• Tidak ada hasil yang ditemukan

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG

VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS

AMIRUDDIN 105940045310

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikana pada Program studi budidaya perairan fakultas pertanian

Universitas Mummadiyah Makassar

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

(2)

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG

VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS

SKRIPSI

AMIRUDDIN 105 9400 453 10

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi

Budidaya Perairan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

(3)
(4)
(5)

HALAMAN HAK CIPTA

@Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyyah Makassar,tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagai atau seluruh karya tulisdalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah Makassar.

(6)

HALAM PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Amiruddin

Nim : 105940043510

Jurusan : Perikanan

Program Studi : Budidaya Perairan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, November 2016

Amiruddin

(7)

Abstrak

Amiruddin 105940043510. Frekuensi pemberian pakan alami jenis

skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen terhadap sintasan larva udang

vannamei stadia zoea sampai mysis. Di bimbing oleh H. Burhanuddin, S.Pi, M.P dan Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian

Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan

sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.

Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan, masing-masing perlakuan diulangi 3 kali dengan frekuensi setiap perlakuannya, A=0, B=6, C=14, dan D=40. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan (A,B, dan C). Dengan Peningkatan kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6 kali sehari) dengan sintasan rata-rata 40 %.

Kata kunci: Frekuensi, Skeletonema costatum, pupuk cairan rumen peningkatan sintasan larva udang vaname

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik , guna memenuhi salah satu syarat program study budidaya perairan jurusan perikanan fakultas pertanian dan perikanan Universitas Muhammadiayah Makassar.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku pembimbing I dan Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si Selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis pada penyusunan skripsi . Ucapan yang sama disampaikan kepada :

1. Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibunda Murni,S. Pi., M. Si. Selaku Ketua jurusan Budidaya perairan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P dan Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang senantiasa memberi arahan dan Motivasi, serta seluruh staf dosen pengajar dan staf administrasi Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak memberikan pelayanan selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan sampai pada penyelesaian studi.

(9)

4. Rekan- rekan mahasiswa angkatan 2010, yang senantiasa bersama dalam menjalankan Aktivitas kampus, saya ucapkan terima kasih.

Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan terkhusus buat Ayahanda dan ibunda yang tercinta serta saudara yang telah tulus memberikan dorongan spiritual dan materi dalam penyelesaikan pendidikan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu perikanan dimasa yang akan datang.

Makassar, November, 2016

(10)

DAFTAR ISI

Sampul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pengesahan Komisi Penguji ... iii

Halaman Hak Cipta ... iv

Halaman Pernyataan Keaslian ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Dafatar Lampiran ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang ... 1

1.2 . Tujuan dan Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Udang Vannamei ... 3

2.2. Morfologi Udang Vannamei ... 4

2.3. Habitat Udang Vannamei ... 4

2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei ... 5

2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro ... 7

(11)

2.7. Sintasan ... 9

2.8. Cairan Rumen... 9

2.9. Kualitas Air ... 11

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 15

3.2. Alat dan Bahan ... 15

3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan ... 16

3.4. Hewan Uji ... 16

3.5. Pakan Uji ... 16

3.6. Prosedur Penilitian ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Performasi Perkembangan Larva ... 21

4.2. Sintasan Larva ... 22

4.3. Kualitas Air ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 27

5.2. Saran ... 27

Daftar Pustaka 28

Lampiran 30

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian 14

Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian 15

(13)

DAFTA GAMBAR

Gambar 1. Morfologi udang vannamei 3

Gamabar 2. Siklus hidup udang vannamei 6

Gambar 3. Performa perkembangan larva udang vannamei 20

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem budidaya Udang vaname (Litopenaeus vannamei), semakin berkembang, seperti halnya di Indonesia budidaya udang vaname secara intensif telah berkembang mulai sistim tradisional plus dengan kepadatan 8 ekor/m, dan mampu menghasilkan produksi 800-1.100 kg/ha/siklus selama 100 hari(Mangampaet al., 2009), sehingga kebutuhan benih yang berkualitas dan berkelanjutan semakin meningkat. Namun kendala yang dihadapi oleh panti pembenihan khususnya pada stadia awal adalah masih rendahnya sintasan yang diperoleh.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sintasan stadia zoea sampai mysis adalah dengan pemberian jenis pakan alami Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen dengan frekuensi yang berbeda.Cairan rumen merupakan limbah yang kaya akan protein, vitamin B kompleks serta mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981 dalamAfdal dan Erwan, 2006). Menurut Rasyid (1981), bahwa cairan rumen sapi mempunyai kandungan protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%.

Skeletonema costatum merupakan jenis pakan alami yang memiliki syarat

yang dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi, mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungannutrisidari

chaetoceros sp.Yaitu protein 35%, dan lemak 6,9 %, karbohidrat 6,6%, dan kadar

(16)

2

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang frekuensi pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen untuk meningkatkan sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai mysis

1.2.Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian

Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan

sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Udang Vannamei

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:

Gambar 1. Morfologi udang vannamei

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Artrhopoda

Sub filum : Crustacea

Kelas : Malascostraca

Sub kelas : Eumalascostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

(18)

4

2.2. Morfologi Udang Vannamei

Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu

exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas

berganti kulit luar atau exoskeleton secara periodik (moulting).

Bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antenna, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdidri adri 2 pasang

maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan terdapat

6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor)yang membentuk kipas bersama-sama telson.

2.3. Habitat Udang Vannamei

Risaldi (2012) menyatakan bahwa udang vannamei adalah udang asli dari perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat

nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkawinan pada

udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan, udang jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit.

Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan telur sebanyak 100.000-250.000 butir. Selanjutnya dinyatakan siklus hidup udang

(19)

5

vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim pencernaanya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benur mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini pula benur sudah bisa diberi makan yang berupa skeletonema costatum.

2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei

Menurut Sutrisno, et al. (2010), Penaeus vannamei atau Litopenaeus

vannamei dilihat dari siklus hidupnya digolongkan dalam spesies Katadromus.

Udang dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang muda (juvenile) bermigrasi ke daerah pantai. Di alam, udang dewasa kawin dan memijah pada kolom perairan lepas pantai (kedalaman kurang lebih 70 m) bagian Selatan, Tengah dan Utara Amerika dengan suhu 26–280C dan salinitas+35 ppt. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas mejadi bagian dari zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal.Perairan dangkal ini memiliki kandungan nutrient, salinitas dan suhu yang sangat bervariatif dibandingkan dengan laut lepas.Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari, udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan pemijahan terjadi.

Udang biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin udang meliputi pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina.

(20)

6

Peneluran bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam.Telur-telur dikeluarkan dan difertilisasi secara eksternal di dalam air (Perry, 2008 dalam Erwinda, 2008). Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada gambar 2:

Gambar 2. Siklus Udang Vannamei

Menurut Lim, et al. (1989) dalam Lestari (2009), perkembangan larva Udang vaname terdiri dari beberapa stadia yaitu:

A. Stadia Naulpius

Nauplius bersifat planktonidan fototaksis positif. Udang yang masih dalam stadia ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning telur.Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium.Nauplius memiliki tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antenna kedua dan mandibula.

B. Stadia Zoea

Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva cepat bertambah besar.Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan

(21)

7

fitoplankton.Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton.Zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat kuat danada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea tersebut.

C. Stadia Mysis

Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya.Stadia mysis memakan fitoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang stadia mysis akhir.

D. Stadia Post Larva

Perubahan bentuk dari mysis menadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih bertahan dalam pemangsaan. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan.

2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro

Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri atas unsur hara makro (N, P, K, S, Fe, Mg, Si dan Ca) dan unsur hara mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan lain-lain.). Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang ditunjukkan pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat diperoleh dari: KNO3, NaNO3, NH4Cl, dan lain-lain. Fosfor juga merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur fosfor dapat diperoleh dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 dan unsur sulfur dapat diperoleh dari NH4SO4, CuSO4 (Tjahjo et al. 2002).

(22)

8

Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan juga sebagai kofaktor untuk beberapa koenzim. Unsur kalium dapat diperoleh dari KCl, KNO3, KH2PO4.

Unsur Fe berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai komponen esensial dalam proses oksidasi. Unsur ini dapat diperoleh dari FeCl3, FeSO4, FeCaH5O7. Unsur Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

2.6. Perkembangan Stadia Larva

Seperti pada udang dewasa, pertumbuhan larva udang sangat dipengaruhi oleh temperature. Larva berkembang menjadi post larva pada temperature 27-29°C, suatu proses sekitar sepuluh hari pada kondisi optimal. Pada temperature yang tinggi, perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva dapat dicapai dalam waktu tujuh hari sejak telur menetas. Ketika larva mengalami molting dari stadia ke stadia, syarat pemberian pakan juga tentu berubah sesuai dengan morfologinya. Ketika nauplius baru saja menetas, larva masih mempunyai kandungan kuning telur (yolk sac) sebagai sumber makanan dan untuk memenuhi nutrsisinya. Setelah mengalami pergantian kulit (molting), cadangan kuning telur terserap habis dan nauplius berubah bentuk menjadi zoea dan mulai membutuhkan makanan organisme kecil yaitu fitoplankton. Setelah 3 kali molting, zoea berubah bentuk menjadi mysis. Frekuensi molting pada stadia larva dapat terjadi antara 30-40 jam pada kondisi suhu 28°C.

(23)

9

Menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa setelah menetas, larva akan berkembang menjadi beberapa stadia dan setiap stadia akan dibedakan menjadi beberapa substadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Selanjutnya dijelaskan tahapan perkembangan larva udang vannamei sebagi berikut :

2.7. Sintasan

Sintasan adalah presentase jumlah udang yang hidup dalam kurun waktu tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001) bahwa faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang adalah tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.

2.8. Cairan Rumen

Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat dalam rumen b elum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang berasal dari bahan bakunya.

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih, dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan

(24)

10

pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen (liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.

Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80% Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.

Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur pakan berbagai ternak.

(25)

11

2.9. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesuburan dan produktivitas perairan. Perubahan kualitas air lingkungan dapat terjadi karena gangguan eksternal seperti masuknya bahan pencemar. Fluktuasi kualitas air akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Organisme memerlukan lingkungan yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang sehingga kondisi perairan akan menentukan kelulusan hidup organisme tersebut (Wardoyo, 1975). Ada beberapa kualitas air yang sangat penting dicermati selama proses budidaya berlangsung, seperti:

2.9.1. Suhu

Pertumbuhan udang optimal terjadi pada kisaran suhu 25-30 C, serta berakibat kematian pada suhu di atas 35C (Fast, 1992). Hasil pengukuran suhu pada penelitian ini. Suhu air berkisar antara 26-30 C dengan fluktuasi yang tidak mengganggu kehidupan udang uji. Apabila suhu berada di atas kisaran normal maka udang mengalami gangguan fisiologis dan menyebabkan kematian.. Sedangkan apabila dibawah kisaran,udang tidak mampu mencapai suhu optimal untuk memolting sehingga udang mengalami gagal moulting dan mati. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi, menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas-gas: O2, CO2, NO2 dan CH4 dan sebagainya (Effendie, 2000). Secara langsung perubahan suhu air yang mendadak seperti pada musim hujan akan menyebabkan udang stres bahkan mengalami kematian (Cholik et al, 1998).

(26)

12

2.9.2. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas air dalam percobaan berkisar antara 30-33 ppt. Penurunan dan kenaikkan salinitas sebesar 4 ppt dapat menyebabkan udang stres dan ganti kulit (Eddy, 1990). Perubahan salinitas yang lebih rendah dari kisaran optimal ini mengakibatkan banyak kematian pada udang. Proses penyerapan oksigen dari air media ke dalam tubuh udang dipengaruhi antara lain oleh salinitas (Lockwood, 1989). Sesuai dengan pendapat Tricahyo (1995) bahwa pada kondisi salinitas rendah dari kisaran optimal udang lebih cepat moulting dan rentang terserang penyakit sehingga produktifitas menurun.Peningkatan salinitas akan meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi sehingga laju metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat.

Haliman dan Adijaya (2005), salinitas dan pH air berhubungan dengan keseimbangan ion dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang. Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik udang dan ion-ion cairan tubuh udang. Semakin tinggi salinitas air, maka semakin besar tekanan osmotiknya sehingga dapat menghambat pertumbuhan udang yang disebabkan energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar tersalurkan untuk pembentukan daging.

2.9.3. Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada penelitian ini berkisar 1,24 - 4,99 sehingga Kandungan oksigen terlarut (dissolved oxigen), sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4 - 6 ppm untuk pertumbuhan udang. Pada akhir pengukuran oksigen, udang uji masing-masing perlakuan ada yang mengalami kematian dan ada yang tidak mengalami

(27)

13

kematian namun kondisinya lemah, pergerakkan dan respon berkurang akibat kekurangan oksigen terlarut. Konsentrasi DO (oksigen terlarut) minimal yang dibutuhkan spesies uji agar dapat bertahan hidup selama 24 jam adalah sebesar 0,75–2,5 mg/L dan spesies laut akan mati jika kadar DO di bawah 1,25 mg/L selama beberapa jam. Tingkat DO antara 2,5–3 mg/L mengakibatkan pengurangan kecepatan berenang, sedangkan pada tingkat DO 5,3–8 mg/L baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Anonimus, 1968).

2.9.4. Derajat Keasaman (pH)

pH optimal antara 7,5-8,5. Umumnya, perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya, seperti tanah yang mengandung pirit menyebabkan pH air asam antara 3-4. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari, penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti: fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2 melimpah karena hasil pernapasan udang.

Pada pengamatan menunjukkan bahwa kisaran pH air selama penelitian adalah antara 6,00 hingga 9,28. Menurut Boyd (1990), pH perairan yang sesuai untuk pertumbuhan udang adalah antara 6,5 hingga 9,0. Schmittou(1992) menyatakan bahwa pH perairan yang optimum untuk pertumbuhan udang vanammeiadalah 8,0. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pH perairan yang berada dibawah kisaran pH ideal untuk pertumbuhan udang vanammei (dibawah pH 6,5). Meskipun demikian, kondisi pH tersebut masih berada pada kisaran yang tidak membahayakan bagi kehidupan udang vanammei. Kondisi perairan dianggap membahayakan bagi kehidupan udang vanammei apabila lebih rendah

(28)

14

dari4,0 (Boyd, 1990). Kondisi ini tidak terjadi pada semua model ekosistem yang sedang diteliti.

(29)

15

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai bulan Nopember 2016 bertempat di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau), Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang akandigunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Alat yang akandigunakan selama penelitian.

No Nama Alat Kegunaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Toples volume 25 liter Selang dan batu aerasi Mikroskop Objek glass Cover glass Gelas ukur Pipet tetes Termometer pH meter Refraktometer Haemocytometer

Media kultur Skeletonema costatum Penyuplai oksigen

Pengamatan dan penghitungansample

Meletakkan objek yang akan diamati dengan mikroskop Penutup objek yang telah diletakkan di atas kaca preparat Sampling sintasan

Ukur pupuk Pengukur suhu

Mengukur pH ( derajat keasaman atau kebasaan )

Mengukur kadar/konsentrasi bahan atau zat terlarut

(30)

16

Sedangkan bahan yang akan digunakan disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Bahan yang akan digunakan selama penelitian.

No Nama Bahan Kegunaan

1 2 3 4

Larva udang vannamei

Skeletonema costatum

Cairan rumen Aquadest

Hewan uji stadia zoea 1 Organisme uji

Pupuk

3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah penelitian yang digunakan adalah toples yang berkapasitas 3 liter sebanyak 12 buah dengan wadah kontrol. Masing–masing toples diisi air laut sebanyak 1 liter dan dilengkapi dengan selang aerasi dan batu aerasi. Media yang digunakan adalah air laut yang telah disterilkan yang terlebih dahulu ditampung dan diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke wadah penelitian dengan menggunakan pompa Dab yang dilengkapi dengan selang ¾ cm yang diujung selang dipasangi saringan kapas.

3.4. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vannamei, stadia zoea dengan ukuran panjang ± 3,30 mm.

3.5. Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan pada pemeliharaan benih udang vannamei yang pupuk cairan rumen adalah pakan alami Skeletonema costatum yang diperoleh dari laboratorium Pakan alami di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau).

(31)

17

3.6. Prosedur Penelitian 3.6.1. Wadah dan Peralatan

Wadah dan peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini terlebih dahulu dibersikan atau dicuci pada bagian permukaan kemudian dimasukan ke dalam baskom yang berisi HCL 50%, kemudian direndam selama 30 menit dan dicuci kembali. Selesai dicuci baru dikeringkan selama 24 jam. Pengeringan peralatan aerasi dilakukan selama 24 jam. Setelah wadah kering kemudian pasang selang dan batu aerasi dan di isi dengan air laut.

3.6.2. Cairan Rumen

Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x g selama 10 menit pada suhu 4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al. 2000).

3.6.3. Kultur Skeletonema costatum

Kultur Skeletonema costatum skala intermediate menggunakan ember berkapasitas 25 liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan digunakan harus disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas dengan air tawar. Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi dan batu aerasi.

Penggunaan air laut terlebih dahulu dinetralkan dengan menggunakan natrium thiosulfat. Setelah itu, air laut yang sudah dinetralkan dengan kadar

(32)

18

garam 28 ppt dimasukkan ke wadah kultur sebanyak 20 liter. Air media kultur diberikan cairan rumen sesuai dengan dosis yang terbaik dari penelitian pendahuluan yang dilakukan sebelumnya setelah itu diberikan aerasi dan ditunggu beberapa saat agar cairan rumen tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum bibit Skeletonema costatum dimasukkan. Jumlah bibit Skeletonema costatum yang diberikan sebanyak 100 ml/liter. Setelah cairan rumen sudah bercampur dengan

Skeletonema costatum maka sudah bisa diberikan pada larva udang vannamei

sebagai pakan alami.

3.6.4. Pemeliharaan Benih

Sebelum penebaran benih udang vanamei, terlebih dahulu dilakukan adaptasi lingkungan terutama suhu dan salinitas. Padat tebar benih udang vannamei dengan kepadatan 25 ekor/liter. Benih udang vannamei dipelihara selama 6 hari. Selama masa pemeliharaan diberi pakan cairan rumen dengan kepadatan sesuai perlakuan. Penyipanan dilakukan apabila ada sisa pakan atau kotoran benih udang vanamei yang mengendap didasar wadah penelitian. Untuk mengetahui sintasan dilakukan sampling dengan cara menggunakan gelas ukur.

3.6.5. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.

(33)

19

Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan Perlakuan A : Pemberian pakan 3 kali

Perlakuan B : Pemberian pakan 4 kali Perlakuan C : Pemberian pakan 5 kali Perlakuan D : Pemberian pakan 6 kali

3.6.6. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.7. Sintasan

Sintasan larva udang vannamei dilakukan dengan cara mengambil hewan uji kemudian dilakukan penyamplingan tiap wadah, adapun rumus yang dianjurkan oleh Effendi (1997) dalam menghitung sintasan adalah sebagai berikut:

Dimana: SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ind) No = Jumlah individu pada awal penelitian (ind)

A1 C3 D1 D1 C2 A2 B3 C1 B1 D2 A1 D3

(34)

20

3.6.8. Kualitas Air

Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang meliputi: suhu, salinitas, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari.

3.6.9. Analisis data

Untuk mengetahui penggunaan cairan rumen sebagai pupuk pakan alami

Skeletonema costatum dengan frekuensi yang berbeda terhadap sintasan larva

udang Vannamei, maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).

(35)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Performansi perkembangan larva

Performa perkembangan larva tiap hari dapat dilihat pada Gambar 4.

Hari ke-1

Hari ke-2 Hari ke-3

Hari ke-4 Harike-5

Hari ke-6

(36)

22

4.2. Sintasan Larva

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa frekuensi pemberian Skeletonema costatum pada larva udang vannamei berpengaruh (P<0,05) terhadap sintasan larva udang Vannamei stadia zoea sampai mysis. Sedangkan uji lanjut menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Sintasan zoea selama penelitian

Gambar 6. Sintasan larva selama masa peneltian yang diamati setiap hari 0 6 14 40 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 A B C D Si nt asa n zoea ( % ) Perlakuan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Hari-1 hari-2 hari-3 hari-4 hari-5 hari-6

Si n ta sa n zo e a (% ) Pengamatan harian Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D

(37)

23

Berdasarkan Gambar 5. Menunjukkan bahwa sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan D (6 Kali) pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan D yakni pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum sebanyak 6 kali lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini terjadi karena suplai pakan alami tersedia setiap selang waktu 4 jam jadi kebutuhan nutrsi dari zoea tersebut terpenuhi untuk melakukan pertumbuhan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa (1996) yang menyatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi tingkat kelulushidupan larva udang vannamei yaitu kualitas air pada media pemeliharaan, waktu pemberian pakan, dan kualitas pakan itu sendiri. Faktor pertama yaitu kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisnme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah waktu pemberian pakan, waktu pemberian pakan yang sesuai akan membuat udang mampu untuk memanfaatkan pakan yang diberikan. Faktor ketiga adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan pada stadia awal dari larva udang, akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan udang sehingga sehingga dibutuhkan pakan yang semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan. Selanjutnya Yuwono (2005) dalam Qamari (2013) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kelulushidupan organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor lingkungan itu sendiri.

(38)

24

4.3. Kualitas Air

Selama penelitian, dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut. Nilai parameter kualitas air media pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva udang vannamei stadia zoea dan mysis setiap perlakuan selama penelitian.

Parameter Perlakuan A B C D Suhu (°C) 23,1-27,1 24,1-27,1 25,1-27,3 25,5-27,6 pH 6,25-8,0 6,25-8,04 6,52-8,02 7,02,-8,06 Salinitas 30 30 30 30 DO (ppm) 4,55-5,95 4,58-5,98 4,68-5,77 4,88-5,38 Sumber : Data hasil pengukuran 2016

Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan organisme akuatik merupakan faktor penting karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme perairan. Cuzon et al. (2004) menyatakan faktor lingkungan harus optimal bagi proses fisiologi udang Litopenaeus vannamei. Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan nutrisi dapat berubah sesuai dengan variasi faktor lingkungan seperti salinitas, temperatur, pH dan oksigen terlarut.

Hasil pengukuran suhu selama penelitian diperoleh kisaran antara 25,5-27,6 °C. nilai ini menunjukkan bahwa suhu air masih berada dalam kisaran yang normal yang dapat ditolerir oleh larva L. Vannamei. Hal ini sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya (2003), suhu optimal pertumbuhan larva udang antara 26-32°C. suhu berpengaruh langsung pada metabolisme udang, pada suhu

(39)

25

tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu rendah proses metabolisme diperlambat. Bila keadaan seperti ini berlangsnug lama, maka akan menganggu kesehatan udang karena secara tidak langsung suhu air yang tinggi menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya larva udang akan kekurangan oksigen. Zweig et al (1999) dalam Suwoyo (2009) menambahkan bahwa temperatur optimal untuk udang vannamei berkisar antara 28-30°C.

Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar 30 ppt. Nilai ini tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei. Xincai dan Yongquan (2001) menjelaskan bahwa salinitas optimal untuk udang vaname berkisar antara 5-35 ppt. Saoud et al. (2003) menambahkan bahwa udang vaname dapat tumbuh pada perairan dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt.

Hasil pengukuran pH air selama berlangsungnya penelitian berkisar 6,25-8,06. Nilai ini tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purba (2012) bahwa derajat keasaman (pH) air media pemeliharaan Larva udang vannamei selama penelitian adalah 7,7 - 8,7. Kisaran pH tersebut masih layak bagi kegiatan pembenihan udang vannamei serta mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Elovaara (2001) menambahkan bahwa untuk stadia larva pH yang layak untuk udang vaname berkisar antara 7,8-8,4, dengan pH optimum 8,0.

Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara 3,65-5,98 ppm. Kisaran ini masih dikategorikan baik bagi budidaya L. vannamei, hal ini sesuai dengan pernyataan Fegan (2003) bahwa kosentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan udang vaname berkisar antara 3-8 ppm. Nilai tersebut

(40)

26

menunjukan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media pemeliharaan masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan udang vanamei.

(41)

27

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian pakan yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan efek yang berpengaruh nyata terhadap sintasan larva udang vannamei. Peningkatan kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6 kali sehari) dengan sintasan rata-rata 40 %.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan frekuensi pemberian pakan yang lebih tinggi untuk mendapatkan sintasan yang lebih baik.

2. Perlu memperhatikan parameter kualitas air agar tetap dalam kondisi layak untuk kelangsungan hidup larva udang.

3. Perlu dilakukan pemurnia pada cairan rumen sebelum digunakan sebagai pupuk pada skeletonema costatum.

(42)

28

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.

Anonim.(2003).LaporanParktikumPenentuanKadaAir.http://www.scribed.c om/doc/14098051/Laporan-praktikum-penentuan-kadar-air.Diakses tanggal 23 April 2011.

Anggorodi HR. 1979. Nutrisi Aneka Ternak . Jakarta.

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Udang Alami. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.

Edhy et.al.(2003) fase pertumbuhan chaetoceros sp.

Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama. Penerbit : Tarsito. Bandung.

Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.

Haliman, R.W. & Adijaya, D. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan dan

Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit

Kanisus. Yogyakarta.

(43)

29

Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.

protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls and their interactions. Appl. Environ.Microbiol.

Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya Air Tawar. Araska Press, Yogyakarta. 118 hal.

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.

Trinci A. P. J., D. R. Davies, K. Gull, M. L. Lawrence, B. B. Nielsen, A. Rickers and M. K. Theodorou. 1994. Anaerobic Fungi in Herbivorous Animals. Myco.

(44)

30

Lampiran 1. Dokumentasi selama penilitian

Sentrifius yang di lakukan di kampus Universitas Hasanuddin Makassar

(45)

31

Memasang selang dan batu airasin yang sudah di jemur

(46)

30

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di Bonerate Kepulauan Selayar pada tanggal 27 November 1989. Penulis merupakan anak ke-6 dari 6 bersaudara, dari Ayahanda H. Abu Gani

Hj. Sitti Aminah. Penulis memulai pendidikan SD

Impres Majapahit pada tahun 2000, tingkat pendidikan selanjutnya ditempuh pada SMPN 1 Pasimarannu tamat pada tahun 2007. Yang kemudian diteruskan ke SMA Negeri 1 Pasimarannu dan mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial tamat pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dan diterima di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Pertanian dengan memilih Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan sebagai bidang keilmuan yang akan digeluti dimasa depan. Penulis pernah melaksanakan Magang di BBAP Takalar. Penulis melakukan Penelitian di BPPAP Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS SKELETONEMA

COSTATUM YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN

Gambar

Gambar 1. Morfologi udang vannamei
Gambar 2. Siklus Udang Vannamei
Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan  Perlakuan A  : Pemberian pakan 3 kali
Gambar 4. Performa perkembangan larva selama penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terjadi karena fluorida yang masuk ke dalam tubuh akan bergabung dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen fluorida (HF) yang mudah melintasi

Perbandingan ketuntasan secara individu dan klasikal pada skor dasar, siklus I, dan siklus II dengan penerapan model pembelajaran Role Playing pada siswa kelas VI SD

Selama pemasangan, bila terdapat ujung-ujung pipa yang terbuka dalam pekerjaan perpipaan yang tersisa pada setiap tahap pekerjaan, harus ditutup dengan

No Test Procedure / Step Expected Result and Result Status 1 Mencari rute dari current position ke lokasi tertentu Pengguna dapat melihat rute dari posisi pengguna

menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat. Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh

Produksi Utama Perilaku higienis dapat mengurangi kemungkinan masuknya bahaya-bahaya yang mungkin akan sulit atau tidak memungkinkan untuk dikendalikan pada tingkatan selanjutnya

Kejadian demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pengamatan selama kurun waktu 20 sampai 25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD