• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Drainase

Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Saluran drainase Universitas Sumatra Utara terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Drainase tanpa penutup

Drainase perkotaan adalah ilmu yang diterapkan khusus pada pengkajian kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial yang ada di kawasan kota. Drainase perkotaan merupakan sistem pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi:

(2)

1. Pemukiman. 2. Kawasan industri. 3. Kampus dan sekolah.

4. Rumah sakit & fasilitas umum. 5. Lapangan olahraga.

6. Lapangan parkir. 7. Pelabuhan udara.

Kriteria desain drainase perkotaan memiliki kekhususan, sebab untuk perkotaan ada tambahan variabel desain seperti:

1. Keterkaitan dengan tata guna lahan.

2. Keterkaitan dengan masterplan drainase kota. 3. Keterkaitan dengan masalah sosial budaya.

2.2 Standar Penutup Drainase

Tipe saluran saluran drainase ini banyak digunakan untuk saluran terbuka di atas permukaan tanah, seperti saluran drainase jalan raya, saluran drainase lingkungan perkotaan, perumahan, kampus, kawasan industri dan lain sebagainya contoh drainase pada umumnya terlihat seperti Gambar 2.2 di bawah ini [10]

(3)

Saluran ini dilengkapi dengan tutup/cover yang dirancang hanya untuk dilewati orang (light duty) standart cover tersebut terlihat pada tabel 2.1 di bawah:

Tabel 2.1 Standar Cover Drainase

Cover light duty Dimension Estimate weight With (w) Thick (t) mm mm mm 1 U300 390 75 600 45 2 U400 500 90 600 69 3 U500 640 90 600 88 4 U600 740 100 600 106 5 U800 940 100 600 135 6 U1000 1180 120 600 203 7 U1200 1390 120 600 229 8 U1400 1620 150 600 348 9 U1600 1840 180 600 497

Spesifikasi material untuk Cover drainase mempunyai standart yang sudah ditetapkan yaitu seperti pada tabel 2.2 berikut. [11]

Tabel 2.2 Spesifikasi material untuk Cover drainase

Specification:

Production Method Wet cast with hight frequency vibration Concrete Quality Min K-350

Reinforcement U-50 Hard Drawn Deformed Wire Yield Strength ± 4500 Kg/cm Tensile Strength ± 5000 Kg/cm Effective length 600

(4)

2.3 Fungsi Drainase

1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.

2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke aliran sungai terdekat secepatnya agar tidak membanjiri atau menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

3. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

4. Adanya lokasi parkir yang pada umumnya terletak dekat dengan drainase, di samping ini karena mobil tidak diparkirkan di atas drainase tersebut maka penutup drainase ini juga berfungsi sebagai parking bumper.

2.4 Jenis dan Pola Drainase

2.4.1. Menurut cara terbentuknya 1. Drainase alamiah

Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia serta tidak terdapat bangunan-bangunan pelimpah, pasangan batu atau beton, gorong-gorong dan lain-lain.

(5)

2. Drainase buatan

Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu atau beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

2.4.2. Menurut letak saluran 1. Drainase muka tanah

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.

2. Drainase bawah tanah

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

2.4.3. Menurut fungsi 1. Single Purpose

Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain.

(6)

2. Multi purpose

Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

2.4.4. Menurut konstruksi 1. Saluran terbuka

Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas. Juga untuk saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan.

2. Saluran tertutup

Saluran air untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Juga untuk saluran dalam kota.

2.5 Bentuk Penampang Saluran

Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk-bentuk saluran antara lain:

2.5.1. Trapesium

Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan

(7)

serta air buangan domestik dengan debit yang besar, seperti terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Penampang trapesium

2.5.2. Persegi

Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton. Bentuk saluran ini tidak memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Penampang persegi 2.5.3 Segitiga

Saluran ini sangat jarang digunakan tetapi mungkin digunakan dalam kondisi tertentu, seperti terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

(8)

2.5.4 Setengah lingkaran

Saluran ini terbuat dari pasangan batu atau dari beton dengan cetakan yang telah tersedia. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar, seperti terlihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6 Penampang setengah lingkaran

2.6 Sistem Jaringan Drainase

2.6.1 Sistem drainase mayor

Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (catchment area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal dan sungai-sungai. Perencanaan drainase mayor ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5-10 tahun dan pengukuran topografi yang detail diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.

(9)

2.6.2 Sistem drainase mikro

Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar [12].

2.7 Dampak Penutup Drainase Yang Tidak Standar

Penutup drainase pada sebagian besar perkantoran saat ini kurang dimanfaatkan secara luas, hanya dipakai untuk menutup drainase agar tidak masuk sampah. Penutup drainase yang komersil atau sering dipakai juga berbahan dari besi atau beton, dan bersifat kaku. Pada sebagian besar drainase di perkotaan, perumahan, jalan, dan lainnya. Penggunaan penutup drainase masih banyak terjadi kecelakaan. Antara lain ada hewan yang masuk ke saluran drainase, ada kecelakaan lalu lintas, banyaknya sampah yang dapat mengakibatkan penyumbatan aliran air drainase, dan lainnya seperti terlihat pada Gambar 2.7 di bawah ini.

(10)

(a) (b) (c)

Gambar 2.7 Penutup drainase (a) kondisi penutup drainase yang tidak standar, (b) Lahan parkiran mobil di pasar induk, dan (c) Tumpukan sampah di drainase

Oleh sebab itu, penutup drainase sangat diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal seperti di atas. Penutup drainase yang baik adalah yang mampu menjaga drainase agar tidak masuk kontaminan pengganggu ataupun sejenisnya yang dapat mengakibatkan tersumbatnya aliran drainase tersebut. Cover bump paduan bahan Concrete Foam diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit dirancang untuk dipakai secara luas yaitu untuk menutup drainase dan juga sebagai parking bumber dimana pada saat parkir akan lebih rapi dan wilayah parkir menjadi lebih aman.

2.8 Parking bumper

Parking bumper adalah sebuah alat yang digunakan sebagai penahan roda kenderaan pada saat parkir. Parking bumper sering dijumpai pada lokasi perparkiran gedung perkantoran, pusat perbelanjaan atau supermarket dan lain-lain. Parking bumper ini berfungsi untuk menciptakan keteraturan perparkiran pada area parkir kenderaan roda empat dan juga sebagai penuntun serta pengaman kenderaan pada saat parkir, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini [13].

(11)

Gambar 2.8 Parking bumper

Parking bumper telah dikenal oleh masyarakat Internasional sejak tahun 1962 pada saat itu bahan yang digunakan adalah karet (rubber), dengan desain seperempat lingkaran (seperempat bola) dengan sudut 90º, setelah itu dimodifikasi kembali pada tahun 2009. Parking bumper ini berbentuk poligon (trapesium). Sementara di lapangan sering dijumpai parking bumper berbentuk balok terbuat dari bahan komposit beton dengan ukuran yang tidak memiliki standar khusus. Parking bumper didesain dengan memperhatikan kekuatan mekaniknya. Hal ini bertujuan untuk dapat memperkirakan kemampuan parking bumper dalam menahan beban, baik tekan maupun beban kejut atau impak yang terjadi tiba-tiba. Karena parking bumper ini digunakan untuk menahan roda kenderaan. Desain ini mengasumsikan berat kotor sebuah mobil berkisar 1600 kg. Pada proses pemakaian parking bumper tersebut akan bersentuhan langsung dengan roda mobil (tergantung posisi parkir) pada posisi roda depan atau belakang. Sementara satu roda mobil akan menyentuh satu parking bumper. Maka jika asumsi berat keseluruhan mobil dibagi dengan empat bagian pada mobil tersebut yaitu letak pembebanan pada roda mobil maka akan diperoleh beban sebesar 400 kg. Ilustrasi seperti diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan 2.10 berikut ini.

(12)

Gambar 2.9 Ilustrasi pembebanan pada Cover bump tipe 1

Gambar 2.10 Ilustrasi pembebanan pada Cover bump tipe 2

Untuk menganalisa distribusi gaya dapat diasumsikan bahwa W tersebut adalah berat bobot mobil, dan F adalah gaya tekan yang terjadi pada parking bumper. Analisa gaya yang terjadi pada parking bumper dapat diuraikan seperti pada Gambar 2.11 dan 2.12 di bawah ini [14].

(13)

Gambar 2.12 Analisa gaya yang diterima cover parking bum tipe 2

Free Body Diagram dari gambar analisa gaya-gaya yang diterima pada Cover bump di atas terlihat pada Gambar 2.13 di bawah ini.

Gambar 2.13 Free Body Diagram Analisa gaya yang diterima cover bump

Analisa gaya yang bekerja pada Cover bumpdiasumsikan dalam kondisi statis dengan V= 0 Km/jam dan t = 0 detik. Perhitungan di atas dapat ditulis pada persamaan 2.1 di bawah ini :

(14)

∑ Fy = 0

F Sin α + W Cos α – N = 0 ……….2.1

W Cos α – N = 0

N = W × Cos α

N = m × g Cos α

Maka besar gaya tekan yang diterima oleh Cover bump dengan luas area kontak ban mobil 2000 mm dapat dihitung dengan persamaan 2.2 di bawah ini:

σ =

.……….2.2

Dimana F = Gaya [N]

A= Luas permukaan [mm²]

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan luas area kontak diketahui antara ban mobil dengan Cover bump adalah 2000 mm2maka diperoleh gaya tekan untuk statik sebagai berikut,

σ =

Analisa gaya yang bekerja pada Cover bump diasumsikan dalam kondisi dinamik dengan kecepatan V = 5 km/jam, waktu t = 4 detik dan koefisien gesek µs= 0,8 . Perhitungan gaya di atas dapat ditulis pada persamaan 2.3 di bawah ini :

(15)

∑ Fx = m × a

F.Cos α – w Sin α –Fs =0 ……….2.3

m × a × Cos 45˚ - m × g × Sin 45˚ - µs× N = 0

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan luas area kontak diketahui antara ban mobil dengan Cover bump adalah 2000 mm2maka diperoleh gaya tekan untuk dinamik sebagai berikut,

diperoleh gaya tekan untuk dinamik sebagai berikut,

σ =

Dimana: F = Gaya tekan (N) . W = Berat benda (N). m = Massa (Kg) . g = Percepatan gravitasi (m/s2). v = Kecepatan (m/s) . = Sudut kemiringan (⁰). fs = Gaya gesek (N). μk= Koefisien gesek.

(16)

Penggunaan parking bumper bertujuan untuk menghindari terjadinya kecelakaan dalam hal ini mobil terprosok kedalam parit, menciptakan keteraturan lokasi parkir, sehingga pemilik kenderaan merasa nyaman ketika meninggalkan kenderaan tersebut diperparkiran, sebuah kenderaan dalam posisi parkir seperti terlihat pada Gambar 2.14 di bawah ini.

Gambar 2.14 Susunan parking bumper diparkiran.

Bentuk dasar dari parking bumper pada penelitian sebelumnya adalah trapesium padat. Bentuk desain dasar yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini.

Gambar 2.15 Desain parking bumper

Ukuran parking bumper adalah panjang 250 mm, lebar 200 mm, dan tinggi 130 mm. Selain itu pada bagian miring parking bumper yang langsung dikenai roda

(17)

kendaraan, dibuat melengkung seperti radius roda yang akan menempel. Hal ini bertujuan agar saat parkir roda kendaraan benar-benar tertahan oleh parking bumper.

Dasar dari perubahan yang dilakukan adalah untuk mendapatkan parking bumper sekaligus sebagai penutup drainase yang memiliki fungsi ganda. Tujuan modifikasi adalah untuk mendapatkan bentuk yang lebih bagus dan yang memiliki kekuatan lebih kuat [15].

2.9 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang jumlahnya sangat banyak, yaitu 1,9 juta ton berat kering atau setara dengan 4 juta ton berat basah pertahun. PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) menghasilkan limbah TKKS sebanyak 1350 ton pertahun. Pada umumnya material ini dimanfaatkan sebagai pupuk organik di lahan perkebunan dengan cara dibakar atau dibuang kembali ke lahan tersebut dan dibiarkan mengalami proses fermentasi secara alami.

Pengolahan limbah TKKS dewasa ini mulai diteliti kegunaannya, sehingga nilai ekonomis dari material limbah tersebut dapat dinaikkan dan sekaligus dapat memberi solusi atas penanganan produk limbah yang sebelumnya terbuang sia-sia. Sebagai contoh pemanfaatan TKKS ini di bidang teknologi di antaranya ialah pembuatan papan partikel, parking bumper, kerucut lalu lintas, helmet sepeda, dan bahan baku kertas sehingga masih terbuka kemungkinan serat TKKS ini diolah ke

(18)

bentuk struktur lainnya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Salah satu bentuk strukturnya adalah struktur beton.

Agregat penguat (reinforcing filler) digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal Concrete Foam seperti yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan pengisi bukan penguat seperti Foaming Agent digunakan untuk membuat pori-pori udara dalam Concrete Foam. Setiap jenis agregat ringan memberikan sifat-sifat tertentu kepada Concrete Foam sebagai akibat dari sifatnya yang spesifik. Agregat penguat yang digunakan adalah limbah Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Serat TKKS memiliki sifat kekuatan tarik yang baik terutama setelah dilakukan perlakuan (treatment) khusus yaitu merendam serat tersebut ke dalam 1% cairan NaOH yang berfungsi untuk menghilangkan beberapa kandungan seperti lignin, minyak, protein, dan lain-lain yang dapat menyebabkan pembusukan pada serat.

Berdasarkan penelitian tiap kandungan serat TKKS secara fisik mengandung bahan-bahan serat seperti lignin (16,19%), selulosa (44,14%), dan hemiselulosa (19,28%) yang mirip dengan bahan kimia penyusun kayu.

TKKS merupakan unsur dominan. Oleh karena itu potensi serat dalam TKKS sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai penguat dalam Concrete Foam. Kelemahan dari serat TKKS adalah tidak bisa langsung digunakan karena mengandung lignin dan uap air yang tinggi sehingga perlu perlakuan khusus untuk mendapatkan serat yang baik.

(19)

0,475 mm, dengan kekuatan rata-rata 246,2 MPa. Sementara pada diameter yang lebih besar dari 0,475 mm sampai 0,575 mm, memiliki kekuatan rata-rata 144,0 MPa. Untuk diameter dari 0,575 mm sampai 0,72 mm, memiliki kekuatan rata-rata 92,5 MPa. Hal ini menjelaskan bahwa serat yang berdiameter kecil lebih kuat dari yang berdiameter besar. Dengan demikian penggunaan serat TKKS akan memberikan sifat mekanik yang cukup baik terhadap material komposit yang dibentuk.

Dalam dunia konstruksi, beton ringan dibentuk dengan cara pencampuran pasta semen dan foam, menggunakan metoda fisika. Alternatif lain beton ringan dapat dibentuk dengan cara penambahan serat sebagai penguat ke dalam campuran pasta semen dan foam.

Ukuran panjang serat TKKS yang dipakai dapat berkisar antara 1 mm sampai 10 mm. Dengan cara ini diperoleh beton ringan berongga yang relatif lebih besar kekuatannya dan ringan.

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa penggunaan serat penguat baik serat alam maupun sintetis dalam campuran pasta semen dan foam untuk membentuk beton ringan berongga (Concrete Foam) belum dilakukan. Karenanya, penelitian ini diarahkan untuk pengembangan material Concrete Foam yang memiliki densitas rendah tetapi mampu menahan beban statik dan impak yang baik.

(20)

2.10 Beton Ringan

Di dalam bidang ilmu teknologi beton dikenal adanya istilah beton ringan (light weight concrete). Pembuatan beton ringan dengan pemakaian agregat ringan dimulai sejak munculnya agregat ringan yang dibuat dari proses pembakaran shale dan clays pada tahun 1917 oleh S.J.Hayde. Pemakaian beton ringan pertama kali diperkenalkan di Amerika pada Perang Dunia I (1917) oleh perusahaan Emergency Fleet Building, dengan memakai agregat expanded shale, dan dipakai untuk konstruksi kapal serta perahu. Beton ringan bertulang tersebut mempunyai kekuatan 34,47 MPa dan berat isi 1760 kg/m3.

Sejak tahun 1950-an beton ringan telah dipakai pada struktur gedung bertingkat, lantai kendaraan pada jembatan dan beton precast, dan lain-lain. Ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi itu semuanya hanya tergantung pada adanya rongga udara dalam agregat, atau pembuatan rongga udara dalam beton, di antaranya ada beberapa cara pembuatannya, yaitu dapat dilakukan dengan 3 cara pembuatan:

1. Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan buatan yang digunakan juga sebagai pengganti agregat dasar atau kerikil. Beton ini memakai agregat ringan yang mempunyai berat jenis yang rendah (berkisar 1400 kg/m3-2000 kg/m3) akibat agregat kasar yang bersifat porous. Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses pembakaran, hasil produksi industri serta bahan-bahan organik lainnya. Berdasarkan agregat beton ringan ini dapat di

(21)

a. Beton ringan-total (all-light weight concrete).

Campuran beton dengan menggunakan agregat ringan butiran halus maupun kasar.

b. Beton ringan pasir (sand-light weight concrete).

Untuk memperoleh kekuatan beton yang lebih baik, agregat halus diganti dengan pasir alam sedangkan agregat kasar merupakan agregat ringan. Beton ringan dapat dibagi lagi dalam tiga golongan berdasarkan tingkat kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

a. Beton insulasi (insulating concrete)

Beton ringan dengan berat (density) antara 300 Kg/m3-800 kg/m3 dan berkekuatan tekan berkisar 0,5-6,89 MPa, yang biasanya dipakai sebagai beton penahan panas (insulasi panas) disebut juga low density concrete. Beton ini banyak digunakan untuk keperluan insulasi, karena mempunyai kemampuan konduktivitas panas yang rendah, serta untuk peredam suara. Jenis agregat yang biasa digunakan adalah perlite dan vermiculite.

b. Beton ringan dengan kekuatan sedang (moderate strength concrete)

Beton ringan dengan berat (density) antara 800 Kg/m3-1440 kg/m3, yang biasanya dipakai sebagai beton struktur ringan

(22)

atau sebagai pengisi (fill concrete). Beton ini terbuat dari agregat ringan buatan seperti: terak (slag), abu terbang (fly ash), lempung, batu sabak (slate), batu serpih (shale), dan agregat ringan alami, seperti pumice, skoria, dan tufa. Beton ini biasanya memiliki kekuatan tekan berkisar 5-17 MPa.

c. Beton struktural (structural concrete)

Beton ringan dengan berat (density) antara 1440 Kg/m3-1850 Kg/m3 yang dapat dipakai sebagai beton struktural jika bersifat mekanik (kuat tekan) dapat memenuhi syarat pada umur 28 hari mempunyai kuat tekan berkisar >17,24 MPa. Untuk mencapai kekuatan sebesar itu, beton ini dapat memakai agregat kasar seperti expanded shale, clays, slate, dan slag.

2. Beton ringan tanpa pasir (no fines concrete) adalah beton yang tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada campuran pastanya atau sering disebut beton tanpa pasir, sehingga mempunyai sejumlah besar pori-pori. Dengan berat isi berkisar 880-1200 Kg/m3. Kekuatan beton no fines berkisar 7-14 MPa yang dipengaruhi oleh berat isi beton dan kadar semen. Pemakaian beton tipe ini sangat baik untuk kemampuan insulasi dari struktur, meskipun keberadaan rongga udara sangat banyak dan cenderung seragam dapat mengurangi kuat tekan agregat.

(23)

mortar (beton busa atau gas). Dengan demikian akan terjadi pori-pori udara berukuran 0,1-1 mm dalam betonnya, dikenal sebagai beton teraerasi, beton berongga, beton busa atau beton gas. Memiliki berat isi 200-1440 Kg/m3.

2.10.1 Material Penyusun Concrete Foam

Spesimen Concrete Foam dibuat dari pencampuran semen, pasir, air dan serat alam yang berasal dari limbah TKKS yang sangat mudah diperoleh dengan proses perlakuan yang sederhana. Untuk mendapatkan struktur komposit yang ringan dan kuat, campuran tersebut dicampur dengan Foaming Agent untuk menghasilkan foam dan serat TKKS sehingga berat struktur tersebut menjadi lebih kuat dan ringan. Komposisi material-material penyusun Concrete Foam seperti pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3. Komposisi Concrete Foam

Tipe Semen (gr) Pasir (gr) Air (gr) Foaming Agent (gr) TKKS 1 1 0.5 1 60 % Gr A1 2,267 2,267 1,133 8 492 1 45 A2 2,267 2,267 1,133 8 492 2 91 A3 2,267 2,267 1,133 8 492 3 136 A4 2,267 2,267 1,133 8 492 4 181 A5 2,267 2,267 1,133 8 492 5 227 1 1.5 0.5 1 60 % B1 2,267 3,400 1,133 8 492 1 57 B2 2,267 3,400 1,133 8 492 2 113

(24)

B3 2,267 3,400 1,133 8 492 3 170 B4 2,267 3,400 1,133 8 492 4 227 B5 2,267 3,400 1,133 8 492 5 283 1 2 0.5 1 60 % C1 2,267 4,533 1,133 8 492 1 68 C2 2,267 4,533 1,133 8 492 2 136 C3 2,267 4,533 1,133 8 492 3 204 C4 2,267 4,533 1,133 8 492 4 272 C5 2,267 4,533 1,133 8 492 5 340

2.11 Prosedur Pembuatan Cover bump Paduan Bahan Concrete Foam

Metode yang digunakan untuk pembuatan Cover bump paduan bahan Concrete Foam baik untuk penutup drainase sekaligus parking bumper komersial, seperti terlihat pada Gambar 2.16 di bawah ini.

(a) (b)

(25)

Bahan yang dipakai untuk Cover bump adalah Concrete Foam. Di mana secara terperinci prosedur pembuatan spesimen setelah proses perlakuan serat dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada Gambar 2.17 di bawah ini.

Gambar

Gambar 2.1 Drainase tanpa penutup
Tabel 2.1 Standar Cover Drainase
Gambar 2.7 Penutup drainase (a) kondisi penutup drainase yang tidak standar, (b) Lahan parkiran mobil di pasar induk, dan (c) Tumpukan sampah di drainase
Gambar 2.8 Parking bumper
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dewi Setyorini, S.Psi, MSi.; selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah memberikan penulis banyak masukan, dukungan dan motivasi

This is due to the methods and media used by teachers of SMPN 1 Terisi-Indramayu tend not fun, the second giving the students a boring vocabulary so that students are

Hasil yang diperoleh dari uji Marginal Homogeneity didapatkan nilai ρ value 0,317 (>0,05) maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna

Penelitian yang dilakukan Carcello and Neal, (2000) menyatakan keberadaan inside dan grey director (komisaris/direktur yang berasal dari manajemen) kemungkinan

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahNya serta kerja keras tim penyusun telah berhasil menyusun sebanyak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun sawit dan pelepah sawit yang telah diolah secara amoniasi dan fermentasi dapat dijadikan pengganti 100% rumput pada

KATA PENGANTAR ... Latar Belakang Masalah... Rumusan Masalah ... Tujuan dan kegunaan Penelitian ... Pembatasan Masalah ... Kajian Terdahulu ... Kerangka Teori ... Sistematika

Hasil ini didukung dengan Kruskal-Wallis Test dengan taraf signifikan lebih dari 0.05 (P<0,5) maka H1 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh