• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perhitungan CCT Menggunakan Metode EEAC (Extended Equal Area Criterion) Dan Trajektori Kritis/ Critical Trajectory Untuk Kestabilan Transien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Perhitungan CCT Menggunakan Metode EEAC (Extended Equal Area Criterion) Dan Trajektori Kritis/ Critical Trajectory Untuk Kestabilan Transien"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Analisis kestabilan transien secara umum dilakukan dengan menggunakan metode simulasi numerik. Terdapat banyak metode dalam menentukan kestabilan transien suatu sistem tenaga, sebagai contoh metode kriteria sama luas. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat digunakan pada sistem tenaga satu generator yang terhubung pada bus infinite. Oleh karena itu, di dalam tugas akhir ini diusulkan untuk menggunakan metode EEAC (Extended Equal Area Criterion) dan Trajectori Kritis/ Critical Trajectory agar dapat digunakan pada sistem multimesin. Sebuah sistem multimesin disederhanakan dengan menggunakan metode EEAC, sehingga didapatkan sebuah mesin yang diduga sebagai mesin kritis. Kemudian sistem disederhanakan menjadi sistem SIME. Besar Nilai CCT dan critical trajectory dihitung secara bersamaan. Hasil dari program ini, perhitungan CCT dengan menggunakan metode critical trajectory menghasilkan CCT sebesar 1.3721 dengan nilai m=10 pada sistem tenaga satu generator yang terhubung ke bus infinite dengan kontroler dan damping. Untuk sistem multimesin 3 generator - 9 bus, perhitungan besar nilai CCT yang dilakukan untuk semua titik gangguan yang telah ditentukan belum akurat jika dibanding hasil simulasi T-D (Time-Domain). Besar nilai CCT yang ditemukan mendekati nilai CCT yang dihasilkan metode simulasi T-D ada pada titik gangguan A dan B, yaitu 0,3046 dan 0,1803.

Kata Kunci— CCT (critical clearing time), Critical trajectory, EAC (Equal Area Criteron), EEAC (Equal Area Criterion), Kestabilan Transien.

I. PENDAHULUAN

Analisis kestabilan transien memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dari operasi sistem tenaga listrik. Analisis kestabilan transien secara umum dilakukan dengan menggunakan metode simulasi numerik, dimana integrasinya dilakukan tahap demi tahap, dari titik awal hingga mencapai respon dinamis[1]. Terdapat banyak metode dalam menentukan kestabilan transien suatu sistem tenaga, sebagai contoh metode kriteria sama luas. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat digunakan pada sistem tenaga yang terdiri dari satu generator yang terhubung pada bus infinite. Oleh karena itu, mulai banyak metode-metode baru dalam perhitungan kestabilan transien dikembangkan agar dapat digunakan untuk segala macam sistem tenaga listrik.

Salah satu pengembangan metode EAC adalah EEAC (Extended Equal Area Criterion) yang dapat digunakan pada sistem multimesin. Dengan metode ini akan ditemukan mesin yang mengalami keadaan kritis dan non-kritis, beserta parameter-parameter pengganti untuk mengubah sistem multimesin menjadi SIME (Single Machine Equivalent). Kemudian dengan kriteria sama luas akan ditemukan parameter kestabilan sistem. Metode critical trajectory merupakan metode perhitungan cepat untuk memperoleh CCT. Pada metode ini, perhitungan CCT dilakukan bersamaan dengan perhitungan lintasan kritis dari sistem tenaga listrik. Dengan menggabungkan metode EEAC dan critical trajectory diharapkan akan ditemukan besarnya nilai CCT dengan waktu komputasi yang lebih cepat.

Permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah mendapatkan waktu pemutus kritis atau CCT dari suatu sistem tenaga satu generator ke bus infinite dengan menggunakan kontroler dan damping dengan metode critical trajectory serta kombinasi metode critical trajectory dengan metode EEAC (Extended Equal Area Criterion) untuk menyelesaikan sistem multimesin pada sistem tenaga 3 generator – 9 bus. Tugas akhir ini bertujuan untuk untuk menentukan CCT dari multimesin menggunakan metode EEAC (Extended Equal Area Criterion) dan critical trajectory. Sehingga hasil perhitungan metode ini diharapkan mampu memberikan gambaran terhadap kestabilan transien suatu sistem dan mengetahui besar nilai waktu pemutus kritis/ CCT suatu sistem.

II. PENGEMBANGANKRITERIASAMALUAS (EXTENDEDEQUALAREACRITERION)

EEAC (Extended Equal Area Criterion) merupakan suatu metode perhitungan langsung. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas kegunaan dari metode kriteria sama luas yang sudah dikembangkan sejak tahun 1966, dengan menyediakan persamaan analisis untuk analisis ultra cepat, analisis sensitivitas dan metode untuk mengontrol secara preventif[2].

Fenomena stabilitas sistem dinilai dengan mengganti sistem multimesin menjadi 2 kelompok mesin dan parameter

Studi Perhitungan CCT Menggunakan Metode

EEAC (Extended Equal Area Criterion) Dan

Trajektori Kritis/ Critical Trajectory Untuk

Kestabilan Transien

Hardiansyah Pratama, Ardyono Priyadi, dan Adi Soeprijanto. Pembimbing

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

dari tiap kelompok mesin tersebut digantikan dengan nilai equivalen parameter sistem. Hal tersebut yang menjadi asumsi dasar dari metode EEAC.

Untuk mengidentifikasi kelompok kritis dan non-kritis, EEAC akan mengurutkan mesin berdasarkan sudut rotor dari generator yang ada pada sistem, yaitu dengan mengidentifikasi deviasi sudut rotor terbesar antar generator dan menetapkan kandidat dari generator kritis.

Kestabilan sistem dihitung dengan mengganti generator tiap-tiap kelompok dengan nilai equivalen masing-masing kelompok. Selanjutnya, sistem multi mesin ini diganti dengan sistem satu generator infinite bus/ OMIB (One Machine Infinite Bus).

III. METODELINTASANKRITIS(CRITICAL TRAJECTORY)

Untuk meminimalisasi kesalahan perhitungan yang terjadi pada perhitungan nilai UEP digunakan sebuah formulasi baru untuk mendapatkan CCT untuk stabilitas transien. Lintasan kritis (Critical Trajectory) didefinisikan sebagai lintasan yang dimulai dari titik Fault-on Trajectory atau lintasan saat gangguan dan mencapai titik kritis dimana sistem mulai kehilangan sinkronisme. Hingga akan ditemukan perlakuan yang sesuai untuk sistem yang mengalami gangguan[3].

Metode lintasan kritis (critical trajectory) merupakan formulasi baru dalam analisis stabilitas transien untuk sistem tenaga listrik[4]. Sebuah fitur khusus dari metode ini terletak pada kemampuannya untuk memberikan CCT yang tepat tanpa suatu perkiraan. Metode ini didasarkan pada perhitungan lintasan kritis pada batas stabilitas, yang disebut sebagai lintasan kritis.

Gambar.1. Lintasan dalam setiap tahap pada sistem tenaga listrik satu generator terhubung ke bus infinite dengan peredam (Damping)[4]

Untuk menggambarkan metode critical trajectory, perilaku dinamis khas dari suatu sistem tenaga listrik ditunjukkan pada gambar 1, dimana contoh yang digunakan adalah sebuah sistem dengan satu generator yang terhubung ke bus infinite dengan menggunakan peredam (damping). Tiga jenis lintasan ditunjukkan dalam gambar 1, lintasan “1” adalah lintasan saat terjadi gangguan (fault-on trajectory), lintasan “2” adalah saat dimana sistem sudah mencapai kestabilan karena gangguan dihilangkan sebelum waktu pemutus kritisnya (CCT). Lintasan “3” adalah lintasan yang terbentuk ketika sistem dalam

keadaan kritis. Di dalam metode ini, lintasan “3” disebut sebagai lintasan kritis (critical trajectory). Dalam kasus generator, lintasan kritis ini akan mencapai titik kesetimbangan tidak stabil (UEP) seperti yang terlihat pada gambar 1. Lintasan "4" adalah saat sistem tidak menemukan kestabilan, atau sistem terlambat untuk mengisolasi gangguan.

IV. METODOLOGI

Sistem yang digunakan pada tugas akhir ini adalah sistem tenaga satu generator yang merupakan generator sinkron dengan AVR (Auto Voltage Regulator) dan governor terhubung ke bus infinite melalui saluran transmisi dua jalur dan sistem tenaga listrik multimesin tidak tepat titik referensi. Untuk sistem tenaga multimesin tanpa titik referensi (bus infinite) digunakanlah persamaan ayunan (swing) dengan COA (center of angle) sebagai titik referensinya. Permodelan klasik multi mesin dapat ditulis sebagai berikut[5];

  i dt d i  (1) COA P T M i M ei P i P dt d i M     (2) A. Critical trajectory

Perhitungan lintasan kritis dihitung dengan nilai awal (initial point) ketika dalam kondisi stabil didefinisikan sebagai xpre, ketika gangguan terjadi pada saat t=0. Kemudian akan diketahui x0 yang merupakan titik awal pada lintasan kritis dan titik akhir dari lintasan kritis, xu, yang merupakan titik kritis. Persamaan umum titik adalah[3];

pre r x t x x f x     ) 0 ( , 0 ), (  (3)

Seperti yang telah dijelaskan pada penelitian yang lalu[3], Panjang dari lintasan kritis dihitung dengan modifikasi persamaan trapezoidal yang menitikberatkan pada kondisi ketika gangguan dihilangkan pada saat CCT dan variabel yang konvergen ke titik kritis. Dalam beberapa kasus tertentu, titik kritis sama dengan UEP (unstable equilibrium point) dan lintasan mencapai UEP dengan waktu tak terbatas. Memperoleh lintasan kritis menjadi sangat sulit ketika dibutuhkan waktu tak terbatas untuk dapat mencapai UEP. Untuk menghindari hal tersebut, metode baru untuk integrasi numerik telah dikembangkan dalam menghitung jarak antar titik;                tk tk k x k x k x k x 1 1 2 1 1  (4)

Dan persamaan trapesoidal yang digunakan pada saat tk dinotasikan dengan xk. persamaannya sebagai berikut;

0 1 1 1            k x k x k x k x k x k x (5) δ [rad] ω  [r a d /s ] 1 2 3 4

(3)

B. Gabungan Metode EEAC dan Critical Trajectory Prosedur yang dilakukan pada pengembangan metode ini adalah:

a. Mengklasifikasikan sistem multimesin menjadi dua kategori, yaitu mesin kritis dan mesin non-kritis. b. Mentransformasikan sistem dua mesin tersebut

menjadi sistem satu mesin yang terhubung ke bus infinite (OMIB).

c. lintasan saat gangguan ditemukan dengan metode simulasi numerik.

d. Besarnya nilai CUEP

x

u dihitung dengan metode shadowing

e. Menghitung CCT dan lintasan kritis secara bersamaan.

Secara umum, memberikan gangguan pada sebuah sistem tenaga listrik yang besar hanya akan berdampak pada beberapa generator saja. Generator terdampak inilah yang menyebabkan ketidakstabilan sistem tenaga terjadi. Generator yang terganggu ini dapat diidentifikasi dengan mudah dengan melihat daya akselerasi ketika gangguan terjadi.

Untuk menentukan generator yang terganggu, kita dapat menggunakan persamaan[5];   a f a fj max (6) generator tiap akselerasi   M i P ai a fj generator maksimum akselerasi max  a f

Nilai dari σ diasumsikan sebesar 0,7. Jika generator memiliki nilai σ>0.7 maka generator tersebut tergolong generator terganggu dan merupakan kandidat generator kritis. Jika terdapat lebih dari satu generator terganggu dalam sebuah sistem tenaga multimesin. Maka generator kritis diasumsikan adalah generator yang memiliki Pa atau daya percepatan paling tinggi.

Setelah generator terklasifikasikan, maka sistem akan diubah menjadi sistem satu generator-bus infinite dengan menggunakan persamaan yang telah dikembangkan oleh pavela[6]. Persamaan ini menyusun kembali generator yang telah diklasifikasikan (kritis dan non-kritis), generator kritis diberi notasi C dan non-kritis diberi notasi N. Parameter-parameter yang menyusun OMIB antara lain δ, ω, M, Pm, Pe, Pa. Parameter-parameter ini diturunkan sebagai berikut[6];

Besar sudut kritis OMIB adalah,

    M C k CM k k t t c() 1  ()  (7) dan,     M N J CM J J t t N() 1  ()  (8) besar MN dan MC, ; ;      k CM k M N J CM J M C (9)

Jadi besar sudut rotor dari sistem OMIB ini adalah, ) ( ) ( ) (tC tN t    (10)

dan kecepatan sudut rotor OMIB adalah, ) ( ) ( ) (tC tN t    (11) Dan,    M C k CM t t C() 1 kk()  ;    M N j NM t t N() 1 jj()  (12)

Untuk menentukan besaran daya mekanik OMIB, digunakan persamaan,

     

M M C k CP t M N j NP t t

Pm() 1 mk() 1 mj() (13)

dan daya elektris OMIB sebesar,

     

M M C k CP t M N j NP t t

Pe() 1 ek() 1 ej() (14)

Sehingga daya akselerasi dari OMIB dapat dideklarasikan sebagai berikut, ) ( ) ( ) (t P t P t Pame (15)

sedangkan besaran inersia konstan dari OMIB dihitung dengan persamaan, M M M M M N C N C   (16) V. HASILSIMULASI

Integrasi numerik yang digunakan adalah metode rungekutta orde 4 dengan time step (∆t) sebesar 0.01 [s]. Setelah didapatkan fault-on trajectory atau lintasan saat gangguan, kemudian nilai tersebut disimpan pada variabel X0(τ) sebagai fungsi waktu. X0(τ) dengan τ tertentu yang dipilih sebagai kondisi awal untuk mensimulasikan kondisi dinamis suatu sistem untuk menentukan kestabilan sistem tersebut. Proses ini akan diulang dengan niliai-nilai τ yang berbeda hingga mencapai suatu nilai kritis dari τ yang pada metode ini disebut CCT.

Pada sistem multimesin, akan dilakukan transformasi sistem dari multimesin menjadi SIME (single machine equivalen). Dengan demikian akan terbentuk sebuah sistem satu generator ekuivalen. Dalam metode ini akan ada satu buah generator (generator kritis) yang terhubung pada bus infinite. Besaran dari parameter-parameter yang digunakan pada sistem tenaga listrik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi keseluruhan sebuah sistem. Karena satu generator pengganti memiliki parameter yang didapat dari kondisi keseluruhan sistem yang dianalisis. Kemudian, dengan metode critical

(4)

trajectory akan dicari besaran nilai CCT dari suatu sistem tenaga.

Perangkat komputer yang digunakan memiliki processor dual-core 2.2 GHz dengan memory 1024 MB.

A. Perhitungan Waktu Komputasi Terhadap Banyaknya Pias Pada Metode Rungekutta.

Besaran nilai awal yang akan digunakan sebagai patokan awal dalam perhitungan critical trajectory sangat dipengaruhi oleh jumlah pias yang ada dalam metode rungekutta yang digunakan dalam perhitungan nilai awal. Semakin besar nilai yang digunakan, maka akan semakin akurat CCT yang dihasilkan oleh metode ini. Dan menyebabkan waktu komputasi menjadi lebih lama. Hal ini tersaji dalam tabel 1 di bawah ini;

Tabel. 1.

Perbandingan perubahan nilai n (pias) terhadap waktu komputasi

N CCT CPU 200 1.3739 0.3574 300 1.3739 0.3633 500 1.3739 0.3836 800 1.3739 0.4094 1000 1.3739 0.434 3000 1.3739 0.6865

B. Pengaruh Nilai m Pada Perhitungan Cct Dan Epsilon Nilai CCT dan epsilon yang dihasilkan sangat bergantung pada jumlah titik m (titik antara fault-on trajectory dan exit point). Semakin besar nilai m dalam program ini, maka nilai CCT yang dihasilkan semakin akurat tetapi membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama.

Tabel 2.

Hasil dari metode critical trajectory

m CCT Iterasi CPU epsilon

1 1.3624 8 0.3271 1.2067 2 1.3681 8 0.3496 0.8052 3 1.37 8 0.3373 0.6041 4 1.3713 8 0.342 0.4028 5 1.3713 8 0.3582 0.4028 6 1.3716 8 0.3597 0.3453 7 1.3718 8 0.4958 0.3022 8 1.3719 8 0.374 0.2686 9 1.372 8 0.3491 0.2417 10 1.3721 8 0.3715 0.2198 15 1.3722 8 0.3856 0.1511 20 1.3723 8 0.4049 0.1151 30 1.3723 8 0.4782 0.078 50 1.3724 9 0.8577 0.0474 70 1.3724 8 1.1697 0.0341 100 1.3724 9 2.7213 0.0239

C. Analisis Grafik Critical Trajectory

Dari gambar grafik karakteristik yang disajikan dibawah ini, telah nampak perbedaan antara kondisi yang stabil dan yang tidak stabil. Pada gambar karakteristik yang tersaji pada gambar 2–11, dapat kita lihat bahwa kurva dengan simbol

angka “1” menunjukkan kurva sistem stabil dan kurva dengan simbol angka “2” menunjukkan kurva sistem tidak stabil.

1. Pada kondisi governor free

Gambar. 2. Grafik karakteristik tegangan generator (E) terhadap waktu (t)

Pada gambar 2 diatas dapat kita lihat bahwa baik kondisi stabil ataupun tidak stabil, tegangan generator akan mencapai suatu nilai tunak (steady-state) ketika gangguan mulai dihilangkan. Sebelum mencapai kondisi tersebut, tegangan mengalami penurunan secara drastis secara mendadak. Kemudian naik menuju kondisi tunak (steady-state).

Gambar. 3. Grafik karakteristik sudut rotor (δ) terhadap waktu (t)

Gambar 3 menunjukkan karakteristik sudut rotor generator terhadap waktu. Dari gambar grafik karakteristik tersebut ditunjukkan bahwa pada kondisi tidak stabil, sudut rotor akan bergerak ke atas (membesar) secara terus menerus hingga generator kehilangan sinkronisme dan pada kondisi stabil sudut rotor akan kembali menuju nilai awal.

Grafik. 4. Grafik karakteristik Daya Mekanis (Pm) terhadap waktu (t) t [s] 1 2 E  p u ] δ [ rad ] t [s] 1 2 Pm [pu] t [s] 2 1

(5)

Pada gambar 4 yang menunjukkan karakteristik daya mekanis (Pm) terhadap waktu (t), dapat dilihat bahwa kondisi stabil terjadi ketika Pm mengalami peurunan dan kemudian berusaha kembali menuju nilai awal. Sedangkan pada kondisi tidak stabil nilai daya mekanis akan terus mengalami penurunan.

Grafik. 5. Grafik karakteristik kecepatan rotor (ω) terhadap waktu (t)

Pada gambar 5 dapat kita lihat bahwa karakteristik kecepatan sudut rotor ketika kondisi stabil akan menurun dan ketika kondisi tidak stabil, kecepatan sudut rotor akan naik secara terus menerus hingga kecepatan sudut rotor maksimum.

Gambar. 6. Grafik karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor(δ).

Pada gambar 6 ditunjukkan karakteristik kecepatan sudut rotor jika dibandingkan dengan sudut rotor dari suatu generator. Terlihat bahwa kurva stabil akan bergerak kebawah dan akan memutar pada suatu interval nilai tertentu. Sedangkan kurva tidak stabil akan bergerak ke atas tanpa memiliki batas atau menuju titik tak berhingga.

2. Pada Kondisi governor tied

Pada gambar 7–11 ditunjukkan karakteristik kecepatan sudut rotor (ω), sudut rotor (δ), tegangan generator (E), Daya mekanis (Pm) terhadap waktu (t) dan karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor (δ). Karakteristik kecepatan sudut rotor (ω), sudut rotor (δ), tegangan generator (E) terhadap waktu (t) dan kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor (δ) antara sistem dengan kondisi governor free dan governor tied secara umum sama. Namun demikian,

karakteristik daya mekanis (Pm) terhadap waktu (t) terdapat perbedaan. Terlihat pada grafik bahwa pada sistem ini Pm tidak mencapai titik kestabilan yang pasti. Karena nilai Pm akan berubah-ubah mengikuti perubahan sistem.

 

 

Gambar.7. Grafik karakteristik tegangan generator (E) terhadap waktu (t)

Gambar.8. Grafik karakteristik sudut rotor (δ) terhadap waktu (t)

Grafik. 9. Grafik karakteristik Daya Mekanis (Pm) terhadap waktu (t)

Grafik.10. Grafik karakteristik kecepatan rotor (ω) terhadap waktu (t)

Pm [p u ] t [s] ω [ rad/s ] t [s] 1 2 δ [rad] ω  [rad/s] 1 2 1 2 t [s] E [pu] δ [rad] 1 2 t [s] ω [ rad /s ] 1 2 t [s]

(6)

Gambar. 11. Grafik karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap sudut rotor (δ)

D. Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) Pada Sistem Multimesin Dengan Metode EEAC Dan Critical Trajectory.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan sistem tenaga listrik 3 generator- 9 bus yang dikembangkan Anderson dan Fouad. Dari sistem tersebut juga telah ditentukan titik-titik gangguan. Diasumsikan terdapat 8 titik gangguan yang dianggap mewakili gangguan yang terjadi pada sistem yang berpengaruh pada kestabilan sistem yang dinotasikan dengan huruf A hingga H.

Dengan metode EEAC (Extended Equal Area Criterion), telah berhasil dilakukan pengklasifikasian generator kritis dan non-kritis. Program ini juga terlah mampu menghasilkan nilai equivalen OMIB dari sistem tenaga multimesin yang digunakan. Dalam perhitungan CCT, program ini masih belum akurat dalam menemukan nilai CCT yang diinginkan. Jika nilai CCT yang dihasilkan oleh metode yang diusulkan ini dibandingkan dengan besaran nilai CCT yang dihasilkan dengan metode lain (Simulasi Time-Domain), maka hanya perhitungan CCT pada titik gangguan A dan B saja yang mendekati nilai CCT yang dihasilkan pada metode simulasi T-D seperti yang tersaji pada tabel 3.

Tabel. 3.

Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan simulasi T-D (Time Domain)

Titik Gangguan Generator Kritis CCT (simulasi T-D) CCT (proposed) A 2 0.470 - 0.471 0.3046 B 2 0.233 - 0.234 0.1803 C 3 0.274 - 0.275 0.078 D 2 0.417 - 0.418 0.075 E 2 0.416 - 0.417 0.1386 F 2 0.254 - 0.255 0.0453 G 2 0.257 - 0.258 0.0412 H 2 0.282 - 0.283 0.0277 VI. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari simulasi dan analisis pada tugas akhir ini, dapat diambil kesimpulan bahwa Keakuratan perhitungan CCT dengan menggunakan metode critical trajectory sangat dipengaruhi oleh besaran nilai m, h

dan n atau jumlah titik antara titik awal dengan titik UEP, time step pada metode rungekutta dan jumlah pias titik awal. Disamping itu, semakin besar nilai m yang digunakan maka akan semakin akurat nilai CCT yang dihasilkan, tetapi waktu komputasi menjadi lebih lama. Nilai m dari metode ini juga akan mempengaruhi nilai epsilon (ε), semakin banyak titik m atau semakin besar nilai m, maka epsilon yang dihasilkan akan mengecil. Hal ini menandakan metode ini semakin teliti, misalkan ketika m=100, nilai epsilon = 0,0239.

Hasil dari penggabungan metode EEAC (Extended equal area criterion) dan metode critical trajectory belum berhasil menemukan CCT dengan akurat. Hasil yang paling akurat dari metode yang diusulkan adalah perhitungan CCT dengan titik gangguan di A dengan CCT sebesar 0,3046 dan di B dengan CCT sebesar 0,1803.

Untuk pengembangan simulasi ini perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai penggabungan metode EEAC dan critical trajectory, metode critical trajectory memiliki kemampuan perhitungan CCT yang cepat, menjadi sangat menguntungkan jika metode ini dikembangkan untuk digunakan dalam perhitungan CCT multimesin.

DAFTARPUSTAKA

[1] Grainger, Jhon. J dan William D. Stevenson, JR, “Power System

Analysis.” New York: McGraw-Hill, Inc,1994.

[2] Pavella, M, Xue, Y. Wehenkel, L. “Extended Equal Area Criterion

revisited,” IEEE Transaction on Power System, Vol.7, No.3, August.

1992.

[3] Yorino, Naoto. Priyadi, Ardyono. Mutalib, Ridzuan A. Sasaki, Yutaka. Zoka, Yoshifumi. “A Novel Method for Direct Computation CCT for

TSA Using Critical Generator Conditions” Proc. on International

Technical Conference (TENCON), Japan, 2010.

[4] P., Ardyono, “A Novel Method for Transient Stability Analysis as

Boundary Value Problem”,Thesis, Hiroshima University , 2008.

[5] Haque, M. H."Further Developments of the Equal Area Criterion for

Multimachine Power System".Elsavier, Electrical power system research

33, ,January. 1995.

[6] Pavella, M. Ernst, D. Ruiz-vega, D, Transient Stability of Power

Systems: A Unified Approach to Assessment and Control, Kluwer

academic Publishers Group, London,Ch 2, 2000.

[7] Anderson, P. M. dan A. A. Fouad, Power System Control and Stability. United States: A John Wlley & Sons, Inc, 2003.

[8] Kundur, P, Power System Stability and Control. New York: McGraw-Hill, Inc, 1994.

[9] N. Yorino, A. Priyadi, Y. Zoka. "A Method for Transient Stability

Assessment Based on Critical Trajectory". Proc. on The International

Symposium on Sustainable Energy (ISSE), Tokyo, Japan. 2007. δ [rad] ω  [r ad /s ] 1 2

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan melalui hasil penelaahan kepustakaan, baik bahan hukum primer, sekunder dan tersier, kemudian penulis menganalisis secara kualitatif untuk

Penanggulangan yang dilakukan oleh dinas social dengan berprioritas pada pem- buatan posko masih belum efektif untuk mengurang keberadaan mereka di jalan raya.

Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka pendanaan kesehatan jiwa diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa

Berbeda dengan variabel love of money yang hanya memiliki pengaruh langsung signifikan terhadap perilaku etis karyawan; pada penelitian ini terbukti adanya pengaruh

Based on the analysis of data it can be concluded that students who are taught with productive creative learning strategy better than students taught with conventional

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan strategi Tutor Teman Sebaya yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas V Sekolah

Masing-masing perlakuan menggunakan 50 g tanaman dengan 6 perlakuan dimana 3 tanaman di tanam pada air yang mengandung logam berat (Pb), sedangkan 3 tanaman

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar