No Skripsi : 088/S/PPB/2013
EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK
MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF
(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
Meillyza Larassaty Nur Arimbi 0800880
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK
MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF
Oleh
Meillyza Larassaty Nur Arimbi
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Meillyza Larassaty Nur Arimbi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
No Skripsi : 088/S/PPB/2013
MEILLYZA LARASSATY NUR ARIMBI 0800880
EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF
(Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I,
Dr. Hj. Anne Hafina, M.Pd. NIP. 19600704 198601 2 001
Pembimbing II,
Dr.Ilfiandra, M.Pd. NIP. 19721124 199903 1 003
Diketahui oleh
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Meillyza Larassaty Nur Arimbi. (2013). Efektivitas Teknik Self Instruction Untuk Mereduksi Perilaku Konsumtif (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).
Perilaku konsumtif di kalangan peserta didik saat ini bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata akan tetapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya untuk menaikkan prestise, menimbulkan rasa percaya diri, atau hanya untuk mengikuti mode yang sedang berkembang. Peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif memiliki pola pikir yang tidak rasional. Pikiran sangat berpengaruh kuat bagi perasaan, emosi dan tindakan peserta didik yang akhirnya menghasilkan perilaku yang maladaptif. Tujuan penelitian mengetahui efektivitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif. Penelitian menggunakan metode pra-eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Partisipan penelitian adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 15 peserta didik (laki-laki 8 dan perempuan 7) pada kategori perilaku konsumtif tinggi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah angket. Analisis data statistik menggunakan Wilcoxon Match Pairs Test. Hasil penelitian: (1) sebagian besar peserta didik kadang-kadang berperilaku konsumtif; (2) rancangan intervensi berfokus untuk mereduksi indikator perilaku konsumtif; (3) teknik self instruction efektif mereduksi perilaku konsumtif.
ABSTRACT
Meillyza Larassaty Nur Arimbi. (2013). The Effectiveness of self Instruction technique to reduce consumptive behavior (pre-Experimental research towards XI grade Students of SMA Negeri 6 Bandung acdemic year 2012/2013).
Consumptive behavior among teenage students nowadays is not only to fulfill their needs but also to fulfill their desires to boost their prestige, to gain their self-confidence, or just to adjust and follow the mode trending in particular time. Students who experience consumptive behavior tend to have unreasonable or irrational mindset. The way of their thinking has very strong influence over their feeling, emotion, and action so that it would cause a maladaptive behavior at the end. The purpose of the study is to know the effectiveness of self-instruction technique in reducing consumptive behavior. The study used pre-experimental method with one group pretest-postest design. The participants of the study were XI grade students of SMA Negeri 6 Bandung academic year 2012/2013 in which 15 students (eight male and seven female) were considered as consumptive in high category. The study used questionaire as the research instrument. The statistical data analysis used in the study was Wilcoxon Paired T-test. The results of the study show: (1) most students sometimes behave consumptive; (2) the design of intervention focused on the reduction of consumptive behavior indicator; (3) self-instruction technique effectively reduces students’ comsumptive behavior.
i A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Pertanyaan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Konsep Perilaku konsumtif dan Teknik Self Instruction ... 10
B. Kerangka Berpikir ... 31
C. Hipotesis Penelitian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 35
B. Desain Penelitian ... 36
C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 36
D. Definisi Operasional Variabel ... 36
E. Proses Pengembangan Instrumen ... 38
F. Pengumpulan Data Penelitian ... 43
G. Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Perilaku konsumtif Peserta Didik ... 53
B. Perilaku konsumtif Peserta Didik Berdasarkan Aspek dan Indikator ... 56
C. Pelaksanaan Teknik Self instruction untuk Mereduksi perilaku konsumtif Peserta Didik Kelas ... 65
D. Efektivitas Teknik Self instruction untuk Mereduksi perilaku konsumtif Peserta Didik ... 92
E. Keterbatasan Penelitian ... 104
A. Simpulan ... 106
B. Rekomendasi ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 108
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Karakter Sosial……….. 11
3.1 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif... 39
3.2 Konversi Pemberian Skor Alternatif Jawaban... 40
3.3 Konversi Kategori Perilaku Konsumtif………... 52
3.4 Kategori Perilaku Konsumtif………...……... 52
4.1 Profil Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013... 53
4.2 Profil Aspek Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013………... 57
4.3 Profil Indikator Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013………... 59
4.4 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 2)... 68
4.5 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 2)………... 70
4.6 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 3)... 71
4.7 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 3)... 74
4.8 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 4)... 75
4.9 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 4)... 78
4.10 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 5)... 79
4.11 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 5)... 81
4.12 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 6)... 83
4.13 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 6)... 85
4.14 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 7)... 86
4.15 Contoh Homework Instruksi Diri Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 7)... 89
4.16 Contoh Self Instruction Perilaku Konsumtif Peserta Didik (Sesi 8)... 90
4.18 Efektifitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku
konsumtif peserta didik……… 93
4.19 Perbedaan Tingkat Perilaku konsumtif Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Peserta Didik Kelompok Intervensi……… 93 4.20 Hasil Wilcoxon Data Gain Pretest dan
Postest………...……… 94
4.21 Penurunan Gejala Perilaku konsumtif Peserta Didik Setelah
Intervensi Melalui Teknik Self
v
DAFTAR BAGAN
Bagan Hal
DAFTAR GRAFIK
Grafik Hal
Grafik 4.1 Profil Perilaku Konsumtif Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri
6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 ... 54
Grafik 4.2 Profil Aspek Perilaku konsumtif Peserta didik Kelas XI SMA
Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran
2012/2013………... 58
Grafik 4.3 Profil Indikator Perilaku Konsumtif Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1. SK Pengangkatan Dosen Pembimbing 2. Surat Permohonan Penelitian
3. Surat Ijin Penelitian
4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
LAMPIRAN B
1. Kisi-kisi Instrumen
2. Butir Pernyataan Instrumen
LAMPIRAN C
1. Uji Validitas Dan Reliabilitas
2. Perhitungan dan Konversi Skor Profil Umum Perilaku Konsumtif Perhitungan dan Konversi Skor Profil Khusus Perilaku Konsumtif 3. Pengolahan Data Pre-Test Dan Post-Test 4. Uji Efektivitas Teknik Self Instruction
LAMPIRAN D
1. Program Self Instruction dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif 2. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling (SKLBK)
LAMPIRAN E
1. Lembar Kerja Peserta Didik
LAMPIRAN F
1. Dokumentasi Kegiatan
LAMPIRAN G
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang dikenal sebagai
gaya hidup modern. Naisbitt dan Aburdene (Poernomo & Setiadi, 2004: 201)
mengatakan era globalisasi memungkinkan tumbuhnya gaya hidup global. Hal ini
terlihat dengan banyaknya restoran yang menyediakan menu khasmancanegara,
gayaberpakaian yang dipengaruhi oleh perancang kelas dunia, kosmetik,
aksesoris, pernak-pernik, dll.
Kondisi ini dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat menuju
kearah kehidupan mewah yang cenderung terlalu berlebihan, yang pada akhirnya
akan menyebabkan pola hidup cenderung menjadi konsumtif. Menurut Lina &
Rosyid (1997: 7) perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kehidupan mewah
yang cenderung berlebihan, penggunaan pada segala sesuatu yang dianggap mahal
yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik semata.
David Chaney (Novita, 2008: 16) menjelaskan masyarakat konsumen
tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi
kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan.
Melalui majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup
mewah di seputar perkembangan trend busana, pacaran, shopping dan acara
mengisi waktu senggang, semua itu perlahan tapipasti akan ikut membentuk
budaya gaya hidup fun.
Remaja merasa perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food,
fashion, and fun, dan tanpa disadari terdapat ketentuanun tuk memenuhi ketiga hal
tersebut. Usaha untuk mengikuti perkembangan dan perubahan dari lingkungan
sosialini adalah karena remaja ingin diterima oleh teman-temannya dan
lingkungan sosialnya (Tambunan, 2001: 1).
Keadaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan remaja
tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-alasan lain
2
pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sarwono (Farida, 2006: 40) yang menjelaskan perilaku konsumtif biasanya lebih
dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan
dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitik beratkan
pada status sosial, mode, dan kemudahan dari pada pertimbangan ekonomis.
Lubis (Sumartono, 2002: 117) mengatakan perilaku konsumtif adalah suatu
perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan
karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.
Pengertian ini sejalan dengan pandangan Lina & Rosyid (1997: 7) yang
menyatakan perilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut
membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasional, pembelian tidak lagi didasarkan
pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.
Remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena kelompok
ini suka mencoba-coba hal-hal yang dianggap baru (Sumartono, 2002: 204).
Selain itu Lahmanindra (2006: 1) mengemukakan beberapa alasan mengapa
perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan ramaja. Salah satunya
karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan
sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar.
Hurlock (1999: 208) menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa
yang tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan
sesuai dengan sudut pandangnya sendiri, yang mana pandangannya itu belum
tentu sesuai dengan pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan. Selain itu,
bagaimana remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosinya
sehingga menentukan pandangannya terhadap suatu objek psikologis yang
menyebabkan emosi remaja umumnya belum stabil. Peserta didik di tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berada pada rentang usia antara
usia 15-18 tahun, dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada
fase remaja pertengahan. Pikunas (Yusuf, 2008: 184) berpendapat bahwa fase
perkembangan ini dikenal dengan masa storm and stress, frustrasi dan
penderitaan, konflik dan krisis penyesuian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan
3
Remaja menurut Piaget (Ali dan Asrori, 2004: 268) adalah suatu usia
dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua
melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Pada masa peralihan ini, status
remaja dapat dikatakan tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus
dilakukan. Selain itu Santrock (2003: 334) mendefinisikan remaja sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup
perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi
perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa tubuh. Sedangkan perubahan
sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia
lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan.
Hurlock (1996: 290) mengungkapkan bahwa perkembangan biologis pada
remaja terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badan, berkembangnya
otot-otot tubuh, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan remaja putri seringkali
menjadi tidak suka dengan keadaan tubuhnya dan menjadikan remaja menjadi
tidak percaya diri. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan remaja
harus menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dan orang lain. Akibat tidak
percaya diri menyebabkan remaja mencari cara untuk dapat meningkatkan
percaya dirinya. Salah satu cara adalah dengan penggunaan barang-barang yang
dianggap mampu meningkatkan rasa percaya dirinya. Adanya keinginan untuk
meningkatkan percaya diri dan kebutuhan dalam berteman dapat mendorong
remaja membeli barang secara berlebihan.
Tambunan (2001: 1) menjelaskan bagi produsen, kelompok usia remaja
adalah salah satu pasar yang potensial, remaja menjadi pasar penting bukan hanya
karena mereka menguntungkan, tetapi karena pola konsumsi seseorang terbentuk
pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan,
suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen
4
tampil menarik. Hal tersebut dilakukan remaja dengan dengan menggunakan
busana dan aksesoris, seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat
menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk
membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berlaku, karena
jika tidak mereka akan dianggap kuno, kurang “gaul” dan tidak trend. Akibatnya,
para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli barang. Hal
tersebut senada dengan pendapat Sumartono (2002: 110) secara kasat mata
beberapa remaja yang larut dalam pembiusan keaadaan hanya sekedar ingin
memperoleh ligimitasi “modern” atau setidaknya mereka senang apabila stempel
“kuno” atau “kuper” (kurang pergaulan) tidak diberikan kepada mereka. Hal
itulah yang membuat mereka cenderung membeli barang yang mereka inginkan
bukan yang mereka butuhkan secara berlebihan dan tidak wajar. Sikap atau
perilaku remaja yang mengkonsumsi barang secara berlebihan dan tidak wajar
inilah yang disebut dengan perilaku konsumtif.
Menurut Zebua dan Nurdjayadi (2001: 114) berdasarkan pendekatan
psikologi konsumen, remaja khususnya remaja-remaja putri merupakan kelompok
konsumen yang memiliki karakteristik khas seperti mudah tertarik pada mode,
mudah terbujuk iklan dan rayuan penjual, tidak hemat, kurang realistik, romantis,
dan impulsif. Karakteristik ini tampaknya memudahkan mereka terjerat dalam
perilaku membeli yang kurang efisien. Dalam kehidupan sehari-hari terlihat
pelajar SMA terutama remaja putri yang berperilaku konsumtif. Hal ini terlihat
sering sekali remaja putri yang membeli produk fashion dan aksesoris di
toko-toko seperti baju, tas, sandal, sepatu, dan sebagainya. Mereka tak jarang membeli
produk fashion dan barang-barang yang sama dengan teman-temannya atau
bahkan membanding-bandingkan barang kepemilikannya dengan barang
temannya untuk melihat barang siapa yang lebih trendy. Banyaknya toko-toko
yang menyediakan berbagai produk fashion bagi remaja turut mendorong remaja
untuk berperilaku konsumtif.
Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif di
kalangan remaja merupakan salah satu fenomena yang sedang marak terjadi
5
sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok
peserta didik, dan menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar
dilakukan secara berlebihan. Masalah ini juga dapat menimpa sebagian besar
pesertadidikdi kota Bandung, khususnya para peserta didik yang duduk di bangku
SMA (Sekolah Menengah Atas). Hal ini didukung oleh kondisi kota Bandung
yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang padat dengan pusat-pusat
perbelanjaan, di setiap pojok kota Bandung dapat dengan mudah ditemukan
mall-mall yang berdiri dengan megah, factory outlet, atupun cafe. Tempat-tempat
itulah yang kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para peserta didik di Kota
Bandung. Banyak peserta didik yang rela mengeluarkan uang untuk
membelanjakan segala keperluannya dengan tidak memikirkan terlebih dahulu
apa manfaat dari barang tersebut karena peserta didik membeli barang hanya
karena keinginan semata bukan karena kebutuhan.
Penelitian Nurasyiah (2007) kepada 100 peserta didik di beberapa sekolah
SMA di Kota Bandung menyebutkan rata-rata pengeluaran peserta didik SMA
dari uang saku yang diperoleh selama satu bulan yaitu 61,61% digunakan untuk
jajan (makanan dan minuman), 21,26% digunakan untuk kebutuhan
lain-lain/bersifat kesenangan (isi pulsa untuk Handphone, jalan-jalan, nonton di
bioskop, membeli barang baru), 16,23% digunakan untuk kebutuhan belajar
(ongkos transport, alat tulis, buku, mengerjakan tugas) sedangkan sisanya hanya
0,88% digunakan untuk menabung. Selain itu, dalam penelitiannya menemukan
peserta didik SMA di Kota Bandung cenderung memiliki perilaku konsumtif
dalam menggunakan uang saku yang diperolehnya dari orang tua. Hal ini
diketahui mereka yang terbiasa makan di restoran-restoran fast food (KFC, McD,
Popeyes, dsb) dengan data 1-3 kali selama satu bulan sebanyak 53,4%, jalan-jalan
dan belanja di mall (BIP, BSM, IP, dsb) sebanyak 47,9%. Peserta didik yang
menyatakan “sering” jalan-jalan dan belanja di mall lebih tinggi nilainya
dibandingkan dengan peserta didik yang menyatakan “kadang-kadang”. Selain itu,
6
peserta didik tersebut dianggap konsumtif karena tidak sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya yang masih mengandalkan keuangan orang tua.
Dapat diketahui pengeluaran konsumsi peserta didik untuk kebutuhan yang
sifatnya kesenangan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran
peserta didik untuk kebutuhan belajar yang merupakan investasi bagi masa depan
mereka. Selain itu kecenderungan peserta didik untuk menabung sangat rendah.
Dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal, remaja dengan
berbagai karakteristiknya akan membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk
memfasilitasi remaja dengan cara yang tepat, sehingga remaja tidak mengalami
penyimpangan dalam melakukan proses perkembangan dan pertumbuhannya
untuk tidak berperilaku konsumtif (Nurasyiah, 2007).
Bimbingan yang dapat dilakukan adalah melalui institusi pendidikan yaitu
sekolah salah satunya dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling
merupakan bagian integral dalam proses pendidikan yang memiliki peranan
penting dalam mencegah atau mengatasi permasalahan peserta didik karena salah
satu tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik agar
dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang optimal salah satunya yaitu
kemandirian perilaku ekonomis. Sesuai pendapat Sunaryo (Yusuf dan Nurihsan,
2005: 7) bimbingan adalah proses membantu individu mencapai perkembangan
optimal. Bimbingan dan konseling yang membantu permasalahan perilaku
konsumtif remaja yaitu bimbingan dan konseling pribadi sosial.
Rancangan layanan bimbingan dan konseling pribadi sosial diperlukan
dalam rangka melakukan upaya kuratif terkait masalah pribadi dan sosial remaja
yaitu berupa layanan responsif. Layanan responsif adalah pemberian bantuan
kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan
pertolongan dengan segera (Yusuf, 2009).
Teknik yang biasa digunakan dengan menggunakan pola pernyataan
verbalisasi diri adalah self instruction training. Sehingga, fokus penelian ini
adalah berkaitan dengan perilaku konsumtif yang tidak rasional dan cara
mereduksinya dengan melalui self instruction. Bryant dan Budd (1982: 259)
7
emosional dan perilaku. Selain itu Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984)
menjelaskan individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah
karena pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi
diri (self verbalization).
Dalam proses intervensinya, self instruction digunakan sebagai teknik untuk
membantu peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif untuk berpikir lebih
rasional. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan
peserta didik yang akhirnya dapat menurun kan perilaku konsumtif peserta didik.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
SMA Negeri di kota Bandung merupakan sekolah yang berada di
lingkungan perkotaan dan di tengah pusat perbelanjaan, serta mall-mall, hal ini
merupakan faktor yang dapat menyebabkan peserta didik berperilaku konsumtif.
Sekolah SMA Negeri 6 Bandung merupakan sekolah yang telah memiliki
program Bimbingan dan Konseling namun belum terdapat layanan responsive
dalam mereduksi perilaku konsumtif.
Dalam hasil ATP kelas XI IPS 2 tahun ajaran 2011-2012 didapat data 8
butir terendah adalah aspek kemandirian ekonomis sebanyak 3.94 pada butir 8-5
dengan rata-rata tugas perkembangan 4.677. Menurut hasil wawancara dengan
guru BK ternayata tidak adanya penanganan yang lebih lanjut untuk menangani
peserta didik yang berperilaku konsumtif, karena guru BK tidak mengetahui
peserta didiknya berperilaku konsumtif.
Meningkatnya perilaku konsumtif pada peserta didik di Bandung
merupakan suatu hal yang perlu dikhawatirkan, dan harus diberikan sebuah solusi
karena besar pengaruhnya baik terhadap kehidupan diri remaja maupun terhadap
masyarakat. Perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dan
lebih didasarkan pada pikiran yang irasional. Hal ini dikarenakan perilaku
konsumtif remaja berhubungan erat dengan pikiran-pikiran remaja. Hal tersebut
senada dengan Lubis (Sumartono, 2002: 117) yang mengatakan perilaku
konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan
yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf
8
Upaya mengatasi permasalahan ini, peneliti menggunakan teknik self
instruction sebagai salah satu treatment dalam mereduksi perilaku konsumtif
peserta didik.Meichenbaum (Dobson & Dozois, 2001: 16) menjelaskan perubahan
kognitif pada individu bisa diubah dengan menggunakan verbalisasi diri. Individu
yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena pikiran
irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri (self
verbalization). Teknik yang biasa digunakan dengan menggunakan pola
pernyataan verbalisasi diri adalah self instruction training.
C. Pertanyaanpenelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana profil perilaku konsumtif peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6
Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?
2. Seperti apa rancangan bimbingan dan konseling melalui teknik self
instruction untuk mereduksi perilaku konsumtif peserta didik Kelas XI SMA
Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?
3. Apakah self instruction efektif untuk mereduksi perilaku kosumtif pada
peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012-2013?
D. Tujuan
Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ialah memperoleh
gambaran empiric mengenai efektivitas teknik self instruction untuk menangani
perilaku konsumtif peserta didik.Ada pun tujuan khusus yang ingin dicapai ialah :
1. Memperoleh profil gejala perilaku konsumtif pada perilaku kosumtif pada
peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012-2013.
2. Memperoleh rancangan bimbingan dan konseling melalui teknik self
instruction dalam menangani perilaku konsumtif peserta didik.
3. Menguji efektivitas terknik self instruction untuk mereduksi perilaku
9
E. ManfaatPenelitian
1. Bagi siswa yang mengalami perilaku konsumtif
Diharapkan memiliki keterampilan bantuan diri (self help) melalui teknik self
instruction dalam mereduksi gejala perilaku konsumtif.
2. BagiGuru BK
Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman praktis bagi konselor dalam
memberikan layanan bimbingan pribadi social bagi peserta didik yang mengalami
perilaku konsumtif melalui teknik self instruction.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Bab I membahas tentang latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, pertanyaan penelitian,manfaat penelitian, dan struktur
penulisan.
Bab II menyajikan teori yang relevan sebagai landasan dilakukannya
penelitian, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.
Bab III membahas mengenai metode penelitian, mencakup lokasi dan
subjek penelitian, desain penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi
operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen,
pengumpulan data penelitian, dan analisis data.
Bab IV membahas pemaparan hasil penelitian dan pembahasan tentang
intensitas perilaku konsumtif peserta didik, rancangan intervensi teknik self
instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik, proses pelaksanaan
teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik, dan
efektivitas teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta
didik.
Bab V merupakan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandung yang berlokasi di
Jl.Pasirkaliki No.51, Kec.Cicendo, Bandung 40172. Alasan pemilihan lokasi
penelitian yakni dapat dengan mudah ditemukan mall-mall, factory outlet, atupun
café di dekat lingkungan SMA Negeri 6 Bandung. Tempat-tempat itulah yang
kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para remaja di Kota Bandung. Banyak
remaja yang rela mengeluarkan uang untuk membelanjakan segala keperluannya
dengan tidak memikirkan terlebih dahulu apa manfaat dari barang tersebut karena
remaja membeli barang hanya karena keinginan semata bukan karena kebutuhan.
Hal ini lah yang mengakibatkan peserta didik khususnya peserta didik di SMA
Negeri 6 Bandung dapat berperilaku konsumtif.
Populasi dalam penelitian adalah peserta didik Kelas XI SMA Negeri 6
Bandung tahun ajaran 2012-2013. Jumlah populasi penelitian adalah 272 orang.
Sampel penelitian diambil secara Simple Random Sampling yaitu pengambilan
anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu. Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan
secara undian, memilih bilangan, dan daftar bilangan secara acak, dsb (Sugiyono,
2010:64). Berdasarkan pengertian tersebut maka peneliti mengambil sampel
dengan cara mengundi dari jumlah peserta didik yang memiliki tingkat perilaku
konsumtif tinggi. Untuk penarikan sampel ini dibatasi sebanyak 15-20 orang, dan
dalam penelitian ini peserta didik yang diberi intervensi (treatment) adalah 15
peserta didik yang berperilaku konsumtif dengan skor tertinggi. Pertimbangan
menentukan jumlah berdasarkan prespektif bimbingan kelompok bahwa jumlah
anggota kelompok yang efektif adalah 8-15 orang (Winkel, 1997; Natawidjaja,
36
B. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan one-group pretest-posttest design yakni
desain eksperimen dengan memberikan pre-test sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan atau eksperimen. Desain penelitian digunakan untuk memperoleh
gambaran keefektifan teknik self instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif
peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun angkatan 2012-2013. Desain
penelitiannya adalah sebagai berikut.
Keterangan:
O1= nilai Pre test (sebelum dilakukan treatment)
X = eksperiment/tindakan (treatment)
O2 = nilai post test ( setelah dilakukan treatment)
(Sugiyono, 2010:110)
C. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen, yaitu “metode
penelitian eksperimen yang desain dan perlakuannya seperti eksperimen tetapi
tidak ada pengontrol variabel sama sekali” (Sugiyono, 2010: 109).
D. Definisi Operasional Variabel
Terdapat dua variabel utama dari tema penelitian yaitu perilaku konsumtif
dan teknik self instruction. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai
berikut.
1. Lubis (Sumartono, 2002: 117) menyebutkan bshwa perilaku konsumtif yaitu
37
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
melainkan karena keinginan yang sudah tidak mencapai taraf tidak rasional
lagi. Pendapat Sumartono tersebut sejalan dengan Muharsih (2008: 26) yang
mengungkapkan perilaku konsumtif adalah pola konsumsi yang berada di
luar kebutuhan rasional, yang lebih mementingkan faktor keinginan daripada
faktor kebutuhan untuk tujuan kebahagiaan, rasa dihargai, atau pengakuan
sosial. Fromm (Anita, 2003: 30) mengungkapkan perilaku konsumtif pada
seseorang terjadi jika individu mempunyai keinginan untuk selalu
mengkonsumsi suatu barang secara berlebihan. Individu selalu mencari
kepuasan akhir, ia mengkonsumsi barang yang bukan sekedar mencukupi
kebutuhannya, tetapi untuk memenuhi keinginan-keinginan individu tersebut.
Secara operasional yang dimaksud dengan perilaku konsumtif di dalam
penelitian ini adalah perilaku peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung
dalam membeli dan mengkonsumsi barang-barang tanpa pertimbangan yang
rasional ataupun mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang
diperlukan secara berlebihan, dimana hal tersebut didorong oleh keinginan
untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata daripada kebutuhan, seperti:
(1) Pembelian produk tanpa pertimbangan dan cenderung berlebihan bukan
berdasarkan kebutuhan tetapi hanya untuk memenuhi keinginan semata;
Membeli produk karena iming-iming; Membeli produk karena kemasan
menarik; Memakai atau membeli sebuah produk karena unsur konformitas
terhadap model yang mengiklankan produk; (2) menunjukan harga diri
(prestise) ditandai dengan membeli produk karena menjaga penampilan dan
gengsi; Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat
atau kegunaannya); (3) fungsi simbolik yang dimiliki suatu produk meliputi:
Membeli produk dengan harga mahal yang akan menimbulkan rasa percaya
diri yang tinggi; Mencoba berbagai merek produk; Membeli produk hanya
sekedar menjaga simbol setatus.
2. Secara konsep “Teknik Self Instruction yaitu suatu teknik untuk membantu
konseli terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan
pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini berdasarkan pada
38
individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena
pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi
diri (self verbalization).
Teknik Self Instruction, pada penelitian ini didefinisikan sebagai
langkah-langkah Konselor memodifikasi pikiran-pikiran peserta didik Kelas
XI SMA Negeri 6 Bandung yang tidak rasional dalam mengkonsumsi dan
membeli produk menjadi rasional melalui tahapan pemberian informasi
mengenai perilaku konsumtif yang dialami, kemudian memfasilitasi peserta
didik mengenali dan mengubah kekeliruan dalam berpikir, serta mengubah
pemikiran negatif melalui verbalisasi diri.
E. Proses Pengembangan Instrumen
1. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku konsumtif peserta
didik SMA berupa kuesioner/angket yang dikembangkan dari indikator perilaku
konsumtif menurut Sumartono. Angket digunakan atas dasar jumlah responden
besar, dapat membaca dengan baik dan dapat mengungkapkan hal-hal yang
sifatnya rahasia (Sugiyono, 2010: 172).
Instrumen perilaku konsumtif peserta didik SMA ini disusun dengan model
skala jawaban. Jumlah alternatif respon terdiri dari empat alternatif yaitu Selalu,
Sering, Kadang-kadang, Tidak Pernah. Empat alternatif respon ini didasarkan
dengan pendapat Arikunto (2006: 241) bahwa: “…ada kelemahan dengan lima
alternatif karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah
(karena dirasa aman dan mudah karena hampir tidak berfikir), maka disarankan alternatif pilihannya hanya empat saja”.
2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkapkan karakteristik Perilaku
Konsumtif dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi
39
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif
No Aspek Indikator Pernyataan
Ʃ
Membeli produk karena iming-iming. 34,35,36,37,38 5
Membeli produk karena kemasan menarik. harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya) untuk menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
20,21,22,23 4
Mencoba berbagai merek produk. 24,25,26,27,28 5
Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
29,30,31,32,33 5
3. Pedoman Skor
Angket Perilaku Konsumtif dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan
beserta kemungkinan jawabannya. Item pernyataan tentang intensitas perilaku
konsumtif peserta didik dibuat dalam bentuk alternatif respon subjek yaitu selalu,
sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Jika peserta didik menjawab pada kolom
selalu diberi skor 4, kolom sering diberi skor 3, kolom kadang-kadang diberi skor
2, dan kolom tidak pernah diberi skor 1. Ketentuan pemberian skor gejala perilaku
konsumtif peserta didik dapat dilihat pada Tabel 3.2. Semakin tinggi skor yang
diperoleh responden berarti semakin tinggi Perilaku Konsumtifnya, demikian juga
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden berarti semakin rendah
40
Tabel 3.2
Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban
Alternatif Jawaban Skor Jawaban
Selalu 4
Sering 3
Kadang-Kadang 2
Tidak Pernah 1
a. Uji Kelayakan Instrumen
Uji validitas rasional bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan atau uji validitas
rasional dilakukan oleh dua dosen ahli. Uji validitas rasional dilakukan dengan
meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item
dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan
nilai M berarti item tersebut bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa
memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih
bisa digunakan dengan revisi terlebih dahulu.
Hasil penilaian menunjukkan secara konstruk seluruh item pada angket
Perilaku Konsumtif termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki
dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari dua dosen ahli dapat disimpulkan
pada pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa
perbaikan redaksi agar mudah dipahami peserta didik.
Uji keterbacaan instrumen dilaksanakan kepada enam peserta didik didik
kelas XI SMA Negeri Krakatau Steel Cilegon yang memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan sampel penelitian. Tujuan uji keterbacaan ini adalah untuk
mengukur tingkat keterbacaan instrumen dari segi kata-kata, istilah dan kalimat
secara utuh. Hasil uji keterbacaan adalah penyederhanaan kalimat tanpa
mengubah makna dari pernyataan tersebut.
Berdasarkan uji keterbacaan pada keenam peserta didik tersebut, tidak
terdapat kekeliruan dalam butir pernyataan. Para peserta didik memahami dan
41
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
1. Uji Validitas Butir Item
Pengujian validitas alat pengumpul data yang dilakukan dalam penelitian
adalah seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap perilaku
konsumtif peserta didik. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item
(Sugiyono, 2010: 187) yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total
yang merupakan jumlah tiap skor butir. Instrumen perilaku konsumtif yang valid
berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Azwar (2010: 59) menyatakan bahwa skala-skala yang setiap itemnya diberi
skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi
product-moment Pearson. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item
dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan
skala keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya.
Adapun langkah-langkah menghitung validitas item, sebagai berikut.
1) Menghitung koefisien korelasi setiap butir item dengan skor total dengan
rumus Pearson Product Moment.
untuk jumlah responden 83 adalah 0.220.
3) Membuat keputusan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Kaidah
keputusan suatu instrumen dikatakan valid apabila r hitung > r tabel sebaliknya
apabilar hitung < r tabel dikatakan tidak valid.
4) Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 38 butir
item pernyataan dari angket perilaku konsumtif peserta didik, 38 butir item
pernyataan dinyatakan valid. Indeks validitas instrumen bergerak diantara rxy =
n XY− X Y
42
0.423 – 0,763 dengan r tabel 0.220 (Hasil penghitungan validitas pada
lampiran C).
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Menurut Sukardi (2008:127), reliabilitas sama dengan konsistensi atau
keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang
tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur
yang hendak diukur.
Menurut Arikunto (2006: 196) untuk uji reliabilitas yang skornya
merupakan rentangan antara beberapa nilai atau berbentuk skala digunakan rumus
Alpha. Rumus Alpha tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
Keterangan:
r 11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir soal ∑Si = Jumlah varians butir St = Varians skor total
(Arikunto, 2006:196)
Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007.
Sebagai tolok ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas sebagai
berikut.
0,00 – 0,199 derajat keterandalan sangat rendah
0,20 – 0,399 derajat keterandalan rendah
0,40 – 0,599 derajat keterandalan cukup
0,60 – 0,799 derajat keterandalan tinggi
0,80 – 1,00 derajat keterandalan sangat tinggi
Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan dari ke-38
butir item, menunjukkan koefisien reliabilitas (konsistensi internal) instrumen
perilaku konsumtif sebesar 0.871. Artinya, tingkat korelasi dan derajat
keterandalan instrumen perilaku konsumtif berada pada kategori sangat tinggi.
(Hasil perhitungan reliabilitas pada lampiran C). � 11 = k
k−1 1−
43
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
F. Pengumpulan Data Penelitian
1. Penyusunan Proposal
Rancangan kegiatan dalam penelitian dituangkan peneliti dalam bentuk
proposal. Langkah penyusunan proposal penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Menentukan permasalahan yang akan dijadikan tema penelitian dan membuat
peta masalah.
b. Menentukan pendekatan masalah yang meliputi metode penelitian, teknik
pengumpulan data, penentuan sampel dan populasi, teknik pengolahan data,
dan teknik analisis data.
c. Menyusun proposal skripsi dengan sistematika penulisan yang telah
ditentukan.
2. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian diperlukan sebagai legitimasi dari pelaksanaan
penelitian. Proses perizinan penelitian diperoleh dari Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Direktorat Akademik, dan
SMA Negeri 6 Bandung.
3. Penyusunan dan Pengembangan Alat Pengumpul Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan angket,
yakni sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk mengungkap
karakteristik Perilaku Konsumtif peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung.
Item pernyataan instrumen dikembangkan dari konstruk indikator perilaku
konsumtif Sumartono. Angket pengungkap karakteristik Perilaku Konsumtif
digunakan untuk pre-test dan post-test.
4. Pre-test
Pelaksanaan pre-test dilakukan dengan menyebar angket perilaku konsumtif
pada peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung untuk mengetahui tingkat
44
5. Treatment
Pemberian treatment (perlakuan) dengan menggunakan teknik self
instruction dilakukan pada peserta didik yang memiliki tingkat konsumtif tinggi
berdasarkan dari hasil pre-test. Pelaksanaan intervensi teknik self instruction
dalam menangani perilaku konsumtif selama delapan sesi pertemuan, yang
berduarasi disetiap sesinya 60 menit. Pelaksanaan post-test dilakukan setelah sesi
intervensi dilaksanakan.
A. Rasional
Peserta didik SMA berada pada masa remaja dimana hal ini berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity or role confusion”, yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang
menyangkut keberadaan diri, masa depan, peran-peran sosial dalam keluarga atau
pun masyarakat, dan kehidupan beragama.
Hurlock (1999) menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa yang
tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan sesuai
dengan sudut pandangnya sendiri, dimana pandangannya itu belum tentu sesuai
dengan pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan. Selain itu, bagaimana
remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosi sehingga
menentukan pandangan terhadap suatu objek psikologis. Emosi remaja umumnya
belum stabil. Secara psikososial terlihat perkembangan remaja pun memandang
dan menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan peran mereka sebagai
konsumen.
Seiring perkembangan biologis, psikologis, sosial ekonomi tersebut, remaja
memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan sudah lebih mampu membuat
keputusan sendiri, Steinberg (Emanrais, 2008). Hal ini meningkatkan kemandirian
remaja, termasuk juga posisinya sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan
mandiri mengenai apa yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan
sendiri produk apa yang ingin ia beli. Namun di lain pihak, remaja sebagai
konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, mudah terbujuk iklan, tidak
45
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
ternyata mereka memiliki pengeluaran yang cukup besar. Sebagian besar remaja
belum memiliki pekerjaan tetap karena masih sekolah. Namun, para pemasar tahu
bahwa sebenarnya pendapatan mereka tidak terbatas, dalam arti bisa meminta
uang kapan saja pada orang tuanya, Loudon & Bitta (Emanrais, 2008).
Adanya perubahan sosial dan ekonomi yang ditandai dengan
berkembangnya industri, menjadikan banyak produk yang ditawarkan sehingga
secara tidak langsung membuat manusia berfikir praktis atau instan, hal ini sejalan
dengan diperkuatnya semakin banyaknya pertokoan, majalah, iklan, media-media,
serta tayangan-tayanagn infotainment yang mengekspolitasi gawa hidup mewah
yang mencolok. Hal ini dapat terlihat dari banyak produk yang ditawarkan untuk
remaja, diantaranya produk pakaian, elektronika, hiburan, food, fashion, fun dan
lain sebagainya. Hal ini mendorong remaja secara tidak sadar untuk membeli
terus-menerus sehingga menyebabkan remaja berperilaku konsumtif. Perilaku
konsumtif adalah pengkonsumsian dan membeli produk atau barang yang
dilandasi oleh pertimbangan yang tidak rasional lagi hanya untuk memenuhi
keinginan semata.
Hasil penelitian terhadap kelas XI SMA Negeri 6 Bandung menunjukan
intensitas perilaku konsumtif peserta didik sebanyak 7.72% termasuk dalam
kategori tinggi, 52.21% termasuk kedalam kategori sedang dan 40.07% termasuk
dalam kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku konsumtif
merupakan fenomena yang masih terjadi dilingkungan sekolah.
Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena, diperlukan suatu pemberian
bantuan yang kuratif dalam menangani perilaku konsumtif. Kartadinata (Yusuf
dan Nurihsan, 2005: 7) menjelaskan bimbingan merupakan upaya yang diberikan
untuk membantu individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Dengan demikian, peran dan kedudukan dari bimbingan dan konseling memiliki
peranan yang penting dalam membantu ataupun mengantisipasi gejala perilaku
konsumtif. Layanan bimbingan yang cocok dalam memberikan kepada peserta
didik yang mengalami perilaku konsumtif adalah bimbingan pribadi dan sosial.
Adapun strategi yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan teknik
46
Layanan konseling merupakan layanan yang bersifat responsif yaitu
pemberian bantuan kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan dan masalah
yang memerlukan pertolongan dengan segera (Yusuf, 2009: 81). Bentuk bantuan
layanan bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik yang mengalami
perilaku konsumtif adalah konseling. Layanan responsif yang tepat bagi
permasalahan perilaku konsumtif peserta didik adalah melalui konseling yang
berfokus pada aspek kognitif. Hal ini karenakan perilaku konsumtif berhubungan
erat dengan pikiran-pikiran peserta didik. Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi
perasaan dan tindakan peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif. Hal ini
di jelaskan juga oleh Lubis (Sumartono, 2002: 117) yang mengatakan perilaku
konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbngan
yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf
yang tidak rasional lagi. Pikiran berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan
tindakan peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif.
Salah satu teknik konseling yang efektif untuk mengatasi perilaku konsumtif
adalah teknik self instruction yang merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi
dari modifikasi konseling kognitif-perilaku yang dikembangkan oleh
Meichenbaum pada tahun 1977 (Nurbaity. 2012: 16). Konseling kognitif-perilaku
bisa dijadikan salah satu alternatif bantuan untuk mereduksi perilaku konsumtif
yang dialami oleh peserta didik, hal ini sesuai dengan pendapat Beck (1995: 1)
yang menyatakan bahwa konseling kognitif-perilaku merupakan konseling yang
secara langsung dapat memecahkan masalah dengan memodifikasi disfungsi
pikiran dan perilaku. Meichenbaum (Dobson, 2010: 15) menyatakan bahwa
perubahan kognitif individu dapat dilakukan dengan menggunakan verbalisasi
diri. Teknik yang dapat digunakan dalam verbalisasi diri tersebut adalah
self-instruction training. Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984) yang mengatakan
bahwa individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah
karena pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi
diri (self verbalization). Berdasarkan pendapat tersebut, teknik self- instruction
dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi perilaku konsumtif
47
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
B. Tujuan
Secara umum tujuan dari self instruction adalah mereduksi Perilaku
Konsumtif peserta didik kelas XI SMA Negeri 6 Bandung. Secara khusus tujuan
intervensi yang merujuk pada indikator Perilaku Konsumtif adalah
mengembangkan keterampilan peserta didik dalam:
1. Mengembangakan kemampuan untuk dapat berfikir lebih logis dan rasional
terhadap perilaku konsumtif.
2. Meningkatkan rasa percaya diri dalam setiap perilaku yang ditampilkan
ketika tidak mengenakan barang-barang branded.
3. Mengembangkan keterampilan menetapkan prioritas ketika membeli barang
atau produk yang mengakibatkan berperilaku konsumtif dan dapat
mengontrol uang jajannya.
4. Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengendalikan kecemasaan,
stress, dan emosinya ketika berperilaku konsumtif.
5. Mengembangkan keterampilan siswa dalam berdialog diri yang lebih positif
dan konstruktif ketika berperilaku konsumtif.
6. Mengembangkan kemampuan untuk mengambil resiko dari sebuah keputusan
ketika membeli suatu barang yang membuatnya berperilaku konsumtif dan
mampu mengontrol diri ketika berperilaku konsumtif.
7. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bersikap assertive.
C. Prosedur Teknik Self instruction
Prosedur teknik self instruction dalam menangani Perilaku Konsumtif
adalah sebagai berikut.
1. Tahapan pengumpulan informasi yakni mengungkap latar belakang gejala
yang berkaitan dengan perilaku konsumtif. Tahapan ini bertujuan untuk
membantu konseli agar lebih sensitif terhadap pikiran, perbuatan,
perasaannya terhadap perilaku konsumtif yang dialaminya.
2. Tahapan konseptualisasi masalah, yakni konseli dan konselor terlibat diskusi
48
3. Tahapan perubahan langsung dengan menggunakan verbalisasi diri. Adapun
prosedurnya antara lain adalah :
a) Konselor menjadi model dengan memverbalisasikan langkah-langkah
dalam self-instruction dengan suara keras dan lantang.
b) Konseli melakukan dan mengungkapkan verbalisasi seperti yang
dicontohkan oleh konselor dengan suara keras dan lantang.
c) Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara berbisik dengan
melihat gerak bibir konselor yang memberikan isyarat kepadanya.
d) Konseli melakukan tugasnya dengan hanya menggerakkan bibir dan
tanpa suara.
e) Konseli diminta untuk mengucapkan kata-kata untuk dirinya sendiri saat
melakukan teknik ini.
D. Asumsi Intervensi
Asumsi berikut menjadi acuan pokok dalam merancang program self
instruction dalam mereduksi Perilaku Konsumtif peserta didik.
1. Perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada
rasio, Sarwono (Farida, 2006)
2. Latihan instruksi diri efektif dalam menurunkan masalah-masalah emosional
dan perilaku, (Bryant dan Budd 1982).
3. Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada
pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah
mencapai taraf yang tidak rasional lagi, Lubis (Sumartono, 2002).
4. Individu yang mengalami perilaku salah suai (maladjustment) adalah karena
pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi
diri (self verbalization), Meichenbaum (Baker dan Butler, 1984).
5. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknik
self instruction efektif dalam menangani masalah yang spesifik seperti
mengontrol tindakan impulsif, meningkatkan asertif dan memperbaiki
49
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
E. Sasaran Intervensi
Intervensi dilakukan terhadap 15 orang peserta didik kelas XI dengan
jumlah laki-laki 8 dan jumlah perempuan 7 dengan usia 16 dengan intensitas
Perilaku Konsumtif tinggi dengan ciri peserta didik membeli produk karena
iming-iming, membeli produk karena kemasan menarik, membeli dan memakai
sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan
produk, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya), membeli produk untuk menjaga penampilan dan gengsi, membeli
produk dengan harga mahal untuk menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,
mencoba berbagai merek produk, membeli produk hanya sekedar menjaga simbol
status. Upaya layanan yang akan diberikan untuk mereduksi perilaku konsumtif
peserta didik yaitu berupa layanan konseling kelompok.
F. Sesi Intervensi
Teknik Self Instruction merupakan salah satu teknik yang masuk dalam
Model pendekatan terapi kognitif-perilaku yang bersifat didaktik, direktif, dan
aktif. Program intervensi teknik Self Instruction dalam menangani perilaku
konsumtif peserta didik dilakukan selama 8 sesi dan 2 sesi digunakan untuk pre
test dan post test. Pelaksaan intervensi konseling dilaksanakan 2 kali dalam
seminggu. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatn antara konselor
dan peserta didik. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut.
Sesi 1 dan 2
Sesi ini berjudul “Rasional Thinking”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik
memahami esensi perilaku konsumtif dan memiliki komitmen untuk mengikuti
setiap sesi intervensi. Selain itu tujuan di dalam sesi ini adalah mengembangkan
berfikir logis dan rasional terhadap perilaku konsumtifnya.
Sesi 3
Sesi ini berjudul “I’m belief to my-self”. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dalam perilaku dan berpenampilan
50
diharapkan memiliki rasa percaya diri yang tinggi terhadap apapun yang peserta
didik tampilkan, baik dalam berbusana, bersolek, dsb.
Sesi 4
Sesi ini berjudul “Control your money”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dalam menetapkan prioritas dalam membeli barang
atau produk yang akan berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini peserta didik
diharapkan mampu menetapkan prioritas dalam menggunakan serta
membelanjakan uangnya secara lebih cermat serta mampu mengontrol uang
jajannya.
Sesi 5
Sesi ini berjudul “Keep calm and stay cool”. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengendalikan rasa cemas, stress serta
emosinya ketika berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini peserta didik dapat
mengendalikan perasaan cemas dan stress dan peserta didik juga dapat
mengontrol emosinya ketika menghadapi suatu keadaan yang membuatnya
berperilaku konumtif.
Sesi 6
Sesi ini berjudul “Positive Self Suggestion”. Sesi ini bertujuan mengembangkan keterampilan siswa dalam berdialog diri yang lebih positif dan
konstruktif ketika berperilaku konsumtif. Melalui sesi ini siswa dapat berfikir
lebih positif terhadap dirinya dan tidak bersikap gangsi ketika tidak memakai
barang-barang mewah.
Sesi 7
Sesi ini berjudul “Control your self”. Sesi ini bertujuan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik dalam mengambil resiko dari sebuah
keputusan dari perilaku konsumtifnya. Melalui sesi ini peserta didik diharapkan
dapat mengembangkan dan dapat lebih bersikap selektif dalam berbelanja dan
51
Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
Sesi 8
Sesi ini berjudul “Siap katakantidak”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik mampu mengembangkan sikap assertive. Melalu sesi ini, peserta didik diharapkan
mampu bersikap assertive ketika dihadapkan pada suatu kondisi. Pada sesi ini
dilakukan posttest untuk mengetahui keefektifan program intervensi.
G. Indikator Keberhasilan
Evaluasi keberhasilan intervensi perilaku konsumtif dilakukan setelah
seluruh program intervensi selesai dilaksanakan melalui pemberian post-test.
Intervensi dikatakan berhasil apabila hasil post-test menunjukkan penurunan skor
perilaku konsumtif. Peserta didik yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi
adalah peserta didik yang mampu mengubah pernyataan diri yang negatif menjadi
pernyataan diri yang positif dalam setiap sesi intervensi.
Sumber utama untuk evaluasi ini adalah analisis terhadap homework
menggunakan format Diari Instruksi Diri yang ditugaskan kepada konseli.
Analisis homework dijadikan ukuran untuk mengetahui perubahan pernyataan diri
konseli yang menjadi indikator keberhasilan dari setiap sesi intervensi. Indikator
keberhasilan program intervensi secara keseluruhan adalah dengan berkurangnya
skor gejala perilaku konsumtif. Teknik yang digunakan untuk mengetahui
berkurangnya intensitas perilaku konsumtif adalah melalui post-test dengan
menggunakan skala perilaku konsumtif.
6. Post test
Pelaksanaan post-test dilakukan setelah melaksanakan perlakuan. Post-test
diberikan seperti halnya pre-test yaitu berupa angket yang sama. Hal ini dilakukan
untuk melihat adanya perubahan perilaku siswa setelah diberikan perlakuan.
G. Analisis Data
Pada penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan,
masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut.
1. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran perilaku konsumtif peserta didik
52
berdasarkan skala jawaban dengan menggunakan jawaban peserta didik
tentang perilaku konsumtif yang dilakukan dengan rating. Langkah ini
dilakukan untuk memberikan kategori selalu, sering, kadang-kadang, tidak
pernah, yang tersaji pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Kategori Perilaku Konsumtif
Rentang Skor Kategori F
1-1.9 Tidak Pernah (TP) 67
2-2.9 Kadang-kadang (KD) 176
3-3.9 Sering (SR) 29
4 Selalu (SL) 0
(Perhitungan terdapat pada lampiran D)
2. Pertanyaan kedua mengenai rancangan intervensi melalui teknik self
instruction dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik. Rancangan
intervensi disusun berdasarkan hasil pre-test. Uji kelayakan (judgement)
dilakukan untuk rancangan intervensi.
3. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas teknik self instruction dirumuskan ke dalam hipotesis “teknik self-instruction efektif dalam mereduksi perilaku konsumtif peserta didik.” Pengujian hipotesis dilakukan
melalui uji statistik Wilcoxon Match Pairs Test dengan menggunakan SPSS
106 BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini menyajikan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan
merupakan integrasi hasil kajian teoritis, hasil kajian empiris, dan perbandingan
dengan penelitian sejenis. Rekomendasi ditujukan kepada pihak sekolah, guru
pembimbing sekolah, serta peneliti selanjutnya.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai
berikut.
1. Dilihat dari skor rata-rata maka perilaku konsumtif peserta didik termasuk pada
kategori kadang-kadang (KD).
2. Rancangan intervensi bimbingan dan konseling melalui teknik self instruction
untuk menangani perilaku konsumtif peserta didik berfokus pada pada
penurunan gejala perilaku konsumtif.
3. Teknik self instruction efektif dalam mereduksi gejala perilaku konsumtif
peserta didik. Setelah dilakukan intervensi terdapat penurunan hasil pre-test ke
post-test pada semua aspek dan semua indikator gejala perilaku konsumtif. 15
peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif pada kategori sering (SR),
mengalami penurunan menjadi kategori kadang-kadang (KD).
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian memberikan direkomendasi hal-hal sebagai
berikut.
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian menunjukkan teknik self instruction efektif dalam
menurunkan gejala perilaku konsumtif. Teknik self instruction dapat menjadi
solusi terhadap perilaku konsumtif yang dialami oleh peserta didik secara mandiri.
Dengan demikian, guru BK diharapkan mampu menerapkan teknik self
instruction dalam menangani siswa yang mengalami perilaku konsumtif di
107
layanan bimbingan pribadi sosial melalui teknik self instruction dalam mencegah
terjadinya perilaku konsumtif peserta didik yang baru masuk sekolah, namun
tidak hanya untuk mencegah perilaku konsumtif saja teknik self instruction biasa
digunakan untuk mereduksi masalah-masalah yang lain, misalnya; stress
akademik, perilaku konsumtif, dan mereduksi kecemasan ujian peserta didik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pemilihan metode single subject research direkomendasikan sehingga dapat
diketahui dinamika penurunan gejala perilaku konsumtif baik antar individu,
rentang dan jangka waktu perubahan. Peneliti dapat mencoba menggunakan
teknik relaksasi, teknik assertive training, teknik manajemen diri, teknik