• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF: Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF: Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

No Skripsi : 088/S/PPB/2013

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK

MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF

(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Meillyza Larassaty Nur Arimbi 0800880

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK

MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF

Oleh

Meillyza Larassaty Nur Arimbi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Meillyza Larassaty Nur Arimbi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

No Skripsi : 088/S/PPB/2013

MEILLYZA LARASSATY NUR ARIMBI 0800880

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF

(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I,

Dr. Hj. Anne Hafina, M.Pd. NIP. 19600704 198601 2 001

Pembimbing II,

Dr.Ilfiandra, M.Pd. NIP. 19721124 199903 1 003

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Meillyza Larassaty Nur Arimbi. (2013). Efektivitas Teknik Self Instruction Untuk Mereduksi Perilaku Konsumtif (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

Perilaku konsumtif di kalangan peserta didik saat ini bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata akan tetapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya untuk menaikkan prestise, menimbulkan rasa percaya diri, atau hanya untuk mengikuti mode yang sedang berkembang. Peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif memiliki pola pikir yang tidak rasional. Pikiran sangat berpengaruh kuat bagi perasaan, emosi dan tindakan peserta didik yang akhirnya menghasilkan perilaku yang maladaptif. Tujuan penelitian mengetahui efektivitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif. Penelitian menggunakan metode pra-eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Partisipan penelitian adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 15 peserta didik (laki-laki 8 dan perempuan 7) pada kategori perilaku konsumtif tinggi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah angket. Analisis data statistik menggunakan Wilcoxon Match Pairs Test. Hasil penelitian: (1) sebagian besar peserta didik kadang-kadang berperilaku konsumtif; (2) rancangan intervensi berfokus untuk mereduksi indikator perilaku konsumtif; (3) teknik self instruction efektif mereduksi perilaku konsumtif.

(5)

ABSTRACT

Meillyza Larassaty Nur Arimbi. (2013). The Effectiveness of self Instruction technique to reduce consumptive behavior (pre-Experimental research towards XI grade Students of SMA Negeri 6 Bandung acdemic year 2012/2013).

Consumptive behavior among teenage students nowadays is not only to fulfill their needs but also to fulfill their desires to boost their prestige, to gain their self-confidence, or just to adjust and follow the mode trending in particular time. Students who experience consumptive behavior tend to have unreasonable or irrational mindset. The way of their thinking has very strong influence over their feeling, emotion, and action so that it would cause a maladaptive behavior at the end. The purpose of the study is to know the effectiveness of self-instruction technique in reducing consumptive behavior. The study used pre-experimental method with one group pretest-postest design. The participants of the study were XI grade students of SMA Negeri 6 Bandung academic year 2012/2013 in which 15 students (eight male and seven female) were considered as consumptive in high category. The study used questionaire as the research instrument. The statistical data analysis used in the study was Wilcoxon Paired T-test. The results of the study show: (1) most students sometimes behave consumptive; (2) the design of intervention focused on the reduction of consumptive behavior indicator; (3) self-instruction technique effectively reduces students’ comsumptive behavior.

(6)

i A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Pertanyaan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Konsep Perilaku konsumtif dan Teknik Self Instruction ... 10

B. Kerangka Berpikir ... 31

C. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 36

C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 36

D. Definisi Operasional Variabel ... 36

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 38

F. Pengumpulan Data Penelitian ... 43

G. Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Perilaku konsumtif Peserta Didik ... 53

B. Perilaku konsumtif Peserta Didik Berdasarkan Aspek dan Indikator ... 56

C. Pelaksanaan Teknik Self instruction untuk Mereduksi perilaku konsumtif Peserta Didik Kelas ... 65

D. Efektivitas Teknik Self instruction untuk Mereduksi perilaku konsumtif Peserta Didik ... 92

E. Keterbatasan Penelitian ... 104

(7)

A. Simpulan ... 106

B. Rekomendasi ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(8)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 Karakter Sosial……….. 11

3.1 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif... 39

3.2 Konversi Pemberian Skor Alternatif Jawaban... 40

3.3 Konversi Kategori Perilaku Konsumtif………... 52

3.4 Kategori Perilaku Konsumtif………...……... 52

4.1 Profil Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013... 53

4.2 Profil Aspek Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013………... 57

4.3 Profil Indikator Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013………... 59

4.4 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 2)... 68

4.5 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 2)………... 70

4.6 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 3)... 71

4.7 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 3)... 74

4.8 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 4)... 75

4.9 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 4)... 78

4.10 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 5)... 79

4.11 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 5)... 81

4.12 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 6)... 83

4.13 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 6)... 85

4.14 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 7)... 86

4.15 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 7)... 89

4.16 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 8)... 90

(9)

4.18 Efektifitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku

konsumtif peserta didik……… 93

4.19 Perbedaan Tingkat Perilaku konsumtif Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Peserta Didik Kelompok Intervensi……… 93 4.20 Hasil Wilcoxon Data Gain Pretest dan

Postest………...……… 94

4.21 Penurunan Gejala Perilaku konsumtif Peserta Didik Setelah

Intervensi Melalui Teknik Self

(10)

v

DAFTAR BAGAN

Bagan Hal

(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal

Grafik 4.1 Profil Perilaku Konsumtif Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri

6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 ... 54

Grafik 4.2 Profil Aspek Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA

Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran

2012/2013………... 58

Grafik 4.3 Profil Indikator Perilaku Konsumtif Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. SK Pengangkatan Dosen Pembimbing 2. Surat Permohonan Penelitian

3. Surat Ijin Penelitian

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

LAMPIRAN B

1. Kisi-kisi Instrumen

2. Butir Pernyataan Instrumen

LAMPIRAN C

1. Uji Validitas Dan Reliabilitas

2. Perhitungan dan Konversi Skor Profil Umum Perilaku Konsumtif Perhitungan dan Konversi Skor Profil Khusus Perilaku Konsumtif 3. Pengolahan Data Pre-Test Dan Post-Test 4. Uji Efektivitas Teknik Self Instruction

LAMPIRAN D

1. Program Self Instruction dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif 2. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling (SKLBK)

LAMPIRAN E

1. Lembar Kerja Peserta Didik

LAMPIRAN F

1. Dokumentasi Kegiatan

LAMPIRAN G

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang dikenal sebagai

gaya hidup modern. Naisbitt dan Aburdene (Poernomo & Setiadi, 2004: 201)

mengatakan era globalisasi memungkinkan tumbuhnya gaya hidup global. Hal ini

terlihat dengan banyaknya restoran yang menyediakan menu khasmancanegara,

gayaberpakaian yang dipengaruhi oleh perancang kelas dunia, kosmetik,

aksesoris, pernak-pernik, dll.

Kondisi ini dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat menuju

kearah kehidupan mewah yang cenderung terlalu berlebihan, yang pada akhirnya

akan menyebabkan pola hidup cenderung menjadi konsumtif. Menurut Lina &

Rosyid (1997: 7) perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kehidupan mewah

yang cenderung berlebihan, penggunaan pada segala sesuatu yang dianggap mahal

yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik semata.

David Chaney (Novita, 2008: 16) menjelaskan masyarakat konsumen

tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi

kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan.

Melalui majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup

mewah di seputar perkembangan trend busana, pacaran, shopping dan acara

mengisi waktu senggang, semua itu perlahan tapipasti akan ikut membentuk

budaya gaya hidup fun.

Remaja merasa perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food,

fashion, and fun, dan tanpa disadari terdapat ketentuanun tuk memenuhi ketiga hal

tersebut. Usaha untuk mengikuti perkembangan dan perubahan dari lingkungan

sosialini adalah karena remaja ingin diterima oleh teman-temannya dan

lingkungan sosialnya (Tambunan, 2001: 1).

Keadaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan remaja

tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-alasan lain

(14)

2

pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat

Sarwono (Farida, 2006: 40) yang menjelaskan perilaku konsumtif biasanya lebih

dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan

dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitik beratkan

pada status sosial, mode, dan kemudahan dari pada pertimbangan ekonomis.

Lubis (Sumartono, 2002: 117) mengatakan perilaku konsumtif adalah suatu

perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan

karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.

Pengertian ini sejalan dengan pandangan Lina & Rosyid (1997: 7) yang

menyatakan perilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut

membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasional, pembelian tidak lagi didasarkan

pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.

Remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena kelompok

ini suka mencoba-coba hal-hal yang dianggap baru (Sumartono, 2002: 204).

Selain itu Lahmanindra (2006: 1) mengemukakan beberapa alasan mengapa

perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan ramaja. Salah satunya

karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan

sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar.

Hurlock (1999: 208) menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa

yang tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan

sesuai dengan sudut pandangnya sendiri, yang mana pandangannya itu belum

tentu sesuai dengan pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan. Selain itu,

bagaimana remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosinya

sehingga menentukan pandangannya terhadap suatu objek psikologis yang

menyebabkan emosi remaja umumnya belum stabil. Peserta didik di tingkat

Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berada pada rentang usia antara

usia 15-18 tahun, dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada

fase remaja pertengahan. Pikunas (Yusuf, 2008: 184) berpendapat bahwa fase

perkembangan ini dikenal dengan masa storm and stress, frustrasi dan

penderitaan, konflik dan krisis penyesuian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan

(15)

3

Remaja menurut Piaget (Ali dan Asrori, 2004: 268) adalah suatu usia

dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia

dimana anak tidak merasa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua

melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Pada masa peralihan ini, status

remaja dapat dikatakan tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus

dilakukan. Selain itu Santrock (2003: 334) mendefinisikan remaja sebagai masa

perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup

perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi

perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa tubuh. Sedangkan perubahan

sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia

lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam

perkembangan.

Hurlock (1996: 290) mengungkapkan bahwa perkembangan biologis pada

remaja terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badan, berkembangnya

otot-otot tubuh, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan remaja putri seringkali

menjadi tidak suka dengan keadaan tubuhnya dan menjadikan remaja menjadi

tidak percaya diri. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan remaja

harus menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dan orang lain. Akibat tidak

percaya diri menyebabkan remaja mencari cara untuk dapat meningkatkan

percaya dirinya. Salah satu cara adalah dengan penggunaan barang-barang yang

dianggap mampu meningkatkan rasa percaya dirinya. Adanya keinginan untuk

meningkatkan percaya diri dan kebutuhan dalam berteman dapat mendorong

remaja membeli barang secara berlebihan.

Tambunan (2001: 1) menjelaskan bagi produsen, kelompok usia remaja

adalah salah satu pasar yang potensial, remaja menjadi pasar penting bukan hanya

karena mereka menguntungkan, tetapi karena pola konsumsi seseorang terbentuk

pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan,

suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan

uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen

(16)

4

tampil menarik. Hal tersebut dilakukan remaja dengan dengan menggunakan

busana dan aksesoris, seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat

menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk

membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berlaku, karena

jika tidak mereka akan dianggap kuno, kurang “gaul” dan tidak trend. Akibatnya,

para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli barang. Hal

tersebut senada dengan pendapat Sumartono (2002: 110) secara kasat mata

beberapa remaja yang larut dalam pembiusan keaadaan hanya sekedar ingin

memperoleh ligimitasi “modern” atau setidaknya mereka senang apabila stempel

“kuno” atau “kuper” (kurang pergaulan) tidak diberikan kepada mereka. Hal

itulah yang membuat mereka cenderung membeli barang yang mereka inginkan

bukan yang mereka butuhkan secara berlebihan dan tidak wajar. Sikap atau

perilaku remaja yang mengkonsumsi barang secara berlebihan dan tidak wajar

inilah yang disebut dengan perilaku konsumtif.

Menurut Zebua dan Nurdjayadi (2001: 114) berdasarkan pendekatan

psikologi konsumen, remaja khususnya remaja-remaja putri merupakan kelompok

konsumen yang memiliki karakteristik khas seperti mudah tertarik pada mode,

mudah terbujuk iklan dan rayuan penjual, tidak hemat, kurang realistik, romantis,

dan impulsif. Karakteristik ini tampaknya memudahkan mereka terjerat dalam

perilaku membeli yang kurang efisien. Dalam kehidupan sehari-hari terlihat

pelajar SMA terutama remaja putri yang berperilaku konsumtif. Hal ini terlihat

sering sekali remaja putri yang membeli produk fashion dan aksesoris di

toko-toko seperti baju, tas, sandal, sepatu, dan sebagainya. Mereka tak jarang membeli

produk fashion dan barang-barang yang sama dengan teman-temannya atau

bahkan membanding-bandingkan barang kepemilikannya dengan barang

temannya untuk melihat barang siapa yang lebih trendy. Banyaknya toko-toko

yang menyediakan berbagai produk fashion bagi remaja turut mendorong remaja

untuk berperilaku konsumtif.

Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif di

kalangan remaja merupakan salah satu fenomena yang sedang marak terjadi

(17)

5

sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya.

Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok

peserta didik, dan menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar

dilakukan secara berlebihan. Masalah ini juga dapat menimpa sebagian besar

pesertadidikdi kota Bandung, khususnya para peserta didik yang duduk di bangku

SMA (Sekolah Menengah Atas). Hal ini didukung oleh kondisi kota Bandung

yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang padat dengan pusat-pusat

perbelanjaan, di setiap pojok kota Bandung dapat dengan mudah ditemukan

mall-mall yang berdiri dengan megah, factory outlet, atupun cafe. Tempat-tempat

itulah yang kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para peserta didik di Kota

Bandung. Banyak peserta didik yang rela mengeluarkan uang untuk

membelanjakan segala keperluannya dengan tidak memikirkan terlebih dahulu

apa manfaat dari barang tersebut karena peserta didik membeli barang hanya

karena keinginan semata bukan karena kebutuhan.

Penelitian Nurasyiah (2007) kepada 100 peserta didik di beberapa sekolah

SMA di Kota Bandung menyebutkan rata-rata pengeluaran peserta didik SMA

dari uang saku yang diperoleh selama satu bulan yaitu 61,61% digunakan untuk

jajan (makanan dan minuman), 21,26% digunakan untuk kebutuhan

lain-lain/bersifat kesenangan (isi pulsa untuk Handphone, jalan-jalan, nonton di

bioskop, membeli barang baru), 16,23% digunakan untuk kebutuhan belajar

(ongkos transport, alat tulis, buku, mengerjakan tugas) sedangkan sisanya hanya

0,88% digunakan untuk menabung. Selain itu, dalam penelitiannya menemukan

peserta didik SMA di Kota Bandung cenderung memiliki perilaku konsumtif

dalam menggunakan uang saku yang diperolehnya dari orang tua. Hal ini

diketahui mereka yang terbiasa makan di restoran-restoran fast food (KFC, McD,

Popeyes, dsb) dengan data 1-3 kali selama satu bulan sebanyak 53,4%, jalan-jalan

dan belanja di mall (BIP, BSM, IP, dsb) sebanyak 47,9%. Peserta didik yang

menyatakan “sering” jalan-jalan dan belanja di mall lebih tinggi nilainya

dibandingkan dengan peserta didik yang menyatakan “kadang-kadang”. Selain itu,

(18)

6

peserta didik tersebut dianggap konsumtif karena tidak sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuannya yang masih mengandalkan keuangan orang tua.

Dapat diketahui pengeluaran konsumsi peserta didik untuk kebutuhan yang

sifatnya kesenangan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran

peserta didik untuk kebutuhan belajar yang merupakan investasi bagi masa depan

mereka. Selain itu kecenderungan peserta didik untuk menabung sangat rendah.

Dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal, remaja dengan

berbagai karakteristiknya akan membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk

memfasilitasi remaja dengan cara yang tepat, sehingga remaja tidak mengalami

penyimpangan dalam melakukan proses perkembangan dan pertumbuhannya

untuk tidak berperilaku konsumtif (Nurasyiah, 2007).

Bimbingan yang dapat dilakukan adalah melalui institusi pendidikan yaitu

sekolah salah satunya dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling

merupakan bagian integral dalam proses pendidikan yang memiliki peranan

penting dalam mencegah atau mengatasi permasalahan peserta didik karena salah

satu tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik agar

dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang optimal salah satunya yaitu

kemandirian perilaku ekonomis. Sesuai pendapat Sunaryo (Yusuf dan Nurihsan,

2005: 7) bimbingan adalah proses membantu individu mencapai perkembangan

optimal. Bimbingan dan konseling yang membantu permasalahan perilaku

konsumtif remaja yaitu bimbingan dan konseling pribadi sosial.

Rancangan layanan bimbingan dan konseling pribadi sosial diperlukan

dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah pribadi dan sosial remaja

yaitu berupa layanan responsif. Layanan responsif adalah pemberian bantuan

kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan

pertolongan dengan segera (Yusuf, 2009).

Teknik yang biasa digunakan dengan menggunakan pola pernyataan

verbalisasi diri adalah self instruction training. Sehingga, fokus penelian ini

adalah berkaitan dengan perilaku konsumtif yang tidak rasional dan cara

mereduksinya dengan melalui self instruction. Bryant dan Budd (1982: 259)

(19)

7

emosional dan perilaku. Selain itu Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984)

menjelaskan individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah

karena pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi

diri (self verbalization).

Dalam proses intervensinya, self instruction digunakan sebagai teknik untuk

membantu peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif untuk berpikir lebih

rasional. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan

peserta didik yang akhirnya dapat menurun kan perilaku konsumtif peserta didik.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

SMA Negeri di kota Bandung merupakan sekolah yang berada di

lingkungan perkotaan dan di tengah pusat perbelanjaan, serta mall-mall, hal ini

merupakan faktor yang dapat menyebabkan peserta didik berperilaku konsumtif.

Sekolah SMA Negeri 6 Bandung merupakan sekolah yang telah memiliki

program Bimbingan dan Konseling namun belum terdapat layanan responsive

dalam mereduksi perilaku konsumtif.

Dalam hasil ATP kelas XI IPS 2 tahun ajaran 2011-2012 didapat data 8

butir terendah adalah aspek kemandirian ekonomis sebanyak 3.94 pada butir 8-5

dengan rata-rata tugas perkembangan 4.677. Menurut hasil wawancara dengan

guru BK ternayata tidak adanya penanganan yang lebih lanjut untuk menangani

peserta didik yang berperilaku konsumtif, karena guru BK tidak mengetahui

peserta didiknya berperilaku konsumtif.

Meningkatnya perilaku konsumtif pada peserta didik di Bandung

merupakan suatu hal yang perlu dikhawatirkan, dan harus diberikan sebuah solusi

karena besar pengaruhnya baik terhadap kehidupan diri remaja maupun terhadap

masyarakat. Perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dan

lebih didasarkan pada pikiran yang irasional. Hal ini dikarenakan perilaku

konsumtif remaja berhubungan erat dengan pikiran-pikiran remaja. Hal tersebut

senada dengan Lubis (Sumartono, 2002: 117) yang mengatakan perilaku

konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan

yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf

(20)

8

Upaya mengatasi permasalahan ini, peneliti menggunakan teknik self

instruction sebagai salah satu treatment dalam mereduksi perilaku konsumtif

peserta didik.Meichenbaum (Dobson & Dozois, 2001: 16) menjelaskan perubahan

kognitif pada individu bisa diubah dengan menggunakan verbalisasi diri. Individu

yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena pikiran

irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri (self

verbalization). Teknik yang biasa digunakan dengan menggunakan pola

pernyataan verbalisasi diri adalah self instruction training.

C. Pertanyaanpenelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana profil perilaku konsumtif peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6

Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?

2. Seperti apa rancangan bimbingan dan konseling melalui teknik self

instruction untuk mereduksi perilaku konsumtif peserta didik Kelas XI SMA

Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?

3. Apakah self instruction efektif untuk mereduksi perilaku kosumtif pada

peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012-2013?

D. Tujuan

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ialah memperoleh

gambaran empiric mengenai efektivitas teknik self instruction untuk menangani

perilaku konsumtif peserta didik.Ada pun tujuan khusus yang ingin dicapai ialah :

1. Memperoleh profil gejala perilaku konsumtif pada perilaku kosumtif pada

peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012-2013.

2. Memperoleh rancangan bimbingan dan konseling melalui teknik self

instruction dalam menangani perilaku konsumtif peserta didik.

3. Menguji efektivitas terknik self instruction untuk mereduksi perilaku

(21)

9

E. ManfaatPenelitian

1. Bagi siswa yang mengalami perilaku konsumtif

Diharapkan memiliki keterampilan bantuan diri (self help) melalui teknik self

instruction dalam mereduksi gejala perilaku konsumtif.

2. BagiGuru BK

Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman praktis bagi konselor dalam

memberikan layanan bimbingan pribadi social bagi peserta didik yang mengalami

perilaku konsumtif melalui teknik self instruction.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I membahas tentang latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah,

tujuan penelitian, pertanyaan penelitian,manfaat penelitian, dan struktur

penulisan.

Bab II menyajikan teori yang relevan sebagai landasan dilakukannya

penelitian, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

Bab III membahas mengenai metode penelitian, mencakup lokasi dan

subjek penelitian, desain penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi

operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen,

pengumpulan data penelitian, dan analisis data.

Bab IV membahas pemaparan hasil penelitian dan pembahasan tentang

intensitas perilaku konsumtif peserta didik, rancangan intervensi teknik self

instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik, proses pelaksanaan

teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik, dan

efektivitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta

didik.

Bab V merupakan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang

(22)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandung yang berlokasi di

Jl.Pasirkaliki No.51, Kec.Cicendo, Bandung 40172. Alasan pemilihan lokasi

penelitian yakni dapat dengan mudah ditemukan mall-mall, factory outlet, atupun

café di dekat lingkungan SMA Negeri 6 Bandung. Tempat-tempat itulah yang

kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para remaja di Kota Bandung. Banyak

remaja yang rela mengeluarkan uang untuk membelanjakan segala keperluannya

dengan tidak memikirkan terlebih dahulu apa manfaat dari barang tersebut karena

remaja membeli barang hanya karena keinginan semata bukan karena kebutuhan.

Hal ini lah yang mengakibatkan peserta didik khususnya peserta didik di SMA

Negeri 6 Bandung dapat berperilaku konsumtif.

Populasi dalam penelitian adalah peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6

Bandung tahun ajaran 2012-2013. Jumlah populasi penelitian adalah 272 orang.

Sampel penelitian diambil secara Simple Random Sampling yaitu pengambilan

anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi itu. Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan

secara undian, memilih bilangan, dan daftar bilangan secara acak, dsb (Sugiyono,

2010:64). Berdasarkan pengertian tersebut maka peneliti mengambil sampel

dengan cara mengundi dari jumlah peserta didik yang memiliki tingkat perilaku

konsumtif tinggi. Untuk penarikan sampel ini dibatasi sebanyak 15-20 orang, dan

dalam penelitian ini peserta didik yang diberi intervensi (treatment) adalah 15

peserta didik yang berperilaku konsumtif dengan skor tertinggi. Pertimbangan

menentukan jumlah berdasarkan prespektif bimbingan kelompok bahwa jumlah

anggota kelompok yang efektif adalah 8-15 orang (Winkel, 1997; Natawidjaja,

(23)

36

B. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan one-group pretest-posttest design yakni

desain eksperimen dengan memberikan pre-test sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk memperoleh

gambaran keefektifan teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif

peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun angkatan 2012-2013. Desain

penelitiannya adalah sebagai berikut.

Keterangan:

O1= nilai Pre test (sebelum dilakukan treatment)

X = eksperiment/tindakan (treatment)

O2 = nilai post test ( setelah dilakukan treatment)

(Sugiyono, 2010:110)

C. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

Penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen, yaitu “metode

penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya seperti eksperimen tetapi

tidak ada pengontrol variabel sama sekali” (Sugiyono, 2010: 109).

D. Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu perilaku konsumtif

dan teknik self instruction. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai

berikut.

1. Lubis (Sumartono, 2002: 117) menyebutkan bshwa perilaku konsumtif yaitu

(24)

37

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

melainkan karena keinginan yang sudah tidak mencapai taraf tidak rasional

lagi. Pendapat Sumartono tersebut sejalan dengan Muharsih (2008: 26) yang

mengungkapkan perilaku konsumtif adalah pola konsumsi yang berada di

luar kebutuhan rasional, yang lebih mementingkan faktor keinginan daripada

faktor kebutuhan untuk tujuan kebahagiaan, rasa dihargai, atau pengakuan

sosial. Fromm (Anita, 2003: 30) mengungkapkan perilaku konsumtif pada

seseorang terjadi jika individu mempunyai keinginan untuk selalu

mengkonsumsi suatu barang secara berlebihan. Individu selalu mencari

kepuasan akhir, ia mengkonsumsi barang yang bukan sekedar mencukupi

kebutuhannya, tetapi untuk memenuhi keinginan-keinginan individu tersebut.

Secara operasional yang dimaksud dengan perilaku konsumtif di dalam

penelitian ini adalah perilaku peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung

dalam membeli dan mengkonsumsi barang-barang tanpa pertimbangan yang

rasional ataupun mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang

diperlukan secara berlebihan, dimana hal tersebut didorong oleh keinginan

untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata daripada kebutuhan, seperti:

(1) Pembelian produk tanpa pertimbangan dan cenderung berlebihan bukan

berdasarkan kebutuhan tetapi hanya untuk memenuhi keinginan semata;

Membeli produk karena iming-iming; Membeli produk karena kemasan

menarik; Memakai atau membeli sebuah produk karena unsur konformitas

terhadap model yang mengiklankan produk; (2) menunjukan harga diri

(prestise) ditandai dengan membeli produk karena menjaga penampilan dan

gengsi; Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat

atau kegunaannya); (3) fungsi simbolik yang dimiliki suatu produk meliputi:

Membeli produk dengan harga mahal yang akan menimbulkan rasa percaya

diri yang tinggi; Mencoba berbagai merek produk; Membeli produk hanya

sekedar menjaga simbol setatus.

2. Secara konsep “Teknik Self Instruction yaitu suatu teknik untuk membantu

konseli terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan

pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini berdasarkan pada

(25)

38

individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena

pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi

diri (self verbalization).

Teknik Self Instruction, pada penelitian ini didefinisikan sebagai

langkah-langkah Konselor memodifikasi pikiran-pikiran peserta didik Kelas

XI SMA Negeri 6 Bandung yang tidak rasional dalam mengkonsumsi dan

membeli produk menjadi rasional melalui tahapan pemberian informasi

mengenai perilaku konsumtif yang dialami, kemudian memfasilitasi peserta

didik mengenali dan mengubah kekeliruan dalam berpikir, serta mengubah

pemikiran negatif melalui verbalisasi diri.

E. Proses Pengembangan Instrumen

1. Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku konsumtif peserta

didik SMA berupa kuesioner/angket yang dikembangkan dari indikator perilaku

konsumtif menurut Sumartono. Angket digunakan atas dasar jumlah responden

besar, dapat membaca dengan baik dan dapat mengungkapkan hal-hal yang

sifatnya rahasia (Sugiyono, 2010: 172).

Instrumen perilaku konsumtif peserta didik SMA ini disusun dengan model

skala jawaban. Jumlah alternatif respon terdiri dari empat alternatif yaitu Selalu,

Sering, Kadang-kadang, Tidak Pernah. Empat alternatif respon ini didasarkan

dengan pendapat Arikunto (2006: 241) bahwa: “…ada kelemahan dengan lima

alternatif karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah

(karena dirasa aman dan mudah karena hampir tidak berfikir), maka disarankan alternatif pilihannya hanya empat saja”.

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkapkan karakteristik Perilaku

Konsumtif dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi

(26)

39

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif

No Aspek Indikator Pernyataan

Ʃ

Membeli produk karena iming-iming. 34,35,36,37,38 5

Membeli produk karena kemasan menarik. harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya) untuk menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

20,21,22,23 4

Mencoba berbagai merek produk. 24,25,26,27,28 5

Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

29,30,31,32,33 5

3. Pedoman Skor

Angket Perilaku Konsumtif dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan

beserta kemungkinan jawabannya. Item pernyataan tentang intensitas perilaku

konsumtif peserta didik dibuat dalam bentuk alternatif respon subjek yaitu selalu,

sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Jika peserta didik menjawab pada kolom

selalu diberi skor 4, kolom sering diberi skor 3, kolom kadang-kadang diberi skor

2, dan kolom tidak pernah diberi skor 1. Ketentuan pemberian skor gejala perilaku

konsumtif peserta didik dapat dilihat pada Tabel 3.2. Semakin tinggi skor yang

diperoleh responden berarti semakin tinggi Perilaku Konsumtifnya, demikian juga

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden berarti semakin rendah

(27)

40

Tabel 3.2

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban Skor Jawaban

Selalu 4

Sering 3

Kadang-Kadang 2

Tidak Pernah 1

a. Uji Kelayakan Instrumen

Uji validitas rasional bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan

instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan atau uji validitas

rasional dilakukan oleh dua dosen ahli. Uji validitas rasional dilakukan dengan

meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item

dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan

nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa

memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih

bisa digunakan dengan revisi terlebih dahulu.

Hasil penilaian menunjukkan secara konstruk seluruh item pada angket

Perilaku Konsumtif termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki

dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari dua dosen ahli dapat disimpulkan

pada pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa

perbaikan redaksi agar mudah dipahami peserta didik.

Uji keterbacaan instrumen dilaksanakan kepada enam peserta didik didik

kelas XI SMA Negeri Krakatau Steel Cilegon yang memiliki karakteristik yang

hampir sama dengan sampel penelitian. Tujuan uji keterbacaan ini adalah untuk

mengukur tingkat keterbacaan instrumen dari segi kata-kata, istilah dan kalimat

secara utuh. Hasil uji keterbacaan adalah penyederhanaan kalimat tanpa

mengubah makna dari pernyataan tersebut.

Berdasarkan uji keterbacaan pada keenam peserta didik tersebut, tidak

terdapat kekeliruan dalam butir pernyataan. Para peserta didik memahami dan

(28)

41

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

1. Uji Validitas Butir Item

Pengujian validitas alat pengumpul data yang dilakukan dalam penelitian

adalah seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap perilaku

konsumtif peserta didik. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item

(Sugiyono, 2010: 187) yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total

yang merupakan jumlah tiap skor butir. Instrumen perilaku konsumtif yang valid

berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Azwar (2010: 59) menyatakan bahwa skala-skala yang setiap itemnya diberi

skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi

product-moment Pearson. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item

dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan

skala keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya.

Adapun langkah-langkah menghitung validitas item, sebagai berikut.

1) Menghitung koefisien korelasi setiap butir item dengan skor total dengan

rumus Pearson Product Moment.

untuk jumlah responden 83 adalah 0.220.

3) Membuat keputusan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Kaidah

keputusan suatu instrumen dikatakan valid apabila r hitung > r tabel sebaliknya

apabilar hitung < r tabel dikatakan tidak valid.

4) Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 38 butir

item pernyataan dari angket perilaku konsumtif peserta didik, 38 butir item

pernyataan dinyatakan valid. Indeks validitas instrumen bergerak diantara rxy =

n XY− X Y

(29)

42

0.423 – 0,763 dengan r tabel 0.220 (Hasil penghitungan validitas pada

lampiran C).

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Menurut Sukardi (2008:127), reliabilitas sama dengan konsistensi atau

keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang

tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur

yang hendak diukur.

Menurut Arikunto (2006: 196) untuk uji reliabilitas yang skornya

merupakan rentangan antara beberapa nilai atau berbentuk skala digunakan rumus

Alpha. Rumus Alpha tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Keterangan:

r 11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir soal ∑Si = Jumlah varians butir St = Varians skor total

(Arikunto, 2006:196)

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007.

Sebagai tolok ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas sebagai

berikut.

0,00 – 0,199 derajat keterandalan sangat rendah

0,20 – 0,399 derajat keterandalan rendah

0,40 – 0,599 derajat keterandalan cukup

0,60 – 0,799 derajat keterandalan tinggi

0,80 – 1,00 derajat keterandalan sangat tinggi

Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan dari ke-38

butir item, menunjukkan koefisien reliabilitas (konsistensi internal) instrumen

perilaku konsumtif sebesar 0.871. Artinya, tingkat korelasi dan derajat

keterandalan instrumen perilaku konsumtif berada pada kategori sangat tinggi.

(Hasil perhitungan reliabilitas pada lampiran C). � 11 = k

k−1 1−

(30)

43

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

F. Pengumpulan Data Penelitian

1. Penyusunan Proposal

Rancangan kegiatan dalam penelitian dituangkan peneliti dalam bentuk

proposal. Langkah penyusunan proposal penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

a. Menentukan permasalahan yang akan dijadikan tema penelitian dan membuat

peta masalah.

b. Menentukan pendekatan masalah yang meliputi metode penelitian, teknik

pengumpulan data, penentuan sampel dan populasi, teknik pengolahan data,

dan teknik analisis data.

c. Menyusun proposal skripsi dengan sistematika penulisan yang telah

ditentukan.

2. Perizinan Penelitian

Perizinan penelitian diperlukan sebagai legitimasi dari pelaksanaan

penelitian. Proses perizinan penelitian diperoleh dari Jurusan Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Direktorat Akademik, dan

SMA Negeri 6 Bandung.

3. Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan angket,

yakni sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk mengungkap

karakteristik Perilaku Konsumtif peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung.

Item pernyataan instrumen dikembangkan dari konstruk indikator perilaku

konsumtif Sumartono. Angket pengungkap karakteristik Perilaku Konsumtif

digunakan untuk pre-test dan post-test.

4. Pre-test

Pelaksanaan pre-test dilakukan dengan menyebar angket perilaku konsumtif

pada peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung untuk mengetahui tingkat

(31)

44

5. Treatment

Pemberian treatment (perlakuan) dengan menggunakan teknik self

instruction dilakukan pada peserta didik yang memiliki tingkat konsumtif tinggi

berdasarkan dari hasil pre-test. Pelaksanaan intervensi teknik self instruction

dalam menangani perilaku konsumtif selama delapan sesi pertemuan, yang

berduarasi disetiap sesinya 60 menit. Pelaksanaan post-test dilakukan setelah sesi

intervensi dilaksanakan.

A. Rasional

Peserta didik SMA berada pada masa remaja dimana hal ini berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity or role confusion”, yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang

menyangkut keberadaan diri, masa depan, peran-peran sosial dalam keluarga atau

pun masyarakat, dan kehidupan beragama.

Hurlock (1999) menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa yang

tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan sesuai

dengan sudut pandangnya sendiri, dimana pandangannya itu belum tentu sesuai

dengan pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan. Selain itu, bagaimana

remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosi sehingga

menentukan pandangan terhadap suatu objek psikologis. Emosi remaja umumnya

belum stabil. Secara psikososial terlihat perkembangan remaja pun memandang

dan menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan peran mereka sebagai

konsumen.

Seiring perkembangan biologis, psikologis, sosial ekonomi tersebut, remaja

memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan sudah lebih mampu membuat

keputusan sendiri, Steinberg (Emanrais, 2008). Hal ini meningkatkan kemandirian

remaja, termasuk juga posisinya sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan

mandiri mengenai apa yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan

sendiri produk apa yang ingin ia beli. Namun di lain pihak, remaja sebagai

konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, mudah terbujuk iklan, tidak

(32)

45

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

ternyata mereka memiliki pengeluaran yang cukup besar. Sebagian besar remaja

belum memiliki pekerjaan tetap karena masih sekolah. Namun, para pemasar tahu

bahwa sebenarnya pendapatan mereka tidak terbatas, dalam arti bisa meminta

uang kapan saja pada orang tuanya, Loudon & Bitta (Emanrais, 2008).

Adanya perubahan sosial dan ekonomi yang ditandai dengan

berkembangnya industri, menjadikan banyak produk yang ditawarkan sehingga

secara tidak langsung membuat manusia berfikir praktis atau instan, hal ini sejalan

dengan diperkuatnya semakin banyaknya pertokoan, majalah, iklan, media-media,

serta tayangan-tayanagn infotainment yang mengekspolitasi gawa hidup mewah

yang mencolok. Hal ini dapat terlihat dari banyak produk yang ditawarkan untuk

remaja, diantaranya produk pakaian, elektronika, hiburan, food, fashion, fun dan

lain sebagainya. Hal ini mendorong remaja secara tidak sadar untuk membeli

terus-menerus sehingga menyebabkan remaja berperilaku konsumtif. Perilaku

konsumtif adalah pengkonsumsian dan membeli produk atau barang yang

dilandasi oleh pertimbangan yang tidak rasional lagi hanya untuk memenuhi

keinginan semata.

Hasil penelitian terhadap kelas XI SMA Negeri 6 Bandung menunjukan

intensitas perilaku konsumtif peserta didik sebanyak 7.72% termasuk dalam

kategori tinggi, 52.21% termasuk kedalam kategori sedang dan 40.07% termasuk

dalam kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku konsumtif

merupakan fenomena yang masih terjadi dilingkungan sekolah.

Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena, diperlukan suatu pemberian

bantuan yang kuratif dalam menangani perilaku konsumtif. Kartadinata (Yusuf

dan Nurihsan, 2005: 7) menjelaskan bimbingan merupakan upaya yang diberikan

untuk membantu individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

Dengan demikian, peran dan kedudukan dari bimbingan dan konseling memiliki

peranan yang penting dalam membantu ataupun mengantisipasi gejala perilaku

konsumtif. Layanan bimbingan yang cocok dalam memberikan kepada peserta

didik yang mengalami perilaku konsumtif adalah bimbingan pribadi dan sosial.

Adapun strategi yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan teknik

(33)

46

Layanan konseling merupakan layanan yang bersifat responsif yaitu

pemberian bantuan kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah

yang memerlukan pertolongan dengan segera (Yusuf, 2009: 81). Bentuk bantuan

layanan bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik yang mengalami

perilaku konsumtif adalah konseling. Layanan responsif yang tepat bagi

permasalahan perilaku konsumtif peserta didik adalah melalui konseling yang

berfokus pada aspek kognitif. Hal ini karenakan perilaku konsumtif berhubungan

erat dengan pikiran-pikiran peserta didik. Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi

perasaan dan tindakan peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif. Hal ini

di jelaskan juga oleh Lubis (Sumartono, 2002: 117) yang mengatakan perilaku

konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbngan

yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf

yang tidak rasional lagi. Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan

tindakan peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif.

Salah satu teknik konseling yang efektif untuk mengatasi perilaku konsumtif

adalah teknik self instruction yang merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi

dari modifikasi konseling kognitif-perilaku yang dikembangkan oleh

Meichenbaum pada tahun 1977 (Nurbaity. 2012: 16). Konseling kognitif-perilaku

bisa dijadikan salah satu alternatif bantuan untuk mereduksi perilaku konsumtif

yang dialami oleh peserta didik, hal ini sesuai dengan pendapat Beck (1995: 1)

yang menyatakan bahwa konseling kognitif-perilaku merupakan konseling yang

secara langsung dapat memecahkan masalah dengan memodifikasi disfungsi

pikiran dan perilaku. Meichenbaum (Dobson, 2010: 15) menyatakan bahwa

perubahan kognitif individu dapat dilakukan dengan menggunakan verbalisasi

diri. Teknik yang dapat digunakan dalam verbalisasi diri tersebut adalah

self-instruction training. Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984) yang mengatakan

bahwa individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah

karena pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi

diri (self verbalization). Berdasarkan pendapat tersebut, teknik self- instruction

dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi perilaku konsumtif

(34)

47

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

B. Tujuan

Secara umum tujuan dari self instruction adalah mereduksi Perilaku

Konsumtif peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung. Secara khusus tujuan

intervensi yang merujuk pada indikator Perilaku Konsumtif adalah

mengembangkan keterampilan peserta didik dalam:

1. Mengembangakan kemampuan untuk dapat berfikir lebih logis dan rasional

terhadap perilaku konsumtif.

2. Meningkatkan rasa percaya diri dalam setiap perilaku yang ditampilkan

ketika tidak mengenakan barang-barang branded.

3. Mengembangkan keterampilan menetapkan prioritas ketika membeli barang

atau produk yang mengakibatkan berperilaku konsumtif dan dapat

mengontrol uang jajannya.

4. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengendalikan kecemasaan,

stress, dan emosinya ketika berperilaku konsumtif.

5. Mengembangkan keterampilan siswa dalam berdialog diri yang lebih positif

dan konstruktif ketika berperilaku konsumtif.

6. Mengembangkan kemampuan untuk mengambil resiko dari sebuah keputusan

ketika membeli suatu barang yang membuatnya berperilaku konsumtif dan

mampu mengontrol diri ketika berperilaku konsumtif.

7. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bersikap assertive.

C. Prosedur Teknik Self instruction

Prosedur teknik self instruction dalam menangani Perilaku Konsumtif

adalah sebagai berikut.

1. Tahapan pengumpulan informasi yakni mengungkap latar belakang gejala

yang berkaitan dengan perilaku konsumtif. Tahapan ini bertujuan untuk

membantu konseli agar lebih sensitif terhadap pikiran, perbuatan,

perasaannya terhadap perilaku konsumtif yang dialaminya.

2. Tahapan konseptualisasi masalah, yakni konseli dan konselor terlibat diskusi

(35)

48

3. Tahapan perubahan langsung dengan menggunakan verbalisasi diri. Adapun

prosedurnya antara lain adalah :

a) Konselor menjadi model dengan memverbalisasikan langkah-langkah

dalam self-instruction dengan suara keras dan lantang.

b) Konseli melakukan dan mengungkapkan verbalisasi seperti yang

dicontohkan oleh konselor dengan suara keras dan lantang.

c) Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara berbisik dengan

melihat gerak bibir konselor yang memberikan isyarat kepadanya.

d) Konseli melakukan tugasnya dengan hanya menggerakkan bibir dan

tanpa suara.

e) Konseli diminta untuk mengucapkan kata-kata untuk dirinya sendiri saat

melakukan teknik ini.

D. Asumsi Intervensi

Asumsi berikut menjadi acuan pokok dalam merancang program self

instruction dalam mereduksi Perilaku Konsumtif peserta didik.

1. Perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada

rasio, Sarwono (Farida, 2006)

2. Latihan instruksi diri efektif dalam menurunkan masalah-masalah emosional

dan perilaku, (Bryant dan Budd 1982).

3. Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada

pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah

mencapai taraf yang tidak rasional lagi, Lubis (Sumartono, 2002).

4. Individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena

pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi

diri (self verbalization), Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984).

5. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknik

self instruction efektif dalam menangani masalah yang spesifik seperti

mengontrol tindakan impulsif, meningkatkan asertif dan memperbaiki

(36)

49

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

E. Sasaran Intervensi

Intervensi dilakukan terhadap 15 orang peserta didik kelas XI dengan

jumlah laki-laki 8 dan jumlah perempuan 7 dengan usia 16 dengan intensitas

Perilaku Konsumtif tinggi dengan ciri peserta didik membeli produk karena

iming-iming, membeli produk karena kemasan menarik, membeli dan memakai

sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan

produk, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau

kegunaannya), membeli produk untuk menjaga penampilan dan gengsi, membeli

produk dengan harga mahal untuk menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,

mencoba berbagai merek produk, membeli produk hanya sekedar menjaga simbol

status. Upaya layanan yang akan diberikan untuk mereduksi perilaku konsumtif

peserta didik yaitu berupa layanan konseling kelompok.

F. Sesi Intervensi

Teknik Self Instruction merupakan salah satu teknik yang masuk dalam

Model pendekatan terapi kognitif-perilaku yang bersifat didaktik, direktif, dan

aktif. Program intervensi teknik Self Instruction dalam menangani perilaku

konsumtif peserta didik dilakukan selama 8 sesi dan 2 sesi digunakan untuk pre

test dan post test. Pelaksaan intervensi konseling dilaksanakan 2 kali dalam

seminggu. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatn antara konselor

dan peserta didik. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut.

Sesi 1 dan 2

Sesi ini berjudul “Rasional Thinking”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik

memahami esensi perilaku konsumtif dan memiliki komitmen untuk mengikuti

setiap sesi intervensi. Selain itu tujuan di dalam sesi ini adalah mengembangkan

berfikir logis dan rasional terhadap perilaku konsumtifnya.

Sesi 3

Sesi ini berjudul “I’m belief to my-self”. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dalam perilaku dan berpenampilan

(37)

50

diharapkan memiliki rasa percaya diri yang tinggi terhadap apapun yang peserta

didik tampilkan, baik dalam berbusana, bersolek, dsb.

Sesi 4

Sesi ini berjudul “Control your money”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dalam menetapkan prioritas dalam membeli barang

atau produk yang akan berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini peserta didik

diharapkan mampu menetapkan prioritas dalam menggunakan serta

membelanjakan uangnya secara lebih cermat serta mampu mengontrol uang

jajannya.

Sesi 5

Sesi ini berjudul “Keep calm and stay cool”. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengendalikan rasa cemas, stress serta

emosinya ketika berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini peserta didik dapat

mengendalikan perasaan cemas dan stress dan peserta didik juga dapat

mengontrol emosinya ketika menghadapi suatu keadaan yang membuatnya

berperilaku konumtif.

Sesi 6

Sesi ini berjudul “Positive Self Suggestion”. Sesi ini bertujuan mengembangkan keterampilan siswa dalam berdialog diri yang lebih positif dan

konstruktif ketika berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini siswa dapat berfikir

lebih positif terhadap dirinya dan tidak bersikap gangsi ketika tidak memakai

barang-barang mewah.

Sesi 7

Sesi ini berjudul “Control your self”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik dalam mengambil resiko dari sebuah

keputusan dari perilaku konsumtifnya. Melalui sesi ini peserta didik diharapkan

dapat mengembangkan dan dapat lebih bersikap selektif dalam berbelanja dan

(38)

51

Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

Sesi 8

Sesi ini berjudul “Siap katakantidak”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik mampu mengembangkan sikap assertive. Melalu sesi ini, peserta didik diharapkan

mampu bersikap assertive ketika dihadapkan pada suatu kondisi. Pada sesi ini

dilakukan posttest untuk mengetahui keefektifan program intervensi.

G. Indikator Keberhasilan

Evaluasi keberhasilan intervensi perilaku konsumtif dilakukan setelah

seluruh program intervensi selesai dilaksanakan melalui pemberian post-test.

Intervensi dikatakan berhasil apabila hasil post-test menunjukkan penurunan skor

perilaku konsumtif. Peserta didik yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi

adalah peserta didik yang mampu mengubah pernyataan diri yang negatif menjadi

pernyataan diri yang positif dalam setiap sesi intervensi.

Sumber utama untuk evaluasi ini adalah analisis terhadap homework

menggunakan format Diari Instruksi Diri yang ditugaskan kepada konseli.

Analisis homework dijadikan ukuran untuk mengetahui perubahan pernyataan diri

konseli yang menjadi indikator keberhasilan dari setiap sesi intervensi. Indikator

keberhasilan program intervensi secara keseluruhan adalah dengan berkurangnya

skor gejala perilaku konsumtif. Teknik yang digunakan untuk mengetahui

berkurangnya intensitas perilaku konsumtif adalah melalui post-test dengan

menggunakan skala perilaku konsumtif.

6. Post test

Pelaksanaan post-test dilakukan setelah melaksanakan perlakuan. Post-test

diberikan seperti halnya pre-test yaitu berupa angket yang sama. Hal ini dilakukan

untuk melihat adanya perubahan perilaku siswa setelah diberikan perlakuan.

G. Analisis Data

Pada penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan,

masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.

1. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran perilaku konsumtif peserta didik

(39)

52

berdasarkan skala jawaban dengan menggunakan jawaban peserta didik

tentang perilaku konsumtif yang dilakukan dengan rating. Langkah ini

dilakukan untuk memberikan kategori selalu, sering, kadang-kadang, tidak

pernah, yang tersaji pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kategori Perilaku Konsumtif

Rentang Skor Kategori F

1-1.9 Tidak Pernah (TP) 67

2-2.9 Kadang-kadang (KD) 176

3-3.9 Sering (SR) 29

4 Selalu (SL) 0

(Perhitungan terdapat pada lampiran D)

2. Pertanyaan kedua mengenai rancangan intervensi melalui teknik self

instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik. Rancangan

intervensi disusun berdasarkan hasil pre-test. Uji kelayakan (judgement)

dilakukan untuk rancangan intervensi.

3. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas teknik self instruction dirumuskan ke dalam hipotesis “teknik self-instruction efektif dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik.” Pengujian hipotesis dilakukan

melalui uji statistik Wilcoxon Match Pairs Test dengan menggunakan SPSS

(40)

106 BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini menyajikan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan

merupakan integrasi hasil kajian teoritis, hasil kajian empiris, dan perbandingan

dengan penelitian sejenis. Rekomendasi ditujukan kepada pihak sekolah, guru

pembimbing sekolah, serta peneliti selanjutnya.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai

berikut.

1. Dilihat dari skor rata-rata maka perilaku konsumtif peserta didik termasuk pada

kategori kadang-kadang (KD).

2. Rancangan intervensi bimbingan dan konseling melalui teknik self instruction

untuk menangani perilaku konsumtif peserta didik berfokus pada pada

penurunan gejala perilaku konsumtif.

3. Teknik self instruction efektif dalam mereduksi gejala perilaku konsumtif

peserta didik. Setelah dilakukan intervensi terdapat penurunan hasil pre-test ke

post-test pada semua aspek dan semua indikator gejala perilaku konsumtif. 15

peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif pada kategori sering (SR),

mengalami penurunan menjadi kategori kadang-kadang (KD).

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian memberikan direkomendasi hal-hal sebagai

berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian menunjukkan teknik self instruction efektif dalam

menurunkan gejala perilaku konsumtif. Teknik self instruction dapat menjadi

solusi terhadap perilaku konsumtif yang dialami oleh peserta didik secara mandiri.

Dengan demikian, guru BK diharapkan mampu menerapkan teknik self

instruction dalam menangani siswa yang mengalami perilaku konsumtif di

(41)

107

layanan bimbingan pribadi sosial melalui teknik self instruction dalam mencegah

terjadinya perilaku konsumtif peserta didik yang baru masuk sekolah, namun

tidak hanya untuk mencegah perilaku konsumtif saja teknik self instruction biasa

digunakan untuk mereduksi masalah-masalah yang lain, misalnya; stress

akademik, perilaku konsumtif, dan mereduksi kecemasan ujian peserta didik.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Pemilihan metode single subject research direkomendasikan sehingga dapat

diketahui dinamika penurunan gejala perilaku konsumtif baik antar individu,

rentang dan jangka waktu perubahan. Peneliti dapat mencoba menggunakan

teknik relaksasi, teknik assertive training, teknik manajemen diri, teknik

Gambar

Tabel 2.1 3.1
Grafik
gambaran keefektifan teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Observasi ini dilakukan sebagai tolok ukur dalam perumusan program PPL yang akan dilaksanakan, mengetahui kondisi dan situasi kelas pada saat proses pembelajaran

The objectives of this study was to answer two research problems: (1) the correlation between students competence in writing narrative texts in Bahasa Indonesia and their

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode etnografi dengan memfokuskan pada studi kasus mengenai lapangan pekerjaan bangunan pada masyarakat sub urban di

(1) Dalam hal ganti rugi dalam bentuk selain uang, maka apabila yang berhak atas ganti rugi telah menandatangani kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b

Penerapan Model Pembelajaran (Clis) Children’s Learning In Science Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dalam Pembelajaran Ipa Materi Pesawat Sederhana. Universitas

Rencana Kerja K/L (Renja KL) yang disusun dengan berpedoman pada Renstra KL dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program,

“ wanita pekerja seks adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang