• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 6, No. 1, Januari 2017, hal. 91-101 P-ISSN: 2301-9891

PENGARUH PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA

Lely Lailatus Syarifah

Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Tangerang E-mail: lelysyarifah@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pendekatan open ended terhadap kemampuan berpikir kritis matematik pada siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 di SMPN 3 Tangerang selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik claster random sampling. Sampel penelitian berjumlah 40 siswa untuk kelas eksperimen dan 40 orang siswa untuk kelas kontol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kritis matematik berbentuk essay dengan tiga indikator dan jurnal harian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan analisis data mengunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata kedua kelas diperoleh nilai t hitung sebesar 4,02, sedangkan t tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (dk) = 78 sebesar 1,66. Sehingga hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan pendekatan open ended terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa, diterima.

Kata kunci: Berpikir Kritis Matematik, Open Ended

Pendahuluan

Mutu pendidikan berawal dari proses pembelajaran dalam kelas, oleh sebab itu untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas baik, maka proses pembelajaran dalam kelas pun harus didesain dengan baik. Kemajuan suatu negara bergantung pada ilmu pengetahuan yang berkembang di negara tersebut. matematika adalah salah satu ilmu yang sangat erat kaitannya dengan kemajuan suatu bangsa. Karena matematika sangat berguna dalam mempelajari berbagai pengetahun dan keahlian. Dalam pendidikan formal, matematika adalah ilmu yang dipelajari semua tingkat pendidikan, baik di sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Dengan matematika, kita dapat berlatih berpikir secara logis, dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya bisa berkembang dengan cepat (Suherman, 2001). Walaupun matematika sangat berguna dalam mempelajari berbagai pengetahun dan keahlian, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika.

Masalah utama dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahnya hasil belajar siswa di sekolah. Terutama yang paling mencolok adalah rendahnya prestasi siswa dalam bidang

(2)

matematika, hasil penelitian PISA (Programme for Internasional Student Assessment) pada tahun 2009, Sekitar sepertiga siswa Indonesia hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat. Hanya 0.1 % siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran (Wijaya, 2012). Salah satu faktor prestasi matematika siswa rendah di Indonesia selain dari aspek guru yang kurang menggunakan metode dan teknik pengajaran pada saat proses pembelajaran, yaitu aspek siswa. Siswa cenderung tidak suka atau bahkan takut terhadap mata pelajaran matematika. Hal ini bukan rahasia lagi siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Salah satu penyebabnya karena mayoritas soal yang diberikan guru matematika di Indonesia terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang didisain dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dibutuhkan soal-soal yang menantang siswa untuk berpikir lebih tinggi, salah satunya soal-soal untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik.

Menurut Sumarmo (2011) secara garis besar, kemampuan dasar matematika dapat diklasifikasikan dalam lima standar yaitu kemampuan: 1) mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematika, 2) menyelesaikan masalah matematik (mathematical problem solving), 3) bernalar matematik (mathematical reasoning), 4) melakukan koneksi matematika (mathematical connection), dan 5) komunikasi matematika (mathematical communication). Salah satu kemampuan dasar matematika adalah kemampuan bernalar matematika, menurut Krulik dan Rudnick (dalam Amri, 2010), penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative

thinking). Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena manusia selalu

dihadapkan pada keadaan/masalah yang memerlukan pemecahan. Karena dianggap penting, berpikir kritis menjadi salah satu tujuan utama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Sekolah Menengah Pertama, menyebutkan bahwa mulai dari sekolah dasar perlu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan berpikir matematika. Jika siswa dilatih untuk berpikir, maka ia perlu dihadapkan pada suatu situasi atau permasalahan yang menantang untuk diselesaikan. Soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu akan

(3)

memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberdayakan segala kemampuan yang dimilikinya.

Agar tujuan tersebut tercapai, diperlukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa salah satunya adalah dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Open

Ended. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syukur (dalam Rohayati, 2010)

yang menggunakan pendekatan open ended untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa SMA. Pendekatan Pembelajaran open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa guna menyelesaikan setiap masalah yang mereka hadapi dalam mempelajari matematika. Selain itu, pendekatan open

ended diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran matematika.

Tinjauan Teoritis

Menurut Chaffee (dalam Johnson, 2008) menjelaskan bahwa berpikir sebagai sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia. Dia mendefinisikan bahwa berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri. Menurut Costa (dalam Mayadiana, 2009) mendefinisikan individu yang berpikir kritis memilki ciri-ciri diantaranya adalah pandai mendeteksi permasalahan, mampu membedakan informasi-informasi, suka mengumpulkan data untuk pembuktian faktual, mampu mengidentifikasi atribut-atribut benda, mampu membuat hubungan yang berhubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, mampu mendaftar alternatif pemecahan masalah dengan masalah lainnya, mampu menarik kesimpulan dan generalisasi dari data yang ada. Menurut Krulik dan Rudnick (dalam Subandar, 2011) mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Berpikir kritis merupakan sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain (Johnson, 2008). Indikator berpikir kritis matematik yang digunakan diantaranya adalah mengenal masalah, menganalisis, dan menghubungkan. Menurut Sagala (2010), pembelajaran memiliki dua karakteristik, yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa hanya sekedar mendengar, mencatat, tetapi memaksimalkan aktivitas siswa dalam proses berpikir; kedua, dalam pembelajaran membangun suasana diskusi dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada

(4)

akhirnya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan mereka sendiri. Menurut Shimada pendekatan ini memberi siswa kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa cara berbeda (dalam Satriawati, 2007). Pertanyaan open ended bukanlah bentuk pertanyaan dengan banyak pilihan tanpa option. Juga bukan pertanyaan yang hanya memiliki satu jawaban yang benar. Namun lebih mengarah pada pertanyaan dimana siswa memiliki peluang berpikir lebih leluasa, komprehensif tanpa harus kehilangan konteksnya. Dengan demikian untuk menghadapi persoalan open ended siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban yang benar. Pada sisi lain, siswa tidak hanya diminta jawaban, akan tetapi diminta untuk menjelaskan bagaimana proses untuk menjawab tersebut. Jadi, matematika tidak dipandang sebagai produk, tetapi sebagai proses. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended, dimulai dengan pertanyaan dalam bentuk open ended yang diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan. Dasar keterbukaan dari pertanyaan open ended dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: proses terbuka yaitu tipe soal yang diberikan mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar, hasil akhir yang terbuka yaitu tipe soal yang diberikan mempunyai jawaban yang banyak, dan cara pengembangan lanjutannya terbuka yaitu ketika siswa telah selesai menyelesaikan masalah awal mereka dapat menyelesaikan masalah baru dengan mengubah kondisi dari masalah yang pertama (Satriawati, 2007). Menurut Suherman (2001) aspek keterbukaan dalam soal terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga aspek, yaitu 1) Kegiatan siswa harus terbuka, dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai dengan kehendak mereka. Dalam pembelajaran open ended memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi permasalahannya sendiri. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir, 2) Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya, 3) Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan. Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Pendapat Shigeru (2005) bahwa pendekatan open ended adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan antara pemahaman, kemampuan, atau cara berpikir siswa yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Shimada pendekatan ini memberi siswa kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa cara berbeda, pendekatan open ended juga mampu

(5)

meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pendekatan open ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Situasi open

ended terkait dengan masalah matematika dapat digunakan dalam lingkungan belajar yang

bernuansa berpikir kritis, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fawcett (dalam Mayadiana, 2009).

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen (percobaan semu), penelitian ini menggunakan rancangan penelitian The Randomized Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diberikan treatment (perlakuan khusus) berupa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open-ended. Sedangkan pada kelompok kontrol, peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Kemudian kedua kelompok diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Frankel, 1990). Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik sampel acak klaster (Cluster Random Sampling), dengan mengambil dua kelas secara acak dari 8 kelas yang memilki karakteristik yang sama. Hasil random diperoleh kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open ended berasal dari kelas VII.3 sebanyak 40 orang dan yang menjadi kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional berasal dari kelas VII.4 juga sebanyak 40 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu tes kemampuan berpikir kritis matematik yang terdiri atas 8 soal dan jurnal harian siswa dalam belajar dengan pendekatan open ended. Analisis data yang digunakan adalah pengujian hipotesis mengenai perbedaan dua rata-rata populasi. Uji yang digunakan adalah uji-t.

Hasil dan Pembahasan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa dan instrumen non tes yaitu jurnal harian untuk mengetahui respon siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan pendekatan open ended. Sebelum menerapkan pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended (kelas eksperimen)

(6)

dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol), kedua kelompok masing-masing diberikan

pretest. Pretest ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal kemampuan berpikir kritis

matematik siswa mengenai konsep himpunan. Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis matematika yang diteliti terdiri atas tiga indikator kemampuan berpikir kritis matematik, yaitu mengenal masalah, menghubungkan, dan menganalisis.

Indikator 1 : Mengenal masalah

Dari soal pretest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat bagaimana siswa mengenal masalah pada konsep himpunan adalah soal nomor 1, 3, dan 5. Pada indikator ini diharapkan siswa mampu mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan/ elemen-elemen dalam kasus yang diberikan, untuk mengkonstruksi berbagai kemungkinan jawaban dan siswa dapat mengidentifikasi adanya masalah. Dari hasil pretest diperoleh bahwa kemampuan mengenal masalah pada kelas eksperimen sebesar 17,5% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 23%.

Indikator 2: Menghubungkan

Pada tahapan menghubungkan, siswa diharapkan mampu menyusun berbagai konsep jawaban ataupun menggunakan berbagai strategi yang telah dipelajari sebelumnya. Pada soal pretest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat indikator ini adalah soal nomor 4, 5, dan 7. Dari hasil pretest diperoleh bahwa kemampuan menghubungkan pada kelas eksperimen sebesar 19,79% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 23,75%.

Indikator 3: Menganalisis

Pada tahapan menganalisis, siswa diharapkan mampu memutuskan dalam memilih strategi yang tepat, siswa mampu memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap soal yang diberikan, mampu mengidentifikasi kesimpulan, mengidentifikasi alasan yang dinyatakan dan yang tidak dinyatakan, mencari persamaan dan perbedaan. Dari soal pretest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat bagaimana siswa mampu menganalisis soal pada konsep himpunan adalah soal nomor 2, 3, dan 9. Dari hasil pretest diperoleh bahwa kemampuan menganalisis pada kelas eksperimen sebesar 21,04% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 37%.

Untuk lebih jelas, persentase skor per indikator kemampuan berpikir kritis matematik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Persentase per Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol (Pretest)

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Kelas

(7)

Berdasarkan data hasil pretest, menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan awal berpikir kritis matematik siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama, hal ini ditunjukkan berdasarkan data hasil uji homogenitas yang menggunakan uji Fisher menunjukkan bahwa varians kedua kelompok sama atau homogen. Oleh karena itu, kedua kelompok tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Setelah masing-masing kelompok melakukan proses belajar mengajar dengan perlakuan yang berbeda, kemudian pada masing-masing kelompok dilakukan posttest yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan kemampuan bepikir kritis matematik siswa. Berdasarkan analisis data hasil penelitian bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan open ended dengan pembelajaran konvensional.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan pendekatan pembelajaran memberikan hasil yang berbeda terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis matematik yang diteliti terdiri atas tiga indikator, yaitu mengenal masalah, menghubungkan, dan menganalisis.

Indikator 1 : Mengenal masalah

Sama halnya dengan soal pretest, pada soal posttest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat bagaimana siswa mengenal masalah pada konsep himpunan adalah soal nomor 1, 3, dan 5. Dari hasil posttest diperoleh bahwa kemampuan mengenal masalah pada kelas eksperimen sebesar 54,3% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 46,5%. Dari contoh hasil kerja siswa dapat dilihat bahwa jawaban soal posttest siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa dari kelas kontrol. Hal ini karena jawaban siswa kelas eksperimen lebih terlihat berpikir kritis matematiknya dibandingkan jawaban siswa kelas kontrol. Sesuai dengan keterangan di atas bahwa indikator soal ini adalah mengenal masalah, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi adanya masalah, kedua jawaban tersebut sudah benar namun jawaban siswa kelas kontrol kurang lengkap, karena tidak disertai alasan seperti yang diminta pada soal. Siswa sudah mampu mengidentifikasikan himpunan dengan benar, namun

Mengenal Masalah 17,5 23

Menghubungkan 19,79 23,75

(8)

tidak memunculkan alasan mengapa soal tersebut diidentifikasikan pada irisan dua himpunan kemudian menggunakan konsep komplemen.

Indikator 2: Menghubungkan

Pada soal posttest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat indikator ini adalah soal nomor 4, 5, dan 7. Dari hasil posttest diperoleh bahwa kemampuan menghubungkan pada kelas eksperimen sebesar 64,7% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 54,2%. Perbedaannya terlihat dari cara siswa menjawab soal sangat berbeda. Siswa pada kelas eksperimen mampu menjawab berdasarkan pemikirannya, siswa menggunakan diagram venn dan pengerjannya juga sistematis. Sedangkan siswa pada kelas kontrol langsung menggunakan rumus tanpa menyertakan alasan, sehingga kemampuan berpikirnya tidak terlihat optimal.

Indikator 3: Menganalisis

Dari soal posttest yang diberikan, pertanyaan yang mampu melihat bagaimana siswa mampu menganalisis soal pada konsep himpunan adalah soal nomor 2, 3, dan 9. . Dari hasil posttest diperoleh bahwa kemampuan menganalisis pada kelas eksperimen sebesar 63,7% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 55,4%. Perbedaannya, terlihat bahwa siswa kelas eksperimen mampu mendeskripsikan alasan jawaban yang mereka buat, proses berpikir dari siswa eksperimen terlihat jelas dari cara siswa membuat diagram venn dan mendeskripsikan alasan hasil jawabannya. Sedangkan siswa kelas kontrol belum mampu mendeskripsikan alasan jawaban yang mereka buat. Siswa hanya mampu membaca dari diagram venn yang telah mereka buat. Untuk lebih jelas, persentase skor per indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.Persentase per Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol (Posttest)

Data hasil pretest yang diberikan kepada kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa, diperoleh nilai terkecil yaitu 9 dan nilai tertinggi pada kelas eksperimen adalah 41. Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai terkecil yaitu 16 dan nilai tertinggi pada kelas kontrol adalah 41. Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Kelas

Eksperimen (%) Kontrol (%)

Mengenal Masalah 54,3 46,5

Menghubungkan 64,7 54,2

(9)

penelitian memiliki varians yang homogen atau tidak. Dari data tersebut didapat Fhitung <

Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa data kemampuan berpikir kritis matematik dari kedua

sampel pada hasil pengujian pretest mempunyai varians yang sama atau homogen.

Data hasil posttest yang diberikan kepada kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa, diperoleh nilai terkecil yaitu 44 dan nilai tertinggi pada kelas eksperimen adalah 88. Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai terkecil yaitu 41 dan nilai tertinggi pada kelas kontrol adalah 81. Selain instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematik, peneliti juga menggunakan jurnal harian siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan open ended. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata persentase siswa yang memberi respon positif selama 8 kali pertemuan sebesar 75,94% siswa yang bersikap netral sebesar 14,06%, sedangkan siswa yang memberi respon negatif sebesar 10%. Analisis data yang digunakan adalah pengujian hipotesis mengenai perbedaan dua rata-rata dua kelompok. Uji yang digunakan adalah uji-t, uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sebelum melakukan pengolahan data lebih lanjut dilakukan pengujian prasyarat penelitian yaitu uji normalitas, uji normalitas didapat dengan menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square) pada taraf signifikan (α) = 0,05.

Uji normalitas diperoleh dari hasil data posttest kedua kelompok penelitian. Hasil pengujian normalitas posttest untuk kelas eksperimen diperoleh nilai 2 hitung = 3,86 dan untuk kelas

kontrol diperoleh nilai 2 hitung = 6,34, dengan taraf signifikan α= 0,05 adalah 9,49, maka

dapat disimpulkan bahwa data hasil posttest kedua kelompok tersebut berdistribusi normal. Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian memiliki varians yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini uji homogenitas dilakukan berdasarkan uji kesamaan dua varians kedua kelas dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan penyebut 40, dari data posttest diperoleh Fhitung = 1,27, sedangkan Ftabel

= 1,69. Dari data tersebut didapat Fhitung < Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa data

kemampuan berpikir kritis matematik dari kedua sampel mempunyai varians yang sama atau homogen.

Berdasarkan hasil perhitungan, pada pengujian hipotesis diperoleh thitung sebesar 4,02 dan ttabel

sebesar 1,66. Dengan demikian, H1 diterima dan Ho ditolak, atau dengan kata lain rata-rata

kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok eksperimen yang diajar dengan menggunakan pendekatan open ended lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

(10)

Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis matematik yang diteliti terdiri atas tiga indikator kemampuan berpikir kritis matematik, yaitu mengenal masalah, menghubungkan, dan menganalisis. Hasil analisis data menunjukkan bahwa suatu pendekatan pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Artinya, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik siswa, antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dimungkinkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematik siswa dipicu oleh pendekatan yang dalam pelaksanaan pembelajarannya selalu memperhatikan prinsip dan karakteristik pendekatan open ended yaitu pembelajaran difokuskan pada proses menemukan sendiri pengetahuan siswa secara mandiri mengenai materi matematika dengan perantara masalah terbuka yang dikemas dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), hal ini sesuai dengan pendapat Shigeru (2005) bahwa pendekatan open ended memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa cara berbeda. Dari hasil analisis data kemampuan berpikir kritis matematik siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol, data tersebut menunjukkan bahwa kelas open ended eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open ended lebih baik daripada kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan pengolahan data hasil penelitian posttest, secara umum penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik ini terlihat dari cara menjawab soal

posttest oleh siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada siswa kelas kontrol.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Hasil kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open ended memiliki nilai rata-rata 61,70. 2) Hasil kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajar secara konvensional memiliki nilai rata-rata 53,55. 3) Siswa yang melakukan pembelajaran dengan pendekatan open ended memiliki kemampuan berpikir kritis matematik yang lebih baik dari pada siswa yang melakukan pembelajaran secara konvensional. Hal ini terlihat dari jawaban posttest siswa yaitu rata-rata hasil posttest siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol dan siswa yang mendapat skor maksimum adalah siswa dari kelas eksperimen, sedangkan

(11)

siswa yang mendapat skor minimum adalah siswa dari kelas kontrol. Pembelajaran dengan pendekatan open ended berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Begitu pun berdasarkan uji hipotesis, diperoleh hasil bahwa pendekatan open ended memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran terkait pada skripsi ini, diantaranya: 1) Penelitian ini hanya ditujukan pada mata pelajaran matematika pada pokok bahasan Himpunan, oleh karena itu sebaiknya penelitian juga dilakukan pada pokok bahasan matematika lainnya. 2) Siswa perlu banyak latihan soal individu, agar strategi dalam menyelesaikan soal-soal lebih beragam. 3) Agar penelitian ini lebih sempurna, sebaiknya aspek lain yang dapat mempengaruhi variabel penelitian ini juga dikontrol dengan baik.

Daftar Pustaka

Amri, Sofan. (2010). Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas. Jakarta: PT. Prestasi Pustakara.

Frankel, Jack R. (1990). How to Design and Evaluate Research in Education. Kanada: McGraw Hill Publishing Company.

Johnson, Elaine B. (2008). CTL Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan

Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. California: Coruwin Press.

Mayadiana S., Dina. (2009). Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.

Rohayati, Euis Eti. (2010). Critical and Creative Mathematical Thinking of junior High

School Students, Jurnal Pendidikan Matematika Vol. IV, No. 2 , 2010.

Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: IKAPI.

Satriawati, Gusni. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open Ended pada Pokok Bahasan Dalil Pythagoras, Jurnal Pembelajaran Baru dalam Pembelajaran

Sains & Matematika Dasar. Jakarta: PIC UIN Jakarta.

Shigeru, Shimada. (2005). The Open Ended Approach: A New Proposal for Teaching

Mathematics. Virginia: Sixth Printing.

Subandar, Jozua. (2009). Berpikir Reflektif. Artikel pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Diakses pada tanggal 14 Juli 2011 dari http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2009/11/Berpikir-Reflektif.pdf.

Suherman, Erman. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sumarmo, Utari. (2011). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Artikel pada FPMIPA UPI Bandung. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2011 dari http;//math.sps.upi.edu.

Gambar

Tabel 2.Persentase per Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelas  Eksperimen dan Kelas Kontrol (Posttest)

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Manfaat didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa dengan menggunakan suatu teknologi akan mampu meningkatkan kinerja dalam bekerja manfaat

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Semakin tinggi

Pengeluaran Konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana

Nyawanya meninggalkan tubuhnya dengan sebuah senyum khas di wajahnya dan video kamera mengambil gambar wajahnya dari berbagai sudut, sebagai bukti akan dua hal: (i) bahwa ini

Anak-anak yang sudah besar dan sudah lama di SOS Desa Taruna awalnya cukup sulit mengikuti peraturan maupun prinsip-prinsip yang dimiliki subyek untuk mengasuh dan

/2015 tanggal 21 September 2015, pekerjaan Penyusunan Masterplan Penyelenggaraan Pekan Olah Raga Provinsi Sumatera Selatan di Kabupaten Muara Enim, maka peserta yang

• It is possible to decrease the drug dose and retain the usual dosage interval,or • Retain the usual dose and increase the1. dosage

Based on the results it can be concluded that the present numerical method can be used to provide an alternative method in exploring the combustion process in the CI engine