• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Keragaman dan Karateristik Bio-ekologis Anggrek di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Berdasarkan Ketinggian Tempat

Sutriana Mamonto1, Novri Y. Kandowangko2, Abubakar Sidik Katili 3 1)

Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

Email: sutriana06@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Keragaman dan karaktristik bio-ekologis anggrek di kawasan cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan ketinggian tempat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksploratif. Pengambilan data dilakukan dengan cara menjelajah Cagar Alam Gunung Ambang berdasarkan interval ketinggian yang berbeda, yaitu 700-1000 m dpl, 1000-1300 m dpl, 1300-1500 m dpl. Selanjutnya pengamatan terhadap anggrek dilakukan pada masing-masing interval ketinggian secara acak pada sisi kiri dan kanan dengan jalur pengamatan sepanjang 50-100 m. Hasil penelitian menunjukkan pada ketinggian 700-1000 indeks keragaman jenis anggrek rendah, pada ketinggian 1000-1300 indeks keragaman jenis anggrek sedang dan pada ketinggian 1300-1500 menunjukkan indeks keragaman jenis anggrek rendah. Hasil karakteristik bio-ekologis anggrek menunjukkan anggrek yang ditemukan merupakan anggrek epifit dan teresterial terdapat pada pohon, tanah dan kayu lapuk. Berasosiasi dengan tumbuhan paku dan tumbuhan sarang semut dan berinteraksi dengan serangga.

Keywords : Keragaman, Karakteristik Bio-ekologis, Anggrek, Cagar Alam Gunung Ambang

PENDAHULUAN

Anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki keragaman yang tinggi. Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek. Sebagian besar keragamannya terpusat di kawasan tropis dan subtropis. Keindahan bentuk bunga serta distribusi yang luas menyebabkan anggrek menjadi tanaman yang popular. Namun keberadaan anggrek liar sering kali terancam punah dengan semakin sempitnya lahan karena banyak dipakai untuk pemukiman, perkebunan dan adanya kerusakan alam. Ditambah lagi dengan adanya pengambilan anggrek alam tanpa mempertimbangkan kelestariannya.

Anggrek memiliki dua manfaat yaitu, secara ekologi dan ekonomi, seperti yang dijelaskan oleh Yahman (2009), manfaat secara ekologi anggrek epifit menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu seperti semut dan rayap, sedangkan anggrek terestial yaitu sebagai salah satu tumbuhan penutup lantai hutan yang menjaga kelembaban tanah. Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman hias karena bentuk bunganya yang memikat.

Pertumbuhan tanaman anggrek dipengaruhi oleh iklim baik kapasitas sinar matahari, kelembaban udara dan temperatur udara. Faktor-faktor tersebut merupakan karakteristik bio-ekologis pertumbuhan anggrek. Hal ini juga

(2)

dijelaskan oleh Parinding (2007), bahwa lingkungan umumnya dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik dan biologis, seperti faktor fisik yaitu, iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisiografi lingkungan. Faktor biologis atau biotik, yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain, satwa maupun manusia.

Salah satu wilayah yang terdapat anggrek dengan lingkungan pertumbuhan yang mendukung adalah Cagar Alam Gunung Ambang, terletak di Sulawesi Utara Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Keberadaan anggrek di Cagar Alam Gunung Ambang masih belum diketahui jenis-jenisnya khususnya pada sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Jenis anggrek di Cagar Alam Gunung Ambang sudah pernah dieksplorasi, yang menjadi lokasi penelitian yaitu desa Singsingon, sekitar hutan dari Modoinding menuju ke kawah gunung berapi Gunung Ambang yang merupakan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk dan Minahasa Selatan. Sementara untuk Kabupaten Bolaang Mongondow Timur belum dilakukan penelitian.

Terbatasnya informasi tentang jenis anggrek di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi terkait khususnya di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Hasil dari kegiatan ini akan menambah informasi tentang keragaman anggrek keseluruhan di Cagar Alam Gunung Ambang

METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl, 1000-1300 m dpl, 1300-1500 m dpl dan luas daerah 3.607.04 Ha. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yakni dari bulan Mei - Juli 2013.

Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta atau sketsa lokasi penelitian, kompas (untuk menentukan arah jalur penelitian), parang (untuk membuat jalur penelitian), gunting stek (untuk mengambil sampel anggrek), alat tulis, buku Flora of Sulawesi. (untuk membantu identifikasi anggrek), kamera (untuk mengambil dokumentasi selama penelitian), Termohigro dan GPS (untuk mengukur suhu, kelembaban dan ketinggian tempat etiket gantung, kertas merang, kertas karton, emplop, selotip, oven, dan sampel anggrek.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksploratif, dengan cara menjelajahi jalan setapak mulai dari bawah sampai ke atas bukit lokasi penelitian.

Pengambilan data dilakukan dengan cara menjelajah Cagar Alam Gunung Ambang berdasarkan ketinggian tempat yang berbeda, dengan interval ketinggian yaitu 700-1000 m dpl, 1000-1300 m dpl, 1300-1500 m dpl. Selanjutnya

(3)

pengamatan terhadap anggrek dilakukan pada masing-masing interval ketinggian secara acak pada sisi kiri dan kanan dengan jalur pengamatan sepanjang 50-100 m. Setiap jenis yang dijumpai dilapangan dicatat data lapangan, yaitu habitat, jenis pohon inang, letak anggrek pada pohon inang (batang, cabang atau ranting), dan ketinggian anggrek pada pohon dari permukaan tanah (m), serangga yang ada disekitar anggrek, suhu, kelembaban udara dan titik koordinat di daerah penelitian. Membuat dokumentasi dengan menggunakan kamera untuk setiap jenis yang ditemukan di lokasi. Mengambil setiap jenis anggrek yang ditemukan dan diidentifikasi, kemudian dihitung jumlah setiap anggrek dan dianalisis dengan menggunakan rumus keragaman. Anggrek yang ditemukan selanjutnya dibuat herbarium.

Teknik Analisis Data

Data yang telah didapat pada hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Keragaman (Diversitas)

Keragaman jenis yang terdapat dalam komunitas dapat diketahui dari indeks keragaman (Diversity) dengan menggunakan persamaan Shannon-Wienner dengan rumus sebagai berikut:

H'= -∑ni/N Log ni/N atau H’ = ∑〖- pi Log pi〗 Dimana :

H = Indeks keragaman

ni = Nilai tiap individu suatu jenis N = Total Individu seluruh Jenis

Pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis

Besarnya indeks keragaman jenis menurut Facrul (2007) (dalam Yahman, 2009) didefinisikan sebagai berikut:

H < 1 = keragaman rendah, H 1 s/d 3 = keragaman sedang, H > 3 = keragaman tinggi.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 25 spesies anggrek. jenis dan jumlah speseies yang ditemukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang mongondow timur dapat dilihat pada gambar berikut.

(4)

Gambar 1. Diagram Jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 700-1000 m dpl

Gambar 2. Diagram Jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1000-1300 m dpl

Gambar 3. Diagram jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1300-1500 m dpl 0 10 20 30 40 50 60 70 J u m la h I n di v idu Spesies Anggrek Bulbophylum sp 2 Luisia zollingeri Rchb. F Dendrobium crumenatum Dendrobium kuyperi Flickingeria comata Coelogyne sp 2 Thrixspermum centipeda Phalaenopsis amabilis Eria pachystacya Thelasis pygmaea 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 J u m la h I n di v idu Spesies Anggrek Coelogyne sp 1 Apostasia Sp Appendicula alba Ceratostylis subulata Phaius tankervilliae Pholidota chinensis Eria sp Bulbophylum stelis coelogyne sp 2 Phalaenopsis sp Eria moluccana Cymbidium bicolor Eria pachystacya Dendrobium sp Bulbophylum sp 3 0 50 100 150 J u m la h I n d iv id u Spesies Bulbophylum sp 1 Bulbophylum sp 2 Agrostophyllum laxum Apostasia sp

(5)

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan rumus Shanon-Winner, indeks keragaman yang ditemukan pada masing-masing ketinggian yaitu 700-1000 m dpl, 1000-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl dapat dilihat pada gambar 4. berikut :

Gambar 4. Diagram Indeks Keragaman Jenis Anggrek berdasarkan interval Ketingggian berbeda

Berdasarkan analisis data yang tercantum pada hasil penelitian, indeks keragaman jenis anggrek di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur menunjukkan keragaman rendah sesuai dengan besarnya indeks keragaman jenis menurut Facrul (dalam Yahman, 2009). Indeks keragaman anggrek di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berkisar antara 0,35-1,06 atau berada pada kategori H≤1, hal ini menunjukkan keragaman spesies pada kawasan tersebut rendah. Bila dikaitkan dengan faktor fisik Cagar Alam Gunung Ambang yang juga merupakan gunung berapi, adanya aktivitas gunung berapi menyebabkan vegatasi pohon yang menjadi habitat dan pohon inang anggrek berkurang karena terjadi degradasi dan pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat yang tinggal di bawah kaki gunung.

Adanya aktivitas gunung berapi sehingga pada ketinggian 1300-1500 m dpl menunjukkan indeks keragaman paling rendah karena jumlah jenis anggrek yang didapat sedikit yaitu 4 spesies, spesies yang paling banyak ditemukan pada ketinggian ini yaitu Bulbophyllum sp 1 dan Bulbophylum sp 2 paling banyak ditemukan menempel di batang paku pohon atau Cyathea sp, cabang Acacia coa dan Pandanus tectorius. Selanjutnya spesies Agrostophyllum laxum ditemukan pada cabang Acacia coa setinggi 8 m dari permukaan tanah, Apostasia sp ditemukan di serasah kayu yang sudah mati yang setelah diidentifikasi serasah kayu tersebut merupakan serasah dari paku pohon yang sudah mati.

Kurangnya vegetasi pohon pada ketinggian 1300-1500 m dpl karena vegetasi pohon yang paling banyak terdapat pada ketinggian ini yaitu paku pohon (Cyathea sp). Vegetasi paku pohon yang banyak menyebabkan anggrek jenis Bulbophyllum melimpah, karena anggrek jenis Bulbophyllum sangat suka

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 700-1000 m dpl 1000-1300 m dpl 1300-1500 m dpl 0.54 1.06 0.35 In d e k s K e a n e k a r a g a m a n

(6)

menempel di paku pohon atau pakis. Pakis dapat mengikat air dengan baik, rongga-rongga di antara serat pakis membuatnya memiliki aliran udara yang baik, seperti yang dikemukakan Rahmatia (2007) bahwa serat pakis yang lapuk banyak mengandung unsur hara, banyak menyerap air dan menahan air.

Pada ketinggian 1000-1300 m dpl indeks keragaman masuk dalam ketegori keragaman sedang atau H 1 s/d 3. Hal ini disebabkan vegetasi pohon dengan kanopi rapat yang mendominasi sehingga cahaya sulit untuk masuk dan anggrek tidak secara langsung mendapatkan cahaya. Hal ini juga diungkapkan oleh Yahman (2009) bahwa apabila anggrek menempel di naungan pohon yang tajuk maka anggrek tersebut tidak akan mendapatkan cahaya, oleh sebab itu anggrek epifit dominan menempel di atas. Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu Bupbophyllum stelis dan Cymbidium bicolor terdapat di batang dan cabang pohon kopi dan paku pohon. Coelogyne sp 2 dan Eria pachystacya ditemukan pada batang dan cabang pohon Lamtoro (Laucaena leucocephal). Eria moluccana dan Dendrobium sp ditemukan pada cabang dan batang Artocarpus integra, kemudian Coelogyne sp 1, Ceratostylis subulata dan Pholidota chinensis ditemukan pada batang kayu yang sudah lapuk. Eria sp ditemukan pada batang Mangifera indica dan Bulbophylum sp 3 pada batang Switenia sp. Phalaenopsis sp pada cabang Coffea sp, Sementara spesies Appendicula alba, Apostasia sp dan Phaius tankerviliae merupakan anggrek terrestrial yang ditemukan pada ketinggian ini dan ditemukan pada serasah kayu yang sudah mati dengan tekstur tanah yang lembab dibawah naungan pohon Coffea sp.

Indeks keragaman jenis anggrek pada ketinggian ini tinggi karena dilihat dari banyaknya jenis pohon yang menjadi inang bagi anggrek epifit dan menaungi anggrek teresterial belum terganggu. Pada ketinggian ini kondisi hutan di dalamnya masih terjaga, karena jauh dari kawah gunung berapi dan lahan pertanian masyarakat, sehingga ekosistem di dalamnya masih terjaga dari kerusakan alam dan gangguan manusia.

Indeks keragaman pada ketinggian 700-1000 m dpl juga termasuk dalam kategori keragaman rendah. karena pada ketinggian ini sebagian daerahnya sudah masuk hutan produksi yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian yang berada dibawah kaki gunung. Seperti yang dijelaskan Kartikaningrum, (2010) bahwa kerusakan habitat dan pemanfaatan (termasuk perdagangan) yang tidak terkendali, penyebab utama bahaya kepunahan spesies. Kerusakan habitat disebabkan oleh pembukaan hutan untuk kepentingan konversi bagi pemanfaatan lahan, dengan tidak memperhitungkan keragaman hayati. Sehingga banyak tajuk pohon yang lebat tidak lagi menghalangi cahaya yang masuk melalui celah tajuk pohon.

Menurut Yahman (2009), secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh terhadap anggrek baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yaitu pada proses fotosintesis sedangkan pangaruh tidak langsung yaitu terhadap pertumbuhan, perkecambahan dan perbungaan. Pada ketinggian ini jenis anggrek yang ditemukan merupakan jenis anggrek yang tumbuh pada daerah yang kondisi iklimnya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang membutuhkan cahaya. Spesies anggrek yang sesuai dengan kondisi lingkungan pada ketinggian ini yaitu Eria pachystacya terdapat di pohon kelor atau Moringa

(7)

oleifera dan pohon Lamtoro atau Laucaena leucocephal. Kedua jenis pohon ini banyak terdapat anggrek dengan jenis yang beragam, yaitu Bulbophylum sp 2, Luisia zollingeri Rchb. F, Dendrobium crumenatum, Flickingeria comate, Ceologyne sp 2, Thrixspermum centipede dan Thelasis pygmaea, sedangkan Dendrobium kuyperi terdapat pada Persea americana dan Phalaenopsis amabilis terdapat pada Artocarpus integra.

Kurangnya keragaman vegetasi pohon yang berada pada ketinggian 700-1000 m dpl karena adanya pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang menebang sebagian pohon dengan tajuk yang lebat untuk membuka lahan pertanian dan hanya menyisahkan beberapa pohon yang dianggap masyarakat perlu, menyebabkan jenis anggrek yang ditemukan banyak terdapat pada pohon yang sama, yaitu Moringa oleifera dan Laucaena leucocephal.

Hasil pengukuran faktor bio-ekologis pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban berdasarkan pembagian tipe anggrek menurut Sessler dalam Solvia (2005), suhu lingkungan tersebut termasuk suhu yang dibutuhkan anggrek untuk tumbuh yaitu 22°C-34°C dengan kelembaban antara 75%-90%. Anggrek yang ditemukan merupakan anggrek epfif dan teresterial yang ditemukan terdapat pada pohon dan tanah atau serasah kayu. Selain itu beberapa jenis anggrek berasosiasi dengan tumbuhan paku dan tumbuhan sarang semut. Hubungan asosiasi anggrek dengan tumbuhan paku, sarang semut dan juga pohon inang merupakan interaksi yang menguntungkan bagi anggrek, karena akar tumbuhan paku mudah untuk menyerap air yang dibutuhkan anggrek, sama halnya dengan tumbuhan sarang semut yang dapat menyimpan air serta keberadaan semut yang tinggal dalam umbi sarang semut dapat membantu anggrek dalam penyerbukan, kemudian pohon inang menjadi tempat tinggal bagi anggrek epifit dan tempat bernaung bagi anggrek teresterial. Tipe interaksi antara anggrek, tumbuhan paku, tumbuhan sarang semut dan pohon inang merupakan tipe interaksi komensalisme, seperti yang dijelaskan Indriyanto (2006) bahwa interaksi komensalisme yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh. Begitu juga asosiasi dengan lumut, karena lumut dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan anggrek. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Rahmatia (2007) bahwa lumut mangandung zat hara yang diperlukan, lumut juga dapat mengikat air dengan baik, serta dapat mengalirkan air dan udara dengan baik. Selain berasosiasi dengan tumbuhan, serangga juga ditemukan pada akar-akar anggrek.

Kehadiran serangga yang terdapat di anggrek juga memiliki fungsi sebagai pengurai yang membantu anggrek dalam mendapatkan unsur hara dari pohon inang dan habitatnya. Hal ini di dukung oleh pernyataan Solvia (2005) bahwa keberadaan serangga untuk mendegradasi kayu yang tumbang, ranting, daun yang jatuh, hewan yang mati dan sisa kotoran hewan dari bahan organik menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk regenerasi dan penyubur tanaman juga berperan sebagai pengendali fitofagus (serangga hama bagi tanaman).

Interaksi antar spesies merupakan suatau kejadian wajar dalam suatu komunitas. Menurut Indriyanto (2006), interaksi antar spesies tidak terbatas pada hewan dan hewan, tetepi interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan antar tumbuhan dengan hewan. Hal tersebut dapat menjelaskan

(8)

bahwa beberapa spesies anggrek yang ditemukan bersama tumbuhan paku, sarang semut dan lumut, serta serangga seperti semut dan rayap. Interaksi yang terjadi antara anggrek dengan serangga seperti rayap dapat digolongkan sebagai interaksi protokooperasi, yaitu interaksi yang saling menguntungkan bagi masing-masing spesies. Anggrek membutuhkan serangga untuk proses penyerbukan dan penyebaran biji, karena anggrek tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, sedangkan serangga membutuhkan anggrek untuk mendapatkan serbuk sari.

Simpulan

Simpulan dalam penelitian ini yaitu terdapat sebanyak 25 spesies anggrek yang ditemukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Pada ketinggian 1300-1500 m dpl menunjukkan indeks keragaman paling rendah. Pada ketinggian 1000-1300 m dpl indeks keragaman masuk dalam ketegori keragaman sedang atau H 1 s/d 3 dan indeks keragaman pada ketinggian 700-1000 m dpl juga termasuk dalam kategori keragaman rendah.

Pengukuran bio-ekologis menunjukkan anggrek yang suhu dan kelembaban berkisar antara 22°C-34°C dan 75% -90. Anggrek yang ditemukan merupakan anggrek epifif dan terestrial yang terdapat di pohon dan tanah atau kayu lapuk. Berasosiasi dengan pohon dan tumbuhan sarang semut juga berinteraksi dengan serangga.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, maka diharapkan pada masyarakat dan pemerintah dapat memperhatikan kondisi kawasan Cagar Alam gunung Ambang tersebut sehingga kelestarian kawasan hutan di Cagar Alam Gunung Ambang tetap terjaga.

Daftar Pustaka

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Kartikaningrum, 2010. Inventarisasi Anggrek Epifit di Kawasan Cagar Alam Gunung Tinombala, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah (Jurnal) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali. Diakses tanggal 8 Juli 2013

Parinding. 2007. Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut Di Taman Nasional Wasur Merauke Papua (Tesis). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Diakses tanggal 2 Oktober 2012

Solvia. 2005. Budidaya Anggrek. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen pertanian. Diakses tanggal 27 November 2012

(9)

Yahman, 2009. Struktur dan Komposisi Tumbuhan Anggrek di Hutan Wisata Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatra Utara (Tesis). Pascasarjana. Universitas Sumatra Utara. Medan. Diakses tanggal 13 April 2013.

Yuzammi, Syamsul Hidayat, 2002. The Unique, Endemic and Rare Flora of Sulawesi. Bogor Botanic Gardens. Institute of Indonesian Sciences. Bogor

Gambar

Gambar 2. Diagram Jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1000- 1000-1300 m dpl
Gambar 4. Diagram Indeks Keragaman Jenis Anggrek berdasarkan interval   Ketingggian berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Pada perencanaan bendung tetap Gunung Nago tersebut dilakukan perhitungan seperti analisa hidrologi menggunakan metode aritmatik, perhitungan debit banjir rencana

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih, karunia, anugerah dan rahmat-Nya yang telah

Jika dilihat dari kualitas pelayanan berdasarkan dimensi reliability pasien di rumah sakit negeri X dalam hal perawat dengan akurat memeriksa atau mencatat

nutrien (nutrient balance) di waduk, sehingga dapat diketahui dari mana asal nutrien, apakah berasal dari eksternal atau internal dan berapa besarnya nutrien yang

Gandaria Selatan cilandak Jakarta Selatan 12420 Telp. Lapangan

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Fathurrazi,S.Pd pada tanggal 25 Mei 2016 bahwa pelaksanaan bimbingan karir selalu dilakukan evaluasi setiap setelah kegiatan itu

Data yang dianalisis dalam studi ini adalah data I dan data II. Data I meliputi: 1) rumusan lampiran II dari kurikulum, yaitu silabus IPA-fisika, meliputi rumusan komponen

Setelah melalui proses judgment, instrumen tidak langsung digunakan, namun harus dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat