• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAYAGUNAAN WAKAF UANG DI DPU DARUT TAUHID MENURUT PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAYAGUNAAN WAKAF UANG DI DPU DARUT TAUHID MENURUT PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAYAGUNAAN WAKAF UANG DI DPU DARUT TAUHID MENURUT PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

Yuniasari Siti Latifah

Keuangan dan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

e-mail: yuniasarisl@yahoo.com

Abstrak. Imam Abu Hanifah merupakan salah satu ulama besar di bidang fiqih dari kalangan thabiín

pendiri mazhab Hanafiyah telah banyak menguraikan pendapatnya terkait perwakafan. Mazhab Hanafiyah merupakan salah satu Madzhab yang menjadi sumber nilai yang berkembang di Indonesia sekaligus sebagai salah satu referensi dalam perumusan perundang-undangan perwakafan di Indonesia. Wakaf di Indonesia merupakan sumber penyediaan harta keagamaan, yang dipergunakan untuk kelancaran ibadat umat Islam baik untuk bangunan mesjid, madrasah, pondok pesantren, yayasan yatim piatu dan kegiatan-kegiatan umat Islam lainnya, juga merupakan penyediaan harta keagamaan yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan kehidupan umum dalam rangka menuju tercapainya kesejahteraan spiritual dan material serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Dalam dekade terakhir terjadi perubahan yang sangat besar dalam masyarakat Muslim terhadap paradigma wakaf ini. Wacana dan kajian akademis ini kemudian merebak ke Indonesia enam tahun terakhir. Salah satu pembahasan yang mengemuka adalah wakaf uang. Wakaf uang sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu ; salah satunya Imam az-Zuhri yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan pendapat mayoritas sebagian besar ulama mazhab Hanafiyyah juga membolehkan wakaf uang juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk kepentingan umum.

Kata Kunci : Wakaf, Uang, Pendayagunaan, Produktif.

A. Pendahuluan

Imam Abu Hanifah merupakan salah satu ulama besar di bidang fiqih dari kalangan thabiín pendiri mazhab Hanafiyah telah banyak menguraikan pendapatnya terkait perwakafan. Mazhab Hanafiyah merupakan salah satu Madzhab yang menjadi sumber nilai yang berkembang di Indonesia sekaligus sebagai salah satu referensi dalam perumusan perundang-undangan perwakafan di Indonesia.

Wakaf di Indonesia merupakan sumber penyediaan harta keagamaan, yang dipergunakan untuk kelancaran ibadat umat Islam baik untuk bangunan mesjid, madrasah, pondok pesantren, yayasan yatim piatu dan kegiatan-kegiatan umat Islam lainnya, juga merupakan penyediaan harta keagamaan yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan kehidupan umum dalam rangka menuju tercapainya kesejahteraan spiritual dan material serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Dalam dekade terakhir terjadi perubahan yang sangat besar dalam masyarakat Muslim terhadap paradigma wakaf ini. Wacana dan kajian akademis ini kemudian merebak ke Indonesia enam tahun terakhir. Salah satu pembahasan yang mengemuka adalah wakaf uang. Wakaf uang sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu ; salah satunya Imam az-Zuhri yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan pendapat mayoritas sebagian besar ulama mazhab Hanafiyyah juga membolehkan wakaf uang juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi

(2)

mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk

kepentingan umum.1

Menurut Imam Abu hanifah dan para ulama Hanafiyyah lainnya, harta yang diwakafkan itu „ain (zatnya) harus kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Sehingga dalam hal ini, ulama Hanafiah menetapkan dasar dari harta wakaf adalah harta tidak bergerak. Akan tetapi ada beberapa pengecualian

bolehnya benda bergerak diwakafkan.2 Dari keterangan tersebut, maka menurut mazhab

Hanafiyyah wakaf uang diperbolehkan selama kemanfaatan dari uang tersebut bersifat kekal.

Perkembangan wakaf uang tidak terlepas dari tuntutan zaman juga kondisi umat yang memungkinkan atau menuntut hal itu terjadi. Jika wakaf uang dapat diimplementasikan maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan ummat. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000, maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per tahun). Jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan diperoleh

penambahan dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120 miliar per tahun)3.

Darut Tauhid sebagai lembaga keagamaan yang cukup pesat perkembangannya di Kota Bandung, memiliki lembaga pengembangan umat di sektor ekonomi yaitu lembaga Dompet Peduli Umat (DPU) Darut tauhid. Pada lembaga tersebut ada sub-lembaga yang khusus menangnai perwakafan yaitu Pusat Pengembangan Wakaf Daarut Tauhiid Bandung. Pusat Pengembangan Wakaf Daruut Tauhiid Bandung telah membuktikan eksistensinya dengan mengembangkan program optimalisasi wakaf uang.

Tidak bisa diungkiri bahwa pelaksanaan wakaf uang di DPU Darut Tauhid tersebut dapat dirasakan hasil dan manfaatnya, akan tetapi dari perspektif legalitas syarí masih butuh pengkajian lebih dalam. Hal ini didasarkan kepada pendapat Imam Abu Hanifah yang membolehkan wakaf uang akan tetapi kemanfaatannya harus bersifat kekal. Pendapat Imam Abu Hanifah ini dikhawatirkan penggunaan uang yang bersifat sementara dan akan habis masa kemanfataannya. Dilema yang terjadi inilah yang harus mendapat jalan keluar atau mengeluarkan solusi yang mashlahat bagi umat juga selaras dengan penegakan hukum syarí-nya. Pada dasarnya Imam Abu Hanifah melarang penggunaan uang sebagai benda yang menjadi objek wakaf, namun hal ini masih dimungkinkan selama kriteria pelaksanaan atau pendayagunaan wakafnya tidak bertentangan dengan esensi dari perwakafan itu sendiri yaitu abadinya kemanfaatan benda wakaf.

Pelaksanaan perwakafan dengan objek benda wakaf berupa uang di DPU Darut Tauhid selama kriteria persyaratan tidak menyimpang dari esensi keabadian manfaat benda wakaf dapat dilakukan. Akan tetapi, fenomena yang terjadi di lapangan memperlihatkan bahwa pengelolaan dana wakaf uang tidak selamanya dibelanjakan pada hal-hal yang produktif sehingga tidak mengurangi nilai pokoknya. Seperti dalam pembelian obat-obatan untuk kepentingan klinik kesehatan, manfaatnya bersifat insidental.

1. Rumusan Masalah

1 http://fitrianurainimubarokah.blogspot.com/2012/06/pendapat-imam-madzab-tentang-wakaf.html 2 Farida Prihatini, Hukum Islam Zakat dan Wakaf, Lentera Ilmu, Surabaya, 2005 : Hal. 115. 3 http://www.tamzis.com/content/view/196/9/

(3)

Berdasarkan latar belakang masalah yng diuraikan di atas, maka rumusan masalah disusun ke dalam pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana konsep dan ketentuan wakaf uang menurut Imam Abu Hanifah ?

b. Bagaimana pelaksanaan pendayagunaan wakaf uang di DPU Darut Tauhid Kota Bandung ?

c. Bagaimana tinjauan pelaksanaan pendayagunaan wakaf uang di DPU Darut Tauhid menurut perspektif Imam Abu Hanifah ?

B. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Wakaf Uang

Wakaf adalah sebuah pranata yang berasal dari hukum Islam, oleh karena itu apabila kita berbicara tentang masalah perwakafan kita tidak mungkin lepas dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Telah menjadi kesepakatan ulama, bahwa wakaf termasuk salah satu corak sosial ekonomi yang sudah berakar di tengah-tengah masyarakat Islam, sebagai ajaran dan tradisi yang telah disyariatkan.

Dalam tinjauan al-Qur an, wakaf merupakan konsep dasar ajaran Islam tentang amal shaleh, sebagai aplikasi dari iman. Yang secara tersirat diatur dalam beberapa ayat dalam al-Qur an seperti dalam Surat Ali Imran ayat 92 :

ميِلَع ِهِب َ َّللَّا َّنِإَف ٍء ْيَش ْهِم اوُقِفْىُت اَم َو َنوُّب ِحُت اَّمِم اوُقِفْىُت ىَّتَح َّرِبْلا اوُلاَىَت ْهَل

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.4

Selain itu tuntutan wakaf ini bersumber pula dari ajaran Rasulullah tentang konsep shadaqah jariyah, sebagaimana sabda beliau:

تيراج تقدص هم لاا تثلاث هم لاا هلمع عطقوا ناسولاا ثام اذا : لاق معلص الله لوسر نا ةريره يبا هع ) ملسم حيحص( هل وعدي حلاص دلو وا هب عفتىي ملع وا

Dari Abi Hurairah, Nabi SAW bersabda : “ apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amal perbuatannya kecuali tiga perkara, yaitu : shadaqah

jariah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak yang shaleh yang mendo‟akan untuknya”.5

Wakaf bukan hanya merupakan shadaqah biasa, tetapi merupakan shadaqah yang memiliki nilai lebih daripada shadaqah-shadaqah lainnya. Shadaqah berupa wakaf lebih besar pahala dan manfaatnya bagi orang yang memberikan wakaf, karena harta yang diwakafkan itu akan terus-menerus mengalir pahalanya kepada orang yang memberikan wakaf (wakif). Dengan demikian, asas dasar dari perwakafan adalah kebadian dari manfaat objek wakaf itu sendiri. Sekalipun seorang wakif (yang melakukan wakaf) telah meninggal, perwakafan harus terus berlanjut selama harta yang diwakafkan itu masih bisa dimanfaatkan6. Selain itu, wakaf bisa menjadi jalan dan perantara untuk membangun memajukan agama serta membangun masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti : pendidikan, dakwah, sosial, kesehatan, dan lain-lain.

Asas keabadian dari manfaat benda wakaf, hal ini didasarkan kepada prinsip Wakaf sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw ketika memberikan arahan kepada Umar bin Khathab ra. yang ingin menyerahkan sebidang tanahnya di Khaibar

4 Depag RI, Al Quran dan Terjemahan, CV Diponegoro, Bandung, 1996 : Hal. 120. 5 A. Hassan, Terjemahan bulughul maram, CV Diponegoro, Bandung 1986 : hal. 428. 6 Muhammad Al Kabisi, Hukum Wakaf, Al Imaan, Jakarta, 2004 : Hal. 2

(4)

untuk kepentingan sabilillah. Beliau bersabda, “Tahanlah barang pokoknya dan sedekahkan hasilnya (Habbis ashlaha, wasabbil tsamrataha)“. Dari pernyataan Nabi Muhammad saw tersebut, ada dua prinsip yang membingkai tasyri‟ wakaf,

yakni: prinsip keabadian (ta’bidul ashli) dan prinsip kemanfaatan (tasbilul manfaah).7

Sebagai sumber hukum, maka wakaf memerlukan pengelolaan yang akan bertindak dan atas nama wakaf dan pengurus segala macam harta benda yang termasuk dalam lingkup wakaf tersebut, pengelola tersebut dalam hukum disebut nadzir. Nadzir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan wujud dan tujuan wakaf tersebut. Pada dasarnya, siapa saja dapat menjadi nadzir selama ia mempunyai hak melakukan tindakan hukum. Yang berhak menentukan nadzir wakaf adalah wakif. Mungkin ia sendiri yang menjadi nadzir, mungkin pula menyerahkan pengawasan wakaf kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi. Agar perawatan dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya, pemerintah berhak campur tangan mengeluarkan peraturan mengenai perwakafan, termasuk pengawasannya.

Dalam sejarah Islam, cash waqf berkembang dengan baik pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani. Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam. Dalam sejarah Islam, wakaf tunai sudah dipraktekkan sejak abad kedua Hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri (wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits, memberikan fatwanya untuk berwakaf dengan Dinar dan Dirham agar dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal

usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.8

2. Wakaf Uang Menurut Imam Abu Hanifah

Menurut Imam Abu hanifah dan para ulama Hanafiyyah lainnya, harta yang diwakafkan itu „ain (zatnya) harus kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Sehingga dalam hal ini, ulama Hanafiah menetapkan dasar dari harta wakaf adalah harta tidak bergerak. Akan tetapi ada beberapa pengecualian

bolehnya benda bergerak diwakafkan.9 Dari keterangan tersebut, maka menurut mazhab

Hanafiyyah wakaf uang diperbolehkan selama kemanfaatan dari uang tersebut bersifat kekal.

Menurut ulama Hanafiah, harta yang diwakafkan itu „ain (zatnya) harus kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Sehingga dalam hal ini, ulama Hanafiah menetapkan dasar dari harta wakaf adalah harta tidak bergerak. Akan tetapi ada beberapa pengecualian bolehnya benda bergerak diwakafkan, yaitu :

1) Keadaan harta bergerak itu mengikuti benda tidak bergerak, ada dua macam : a. Benda tersebut mempunyai hubungan dengan sifat diam ditempat dan tetap.

Misal ; bangunan dan pohon, termasuk benda bergerak yang bergantung pada benda tak bergerak.

b. Benda bergerak yang dipergunakan untuk membantu benda tidak bergerak seperti alat untuk membajak dan kerbau yang dipergunakan untuk bekerja

7 KH. Tholhah Hasan, Artikel Perwakafan, Badan Wakaf Indonesia, Jakarta Thn. 2012. http://bwi.or.id/index.php/en/data-a-publikasi/artikel/685-istibdal-harta-benda-wakaf

8 Hafidhuddin Didin, M. Sc, Wakaf Uang Dalam Pandangan Syariat Islam, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004

(5)

2) Kebolehan wakaf benda bergerak tersebut berdasarkan atsar yang membolehkan wakaf senjata dan binatang-binatang yang dipergunakan untuk berperang; dalam hadits : artinya ; dan dari Abu Hurairah berkata : bersabda Rasulullah SAW : barang siapa mewakafkan kudanya (untuk dipersiapkan) dalam perjuangan di jalan Allah dengan penuh perasaan Iman dan mengharap ridha Allah, maka makanannya, kotoran dan air kencingnya di hari kiamat nanti dalam timbangannya akan terdapat beberapa kebaikan (HR. Ahmad dan Bukhari). 3) Wakaf benda bergerak tersebut mendatangkan pengetahuan seperti wakaf kitab

dan mushhaf. Menurut Ulama Hanafiah, pengetahuan adalah sumber pemahaman dan tidak bertentangan dengan nas. Mereka menyatakan bahwa untuk mengganti benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat. Menurut meraka mewakafkan buku-buku dan mushaf dimana yang diambil adalah pengetahuannya, kasusnya sama dengan mewakafkan dinar dan dirham. Ulama Hanafiah juga memperbolehkan mewakafkan barang-barang yang memang sudah biasa dilakukan pada masa lalu

atau telah menjadi suatu adat kebiasaan di kalangan muslimin.10

Dari uraian tersebut, terlihat bahwa dalam masalah benda yang diwakafkan ulama Hanafiyah lebih menekankan kepada keharusan kekalnya benda yang diwakafkan. Hal tersebut didasarkan pada pemanfaatan benda wakaf tersebut harus dapat dimanfaatkan secara terus menerus, karena dalam pandangan ulama Hanafiyah yang paling utama dalam perwakafan adalah kemanfaatan dari benda wakaf itu sendiri, sehingga dalam pandangan Ulama Hanafiah bahwa pada prinsipnya benda yang dapat diwakafkan adalah benda tidak bergerak, hanya benda-benda bergerak tertentu saja yang boleh diwakafkan, yakni benda-benda yang memenuhi syarat yang sudah dikemukakan dan jenis-jenis benda yang sudah diwakafkan oleh para sahabat atau juga kaum muslimin terdahulu. Bolehnya mewakafkan bergerak ini sangat penting untuk mengembangkan benda-benda tidak bergerak.

Adapun mengenai wakaf yang mendatangkan pengetahuan seperti wakaf kitab dan mushhaf seperti yang telah disebutkan di atas, ulama Hanafiyah menyatakan bahwa untuk mengganti benda wakaf yang tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat. Mewakafkan buku-buku dan mushhaf dimana yang diambil adalah pengetahuannya adalah sama dengan mewakafkan dirham dan dinar. Dengan demikian jelas bahwa ulama Hanafiyah membolehkan wakaf uang.

3. Wakaf Uang Menurut Undang-Undang di Indonesia

Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami oleh masyarakat cenderung terbatas pada benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, padahal tidaklah demikian, wakaf dapat pula berbentuk benda bergerak. Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, telah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan wakaf. Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan tentang wakaf yang sudah ada selama ini terdapat beberapa hal baru dan penting. Diantaranya adalah masalah nadzir. Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 9 menyebutkan sebagai berikut :”nadzir meliputi perseorangan, organisasi atau

badan hukum”.11

Mengenai harta benda yang diwakafkan (maukuf bih) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 ayat (1) menyebutkan :”harta benda wakaf terdiri

10 Ibid, Hal. 114.

(6)

dari benda tidak bergerak dan benda bergerak”. Selanjutnya mengenai peruntukkan harta wakaf (Maukuf ‘alaih) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 22 menyebutkan :

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukkan bagi :

a. sarana dan kegiatan ibadah;

b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa ; d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau ;

e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syari‟ah dan peraturan perundang-undangan.12

Serta perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf BAB VI Pasal 47 sampai dengan Pasal 61. Dalam Undang-undang ini juga harta benda wakaf tidak dibatasi pada benda tidak bergerak saja tetapi juga benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang–undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 ayat (1) :“Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak”.

Dijelaskan lebih rinci mengenai maksud harta benda bergerak yaitu harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi dalam pasal 16 ayat 3 sebagai berikut :

(3). Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :

a. uang;

b. logam mulia; c. surat berharga; d. kendaraan;

e. hak atas kekayaan intelektual; f. hak sewa; dan

benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.13

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pelaksanaan perwakafan di lembaga DPU Daarut Tauhid secara umum terbagi ke dalam beberapa bentuk perwakafan. Keberagaman bentuk perwakafan di lembaga DPU Daarut Tauhid, hal ini disandarkan pada aturan mengenai macam-macam wakaf menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf yang membagi macam perwakafan tersebut ke dalam dua bagian yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang dimaksud dengan wakaf benda bergerak dalam tatanan lembaga DPU Daarut Tauhid adalah wakaf benda-benda yang dapat dipindah-pindahkan dan tidak habis karena dikonsumsi, atau dalam kata lain tidak sekali pakai. Benda-benda tersebut meliputi uang, logam mulia, surat-surat berharga atau semacam obligasi, kendaraan seperti mobil, motor dan lain-lain, hak atas kekayaan intelektual yang meliputi karya

12 Ibid, Hal. 8 13 Ibid, Hal. 8

(7)

cipta, mengajarkan keahlian tertentu dan sejenisnya serta benda-benda lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan syari'ah atau hukum Islam.

Kategori benda bergerak dalam perwakafan yang dilakukan oleh manajemen DPU Daarut Tauhid meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan ketentuan syari‟ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan konsep pemahaman kegiatan perwakafan yang menjadi landasan perwakafan di DPU Daarut Tauhid tersebut, bahwa wakaf benda bergerak intinya adalah penyerahan asset baik berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa atau benda bergerak lainnya yang tidak dapat dipindahtangankan dan dibekukan selain untuk kepentingan umum dengan tidak mengurangi atau menghilangkan jumlah pokoknya. Dengan demikian, pelaksanaan wakaf uang di lembaga DPU Daarut Tauhid secara umum telah sesuai dengan konsep wakaf uang menurut Imam Abu Hanifah.

Adapun mengenai pengelolaan wakaf benda bergerak, konsepsi ulama Hanafiah menyatakan bahwa pengelolaan wakaf benda bergerak dikelola dengan sistem mudharabah. Yaitu sistem kerja sama antara nadzir atau pihak yang mengelola wakaf selaku pemodal dengan pihak lain atau maukuf (sasaran wakaf) selaku pekerja yang keuntungannya dibagi dua sesuai dengan perjanjiannya semula (sistem bagi hasil). Pengelolaan wakaf uang di Lembaga DPU Daarut Tauhid mengacu kepada aturan pengelolaan benda bergerak menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pengelolaan wakaf uang tersebut dilakukan dengan cara-cara produktif antara lain meliputi pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syari'ah.

Dengan demikian, terkait pengelolaan wakaf uang di lembaga DPU Daarut Tauhid, hal ini tidak bertentangan dengan konsep pengelolaan wakaf Uang menurut Imam Abu Hanifah. Wakaf dalam perspektif Imam Abu Hanifah adalah salah satu lembaga Islam yang sangat erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi masyarakat. Di beberapa negara yang telah mengembangkan wakaf secara produktif, termasuk Indonesia wakaf sangat berperan dalam memajukan bidang pendidikan, kesehatan, penelitian, pengentasan kemiskinan, peningkatan ekonomi umat, dan lain sebagainya. Hal ini selaras dengan pendayagunaan wakaf uang di DPU Daarut Tauhid Kota Bandung. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan manajemen DPU Daarut Tauhid dilakukan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan perspektif Imam Abu Hanifah. Pengelolaan wakaf uang pada lembaga DPU Daarut Tauhid Kota Bandung dilakukan melalui pembiayaan mudharabah, murabahah, musharakah, atau ijarah. Selain itu untuk memproduktifkan harta benda wakaf dimungkinkan dengan cara investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Untuk sarana kesehatan sebagaimana pada tabel keterangan di atas, wakaf di sektor kesehatan diaplikasikan ke dalam bentuk pembangunan klinik umum bernama Klinik Daarut Tauhid dan apotek dengan total aset senilai Rp. 500.000.000,- (sebesar 10% dari total wakaf uang yang terdaftar terhitung tanggal 31 Desember 2014).

(8)

Kehendak dari perspektif Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa manfaat dari benda wakaf harus abadi dan berkesinambungan, hal ini telah dilakukan oleh manajemen DPU Daarut Tauhid dalam pengelolaan serta pengembangan wakaf uangnya. Pihak manajemen DPU Daarut Tauhid berupaya agar senantiasa menghindari pengelolaan yang tidak baik dan profesional. Hal ini didasarkan dari pengalaman sebelumnya tentang pengelolaan wakaf akhir-akhir ini menunjukkan masih adanya wakaf yang kurang memberi dampak positif karena tidak dikelola dengan baik. Pihak manajemen DPU Daarut Tauhid menyadari bahwa pengelolaan dan pendayaguanaan wakaf uang yang tidak maksimal antara lain disebabkan karena terjadinya mis-manajemen, bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan harta wakaf. Bahkan wakafnya menurun sehingga tidak cukup untuk memelihara aset harta wakaf yang ada, apalagi untuk memberikan manfaat kepada fakir miskin, atau dengan kata lain tidak dapat meraih tujuan yang ditetapkan wakif. Berkenaan dengan kondisi tersebut, pihak manajemen DPU Daarut Tauhid senantiasa berupaya mengkaji kembali strategi pengelolaan wakaf, dengan harapan di masa yang akan datang wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Sosialisasi dan berbagai bentuk kajian wakaf dilakukan pihak manajemen Daarut Tauhid tidak hanya di sekolah-sekolah/madrasah atau perkumpulan pengajina-pengajian, tetapi juga perguruan-perguruan tinggi umum. Hal ini dilakukan pihak manajemen DPU Daarut Tauhid semata-mata karena kesadaran mengenai konsepsi wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang sangat potensial, sehingga perlu digali dan dikembangkan. Dalam pandangan perspektif Abu Hanifah, proses sosialisasi ini dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari prinsip dasar wakaf sebagai bentuk shadaqah jariyah yang kemanfaatannya harus dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

D. Kesimpulan

1. Konsep dan ketentuan wakaf uang menurut Imam Abu Hanifah adalah boleh. 2. Pelaksanaan pendayagunaan wakaf uang di DPU Darut Tauhid Kota Bandung

secara regulasi formal mengacu kepada UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan peraturan pemerintah lainnya di bawah Undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan perwakafan. pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan oleh manajemen DPU Daarut Tauhid dengan prinsip syariah.

3. Tinjauan pelaksanaan pendayagunaan wakaf uang di DPU Darut Tauhid menurut perspektif Imam Abu Hanifah, hal ini tidak bertentangan dengan konsep pengelolaan wakaf Uang menurut Imam Abu Hanifah.

Referensi

Dokumen terkait

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem laut yang mempunya produktivitas tinggi dan sumber kehidupan bagi keanekaragam biota laut termasuk ikan terumbu

Sekretariat Wakil Presiden yang bertugas membantu Sekretaris Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemberian dukungan teknis kepada wakil Presiden di bidang

Pelatihan Pratugas PLD akan segera dilaksanakan oleh Satker P3MD Provinsi Sumatera Utara Untuk keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi Satuan Kerja P3MD Provinsi Sumatera Utara

Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian pelaku bisnis telematika dan media, seperti berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah dirasakan masih belum bisa

Penelitian lainnya yang juga menemukan hubungan bermakna antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria adalah penelitian yang dilakukan oleh Masra (2002), yang

Aunque desde muy joven Rama escribe sobre Martí, los acercamientos montevideanos son retomados recién en Puerto Rico, donde Rama se reencuentra con la obra del

Selain itu, pada penelitian kali ini didapatkan hasil yang cukup mirip dengan yang dilakukan oleh Cheung pada tahun 2018 tentang mikroplastik pada ikan belanak yang

Keberadaan pasukan militer Turki yang telah menjaga wilayah perbatasan dan beberapa kali melakukan serangan terhadap YPG juga menjadi pertimbangan rasional bagi