan catatan lapangan, daerah pemukiman warga merupakan daerah sedimentasi yang sebagian besar telah mengalami pelapukan. Selain itu, area pemukiman penduduk juga berdekatan dengan jalan tol dan kereta api dapat memengaruhi besarnya

(6)

kerusakaan bila terjadi gempabumi.

D. Vs30

Pada penelitian ini didapatkan nilai kecepatan gelombang geser diambil dari hasil inversi kurva eliptisitas gelombang Rayleigh pada software Dinver. Selanjutnya dilakukan perhitungan kecepatan gelombang geser pada kedalaman 30 meter [6]. Klasifikasi tanah berdasarkan SNI 1726:2012 dan Eurocode 8 dijelaskan pada Tabel

1.

Tabel 1 Nilai Vs30 dan Klasifikasi site menurut

SNI 1726:2012 dan Eurocode 8

Stasiun Vs30 (m/s) Klasifikasi site SNI 1726-2012 Klasifikasi site (Eurocode 8) CL1 2,878,218 Tanah sedang (SD) C CL2 279,554 Tanah sedang (SD) C CL3 2,910,872 Tanah sedang (SD) C CL4 2,714,265 Tanah sedang (SD) C CL5 3,114,977 Tanah sedang (SD) C CL6 3,268,948 Tanah sedang (SD) C CL7 3,154,912 Tanah sedang (SD) C CL9 3,012,053 Tanah sedang (SD) C CL10 3,238,828 Tanah sedang (SD) C CL11 3,265,552 Tanah sedang (SD) C CL12 3,236,939 Tanah sedang C (SD) CL13 2,944,182 Tanah sedang (SD) C CL14 291,199 Tanah sedang (SD) C CL21 2,643,611 Tanah sedang (SD) C CL42 3,293,654 Tanah sedang (SD) C CL45 3,375,534 Tanah sedang (SD) C CL8 4,585,073 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL15 3,849,877 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL16 3,769,584 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL17 378,903 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL18 376,368 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL19 3,590,587 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL20 3,781,365 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL40 358,26 Tanah sangat B

(7)

padat dan batuan lunak (SC) CL41 356,527 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL43 3,754,729 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B CL44 533,179 Tanah sangat padat dan batuan lunak (SC) B

Gambar 7. Peta persebaran Vs30 daerah

penelitian

Dalam penelitian ini diperoleh 27 profil kecepatan gelombang geser (Vs) di titik-titik pengukuran single mikrotremor yang dianggap mewakili wilayah Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Gambar 7 merupakan peta persebaran Vs30

daerah penelitian yang memiliki variasi nilai antara 264,6465 m/s – 533,1790 m/s. Nilai kecepatan gelombang geser terendah adalah 264,6465 m/s ditunjukkan oleh kontur warna ungu dan nilai kecepatan gelombang geser tertinggi adalah 533,1790 m/s ditunjukkan oleh warna merah. Nilai kecepatan gelombang geser berbanding lurus dengan nilai frekuensi dominan pada kurva H/V. Terlihat pada titik pengukuran yang memiliki nilai kecepatan gelombang geser yang tinggi diikuti dengan nilai frekuensi dominan yang tinggi juga.

Berdasarkan klasifikasi SNI 1726:2012, nilai Vs30 daerah penelitian (264,6465 – 533,1790 m/s) memiliki dua kenis tanah yaitu tipe tanah SC dan SD. Tipe tanah SC dideskripsikan sebagai tanah sangat padat dan batuan lunak, sedangkan tipe tanah SD dideskripsikan sebagai tanah sedang.

Berdasarkan klasifikasi Eurocode 8 daerah penelitian memiliki tipe tanah B dan C. Tipe B merupakan endapan sand atau clay yang sangat padat, gravel, pada ketebalan beberapa puluh meter, ditandai dengan peningkatan sifat mekanik terhadap kedalaman, sedangkan tipe C merupakan endapan sand padat atau setengah padat yang tebal, gravel atau clay padat dengan ketebalan beberapa puluhan hingga ratusan meter. Hal tersebut dikuatkan pula oleh letak daerah penelitian yang berada pada satuan batu tufan dari gunung Tangkubanparahu (Qyd) berupa pasir tufan padat dan bongkahan berdasarkan lembar geologi bandung. Jika ditinjau dari segi morfologi, daerah ini merupakan khas morfologi kaki pegunungan dengan pola lembahan dan punggungan, serta menunjukkan daerah penelitian memiliki elevasi yang lebih rendah dari daerah Lembang. Hal ini menyebabkan daerah penelitian memiliki sedimentasi yang tebal dengan suplai dari gunung Tangkubaparahu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian di daerah Ngamprah ini, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

a. Nilai frekuensi dominan (f0) daerah

ngamprah berkisar 2,44 – 10,44 Hz. Berdasarkan klasifikasi tanah Kanai termasuk pada jenis III dan IV.

b. Nilai faktor amplifikasi (A0) yang didapat

memiliki rentang nilai 1,8 – 7,4. Dilihat dari pola persebaran daerah Ngamprah memiliki nilai amplifikasi yang cenderung tinggi dimana daerah penelitian merupakan kawasan padat penduduk yang berdekatan dengan jalan tol dan proyek kereta api cepat. c. Nilai indeks kerentanan seismik (Kg) memiliki rentang nilai 0 -19. Dimana jika dilihat dari pola persebaran nilai tersebut masuk dalam kategori rendah – sedang, sehingga daerah penelitian dapat dikatakan sebagai daerah rawan mengalami kerusakan bila terjadi

(8)

gempa bumi.

d. Berdasarkan klasifikasi SNI 1726:2012, nilai Vs30 daerah penelitian memiliki dua kenis tanah yaitu tipe tanah SC dan SD. Tipe tanah SC dideskripsikan sebagai tanah sangat padat dan batuan lunak, sedangkan tipe tanah SD dideskripsikan sebagai tanah sedang.

e. Berdasarkan klasifikasi Eurocode 8, nilai Vs30 dibagi menjadi 2, yaitu: Tipe tanah B, dimana tipe tanah ini memiliki endapan sand atau clay yang sangat padat, gravel pada ketebalan beberapa puluh meter, ditandai dengan peningkatan sifat mekanik terhadap kedalaman. Dan Tipe tanah C, dimana tipe ini memiliki Endapan sand padat atau setengah padat yang tebal, gravel atau clay padat dengan ketebalan beberapa puluh hingga ratusan meter.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Dr. Tedi Yudistira, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing I dan Erlangga Ibrahim Fattah, S.Si., M.T. Serta dosen - dosen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang telah memberikan ilmu serta mendidik penulis selama perkuliaan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Burger, H.R., Exploration Geophysics of the Shallow Subsurface. Englewood Cliffs. NJ, 1992.

[2] Daryono, Indeks Kerentanan Seismic Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuk Lahan Di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi, Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada, 2011.

[3] Daryono, M. R., Paleoseismology Tropis Indonesia: Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatera, Sesar Palukoro-Matono, dan Sesar Lembang. Disertasi Program Doktor Institut Teknologi Bandung.

Satuan Bentuk lahan Di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta, 2016.

[4] Daryono, M. R., Natawidjaja,D. H., Sapiie,. Cummins, P, “Earthquake Geology of the Lembang Fault, West Java, Indonesia”, Tectonophysics 751 (2019) 180-190, 2019.

[5] Gabrio H.J., “Mikrozonasi Seismik wilayah Sesar Lembang – Sesar Cimandiri Kabupaten Bandung Barat menggunakan Metode Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR)” Tesis, Institut Teknologi Sumatera, 2019.

[6] Gosar, A., Roser., J., Sket, B & Zupancic, P., “Microtremor Study of Site Effects and Soil Structure Resonance in the city of Ljubljana (Cetral Slovenia). B. Earthqueke Engineering, Volume 8, pp 571-592, 2010. [7] Hogiber, M., Polarization Of Surface Waves : Characterization, Inversion and Application to Seismic Hazard Assessment. France: University of Grenoble, 2011.

[8] Ibrahim, Gunawan dan Subardjo. “Pengetahuan Seismologi. Badan Meteorologi dan Geofisika”, Jakarta, 2005.

[9] Imam Gazali, “Estimasi Kecepatan Gelombang Geser (Vs) berdasarkan Inversi Mikrotremor Spectrum Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR) Studi Kasus: Tanah Longsor Desa Olak Alen, Blitar”.

(9)

Skripsi, Departemen Teknik Geofisika: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 2017.

[10] Kanai, k., “Engineering Seismology, University of Tokyo Press”, Japan, 1983. [11] Lang, D.H., and Schwarz, J., “Instrumental

Subsoil Clasification of Californian Strong Ground Motion Site Based on Single Measurments”, Volume 1,pp.6, 2004.

[12] Marjiyono, “Estimasi Karakteristik Dinamika Tanah dari Data Mikrotremor”. Tesis, Program Studi Geofisika Terapan, ITB Bandung, 2010.

[13] Mirzaoglu, M., and Dykmen, U., “Application of microtremors to seismic microzoning procedure”. Balkan: Journal of the Balkan Geophysical, Vol. 6, No. 3, 2003. [14] Mufida, A., Santosa, B.j., & Warnana, D.D.,

“Inveri Mikrotremor Spektrum H/V untuk Profilling Kecepatan Gelombang Geser (Vs) Lapisan Bawah Permukaan dan Mikrozonasi Wilayah Surabaya”. Teknik POMITS, 1 – 8, 2013.

[15] Mulyatno, B. S., Marjiyono, & Setianegara, R., “Penentuan Zona Rawan Guncangan Bencana Gempa Bumi Berdasarkan Analisis Amplifikasi HVSR Mikrotremor dan Analisis Periode Dominan Daerah Liwa dan Sekitarnya”. Geofisika Eksplorasi, 1, 2013.

[16] Nakamura, Y., “A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Surface Using Microtremor on the Ground

Surface, Quarterly Report of the Railway Technical Research”. Institute, Tokyo, 30, 25-33, 1989.

[17] Nakamura, Y., “Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamuras’s Technique and its Application”. The 12th WCEE, PP.2656, 2000.

[18] Nakamura, Y., “On the H/V Spectrum”. Beijing: The 14th World Conference on Earthquake Engineering, 2008.

[19] Ostrander, W.J., Plane Wave Reflection Coefficients for Gas Sands at Nonnormal Angles of Incidence, Geophysics, 49, 1637-1648, 1984.

[20] S. Bignardi., A.Mantovani., dan N.Abu Zeid., “OpenHVSR: Imaging the subsurface 2D/3D elastic properties through multiple HVSR modeling and inversion”, 2016. [21] SESAME., “Guidelines for The Implementation

of The H/V Spectral Ratio Technique on Ambient Vibrations. Europe: SESAME European Research Project”, 2004. [22] Silitonga, P.H., “Geologic Map of the Bandung

Quandrangle, Java: Geological Survey of Indonesia. Ministry of Mines, 1973. [23] Sunardi, B., Daryono, Arifin, J., & Susilanto, P.,

“Kajian Potensi Bahaya Gempa Bumi Daerah Sumbawa Berdasarkan Efek Tapak Lokal”, Meteorologi dan Geofisika, 131 – 137, 2012.

[24] Sungkono, & Santosa, B., “Karakterisasi Kurva Horizontal toVertical Spectral ratio: Kajian literature dan pemodelan”, Neutrino, Vol 4. No.1, 2011.

(10)

[25] Sutrisno, W.T., “Profilling persebaran kecepatan gelombang geser (Vs) menggunakan inversi mikrotremor spectrum Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)” Tesis, Institut Teknologi Sepulug November, 2014.

[26] SNI-1726-2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan non Gedung, Badan Standarisasi, 2012.

[27] USGS, 2012, global Vs30 Map Server (1990-2012), Diunduh Pada tanggal 28 April

2020, dari

http://EarthquakeUsgs.gov/hazards/ap ps/Vs30/Custom.Php

[28] Telford, W.M. et al., “Aplied Geophysics, Second Edition,” New York: Cambridge University Press, 2004.

[29] Van Bemmelen, R., “ The Geology of Indonesia. Government Printing Office, The Hague, Netherlands,

Gambar

Gambar 1. Peta persebaran titik pengukuran  mikrotremor wilayah kabupaten bandung barat
Gambar 2. Tampilan kurva H/V
Gambar 4. Peta persebaran nilai frekuensi  dominan daerah  penelitian
Gambar 5. Peta persebaran nilai faktor  amplifikasi daerah penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang munculnya rasionalisme adalah, keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik; skolastik adalah kata sifat yang berasal dari

Integrasi Islam dalam spiritualitas tampak jelas, terlebih ilustrasi di atas kendati sebagian pikiran Maslow tentang spiritual sebagai peak experience yang diungkap, tetapi

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lianto (2017), Karlina (2017) menemukan bahwa audit fee tidak berpengaruh terhadap audit switching,

Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan akademik di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS). Saudara mendapatkan

Hasil penelitian ini menunjukan total skor yang diperoleh dari total 130 responden pada indikator citarasa produk pelengkap adalah sebesar 549 (sangat puas) dengan

Pengadilan Negeri Mandailing Natal tanggal 1 8 Agustus 2011 Nomor : 175/Pid.B/2011/PN-Mdl, maka Pengadilan Tinggi me nilai pertimbangan- pertimbangan hukum dari Hakim

Kemajuan jaman juga mempengaruhi perubahan pada kesenian, dalam hal ini Kesenian Krumpyung Laras Wisma di Kecamatan Kokap mengalami perubahan dalam hal penyajian,

4 a) Pada umumnya terminal tidak memeliki tempat tempat Istirahat dan mandi pengemudi yang layak seperti halnya di kereta api. Kebanyakan pengemudi tidur di bagasi bus dan