ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM
BULAN JUNI DI NEGARA-BALI
(Studi Khasus 26 Juni 2017)
STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II
JEMBRANA - BALI
JUNI 2017
https://www.balipost.com www.news.detik.com
ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM
BULAN JUNI DI NEGARA-BALI
(Studi Khasus 26 Juni 2017)
Oleh : Tim Analisa Stasiun Klimatologi Jembrana
I Wayan Andi Yuda, Made Dwi Wiratmaja, Margaretha R.S., I Wayan Eka Suparwata
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan pengukuran curah hujan yang dilakukan di Stasiun klimatologi Jembrana – Bali, dapat dilaporkan telah terjadi hujan ekstrim (lebih dari 100 mm/hari) pada Senin 26 Juni 2017. Hujan mulai terjadi sekitar pukul 13.00 WITA dan semakin meluas hingga pukul 02.00 WITA dini hari, dengan puncak hujan sekitar pukul 18.00 hingga 21.00 WITA. Dalam kurun waktu 12 jam, curah hujan tertakar sebanyak 104.2 Liter di alat penakar hujan Stasiun Klimatologi Jembrana. Informasi yang dihimpun dari media masa (27 Juni 2017) menyebutkan Hujan yang mengguyur Kota Negara sejak sore Hingga malam hari tersebut mengakibatkan sejumlah titik banjir. Titik terparah yang mengalami banjir adalah pemukiman warga di dekat Sungai Kaliakah, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara (Gambar 1). Ketinggian air hingga merendam tempat tidur dan perabot warga. Dari informasi terdapat ratusan rumah yang terkena banjir. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini
Gambar 1. Peta Letak Stasiun Klimatologi Jembrana dan Prakiraan Wilayah yang Terdampak Banjir (Sumber: Google Map)
Wilayah banjir
Analisis curah hujan Juni dasarian 3 tahun 2017 terhadap nilai Normal (rata-rata) dan Ambang Batas Ekstrimnya (percentile 95%) di Stasiun Klimatologi Jembrana menunjukkan hujan yang tertakar pada periode tanggal 21 hingga 30 Juni 2017 sudah berada diatas normal, bahkan sudah melewati ambang batas ekstrimnya (Gambar 2). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan telah terjadi hujan ekstrim (baik ekstrim harian dan ekstrim dasarian) yang memicu banjir di beberapa titik di kecamatan Negara.
Gambar 2. Grafik Curah Hujan Dasarian Juni 2017 Dibandingkan dengan Normal dan Ambang Batas Ekstrimnya.
Curah Hujan Ekstrim pada akhir Juni 2017 tergolong sangat unik karena nilainya sangat jauh melampaui batas ekstrimnya. Sehingga analisis dinamika atmosfer saat kejadian dan perbandingan dengan kejadian serupa pada tahun – tahun sebelumnya sangat perlu dilakukan untuk upaya antisipasi kedepan.
2. ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER
A. Analisis Citra Satelit dan Radar Cuaca
Berdasarkan analisis citra satelit dan radar cuaca tanggal 26 juni 2017 (Gambar 3), menunjukkan adanya sebaran awan yang cukup tebal di wilayah Kabupaten Jembrana yang menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sedang - lebat sekitar pukul 18.00 WITA hingga pukul 21.00 WITA. Awan yang terpantau oleh satelit memiliki suhu puncak awan mencapai -69° C. Hal ini mengindikasikan awan yang terpantau cukup tebal dan memiliki sebaran yang luas sehingga memungkinkan menghasilkan hujan lebat dengan durasi lama. Sebaran awan-awan Stratocumulus/Cumulus yang terpantau satelit menutupi wilayah Kabupaten Jembrana menghasilkan hujan yang tersebar di kecamatan Mendoyo, Jembrana, dan Negara.
Gambar 3. Citra Satelit dan Radar Cuaca tanggal 26 Juni 2017 jam 17.30 WITA (kiri) dan jam 19.20 WITA (kanan)
(Sumber: Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah 3 Denpasar)
B. Tekanan Udara Permukaan Laut (Mean Sea Level Pressure)
Gambar 4. Anomali Tekanan Udara Permukaan Laut (mb) tgl 21-26 Juni 2017 (Sumber: NCEP/NCAR Reanalysis)
Anomali tekanan udara permukaan laut dari tanggal 21-26 Juni 2017 di wilayah pulau Bali terpantau normal. Hal tersebut mengindikasikan tidak terdapat gangguan cuaca seperti Low Pressure ataupun siklon tropis disekitar wilayah Bali.
C. Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperatur/SST)
Gambar 5. Anomali Suhu Muka Laut (°C) tgl 21 - 26 Juni 2017 (Sumber: NCEP/NCAR Reanalysis)
Nilai Anomali Suhu Permukaan Laut dari tanggal 21 - 26 Juni 2017 di perairan sekitar pulau Bali bernilai -0.3 s/d 0.3°C yang menandakan kondisi suhu muka laut
yang normal. Namun di bagian timur pulau Bali tepatnya di perairan sekitar Nusa
Tenggara Timur dan perairan di selatan pulau Bali terdapat anomali positif suhu muka laut berkisar antara 0.3 – 0.9 °C yang mengindikasikan terdapat potensi peningkatan uap air dibandingkan kondisi klimatologisnya.
D. Arah dan Kecepatan Angin (Streamline) pada lapisan 850 mb
Gambar 6. Arah dan Kecepatan Angin (m/s) lapisan 850 mb tanggal 21 - 26 Juni 2017
(Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis)
Analisis Pergerakan angin yang terjadi pada tanggal 21 – 26 Juni 2017 menunjukan kondisi angin diatas pulau Bali yang bertiup dari arah timur. Hal ini normal terjadi pada bulan Juni karena aktifnya aktivitas Monsun Australia. Namun pola Siklonik di utara pulau Jawa menyebabkan melemahnya kecepatan angin yang bertiup dari timur disepanjang Jawa, Bali, dan NTB. Kondisi ini seolah menjadi “blocking” arus transportasi angin dan uap air yang dibawanya diatas wilayah Jawa, Bali, dan NTB sehingga memungkinkan terjadi penumpukan massa udara dan meningkatkan peluang terbentuknya awan.
E. Outgoing Longwave Radiation
Gambar 7. Anomali Outgoing Longwave Radiation (W/m2) lapisan 850 mb tgl 21 - 26 Juni 2017
(Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis)
Berdasarkan Gambar 6 nilai rata – rata anomali Outgoing Longwave Radiation
(OLR) tanggal 21 s/d 26 Juni 2017 di sekitar Pulau Bali berkisar antara -10 W/m2 hingga -20 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif mengindikasikan tutupan awan di
wilayah Bali cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya.
F. Precipitable Water
Gambar 8. Anomali Precipitable Water (kg/m2) lapisan 850 mb tanggal 21 - 26 Juni 2017
Precipitable Water atau potensi kandungan massa uap air dalam kolom udara
yang bisa diendapkan atau turun sebagai hujan diatas wilayah Bali memiliki anomali berkisar antara 8 s/d 10 kg/m2. Kondisi tersebut mengindikasikan terdapat
peningkatan kandungan uap air yang berpotensi hujan di atas wilayah Bali dibandingkan dengan normalnya. Pola sebaran kandungan uap air tersebut berada diatas wilayah Jawa, Bali dan NTB yang mengalami perlambatan kecepatan angin.
3. ANALISIS KLIMATOLOGI CURAH HUJAN EKSTRIM PADA BULAN JUNI (1991 – 2017)
Berdasarkan data frekuensi curah hujan ekstrim (>100mm/hari) yang dikumpulkan selama periode bulan Juni tahun 1991 – 2015 (Gambar 9) terlihat bahwa kejadian serupa pernah tercatat sebanyak tiga kali di kota Negara. Kejadian curah hujan ekstrim tersebut masing – masing tertakar pada tanggal 12 juni 1995 (108 mm), 18 Juni 2010 (148.7 mm), dan 4 Juni 2015 (123.7 mm). Kondisi ini jelas merupakan Anomali yang luar biasa mengingat pada bulan Juni, wilayah Negara normalnya telah memasuki musim kemarau.
Gambar 9. Frekuensi Kejadian Hujan Ekstrim (>100mm/hari) di Provinsi Bali bulan Juni Periode 1991 - 2015
(Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Jembrana)
Berikut adalah perbandingan data harian curah hujan bulan Juni untuk tahun yang mengalami nilai ekstrim serta tabel kondisi dinamika atmosfer masing – masing kejadian ditunjukan oleh gambar 10 dan tabel 1.
Gambar 10. Curah Hujan Harian Bulan Juni Tahun 1995, 2010, 2015, 2017
Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa kejadian curah hujan ekstrim bulan Juni pada tahun 1995 dan 2010 terjadi pada dasarian 2 (antara tanggal 11 s/d 20). Curah hujan ekstrim bulan Juni 2015 terjadi pada dasarian 1 (antara tanggal 1 s/d 20). Pada tahun 2017, kejadian curah hujan ekstrim terjadi antara tanggal 21 s/d 30 atau dasarian 3.
Tabel 1. Parameter Dinamika Atmosfer saat kejadian Curah Hujan Ekstrim di Negara (sumber dapat dilihat pada lampiran)
Parameter/tanggal 7-11 Juni 1995 13-17 Juni 2010 30 Mei-3 Juni 2015 22 – 26 Juni 2017
ENSO Netral Netral El Nino
moderate Netral Anomali SST Indonesia Netral, hangat di bagian timur hangat Netral, dingin di bagian timur Netral, hangat di bagian timur
MJO fase 2, tidak
aktif fase 1,aktif fase 1, aktif
fase 2, tidak aktif Pola angin timuran, terdapat Eddy di Kalimantan timuran, terdapat Eddy di Kalimantan timuran, terdapat konvergensi Laut Jawa timuran, terdapat Eddy dan konvergensi di Laut Jawa
Kondisi parameter dinamika atmosfer pada 4 kejadian curah hujan ekstrim bulan Juni di Negara berbeda – beda antara kejadian satu dan lainnya. Kondisi ENSO terpantau netral saat kejadian ekstrim pada Juni tahun 1995, 2010, dan 2017. Sedangkan kejadian ekstrim tahun 2015 berbarengan dengan kondisi El nino moderate. Hal ini mengindikasikan bahwa uap air yang berpotensi menyebabkan curah hujan ekstrim pada bulan juni tahun – tahun yang disebutkan tidak berasal dari tambahan uap air dari arah Pasifik.
Pada skala lebih lokal, kondisi suhu permukaan laut (5 harian) wilayah Indonesia terpantau mengalami pada kondisi netral hingga anomali hangat selama periode sebelum dan saat kejadian curah hujan ekstrim 1995, 2010, dan 2017. Sementara itu pada kejadian ekstrim tahun 2015, kondisi suhu permukaan laut Indonesia terpantau dalam kondisi netral hingga anomali dingin. Suhu permukaan laut lebih hangat dari normalnya terutama di Indonesia bagian selatan dan timur secara umum menjadi pemicu penambahan uap air untuk pertumbuhan awan hujan di daerah Bali.
Madden-Julian Oscillation (MJO) terpantau aktif pada Fase 2 saat kejadian
curah hujan ekstrim tanggal 17 Juni 2010 dan 3 Juni 2015. Sedangkan pada kejadian tanggal 11 juni 1995 dan 26 Juni 2017 kondisi MJO berada pada Fase 1 dan tidak aktif. MJO secara teoritis dianggap memasuki wilayah dan dapat memicu penambahan curah hujan Indonesia jika aktif pada fase 4 dan 5. Dengan demikian curah hujan ekstrim pada 4 kejadian ini dapat disimpulkan tidak disebabkan oleh penjalaran MJO.
Selanjutnya pola arah aliran angin pada 4 kejadian ekstrim tersebut menunjukan arah angin timuran. Terdapat pola pusaran angin (Eddy) di dekat Kalimantan pada kejadian tahun 1995, 2010, dan 2017. Sementara itu terdapat pola konvergensi di laut Jawa pada kejadian 2015 dan 2017. Gangguan pada arus aliran angin menyebabkan melemahnya kecepatan angin yang bertiup dari timur diatas wilayah Bali. Kondisi ini seolah menjadi “blocking” arus transportasi angin dan uap air yang dibawanya sehingga memungkinkan terjadi penumpukan massa udara dan meningkatkan peluang terbentuknya awan.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dinamika atmosfer yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa curah hujan ekstrim yang terjadi pada tanggal 26 juni 2017 di Negara, Jembrana, Bali dipicu oleh gangguan aliran angin berupa terbentuknya pola siklonik di sekitar kalimantan. Gangguan tersebut memicu perlambatan kecepatan angin timuran yang membawa cukup uap air dari kondisi suhu permukaan laut Indonesia bagian timur yang lebih hangat dari normalnya. Kondisi curah hujan ekstrim di Negara tercatat pernah terjadi sebanyak 4 kali selama periode 1991 – 2017 dengan pemicu utama berupa gangguan pada arus aliran angin menyebabkan melemahnya kecepatan arus transportasi uap air diatas wilayah Bali. Secara klimatologis, kondisi curah hujan ekstrim pada periode bulan Juni di Negara, Jembrana, Bali bisa terjadi bahkan saat kondisi El Nino sehingga pemantauan parameter cuaca skala regional dan lokal perlu menjadi perhatian khusus pada periode ini.
KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI Negara, 12 Juli 2017
NEGARA – BALI Prakirawan
1. I Wayan Andi Yuda
Ttd NIP. 19920807 201210 1001
2. Made Dwi Wiratmaja NIP. 19840223 200801 1012
RAKHMAT PRASETIA, SP, M.Si 3. Margaretha R.S.
NIP. 19800914 2002121003 NIP. 19920125 201012 2001 4. I Wayan Eka Suparwata NIP. 19870115 200911 1001
Lampiran:
Lampiran 1. Anomali Suhu Permukaan Laut di Nino 3.4
(Sumber : http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/ersst4.nino.mth.81-10.ascii )
Lampiran 2. Anomali 5 harian Suhu Permukaan Laut Indonesia (Sumber : NCEP/NCAR Reanalysis)
MJO
Lampiran 3. Indeks Madden Julian Oscillation tanggal 11 Juni 1995 (a), 17 Juni 2010 (b), 3 Juni 2015 (c), dan 26 juni 2017 (d)
Lampiran 4. Pola aliran angin Indonesia tanggal 11 Juni 1995 (a), 17 Juni 2010 (b), 3 Juni 2015 (c), dan 26 juni 2017 (d)
(Sumber : CPD/JMA)
a
c d