• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : 13- 20 ISSN 0216-1877

MENINGKATKAN PRODUKSI RUMPUT LAUT GRACILARIA GIGAS MELALUI MODIFIKASI SISTEM JARING (STUDI KASUS : DI PERAIRAN

NUSAKAMBANGAN, CILACAP) Oleh:

Dwi Sunu Widyartini1) dan A. Ilalqisny Insan1)

ABSTRACT

INCREASING PRODUCTION OF SEAWEED GRACILARIA GIGAS USING MODIFIED NET SYSTEM (CASE STUDY: IN NUSAKAMBANGAN WATERS, CILACAP). Production of seaweed (Gracilaria gigas) depends on cultivation system and environmental factors. In order to know the growth and production state of G. gigas, different cultivation systems were used to find out which system that performs the highest growth and production state. This experiment was conducted in Nusakambangan waters, Cilacap using Random Device of Group Method. Each combination of treatment was replicated three times. The result showed that the highest growth and production was yielded by tubular net system (JT).

PENDAHULUAN

Produksi rumput laut Gracilaria gigas di Indonesia, sebagian besar berasal dari panen alami (wild crop), sehingga kelangsungan produksi sulit dikendalikan, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Usaha budidaya yang lebih intensif, perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi dan mutu ekspornya. Peningkatan produksi, dapat diupayakan dengan meningkatkan teknologi budidayanya. Pada umumnya, masyarakat nelayan, dalam budidaya rumput laut masih

menggunakan metode apung dengan sistem rakit tali tunggal. Dalam hal ini banyak kendala yang sangat merugikan petani rumput laut, terutama dalam produksinya. Pada budidaya d eng an siste m tali tu ng g al, b ila pertumbuhannya sudah besar (2-3 minggu setelah tanam) biasanya talus rumput laut mudah patah dan hanyut terkena gelombang/ arus, serta mudah rusak akibat adanya herbivor. Pemilihan metode budidaya yang digunakan harus disesuaikan dengan tempat budidaya yang tersedia. Pemilihan metode budidaya yang tepat akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rumput laut.

(2)

Menurut ASLAN (1998) metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, dibedakan menjadi tiga cara yaitu metode dasar, metode lepas dasar dan metode apung. Metode budidaya dasar dan lepas dasar pada prinsipnya sama dengan metode apung, hanya peletakan budidayanya dipengaruhi oleh kedalaman. Cara penanamannya perlu mengikatkan dengan tiang pancang, sehingga letaknya dapat diatur dan tetap (KADI & ATMADJA, 1988). SOEJATMIKO & ANGKASA (2003) menambahkan, bahwa rumput laut akan tumbuh lebih baik pada metode apung dibandingkan dengan metode lain. Penetrasi cahaya berpengaruh lebih efektif pada proses fotosintesis di permukaan daripada di dasar perairan.

Teknik penanaman pada setiap metode, dapat dilakukan secara tali tunggal dan jaring. Pada perairan yang berombak kuat penggunaan sistem jaring lebih baik daripada tali tunggal. Sistem jaring dapat dimodifikasi dengan beberapa cara, diantaranya jaring rakit, jaring tabung dan jaring tabung bertingkat. Ketiga sistem jaring tersebut masing-masing mempunyai keuntungan dan kelemahan. Kelemahan sistem-sistem tersebut terletak pada keamanan, biaya dan irradiasi cahaya yang kurang efektif apabila terletak di bagian bawah.

Keberhasilan budidaya yang dicapai tidak terlepas dari kesesuaian iklim setempat, minat masyarakat, kemudahan budidayanya serta ketersediaan bahan baku. Untuk itu dilakukan eksperimental tentang sistem jaring yang cocok diterapkan di perairan Nusakambangan Cilacap. Peningkatan dalam mengelola usaha rumput laut, perlu teknologi budidaya yang tepat sehingga pada gilirannya kelangsungan usaha budidaya yang dilakukan dapat meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitasnya.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui : (1) Laju pertumbuhan dan produksi rumput laut Gracilaria gigas yang ditanam dengan berbagai sistem jaring di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap. (2) Selain itu, tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui sistem jaring yang menghasilkan produksi rumput laut paling tinggi di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap.

Manfaat hasil kajian ini adalah sebagai informasi kepada petani rumput laut pada umumnya, khususnya di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap mengenai berbagai sistem jaring yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen rumput laut G gigas, serta memberikan informasi tentang sistem jaring yang dapat meningkatkan produksi rumput laut G. gigas paling tinggi.

EKSPERIMEN SISTEM JARING YANG DIMODIF1KASI

Eksperimen dengan menggunakan berbagai macam sistem jaring dilaksanakan di perairan Nusakambangan, Cilacap, selama 2 bulan (Juni s/d. Juli 2006). Materi yang digunakan dalam eksperimen adalah jenis Gracilaria gigas. Peralatan yang digunakan antara lain : bambu, tali plastik 4 mm, tali rafia, jaring tabung, pisau, timbangan analitik, hand refractometer, pH indikator universal, termometer, keping Sechi, botol plastik, timbangan, pisau kecil, kamera, batu, gunting, pisau besar, meteran, kantung plastik dan alat tulis.

Desain eksperimen menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang dicobakan adalah metode apung dengan sistem jaring rakit, jaring tabung dan jaring

(3)

tabung bertingkat. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Bibit yang digunakan masing-masing seberat 20 gr. Cara kerjanya sebagai berikut : a. Sistem budidaya jaring rakit

Bibit rumput laut diikatkan pada titik-titik tanam pada jaring dengan ukuran 200 cm x 160 cm, menggunakan tali rafia. Jaring diikat pada rakit. Rakit kemudian diikatkan pada pancang yang sudah ditanam di perairan.

b. Sistem budidaya jaring tabung

Jaring yang berbenruk tabung (tubular) dibuat dengan mengikatkan kedua ujungnya pada tiang bambu dengan menggunakan tali nilon. Ukuran tabung 5-10 cm. Bibit rumput laut dimasukkan pada jaring tubular, sebagai titik tanam. Jaring dengan ukuran mata jaring 0,5-2,5 cm diikatkan pada rakit dan diikat pada pancang yang sudah ditanam di perairan.

c. Sistem budidaya jaring tabung bertingkat Jaring tubular dengan ukuran 50 cm x 20 cm diberi sekat-sekat sebanyak 5 buah dengan ukuran tinggi 10 cm. Bibit rumput laut dimasukkan pada masing-masing ruang sekat tanam. Jaring yang telah terisi diikatkan pada rakit. Rakit diikat pada pancang yang sudah ditanam di perairan.

d. Pengamatan 1. Pertumbuhan

Sampel tanaman diambil sebanyak tiga titik secara destruktif untuk masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak tiga kali. Data hasil penimbangan dimasukkan ke dalam rumus :

Keterangan :

G = Pertumbuhan (g/hari)

Wt1 = Berat rumput laut pada umur t1 (g) Wt2 = Berat rumput laut pada Umur t2 ( g) t 1 = Waktu pengambilan sampel ke-1 t 2 = Waktu pengambilan sampel ke-2 (HEDDY,2001)

2. Produksi rumput laut

Pada umur 45 hst, rumput laut dipanen dan diambil sampel sebanyak tiga titik tanam secara destruktif untuk masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak tiga kali. Data hasil penimbangan kemudian dimasukkan ke dalam rumus :

Keterangan :

Pr = Produksi rumput laut pada umur tertenru (g/m2)

Wo = Berat bibit rumput laut (g) Wt = Berat saat panen rumput laut (g) A = Panjang tali (m) atau luas lahan (m2) B = Jumlah titik tanam

(SAMAWI & ZAINUDDIN, 1996) Variabel pendukung yang diamati meliputi salinitas, suhu, derajat keasaman (pH) dan kecerahan air (PRATIWI & ISMAIL, 2004).

Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengunakan ANOVA dengan uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99% yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan. Apabila hasilnya berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (HEDDY, 2001).

(4)

PERTUMBUHAN

Hasil pertambahan berat basah Gracilaria gigas yang ditanam dengan tiga macam sistem budidaya apung, memperlihatkan pertambahan berat basah rata-rata tertinggi pada umur 0-10 hari setelah tanam (hst). Pada G gigas menggunakan sistem jaring tabung bertingkat yaitu sebesar 0,024467 g/hari, sedangkan pada umur 10-20 hst pertambahan berat basah tertinggi pada G gigas dengan menggunakan sistem jaring tubular yaitu sebesar 0,0438 g/hari, dan pada umur 20-30 hst G gigas dengan menggunakan sistem jaring tubular yaitu sebesar 0,083267 g/hari (Gambar 1).

Pada pengamatan umur 10 hst, 20 hst dan 30 hst, menunjukkan pertambahan berat basah G gigas yang semakin meningkat. Menurut YULIANTO et al., (1990), rumput laut akan tumbuh dengan cepat setelah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Penerimaan intensitas cahaya matahari yang optimal dan didukung adanya arus yang membawa zat hara, maka proses fotosintesis dapat berjalan lebih baik, sehingga dihasilkan

cadangan makanan dan oksigen. Cadangan makanan pada talus rumput laut, terutama yang masih muda sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan.

Hasil uji F pada umur 0-10 hst, pertambahan berat basah Gracilaria dengan sistem metode budidaya apung berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (Tabel 1). Pemindahan rumput laut ke perairan yang memiliki salinitas yang hampir sama dengan asal, akan memudahkan adaptasi pada rumput laut, sehingga pertambahan berat basah meningkat lebih cepat. Menurut LAKITAN (1993), apabila perbedaan salinitas sangat ekstrim, dapat menyebabkan adanya perbedaan potensial osmotik. Akibatnya, permeabilitas dinding sel semakin berkurang dan perubahan pH sitoplasma sel, menyebabkan aktivitas enzim sebagai biokatalisator reaksi kimia dalam proses fotosintesis menurun. Pertumbuhan yang sangat berbeda dikarenakan pada sistem jaring yang digunakan, fungsi tali nilon yang panjang digantikan jaring nilon, sehingga bibit lebih terjaga dari gerakan air dan pertumbuhan rumput laut menjadi seragam (ASLAN, 1998).

Gambar 1. Pertambahan berat basah rumput laut Gracilaria gigas dengan sistem metode budidaya apung yang berbeda pada umur 0-10, 10-20 dan 20-30 hst. (JR= jaring rakit; JT= jaring tubular; JB=jaring tabung bertingkat).

(5)

Hasil uji BNT pada umur 0-10 hst (Tabel 2), menunjukkan bahwa rumput laut G gigas yang ditanam dengan sistem jaring tabung bertingkat memberikan pertambahan berat basah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam dengan jaring rakit dan jaring tubular. Teknik penanaman pada ketiga sistem jaring memperlihatkan perbedaan kekuatan peregangan jaring. Pada sistem jaring rakit dan jaring tabung tubular, jaring menjadi kurang fleksibel sehingga kurang optimal bagi pertumbuhan rumput laut, karena akses yang terbatas dalam mendapatkan unsur hara. Jaring yang lebih kuat, kurang mengikuti pergerakan air. Konstruksi pada sistem jaring tabung bertingkat hampir sama dengan jaring tabung tubular. Perbedaannya adalah bahwa pada sistem jaring bertingkat, satu tabung mempunyai sekat/pemisah ruang yang bertingkat-tingkat sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak. Adanya perbedaan kedalaman pada jaring tabung bertingkat kurang berpengaruh, karena pada awal pertumbuhan ruang tumbuh masih luas. Berdasarkan hasil eksperimen TRIANA (2004), ruang tumbuh yang luas diperlukan oleh talus

untuk dapat tumbuh dengan optimal. Hal ini disebabkan, karena semakin kecil kemungkinan terjadinya persaingan dalam mendapatkan unsur hara serta sinar matahari yang diperlukan dalam proses fotosintesis.

Hasil uji F pada umur 10-20 hst menunjukkan, bahwa sistem budidaya apung menyebabkan pertambahan berat basah G gigas tidak berbeda atau hampir seragam (Tabel 1). Rumput laut G gigas tumbuh dengan baik, karena pemakaian metode apung yang didukung faktor lingkungan yang optimal, sehingga pertumbuhan hampir sama, meskipun pada jaring tabung bertingkat dipengaruhi kedalaman pada tingkatan-tingkatan jaring. Menurut INSAN & WIDYARTINI (2006), tumbuhan yang berada pada lingkungan optimal, maka fotosintesis berjalan dengan baik. Bertambahnya kedalaman, laju fotosintesis dapat menurun dan beberapa jenis tumbuhan dapat mengalami etiolasi (Tanaman menjadi pucat, jumlah rumpun berkurang dan rapuh). Intensitas yang maksimal dan tidak terhalang dapat mencapai kedalaman maksimal, sehingga pertumbuhan seragam.

Tabel 1. Analisis ragam pertambahan berat basah Gracilaria gigas dengan metode budidaya yang berbeda pada umur 0-10,10-20 dan 20-30 hst.

Keterangan: ns = tidak berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

(6)

Tabel 2. Uji BNT perbedaan sistem jaring terhadap pertambahan berat basah rumput laut Gracilaria gigas pada umur 0-10 hst dan 20-30 hst

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada uji BNT 5%

Hasil uji F pada umur 20-30 hst menunjukkan perbedaan sistem budidaya metode apung yang berbeda, menyebabkan pertambahan berat basah G gigas berbeda sangat nyata (Tabel 1). Sistem budidaya dengan konstruksi berbeda, menghasilkan elastisitas jaring yang berbeda dalam mengikuti pergerakan air. Sistem budidaya yang memiliki jaring fleksibel dalam mengikuti pergerakan air lebih menguntungkan, karena dapat memperlancar proses difusi unsur hara yang diterima rumput laut. Menurut ASLAN (1998), apabila rumput laut dibudidayakan dengan cara diikat pada tali nilon tunggal atau jaring yang fleksibel dapat tumbuh dengan baik, karena tetap mengikuti naik turunnya pergerakan air.

Hasil uji BNT pada umur 20-30 hst menunjukkan bahwa sistem jaring tubular menghasilkan pertambahan berat basah tertinggi (Tabel 2). Sistem jaring tubular memiliki konstruksi tabung yang fleksibel dalam mengikuti pergerakan air yang membawa unsur hara sehingga proses difusi dapat berjalan lancar. Menurut ASLAN (1991), sistem jaring tubular menghasilkan pertambahan berat basah harian yang tinggi, karena pada sistem ini konstruksi tabungnya dapat mengikuti pergerakan air serta melindungi rumput laut dari faktor abiotik dan biotik. AMINI et al.

(1994) menambahkan, pergerakan air berfungsi sebagai pembawa unsur hara dan CO2, selain itu juga dapat membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut.

PRODUKSI

Produksi basah rumput laut pada umur 45 hst menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan sistem jaring tubular, yaitu sebesar 918,7899 g/m2, diikuti perlakuan sistem jaring tabung bertingkat yaitu sebesar 804,6210 g/m2, sedangkan produksi terendah pada sistem jaring rakit yaitu sebesar 794,9743 g/m2.

Hasil uji F pada umur 45 hst (hari setelah tanam) menunjukkan perbedaan sistem budidaya menghasilkan produksi basah antara G gigas berbeda sangat nyata (Tabel 3). Sistem budidaya dengan konstruksi tali fleksibel, memungkinkan jaring bergerak mengikuti pergerakan air, sehingga memperlancar proses difusi unsur hara yang diterima oleh rumput laut. Adanya pergerakan air selain berfungsi untuk membawa unsur hara yang berperan dalam proses fotosintesis, juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang menempel pada talus rumput laut. Menurut WIJIASTUTI (2001), pergerakan air dapat mencegah pengendapan lumpur atau kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan talus, sehingga proses fotosintesis berjalan lancar.

(7)

Hasil uji BNT pada umur 45 hst menunjukkan produksi rumput laut tertinggi pada budidaya system jaring tubular (Tabel 4). Sistem jaring tubular mempunyai konstruksi jaring lebih fleksibel. Menurut DAWES (1991), unsur hara dibutuhkan sebagai salah satu bahan dasar untuk menyusun energi guna memenuhi kebutuhan metabolisme. Semakin tinggi penyerapan unsur hara, maka

pertambahan berat juga semakin besar. Selain itu, pada jaring yang fleksibel, talusnya relatif bersih dari kotoran yang menempel sehingga penerimaan sinar matahari dapat optimal. Menurut KADI & ATMADJA (1998), intensitas sinar matahari merupakan faktor pembatas dalam proses fotosintesis. Makin besar intensitas cahaya matahari, maka proses fotosintesis dapat berjalan semakin cepat pula dan pada akhirnya akan meningkatkan berat basah rumput laut.

Tabel 3. Analisis ragam produksi basah Gracilaria dengan jenis dan sistem budidaya yang berbeda pada umur 45 hari setelah tanam

Keterangan: ns = tidak berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

Tabel 4. Uji BNT perbedaan sistem budidaya terhadap produksi basah rumput laut pada umur 45 hst

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada uji BNT 5%

(8)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbedaan sistem budidaya menghasilkan pertumbuhan dan produksi rumput laut Gracilaria gigas yang berbeda pada budidaya rumput laut di perairan Nusakambangan, Cilacap.

2. G gigas yang ditanam dengan sistem jaring tubular menghasilkan pertumbuhan tertinggi di perairan Nusakambangan, Cilacap yaitu sebesar 0,083267 g/hari dan produksi tertinggi sebesar 918,7899 g/m2.

3. Berdasarkan hasil eksperimen ini, disarankan pada para petani rumput laut untuk menggunakan budidaya dengan jaring tubular atau dengan jaring tabung bertingkat apabila cahaya matahari sampai kedalaman minimal 100 cm.

DAFTAR PUSTAKA

AMINI, S.; A. MACHLUDIN dan D. NANCY 1994. Pengaruh Asal Benih dan Kedalaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Perairan Pantai Barru, Sulawesi Selatan. Warta Balitdita 6 ( I ) : 4-7.

ASLAN, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut.

Kanisius, Yogyakarta: 76 hal.

DAWES, C. J. 1991. Marine Botany. John and Sons Inc, New York: 238 pp.

HEDDY, S. 2001. Ekofisiologi Tumbuhan : Suatu Kajian Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.: 154 hal.

INSAN, A.I.dan D.S. WIDYARTINI 2006. Makro Alga. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto: 85 hal.

KADI, A. dan W.S. ATMADJA 1988. Rumput Laut (Algae), Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta: 128 hal.

LAKITAN, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

PRATIWI, E. dan W. ISMAIL 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut di Pulau Pari. Warta Edisi Akuakultur 10 (2): 15-19.

SAMAWI, F. dan ZAINUDIN 1996. Studi Penggunaan Pupuk Cair Invitro terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria lichenoides. Torani Buletin Ilmu Kelautan I (60): 31-36.

SUJATMIKO, W dan W.I. ANGKASA 2003. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. http:// www.iptek.net.id/ttg/artlk/artikel 18.htm TRIANA Y. 2004. Pertambahan Berat Basah dan

Produksi Gracilaria verrucosa pada Berbagai Jarak Tanam dengan Metode Apung di Tambak Goa Petruk, Kebumen. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

WIJIASTUTI, W. 2001. Kandungan Karaginan Kappaphycus alvarezii Dotty Secara Hidrasi dari Hasil Budidaya di Perairan Nusakambangan Cilacap. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

YULIANTO, K. 1990. Pengaruh Penurunan Salinitas Terhadap Laju fotosintesis

Alga Hijau Caulerpa serrulata dan Valonia aegropila. Laporan

Eksperimental Balitbang Sumber Daya Laut. LIPI, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Pertambahan berat basah rumput laut Gracilaria gigas dengan sistem metode budidaya  apung yang berbeda pada umur 0-10, 10-20 dan 20-30 hst
Tabel 1. Analisis ragam pertambahan berat basah Gracilaria gigas dengan  metode budidaya yang berbeda pada umur 0-10,10-20 dan 20-30 hst
Tabel 2. Uji BNT perbedaan sistem jaring terhadap pertambahan berat basah rumput laut  Gracilaria gigas pada umur 0-10 hst dan 20-30 hst
Tabel 3. Analisis ragam produksi basah Gracilaria dengan jenis dan sistem budidaya  yang berbeda pada umur 45 hari setelah tanam

Referensi

Dokumen terkait

Kajian perumusan kebijakan tersebut merupakan deskripsi tentang perilaku pengambilan keputusan, yang memang tidak merekomendasikan suatu tindakan, tetapi dapat menyediakan informasi

Pengolahan air gambut sesuai standar dengan teknologi sederhana merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di desa agar dapat

inovasi teknologi perbanyakan anggrek. Salah satu teknologi perbanyakan anggrek yaitu melalui teknologi kultur jaringan tanaman. Kendala yang dihadapi dalam

penyedia menara dan/atau pemilik menara yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 10 Tahun 2011

Pembangunan Belia di Malaysia Pembangunan Belia Positif Aplikasi Pembangunan Belia Positif Pembangunan Belia Positif Sebagai Proses Pembangunan Semula Jadi Pendekatan Pembangunan

Tujuan utama dalam pendirian USB dilatar belakangi keinginan dan kebulatan tekat yang tinggi untuk dapat bersama membangun bangsa melalui kegiatan sosial masyarakat yang

Laporan Keuangan Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014 yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan