• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB XVIII TEKNOLOGI PENGUKURAN EMISI KARBON SEKTOR LIMBAH. Anies Ma rufatin, Wahyu P., Iif M.I., Diyono, Hari S. ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB XVIII TEKNOLOGI PENGUKURAN EMISI KARBON SEKTOR LIMBAH. Anies Ma rufatin, Wahyu P., Iif M.I., Diyono, Hari S. ABSTRAK"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB XVIII

TEKNOLOGI PENGUKURAN EMISI KARBON SEKTOR LIMBAH

Anies Ma’rufatin, Wahyu P., Iif M.I., Diyono, Hari S.

ABSTRAK

Upaya yang dilakukan untuk dapat melakukan pelestarian atmosfer melalui upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim salah satunya dengan menginventarisasi sumber dari berbagai sektor sumber emisi gas rumah kaca. Sektor Limbah merupakan salah satu sumber emisi yang cukup berpengaru akan adanya perubahan iklim dikarenakan akan meningkat seiring meningkatnya aktivitas manusia sebagai penghasil limbah. Meskipun dari sektor limbah hanya menyumbangkan emisi sebesar 6,7 % dapat menjadi lebih besar jika analisis sejak awal tidak dilakukan untuk dapat dilakukan mitigasi. Sektor limbah yang menjadi kajian kegiatan yaitu limbah cair domestik yang perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan pengolahan limbah ini dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan suatu lingkungan. Dalam kegiatan ini untuk memberikan gambaran tentang pengukuran emisi karbon sektor limbah cair dilakukan dengan melakukan studi literatur tentang limbah cair, deskripsi tentang profil lokasi awal penentuan operasional pengukuran emisi limbah cair domestik (IPAL Bojongsoang), deskripsi prinsip kerja alat Gas Analyzer (GA) 5000 dan rencana penerapan untuk dilakukan IPAL domestik perkantoran.

Kata Kunci : pengukuran, emisi, limbah cair, domestic

18.1. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah memandatkan bahwa dalam melakukan pemeliharaan lingkungan hidup, diperlukan upaya diantaranya dengan cara pelestarian fungsi atmosfer melalui upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional telah ditetapkan target untuk menurunkan emisi GRK pada 2020 sebesar 26 % (0,767 giga ton CO2) dengan swadaya dan 41% (1,189 giga ton CO2) dengan bantuan asing. Pengukuran dan perhitungan data emisi harus dilakukan dengan tepat yaitu dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi.

Sektor Limbah menyumbangkan emisi 6,7 %, yang merupakan urutan ke-4 setelah Sektor Perubahan Lahan, Hutan dan Kebakaran Gambut; Sektor Energi; dan Sektor Pertanian. Sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup di dalam inventarisasi emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah sesuai dengan kategori yang terdapat pada IPCC Guideline 2006. Pada Gambar 19.11 berikut ini disampaikan skema sederhana kategori sumber-sumber utama emisi GRK dari pengelolaan limbah.

(2)

Catatan: Penomoran “4” pada gambar sesuai dengan penomoran pada IPCC 2006 GLs

Gambar 18.1. Kategori Sumber Emisi GRK dari Pengelolaan Limbah

Sumber: KLH, 2012 Perhitungan emisi GRK pada sektor Limbah khususnya Persampahan telah dilakukan oleh Pusat Teknologi Lingkungan pada tahun 2015. Pada tahun 2016 ini akan lebih mengkaji pengukuran emisi GRK dari limbah cair. Dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional – Buku II – Volume IV, dijelaskan bahwa limbah cair yang dimaksud mencakup limbah domestik dan limbah industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan dan menuju ke sungai sebagaimana disampaikan secara skematik pada Gambar 19.2. Nampak bahwa

collected untreated waste water juga merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai, danau, dan

laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon. Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan lumpur/sludge yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal maupun insinerasi. Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat, seperti laterin dan septik tank untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair industri, juga merupakan sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi. IPAL limbah cair industri yang merupakan sumber potensial emisi GRK mencakup industri pemurnian alkohol, pengolahan beer dan malt, pengolahan kopi, pengolahan produk-produk dari susu, pengolahan ikan, pengolahan daging dan pemotongan hewan, bahan kimia organik, kilang BBM, plastik dan resin, sabun dan deterjen, produksi starch (tapioka), rafinasi gula, minyak nabati/minyak sayur, jus buah buahan dan sayuran, anggur dan vinegar, dan lain-lain.

(3)

Gambar 18.2. Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri Sumber: KLH, 2012 Rancangan kegiatan tahun 2016 ini pada awalnya dilakukan dengan tujuan mengkaji pengukuran emisi GRK dari limbah cair domestik dengan operasional lapang di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Bojongsoang Bandung menggunakan alat ukur emisi (Gas Analyzer) GA 5000. Seiring berjalannya waktu terjadi ketidakpastian kegiatan dikarenakan faktor pemotongan pendanaan sehingga tidak ada dana operasional untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, kegiatan lebih didasarkan pada perkembangan setiap triwulan kegiatan untuk mencapai tujuan yaitu dengan melakukan studi literatur tentang limbah cair, deskripsi tentang profil lokasi awal penentuan operasional pengukuran emisi limbah cair domestik (IPAL Bojongsoang), deskripsi prinsip kerja alat GA 5000 dan rencana penerapan untuk dilakukan IPAL domestik perkantoran.

18.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan ini adalah mengembangkan teknologi pengukuran dan penghitungan emisi karbon limbah cair domestik. Sedangkan sasaran kegiatan yaitu adanya metode pengukuran dan penghitungan emisi GRK dari limbah cair domestik.

18.3. Hasil Kegiatan

Kontribusi Emisi Limbah Cair terhadap Perubahan Iklim

Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Saat ini perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih, pemanasan muka laut serta banjir dan longsor. Perubahan iklim tersebut terjadi karena peningkatan gas rumah kaca (GRK) akibat dari

(4)

peningkatan dalam penggunaan bahan bakar migas, penggunaan lahan serta alih guna lahan dan kehutanan, pertanian, bahkan dari limbah baik limbah padat atau cair.

Emisi gas metana dari sub sektor sampah di Indonesia sangat besar yakni sekitar 500 s.d 550 Gg per tahun dimana terdapat lebih kurang 400 TPA yang hampir semuanya beroperasi secara open dumping. Sebagian besar gas ini dihasilkan dari proses degradasi sampah organik. Mitigasi dan pemanfaatan gas metana umumnya akan ekonomis bila dilakukan di TPA secara langsung. Emisi gas metana dari limbah cair domestik rata-rata mencapai 400 s.d 500 Gg/tahun. Emisi ini kebanyak berasal dari tempat penampung limbah rumah tangga (grey water dan black water), sementara IPAL terpusat masih sangat rendah tingkat utilisasinya di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas maka Indonesia berpotensi untuk berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim dan memegang peranan penting untuk ikut mengatasi penyebab perubahan iklim. Oleh karena itu, komitmen Indonesia untuk ikut dalam penurunan emisi GRK di Indonesia cukup beralasan karena akan memberikan beberapa manfaat antara lain:

 Penurunan emisi GRK merupakan bagian dari peningkatan kualitas pembangunan yang berkelanjutan sekaligus berkontribusi mengatasi pemanasan global.

 Pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim akan meningkatkan ketahanan/resiliensi masyarakat terhadap perubahan iklim.

Kontribusi limbah dalam penyumbang emisi yang kecil tetap keberadaan senyawa organik dalam air limbah tersebut akan terurai sehingga akan mengemisikan gas CO2 dan metan yang merupakan salah satu jenis gas rumah kaca. Berdasarkan sumbernya, limbah cair terdiri dari limbah industri dan limbah domestik. Air limbah industri dapat berasal dari industry petrokimia, industry kelapa sawit atau industry lainnya, sedangkan air limbah domestik dapat berasal dari air bekas cucian, limbah atau kotoran manusia dimana akan terbawa oleh aliran sungai atau tersimpan di dalam septic tank.

Emisi gas rumah kaca dari kegiatan penanganan limbah mencakup gas metana (CH4), nitro oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2) apabila terjadi pada kondisi anaerobik. CH4 terutama berasal dari proses penguraian anaerobik limbah padat, limbah cair perkotaan, dan limbah cair industri pada saat ditimbun di TPA maupun dikomposkan. Disamping CH4, proses ini juga mengemisikan CO2 dan N2O. CH4 juga diemisikan dari collected untreated wastewater limbah cair kota yang mencakup air limbah yang terkumpul dan tidak diolah (dibuang ke laut, sungai, danau,

stagnant sewer/saluran air kotor yang mampat), treated wastewater limbah cair kota (anaerobik,

digester, septictank, laterine), dan fasilitas pengolahan air limbah industri. N20 berasal dari proses pengomposan dan pembakaran sampah padat kota dan proses biologi limbah cair kota.

CO2 terutama dari pembakaran limbah padat. Pada pembakaran limbah padat, umumnya digunakan tambahan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Pembakaran bahan bakar fosil selain menghasilkan GRK berupa CO2 dan N2O juga menghasilkan gas-gas precursors (GRK non- CO2) seperti CO, CH4, non-methane volatile organic compounds (NMVOC). Senyawa-senyawa ini akan teroksidasi menjadi CO2 dan gas-gas N2O, NOx, NH3, dan SO2.

(5)

antara 60-70% air yang digunakan oleh masyarakat kota akan terbuang sebagai air limbah dan air limbah tersebut akan masuk ke badan sungai tanpa ada upaya pengolahan terlebih dahulu.

Tabel 18.1. Pengolahan dan Pembuangan limbah Cair dan Potensi Emisi GRK

Sumber: KLH, 2012

Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia tahun 2015, 2020, 2025, 2030, dan 2035 semakin meningkat (Tabel 2). Dengan asumsi setiap orang akan menghasilkan limbah sebesar 150 liter/orang/hari, maka dapat diperkirakan pembuangan air limbah domestik yang pada tahun tersebut akan semakin meningkat. Tentunya dengan meningkatnya jumlah limbah cair domestik akan meningkatkan emisi gas rumah kaca terutama gas metana. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Purwanta dan Susanto (2009), pada tahun 2000 emisi GRK dari limbah cair sebesar 470.12 Gg, meningkat menjadi 499.27 Gg tahun 2004 dan 520.52 Gg pada tahun 2007.

Tabel 18.2. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia, 2015 – 2035

Tahun Jumlah Penduduk

2015 255,461,700 2020 271,066,400 2025 284,829,000 2030 296,405,100 2035 305,652,400 Sumber : BPS, 2015

(6)

Gambar 18.3. Potensi Jumlah Air Limbah Domestik

Gambar 18.4. Perkiraan Emisi CH4 dari Limbah Cair Domestik di Indonesia

Metode Penghitungan dan Pengukuran Emisi Karbon dari Pengolahan Limbah Cair Penghitungan Emisi Karbon dari Pengolahan Limbah Cair

Perhitungan tingkat emisi GRK untuk kebutuhan inventarisasi emisi GRK pada dasarnya berbasis pada pendekatan umum sebagai berikut:

Tingkat Emisi = Data Aktivitas (AD) x Faktor Emisi (EF)

Data aktivitas (AD) adalah besaran kuantitatif kegiatan manusia (anthropogenic) yang

melepaskan emisi GRK. Pada pengelolaan limbah, besaran kuantitatif adalah besaran terkait dengan

waste generation (laju pembentukan limbah), masa limbah yang ditangani pada setiap jenis

pengolahan limbah. Faktor emisi (EF) adalah faktor yang menunjukkan intensitas emisi per unit aktivitas yang bergantung kepada berbagai parameter terkait karakteristik limbah dan sistem pengolahan limbah. Metoda penghitungan emisi tingkat emisi GRK dari kegiatan pengolahan limbah sangat bergantung kepada jenis limbah yang ditangani dan jenis sistem pengolahan limbah.

(7)

a. Pengumpulan Data Aktivitas Limbah Cair

Data aktivitas limbah cair domestik maupun limbah cair industri berbeda dengan data aktivitas limbah padat domestik maupun industri. Yang merupakan data aktivitas limbah cair adalah TOW (Total Organically degradable material in Wastewater).

TOW limbah cair domestik suatu wilayah adalah jumlah BOD (kG) total yang dihitung berdasarkan jumlah populasi dikalikan kG BOD perkapita.

TOW limbah cair industri adalah COD total dari setiap jenis industri di suatu wilayah. COD setiap industri diperoleh dari konsentrasi COD (kG COD per liter) dikalikan laju air limbah per tahun.

b. Pengumpulan Data Karakteristik Limbah

Karakteristik limbah adalah salah satu faktor yang menentukan tingkat emisi GRK dari suatu pengelolaan limbah. Pada limbah cair karakteristik yang menentukan besarnya gas CH4 yang terbentuk selama proses degradasi komponen organik/karbon yang terdapat pada limbah adalah angka BOD (limbah cair domestik) dan COD (limbah cair industri).

TOW (total organically degradable material in wastewater) adalah jumlah (massa) bahan-bahan organik limbah cair yang dapat terdegradasi. Perhitungan TOW limbah cair domestik dan limbah cair industri dijelaskan pada Bab 6. TOW limbah cair domestik di suatu wilayah adalah total BOD (kG) yang dihitung berdasarkan jumlah populasi dikalikan kG BOD perkapita. Angka default (IPCC 2006 GL) untuk BOD di Indonesia (merujuk data Asia, Middle East, dan Afrika) adalah 40 gram/kapita/hari atau dalam rentang 35 – 45 gram/kapita/hari (vol 5 ch.6 Table 6.5). TOW limbah cair industri adalah total COD setiap jenis industri di suatu wilayah. Total COD setiap industri diperoleh dari konsentrasi COD (kG COD per liter) dikalikan laju alir limbah per tahun.

c. Pengumpulan Data Parameter Emisi GRK dari Sistem Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah cair dapat dikategorikan menjadi:

(1) Collected/uncollected untreated wastewater adalah limbah cair yang dikumpulkan maupun tidak

dikumpulkan dan tidak diolah (dibuang ke sungai, danau, dan laut),

(2) Collected treated waste water adalah limbah cair yang dikumpulkan dan diolah) di IPAL (instalasi

pengolahan limbah cair) anaerobik di reaktor dan lagoon

(3) Uncollected treated waste water adalah limbah cair yang diolah setempat(laterin/ septik tank

limbah cair domestik dan IPAL limbah cair industri).

Berkenaan dengan limbah cair perkotaan (domestik), perlakuan limbah cair domestik di daerah perkotaan (urban) dan pedesaan (rural) sangat berbeda.

(8)

Tabel 18.3. Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk Berbagai Kategori Masyarakat

Tabel 18.4. Nilai default MCF untuk Limbah Cair

1 Berdasarkan pertimbangan dari para ahli

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan estimasi GRK dari limbah cair rumah tangga adalah:

(1) Pemilihan metode; (2) Pemilihan faktor emisi; (3) Pemilihan data aktivitas; (4) Time series consistency dan (5) Tingkat ketidakpastian.

(9)

Pemilihan Metoda (Tier) dalam penghitungan emisi Metana (CH4) dari limbah cair

Tier 1: Estimasi-estimasi dari metode Tier 1 berdasarkan pada metode IPCC FOD yang sebagian

besar menggunakan data aktivitas default dan parameter-parameter default. Metode Tier 1 cocok untuk perhitungan dengan parameter data yang terbatas.

Tier 2: Metode ini sama dengan metode Tier 1, tetapi membutuhkan faktor emisi spesifik dan data

aktivitas spesifik. Misalnya pada metode Tier 2, faktor emisi spesifik untuk sistem pengolahan spesifik pada perhitungan dapat tidak dipertimbangkan. Jumlah lumpur yang dihilangkan untuk insinerasi, landfill, dan lahan pertanian dapat dipertimbangkan pada metode Tier 2.

Tier 3: Metode ini dapat digunakan pada negara dengan data yang baik dan telah menggunakan

metode yang sangat baik.Negara dengan metode yang sangat baik dapat didasarkan atas data spesifik dari fasilitas pengolahan limbah cair.

Gambar 18.5. Decision Tree Pemilihan Metodologi (Tier) Penghitungan Tingkat Emisi GRK Kegiatan Pengolahan Limbah Cair Domestik (Sumber: KLH, 2012)

(10)

Penghitungan Tingkat Emisi Metana (CH4) dari Pengolahan Limbah Cair Domestik

Emisi CH4 dari Limbah Cair Kota dihitung dengan menggunakan formula berikut.

Emisi CH4 = [Ʃ I,j (Ui * Tij * EFj)] (TOW – S) – R

dengan faktor emisi:

EFj = Bo * MCFj

dimana:

Emisi-emisi CH4 = emisi-emisi CH4 dalam tahun inventori, kg CH4/th

TOW = total organik dalam limbah cair dalam tahun inventori, kg BOD/th

S = komponen organik diambil sebagai lumpur dalam tahun inventori, kg BOD/th

Ui = fraksi populasi dalam grup income i dalam tahun inventori

Ti,j = derajad pemanfaatan dari saluran atau sistem pengolahan/pembuan, j, untuk tiap fraksi grup pendapatan i dalam tahun inventori.

I = grup pendapatan: perkotaan, pendapatan tinggi perkotaan dan pendapatan rendah perkotaan

j = tiap saluran atau sistem pengolahan/ pembuangan EFj = faktor emisi, kg CH4/ kg BOD

R = jumlah dari pemulihan CH4dalam tahun inventori, kg CH4/th

Bo = kapasitas maksimum produksi CH4 (kg CH4/kg BOD) dengan default maksimum kapasitas produksi CH4untuk limbah cair perkotaan 0.6 kg CH4/kg BOD atau 0.25 kg CH4/kg COD

MCFj = faktor koreksi metan (fraksi).

Penghitungan emisi Dinitrogen Oksida (N2O) limbah cair perkotaan

Emisi N2O = N effluent * EF effluent * 44/28

dimana:

Emisi N2O = emisi-emisi N2O dalam tahun inventori, kg N2O /th

N EFLUEN = nitrogen dalam pengaliran air limbah dilepaskan ke lingkungan air, kg N/th EF EFLUEN = EF untuk emisi-emisi N2O dari pelepasan ke limbah cair, kg N2O -N/kg N Faktor 44/28 = adalah konversi dari kg N2O -N ke kg N2O.

Inventarisasi GRK pengolahan limbah cair domestik mencakup CH4 dan N2O. CH4 dihitung sebagai:

Emisi CH4 =

dengan faktor emisi:

(11)

dimana:

Emisi CH4 = CH4 yang diemisikan dalam tahun inventori, kg CH4/tahun Ui = Fraksi populasi dalam grup income i pada tahun inventori T

i,j = Tingkat pemanfaatan sistem atau saluran pembuangan/pengolahan, j, tiap fraksi grup pendapatan i pada tahun inventori

i = Grup pendapatan: masyarakat pedesaan, urban pendapatan tinggi dan rendah j = Jenis sistem atau saluran pengolahan/pembuangan

TOW = Senyawa organik total limbah cair pada tahun inventori, kg BOD/tahun;

TOW = P*BOD*0.001*I*365; P = populasi

dimana:

BOD = Biological oxygen demand (country specific), default (Indonesia) 35–40 g/pop/hari

I =Faktor koreksi untuk BOD industri tambahan yang dibuang ke selokan (sewer), dimana default untuk collected 1.25 sedangkan un-collected 1.00

S = Lumpur komponen organik yang dipisahkan pada tahun inventori, kg BOD/tahun R = Jumlah CH4 yang dapat diambil pada tahun inventori, kg CH4/tahun

EFj = Faktor emisi, kg CH4/kg BOD MCFj = Faktor koreksi metana, fraksi

Bo =Kapasitas produksi maksimum CH4 (kg CH4/kg BOD), default kapasitas produksi CH4 maksimum limbah cair perkotaan 0.6 kg CH4/kg BOD atau 0.25 kg CH4/kg CO

Penentuan Faktor Emisi

Faktor emisi merupakan fungsi potensi maksimum produksi CH4 dan faktor koreksi CH4 yang dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

EFj = Bo * MCFj

dimana:

Efj = faktor emisi, kg CH4 / kg BOD

Bo =kapasitas maksimum produksi CH4, kg CH4/kg BOD dengan default maksimum: kapasitas produksi CH4 untuk limbah cair rumah tangga 0.6 kg CH4/kgBOD atau 0.25 kg CH4/kg COD

J = tiap saluran atau sistem pengolahan/ pembuangan MCFj = faktor koreksi metan (fraksi).

Status Emisi Karbon dari Limbah Cair Industri dan Domestik

Emisi karbon dari limbah cair domestik telah dilakukan penghitungan pada kegiatan tahun 2015 dengan hasil, emisi netto CH4 adalah sebesar 30,09 Gg/tahun. Data tersebut diperoleh dengan basis perhitungan yaitu:

 Perhitungan didasarkan pada populasi di 73 Kota di Indonesia yang terbagi atas kota metropolitan (11), kota besar (18), kota sedang (31) dan kota kecil (13) di Indonesia.

(12)

 Dari ke empat tipologi kota tersebut, distribusi berdasar tingkat pendapatan terbagi atas High Income (HI,10%), Middle Income (MI,34%) dan Low Income (LI,56%).

 Dalam perhitungan ini, jenis prasarana pembuangan yang digunakan diasumsikan untuk HI adalah Septic tank dan Lantrine, untuk MI adalah Septic tank dan untuk LI adalah Lantrine, sehingga tingkat utilisasi ditetapkan untuk HI (0,8), MI (0,60) Dan LI (0,45).

Jika dibandingkan dengan sumber emisi sektor limbah lainya, limbah cair domestik berkontribusi terbesar kedua setelah emisi yang dikeluarkan oleh limbah padat di TPA.

Tabel 18.5. Hasil Perhitungan Emisi GRK berbagai Sumber

No Sumber Emisi GRK CH4 (Gg/th) CO2 (Gg/th) N2O (Gg/th) CO2e (Gg/th)

1 Sampah – TPA 795,55 n.a n.a 16.706,55 2 Sampah – Open burning 2,47 144,81 0,06 215,28 3 Sampah – Pengomposan 2,36 n.a 0,18 105,36 4 Sampah – Anaerob digester 0,09 n.a n.a 1,89 5 Sampah - Insineration n.a 205,80 n.a 205,80 6 Limbah Cair – Domestik 30,09 n.a n.a 663,00

TOTAL EMISI (CO2e) 17.472,84 350,61 68,20 17.897,88

Limbah cair domestik di Indonesia umumnya berasal dari rumah tangga, perkantoran maupun aktivitas perkotaan lainnya. Limbah cai domestik sangat berpotensi menghasilkan emisi CH4 dan CO2 karena kandungan material orgniknya yang tinggi. Penghitungan emisi karbon pada limbah cair rumah tangga sering mengalami kendala karena mayoritas pengolahan limbah cairnya masih bersifat on site seperti menggunakan septic tank. Hanya ada beberapa kota yang mengolah limbah cair domestiknya dengan sistem off site namun masih tergolong rendah dari sisi pelayanan (rata-rata < 50%). Mengingat hampir 90% sistem pengolahan laimbah cair domestik masih bersifat on site maka perhitungan angka emisi maish cenderung menggunakan formula berbasis jumlah penduduk, faktor emisi per kg BOD serta berat BOD per kapita per hari. Kelemahan formula perhitungan ini adalah pada ketidak akuratan data aktivitas yang dimiliki negara kita serta beberapa angka tetapan juga bukan hasil penelitian setempat sehingga cenderung menggunakan angka default (tier-1) sehingga hasil perhitungan total emisi kadang menjadi besar yang sulit diverifikasi.Sementara untuk limbah cair industri yang menghasilkan emisi karbon umunnya berasal dari industri berbasis agro seperti tapioka, food industry dan juga kelapa saawit. Seharusnya perhitungan emisi karbon sektor limbah cair industri ini didasarkan pada angka pasti jenis industri, kapasitas limbah yang dihasilkan dan sistem pengolahan limbahnya. Sistem perhitungan emisi karbon untuk limbah cair domestik akan sangat berbeda dengan limbah cair industri. Sayangnya data kapasitas limbah tiap jenis indutri di Indonesia masih sulit didapatkan sehingga perhitungan emisi terkadang hanya didasarkan pada angka kapasitas produksi yang dibandingkan dengan faktor emisinya, hasil ini sering tidak akurat.

(13)

Upaya awal untuk menghitung emisi karbon sektor limbah cair dilakukan saat akan dilakukan penyusunan Second National Communication (SNC) tahun 2009. Pada perhitungan dalai SNC, produksi limbah cair domestik dihitung dari jumlah penduduk dan angka kebutuhan air minum. Sedangkan data aktivitas dan faktor emisi mayoritas masih menggunakan angka yang dirilis dalam 2006 IPCC Guideline. Dalai laporan SNC 2009 tidak dilaporkan berap abesaran angka emisi dari sektor limbah cair domestik, tetapi total angka emisi karbon sektor limbah sebesar 155.605 Gg per tahun 2005.

Pada penyusunan dokumen Technology Needs Assessment (TNA) tahun 2009, penghitungan emisi karbon sektor limbah dititik beratkan pada limbah padat (sampah) perkotaan dan limbah cair industri khususnya industri agro. Penghitungan emisi metana dari industri agro didasarkan pada jumlah produksi dikalikan faktor emisi dari IPCC guideline. Agro industry dalam laporan TNA yang dimaksud lebih kepada industri sawit (Palm Oil) dimana limbah yang menghasilkan gas metana antara lain berasal dari empty bunch, shell, fiber, dan waste water. Total emisi metana yang dihasilkan dari empty bunch terhitung 27.093 ton/tahun, atau 568.958 ton CO2e/tahun, sedangkan dari limbah cair sebesar 61.224 ton/tahun atau 1.285.721 ton CO2e/tahun. Pada penyusunan dokumen ICCSR (Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap), oleh KLH tahun 2009 lagi-lagi tidak didapati perhitungan emisi sektor limbah cair sehingga dalai dokumen tersebut untuk waste sector hanyalah perhitungan emisi dari limbah padat (solid waste). Hal ini menggambarkan bahwa perhitungan emisi karbon dari limbah cair baik domestik maupun industri belum secara srius dilakukan yang disebabkan berbagai hal.

Saat ini rujukan untuk mengetahui status emisi karbon tiap sektor hanyalah pada Rencana Aksi Nnasional (RAN) penurunan GRK dan juga Rencana Aksi Daerah (RAD) GRK untuk tolok ukur penurunan target sebesar 26% dan 41% yang telah dicanangkan melalui Perpres No. 61 tahun 2011. Peraturan ini memberi rincian mengenai aksi mitigasi sektoral untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 sebesar 0,767 Giga ton CO2e dan 41% atau sebesar 1,189 Giga ton CO2e.

Melalui pelaporan RAN GRK dan RAD GRK telah dilakukan inventarisasi GRK menggunakan Tier-1 dan Tier-2 dengan mengacu pada 2006 IPCC Guideline. Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil untuk ketiga tipe GRK utama (CO2, CH4 dan N2O) tanpa perubahan penggunaan lahan Dan kehutanan (LUCF) Dan kebakaran gambut sebesar 758.979 Gg CO2e. Selama periode 2000-2012, emisi GRK cenderung meningkat, kecuali sektor industri. Emisi dari sektor energi, pertanian dan limbah maisng-maisng meningkat sebesar 4,6%, 1,3%, dan 4,0%, sedangkan sektor industri relatif kurang dari 1%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.6.

(14)

Tabel 18.6. Ringkasan Emisi GRK tahun 2000 dan 2012 (Gg CO2e)

SEKTOR Tahun Persentase

2000 2012 2000 2012

1 Energi 298.412 508.120 29,8 34,9

2 IPPU 40.761 41.015 4,1 2,8

3 Pertanian 96.305 112.727 9,6 7,8

4 LULUCF (termasuk peat burning) 505.369 694.978 50,5 47,8

5 Limbah 60.575 97.117 6,0 6,7

Total tanpa LUCF & peat burning 496.053 758.979 100 100 Total dengan LUCF & peat burning 1.001.422 1.453.957

Sumber : BUR, 2015

Hingga awal tahun 2016, Kementerian/Lembaga terkait telah melaporkan pelaksanaan aksi mitigasi sebagaimana yang dimaksud dalam Perpres no.61/2011. Jumlah kegiatan mitigasi yang telah dilaksanakan berjumlah 45 aksi, dimana belum semua sektor melaporkan dampak pada penurunan emisinya. Jumlah pengurangan emisi yang dicapai pada periode 2010-2012 adalah sekitar 41.290.000 ton CO2e atau sekitar 13,76 Mt CO2e setiap tahunnya. Selain Perpres 61/2011 terdapat 27 aksi mitigasi lainnya, dimana 4 kegiatan merupakan NAMAs dan 23 kegiatan di luar Perpres 61/2011. Penurunan emisi yang dihasilkan selama periode yang dilaporkan adalah sekitar 5,09 juta ton CO2e atau sekitar 1,70 Mt CO2e per tahun.

Pada sektor limbah sebanyak 11 provinsi telah melaporkan PEP RAD-GRK-nya dengan penurunan emisi sebesar 1,1 juta ton CO2e melalui 377 kegiatan inti dan 170 kegiatan pendukung. Kegiatan inti tersebut adalah pembangunan dan/atau rehabilitasi Tempat Pengolahan Akhir (TPA), pengelolaan sampah terpadu 3R, Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem septic tank dan IPAL terpusat. Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa penghitungan emisi karbon dari sektor limbah cair masih belum akurat karena hanya didasarkan pada estimasi produksi limbah cair (domestik) serta jumlah produksi barang (industri), belum pada hasil pengukuran/penelitian sehingga sangat diperlukan adanya suatu angka sebagai faktor emisi bagi perhitungan-perhitungan jumlah emisi karbon dari limbah cair di Indonesia.

Dalam menentukan emisi karbon dari limbah cair, perlu mencermati teori bangkitan gas yang dihasilkan proses anaerob limbah. Gas Metana (CH4) dan Karbondioksida (CO2) sebagai biogas adalah gas-gas utama yang dihasilkan dari proses degradasi anaerobik material organik. Proses anaerob adalah proses yang tidak ada oksigen dan tidak terjadi pengonsumsian oksigen. Proses anaerob terjadi misalnya pada tanki septik limbah rumah tangga, anaerobic digester, tumpukan sampah kota di TPA maupun kolam-kolam anaerob pada IPAL perkotaan. Karena ketiadaan oksigen maka pada proses anaerob tidak terjadi reduksi COD namun dikompenasasi dalam bentuk konversi organik menjadi gas metana sebagai suatu gas yang tidak larut dalam air (Hukum Henry). Energi yang dihasilkan dalam proses anaerob umumnya lebih kecil, hanya 1/7 dari energi yang dihasilkan pada proses aerob, serta penghancuran subtrat berlangsung lebih lambat (Zoetemeyer, 1982).

(15)

Penghancuran senyawa organik dalam kondisi anaerob oleh konsorsium mikroba secara umum berlangsung dalam tiga kategori (Toerien, 1970) yang diperlihatkan dalai Gambar 18.6.

Organics polymers Alcohols, carboxylic acids (except acetate) CH4, CO2 H2, CO2 Acetate Fermentative microorganisms Acetophilic methanogens Hydrogenophilic methanogens Acetogens Hydrolysis Acetogenesis Methanogenesis 20% 4 % 76% 52% 24% 28% 72%

Gambar 18.6. Dekomposisi anaerob dari material organik

a. Hidrolisis

Tahap awal proses anaerob adalah terjadinya hidrolisis pada suspended solids (SS) dan molekul-molekul besar material organik. Hidrolisis akan memecah molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil baik larut maupun tidak larut yang dapat ditransportasikan ke dalam sel mikroba untuk dilakukan metabolisme. Pada tahap ini tugas utama proses, dilaksanakan oleh enzim ekstra seluler yang bekerjasama dengan mikroorganisme fermentatif utama. Energi untuk proses hidrolisis dan sintesis didapatkan dari katabolisme sel-sel yang lebih kecil sebagai hasil dari hidrolisis.

b. Asetogenesis dan pembentukan asam

Mikroorganisme yang sama yang melakukan reaksi hidrolisis melaksanakan fermentasi melalui tahap ini. Hasil akhir dari hidrolisis difermentasikan membentuk asam-asam organik, senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, hidrogen dan karbondioksida. Seperti terlihat dalam Gambar 1, degaradsi mikrobial atas produk hidrolisis juga menghasilkan hidrogen dalam jumlah yang signifikan. Produk utama dalam tahap fermentasi ini adalah asam asetat yang dihasilkan oleh bakteri asetogenik. Bakteri ini sangat tangguh dan memiliki toleransi yang tinggi dalam berbagai perubahan lingkungan. Pembentukan asam ini optimal pada pH 5 – 6.

c. Methanogenesis

Pembentukan gas metana sebagai produk akhir dari tahap fermentasi anaerobik melalui dua jalan. Jalur utama fermentasi ini menghasilkan asam asetat, metana dan karbondioksida. Bakteri yang memanfaatkan asam asetat adalah bakteri acetoclastic (acetophilic), dimana reaksi keseluruhan adalah;

(16)

Berdasar pertimbangan hukum thermodinamika dan data-data penelitian Zeikus (1975) mengusulkan suatu rekasi konversi asetat menjadi gas metana yaitu;

CH3COOH + 4H2  2CH4 + 2H2O

Beberapa bakteri methanogens juga memiliki kemampuan memanfaatkan hidrogen untuk merubah karbondioksida menjadi metana (hydrogenophilic methanogens) dengan reaksi keseluruhan;

4H2 + CO2  CH4 + 2H2O

Dalam metabolisme ini terdapat hubungan yang sinergis antara penghasil hidrogen dan penerima hidrogen. Sedikit perubahan pada kondisi hidrogen dapat mempengaruhi hasil akhir pada fase pembentukan asam.

Dalam kasus kolam pembuangan limbah suatu IPAL, pembentukan gas metana dimulai dari daerah tak beroksigen (anoxic zone) yang umumnya di dasar kolam atau pada endapan sedimen. Gas metana yang terbentuk akan tertransportasikan ke permukaan melalui beberapa cara sebelum teremisikan ke atmosfer (Gambar 18.7). Pola transfer gas yang terjadi antara lain melalui difusi zat cair yang terangkut ke permukaan dan dilepas ke atmosfer. Cara lain adalah melalui pola respirasi dan transpirasi tanaman air yang akarnya tertanam di sedimen dasar kolam. Cara ke tiga adalah melalui gelembung air yang terbentuk (ebuli) yang terbawa ke atas lalu pecah di permukaan.

Gambar 18.7. Ilustrasi pembentukan dan transfer dan transport gas metana di kolam

Prinsip Kerja Alat Pengukuran Gas GA 5000

Salah satu teknik/metode dalam pengukuran besarnya konsentrasi gas Metana (CH4) baik dari sumber landfill, persawahan atau perairan adalah dengan mengalirkan sampel gas ke dalam peralatan pengekstrasi serta menggunakan sensor infra merah (IR-sensors). Salah satu peralatan yang ada adalah GA 5000 yang dipabrikasi oleh Geotech Instruments (UK). Dalam paket standarnya, GA 5000 akan terdiri atas gas analyzer untuk CH4, CO2 dan O2 serta perangkat filter dan tabung pemerangkap air (in-line water trap tubing & filter). Adapun peralatan optional umumnya terdiri atas sensor temperatur, anemometer, H2S probe, Gas Analyzer Manager (GAM), GPS, bluetooth, internal

(17)

Untuk mendapatkan akurasi dalam pengukuran, GA 5000 perlu dilakukan kalibrasi peralatan khususnya pada probe standar seperti CH4, CO2 dan O2 atau optional seperti CO dan H2S. Terminologi penting dalai konteks teknik kalibrasi adalah kata ZERO dan SPAN. Zero adalah titik dimana tidak ada aliran gas sama sekali dalam gas analyzer, sedangkan Span mengacu pada konsentrasi gas yang telah ditetapkan tercapai dalam peralatan. Frekuensi kalibrasi oleh pemakai perlu mempertimbangkan;

Frekuensi pemakaian alat (mingguan/bulanan)

1. Tingkat kepercayaan dan akurasi dari pembacaan yang diinginkan 2. Riwayat data kalibrasi dari pengguna

3. Persyaratan spesifik lokasi dan kondisinya

4. Pemahaman riwayat pengukuran yang diharapkan di lokasi

Secara umum GA 5000 memiliki kemampuan dalam hal; (i) pengukuran gas-gas utama seperti CH4, CO2 dan O2, (ii) pengukuran tekanan relatif dan (iii) pengukuran besaran aliran (flow) serta anemometer. Beberapa hal yang perlu diketahui untuk operasional GA 5000, bahwa temperatur akan otomatis terukur pada saat pengukuran gas. Selain itu posisi layar analyzer harus pada posisi “Analyzer Main Read Screen’. GA 5000 juga memiliki optional GPS yang dapat melokalisir posisi koordinat titik pengambilan sampel. Langkah kerja penggunaan GA 5000 dapat diuraikan dalai Gambar 8, sebagai suatu bagan alir.

MULAI

Jika pakai GAM, atur GAM dan upload ke analyzer

Pemanasan instrument (warm up)

Masukan ID operator atau ‘Skip’

Tambah atau masukan ID titik lokasi, tekan ‘Enter’ Layar ‘Air Purge’ pada

instrumen Lepas semua tabung dan

biarkan analyzer dialiri udara

Layar pembacaan gas utama

Biarkan pompa bekerja lalu tekan ‘Continue’

Jika diperlukan tekan ‘Special action’ untuk site &

ID baru

A

‘exit’

(18)

A

Layar pembacaan gas utama Layar

Zero Transducer

Pengambilan pembacaan Tekanan Relatif

Tekan ‘Start’ Lepaskan semua tubing dari

sampel poin, tunggu bacaan stabil, lalu pilih

soft-key 'Next' untuk melanjutkan jika pembacaan

kembali ke nol.

Hubungkan tabung bersih ke titik sampling. Pipa kuning

dan biru harus dilepas ke atmosfer untuk memungkinkan transduser

mengukur tekanan relatif attmosfer. Hubungan pipa

biru tidak penting.

Layar baca gas utama, tunggu bacaan tekanan relatif menjadi stabil

Lakukan pembacaan angka tekanan

B

Tekan ‘Next’ Tekan ‘Next’ Tekan ‘Next’ Tekan ‘Next’

B

Layar pembacaan gas utama Apakah memakai temperatur probe? Tekan ‘Special action’

Pilih Temperature tekan 5 ‘Temperature’ Tombol di Temperature

lalu tekan ‘Enter’

Pasang Temperature probe

Masukkan temp. probe ke sample point

N

Y

Layar pembacaan gas utama Hubungkan tabung bening ke titik sampel. Tabung

Kuning pembuang harus dibuang pada

jarak aman dari pengguna atau kembali mengalir ke dalam sistem Tekan ‘Start’ Tunggu pembacaan awal stabil Siap pembacaan gas

Pengambilan pembacaan konsentrasi gas

C

(19)

C

Layar pembacaan gas utama Apakah memakai temperatur probe? Pasang Anemometer

Pindah tabung sampel bening ke port biru. Tabung buangan kuning dijaga jarak aman dng

pengguna. JANGAN dikembalikan ke sistem. Ubang ’Flow Options’ ijika perlu. Pilih ‘Flow Options’

Y

Tekan ‘Flow’

N

Aliran nol jika tdk nol. Pilih ‘Zero flow’ Tunggu

pembacaan stabil Layar baca gas

utama Pilih ‘Next’ atau ‘Store’ Piliih ‘Flow’ Pembacaan sukses disimpan Pilih ‘Store’ Ingin pembacaan yang lain? Pilih ‘Dismiss’ Jika pakai GAM,

download GAM

N

Y

Pilih ‘Select’ atau borehole ID SELESAI

Pengambilan pembacaan laju aliran (internal flow dan anemometer)

Gambar 18.8. Bagan alir prinsip kerja operasi alat Gas Analyzer GA 5000

Review tentang IPAL Geostech

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) di lingkungan perkantoran termasuk dalam air limbah domestik. Dalam laporan PEMBANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG GEOSTEK SERPONG TAHUN 2013 yang disusun oleh Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng dan tim menyatakan bahwa air limbah rumah domestik adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan domestik yang meliputi limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian washtafel atau air limbah hasil kegiatan gedung sehari-hari. IPAL direncanakan untuk mengolah air limbah dari kegiatan domestik, kantin dan kegiatan dari laboratorium. Kapasitas IPAL dapat diperkirakan dari jumlah karyawan yang akan menempati laboratorium. Kapasitas rencana Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik sekitar 50-60 m3 per hari. Air limbah domestik umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah gedung Geostech yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat mengganggu proses pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah laboratorium, dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis.

(20)

Gambar 18.9. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob

Survei Mitra

Mengetahui kondisi sistem pengolahan serta kualitas air limbah IPAL Bojongsoang

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terletak di Bojongsoang merupakan instalasi yang mengolah air buangan rumah tangga yang disalurkan melalui perpipaan yang berasal dari area wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan dengan kapasitas pelayanan 400,000 jiwa. IPAL ini dibangun untuk mengurangi tingkat pencemaran air sungai citarum. Dengan adanya proses pengolahan limbah domestik RT, kualitas air buangan yang dibuang ke sungai Citarum tidak terlalu buruk.

Gambar 18.10. Peta Pelayanan Air Limbah Tempat Sampling

(21)

IPAL Bojongsoang terletak di Kabupaten Bandung, tepatnya di desa Bojongsari, kecamatan Bojongsoang, yang mempunyai luas keseluruhan 85 Ha dengan pemanfaatan area meliputi area kolam pengolahan terdiri dari 14 kolam seluas 62.5 ha dan area perkantoran dan fasilitas lainnya 22.5 ha dengan system pengolahan biologi yaitu kolam stabilisasi.

Kapasitas maksimum dari IPAL Bojongsoang sebesar 243.000 m3/hari dengan pengolahan yang meliputi pengolahan fisika dan biologi. Proses fisika dilakukan secara mekanik yang masing-masing mempunyai 3 buah alat yang dipergunakan secara bergantian secara periodik. Sedangkan proses biologi meliputi 3 tahap yang mempunyai 2 set.

Unit pengolahan fisika

 Saringan kasar (untuk sampahberukuran besar >50 mm)

 Pompa ulir (untuk memompa air dari bak penampung ke Grit chamber

 Saringan halus (menyaring sampah yang dihasilkan oleh saringan halus

 Screening press (memadatkan sampah)

 Grit chamber (memisahkan pasir dari air buangan yang pengoperasian secara mekanik

 Grit rake (untuk melakukan pengerukan pasir yang terkumpul pada Grit Dischare Pocket)

Gambar 18.11. Skema Proses Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang (Sumber : IPAL Bojongsoang)

Unit pengolahan biologi

Unit pengolahan biologi berupa kolam-kolam pengolahan biologi yang terdiri dari 2 set yaitu set A dan B. Masing-masing memiliki 7 buah kolam. Setiap rangkaian kolam terdiri dari proses anaerobik, fakultatif dan maturasi.

 Proses Anaerobik merupakan upaya penurunan bahan organik secara anaerobik dengan bantuan mikroba anaerob. Karakteristik kolam anaerobic adalah sebagai berikut :

(22)

 Debit : 80.835 m3/hari

 Beban volumetrik : 275 g BOD/m3/hari

 BOD Influen : 360 mg/l

 Total Beban Org : 20.100 kg BOD/hari

 Waktu Detensi : 2 hari

 Kedalaman kolam : 4 m

 Luas Area : 4,04 ha

 Temperatur : 22,5oC

 BOD Efluen : 144 mg/l1.  Kolam fakultatif

Upaya penurunan bahan organik secara anaerob dan aerob untuk stabilisasi air buangan. Karakteristik kolam fakultatif adalah sebagai berikut :

 Debit : 80.835 m3/hari

 Beban volumetrik : 300 gr BOD/m3/hari

 BOD Influen : 144 mg/l

 Total Beban Org : 11.640 kg BOD/hari

 Waktu Detensi : 5,6 - 7 hari

 Kedalaman kolam : 2 m

 Luas Area : 29,8 ha

 Temperatur : 22,5oC

 BOD Efluen : 50 mg/l1  Kolam maturasi

Merupakan pematangan air buangan sebagai penyempurnaan dari kualitas effluent akhir sesuai dengan standar baku mutu sebelum dibuang. Karakteristik kolam maturasi adalah sebagai berikut :

 Debit : 80.835 m3/hari

 Fecal coli : 5000 MPN/100 ml

 BOD Influen : 50 mg/l

 Waktu Detensi : 3 hari

 Kedalaman kolam : 1,5 m

 Luas Area : 32,2 ha

(23)

Kualitas Air Limbah

Tabel 18.7. Reduksi Parameter pada Kolam IPAL Bojong Soang Tahun 2003

Berdasarkan Tabel 18.7 dapat terlihat bahwa dilihat dari parameter Biological Oxygen

Demand (BOD) pada kolam anaerob, fakultatif dan maturasi mengalami reduksi pada sistem outlet

dari sistem inlet yang mengindikasikan bahwa sampah organik pada limbah tersebut terolah dengan baik dalam sistem IPAL.

Perhitungan Teoritis Emisi Metana dari IPAL Bojongsoang dengan Metode IPCC Guideline 2006

Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) Bojongsoang adalah bangunan pengolah air limbah terpusat (off-site) terbesar di Asia Tenggara yang menempati area seluas 85 hektar. Air limbah yang diolah berasal dari sumber air limbah rumah tangga, buangan dapur, hotel, restoran dan rumah sakit. Berdasarkan data pihak pengelola- PDAM Tirtawening, diperoleh data IPAL’

 Kapasitas terpasang = 80.835 m3/hari

 Kapasitas terpakai = 82.635 m3/hari

 Jumlah sambungan rumah (SR) = 106.555

IPAL ini oleh pengelola diklaim melayani 66,6% dari seluruh penduduk Bandung. Namun angka ini selayaknya dievaluasi khususnya dalam penghitungan emisi gas metana dari IPAL berdasarkan metode IPCC. Hal ini terkait data dan perhitungan sebagai berikut;

Jumlah penduduk tahun 2014 = 2.470.802 jiwa

Standar kebutuhan air bersih kota metropolitan = 150 liter/kap/hari (PU Cipta Karya) Estimasi kapasitas air limbah perkotaan = 120 liter/kap/hari

(24)

Ini berarti jumlah air limbah yang dihasilkan kota Bandung mencapai ; Qal = 120 liter/kap/hari x 2.470.802 jiwa x 10-3 m3/liter

= 288.000 m3/hari

Dari hasil perhitungan di atas memperlihatkan bahwa IPAL Bojongsoang dengan kapasitas terpakainya hanya melayani 30% dari jumlah produksi air limbah kota Bandung. Angka ini jika dikonversikan ke jumlah penduduk setara dengan pelayanan bagi 741.240 jiwa. Jika dilihat dari jumlah SR sebesar 106.555 maka diasumsikan tiap rumah adalah 5 orang penghuni maka jumlah penduduk yang terlayani sebesar 532.775 jiwa atau 298.465 jiwa dilayani melalui sistem tanki septik. Dari analisis perhitungan di atas, maka perhitungan emisi gas metana IPAL akan didasarkan pada jumlah penduduk yang terlayani atau yang membuangnya ke IPAL sebesar (dibulatkan) 740.000 jiwa. Walaupun air limbah yang masuk akan melalui tiga buah kolam yakni kolam anaerob, kolam fakultatif dan kolam maturasi, namun perhitungan emisi gas metana ini mengacu pada besaran emisi di kolam anaerob mengingat beban BOD yang relatif besar dibanding dua kolam setelahnya.

Fakultatif

Maturasi

Anaerob

740.000 jiwa

20.100 gr BOD/m

3

/hari

11.640 gr BOD/m

3

/hari

Gambar 18.12. Alur proses kolam pegolahan limbah IPAL Bojongosang

Perhitungan Emisi Gas Metana Berdasar Jumlah Air Limbah

Formula yang digunakan untuk mengestimasi karbon organik yang terurai dalam air limbah (TOW) adalah;

365

001

.

0

P

BOD

I

TOW

(1)

TOW = total organic dalam limbah per tahun, kg BOD/tahun P = Populasi dalam setahun (orang)

BOD = Spesifik BOD perkapita dalam satu tahun, g/orang/hari = 34 gr/org/hari (mengambil angka India)

0.001 = konversi dari gram BOD ke kg BOD

I = faktor koreksi penambahan BOD yang dibuang ke sewer (yang terkumpul 1.25 dan yang tidak

terkumpul 1.00)

Adapun faktor emisi untuk setiap jenis pengolah limbah ditentukan persamaan sebagai berikut;

j

j

B

MCF

(25)

Keterangan :

j

EF

= faktor emisi, kg CH4/kg BOD J = setiap jenis pengolahan limbah

Bo = Kapasitas produksi maksimal CH4, kg CH4/kg BOD

MCFj = faktor koreksi metana (0,8 untuk deep anaerobic lagoon, < 2 m)

Adapun total emisi gas metana secara keseluruhan digunakan persamaan;

U

T

EF

TOW

S

R

emissions

CH

j i j j i i

(

)

, , 4 (3) dimana :

Emisi CH4 = emisi CH4 dalam setahun, kg CH4/tahun TOW = total beban organik dalam setahun, kg BOD/tahun

S = komponen organic yang terbuang sebgai slugde dalam setahun, kg BOD/tahun

Ti,j = derajat utilisasi sitem pengolahan limbah, j, setiap jenis limbah yang masuk I dalam setahun. i = kelompok pendapatan penduduk

j = setiap jenis pengolahan limbah EFj = faktor emisi, kg CH4/kg BOD

R = jumlah CH4 yang direcovery dalam setahun, kg CH4/tahun

Mengingat ketiadaan data pasti tentang jenis sambungan rumah maupun pembuangan melalui mobil tinja yang membuang air limbahnya ke IPAL Bojongsoang, maka faktor kelas pendapatan masayarakat (Ui) diabaikan sedangkan tingkat utilisasi dari semua jenis limbahnya (Ti,j) diambil rata-ratanya sebesar 0,74. Sehingga dalam perhitungan ini persamaan (3) disederhanakan menjadi;

EFxTxTOW

emissions

CH

4

(4)

EF = Bo x MCF = 0,6 kg CH4/kg BOD x 0,8 = 0,48 kg CH4/kg BOD

TOW = 740.000 org x 34 gr/org/hari x 0,001 x 1 x 365 = 9.183.400 kg BOD/tahun Total potensi Emisi CH4 = 0,48 x 0,74 x 9.183.400 = 3.261.943 kg CH4/tahun

= 3.262 ton CH4/tahun

Apabila perhitungan emisi didasarkan pada beban BOD kolam anaerob saja maka dengan data: Luas kolam anaerob = 4 ha (40.000 m2)

Kedalaman kolam = 4 meter

(26)

Maka potensi gas metana sebesar :

Potensi CH4 = 0,6 kg CH4/kg BOD x 40.000 m2 x 4 m x 20.100 gr BOD/m3/hari = 1.929.600 kg CH4/hari = 1.929 ton CH4/hari.

Potensi produksi gas metana ini hampir sebagian besar tersimpan di dasar kolam dan endapan (sludge) dan yang tertransfer ke permukaan dan menjadi emisi tidak lebih dari 1 %. Oleh karena ini dengan perhitungan kasar potensi emisi gas metana dengan basis perhitungan ini akan mencapai 6.935 ton CH4/tahun ( lebih besar dari dasar perhitungan jumlah penduduk). Angka pasti dari potensi emisi gas metana dari kolam anaerob hanya bisa dipastikan dari pengukuran secara langsung.

Pelatihan pengoperasian alat ukur GA 5000

GA5000 Gas Analyzer Portable adalah sebuah alat yang dirancang sangat modern dan canggih, terdapat battery built-in dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. GA 5000 adalah alat pengukur gas CH4, CO2, O2, H2S dan CO, yang mudah dibawa/digunakan kemana-mana serta mudah mengkalibrasinya, manfaat dan kegenunaanya sangat membantu untuk membakukan rutinitas pemantauan lingkungan.

 Fitur Utama

 Pengukur % CH4, CO2 dan O2

 CH4 dan akurasi CO2 +/- 0,5% setelah kalibrasi

 Modular dan upgradeable

 Pada bantuan papan konteks-sensitif

 ATEX, IECEx, MCERTS, CSA dan UKAS kalibrasi (ISO17025) bersertifikat

 Gas tambahan Analyser Manajer perangkat lunak untuk data

 aksesoris opsional termasuk ATEX anemometer.

 Pilihan pengukuran aliran gas sumur bor; GPS / lapangan navigator

(27)

Gambar 18.13. Alat GA 5000

Gambar 18.14. Penampang layar GA 5000 Kegunaan dan Manfaat

 Mudah transfer data ke Komputer

 Mudah digunakan dan mengkalibrasi

 Mendukung kepatuhan undang-undang lingkungan

 Praktis dan ringan.

 Standarisasi rutinitas pemantauan setelah purna jual

(28)

oleh pengguna nantinya dapat sesuai dengan prosedural yang telah ditetapkan. Berdasarkan pelatihan yang diberikan, berikut sistematika untuk mengoperasikan alat tersebut:

1. Memastikan alat telah terisi baterainya dan pasang selang warna putih untuk input sample udara

2. Menyalakan alat dengan menekan tombol power on/off

(29)

4. Akan muncul tampilan pernyataan bahwa alat telah dikalibrasi kemudian tekan tombol “next”. Selanjutnya muncul tampilan sebagai berikut:

5. Melakukan setting untuk penyimpanan data sampling dengan memasukannya pada tombol “No ID” dengan tampilan sebagai berikut:

Data dapat ditambahkan dengan memasukan kode sampling, deskripsi dll sesuai dengan instruksi didalamnya.

6. Melakukan purge data dulu untuk mensterilkan alat jika telah sebelumnya dipakai (dengan cara mengambil udara ambien) dengan mencabut selang putih untuk input sample udara.

(30)

7. Tampilan saat akan dilakukan pengukuran:

8. Kemudian dipencet tombol next, dan perlu dipasangkan selang output gas berbahaya dan tidak yang berwarna biru dan kuning.

9. Setelah tampilan diatas ditekan tombol “next” dan hal tersebut alat sedang melakukan pengambilan sampel, dengan tampilan sebagai berikut:

(31)

10. Dapat menambahkan data temperature dengan menginputkan secara manual pada data tersebut:

11. Jika akan dilakukan pengulangan dengan titik yang sama, data dapat diambil dengan hanya menekan tombol “start” tanpa perlu menginputkan ID baru kembali. Jika titik beda yang diambil dapat menginputkan ID selanjutnya. Akan tetapi masih tetap dilakukan purge data dengan mengambil data udara ambien seperti tahapan diatas.

12. Untuk melihat data yang tersimpan, setelah selesai pengambilan data ditekan tombol “next” hingga “store”. Setelah selesai dapat dicek pada menu-data. Kemudian tampilan akan seperti berikut:

Perancangan sederhana untuk pengukuran emisi limbah cair dengan alat ukur GA 5000

Dalam perencanaan teknis pengukuran, diperlukan beberapa alat tambahan sebagai sarana pendukung alat ukur GA 5000 agar terukurnya gas di lokasi yang telah ditentukan. Hal yang perlu disiapkan yaitu tabung penangkap gas yang terbuat dari Akrilik. Ukuran tabung tersebut yaitu Tebal 2 mm, Tinggi 450 mm dan diameter 350 mm. Diperlukan lubang untuk saluran gas 6 mm dengan media selang silikon. Tabung penyaring/pemisah gas dari kandungan air kurang lebih berdiameter 4mm, sehingga alat akan bekerja efektif.

(32)

Gambar 18.15. Rancangan alat pendukung GA 5000

Kegiatan desain sampling menggunakan alat GA 5000. Pada kasus penerapan di IPAL Geostech ini, sampling direncanakan diambil dari kolam anaerob (lihat Gambar 16). Dengan sistem sederhana seperti pada Gambar 16 diharapkan dapat digunakan untuk melakukan desain sampling. Dengan sample train tersebut dapat dipersiapan beberapa peralatan tambahan seperti selubung, filter, flow meter dan water trap.

Gambar 18.16. Sample train untuk pengukuran gas metana di kolam anaerob

18.4. Kesimpulan

1. Studi literatur yang dilakukan dapat memperkaya pengetahuan dan sebagai dasar teori dalam melakukan praktik lapang. Namun dikarenakan adanya kendala pendanaan kegiatan sehingga tidak dapat dilakukan operasional kegiatan praktik lapang.

2. Pelatihan pengoperasian alat GA 5000 dilakukan untuk mengetahui prinsip kerja dan cara penggunaanya sehingga diharapkan alat tersebut dapat digunakan untuk ujicoba di lapang dalam hal pengukuran gas.

(33)

3. Perencanakan pengukuran emisi karbon limbah cair domestik dengan menggunakan alat GA 5000 telah diberikan rancangan sederhana untuk pengambilan sampel nya sehingga diharapkan apabila kegiatan ini selanjutnya dapat di praktikan sudah memberikan gambaran melakukan kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bappenas, 2009, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – Synthesis Report

2. Bappenas. 2013. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi, Dan Pelaporan (PEP) RAN-GRK

3. Bappenas, 2014, Dua Tahun Pelaksanaan RAN-GRK Dan RAD-GRK, Laporan RIngkas 4. BPS. 2015. Proyeksi Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2010-2035. Badan Pusat Statistik

5. Dirjen Pengendalian Perubahan IklimKementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan – Indonesia First Biennal Update Report (BUR) under the UNFCCC (2015)

6. Dwinanti SH. 2010. Laporan Hasil Studi Lapang PDAM Kota Bandung Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bojongsoang, Kota Bandung, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor.

7. Eggleston, Simon, dkk. 2006 IPCC Giudelines for National Greenhouse Gas Inventories.Volume 5.Waste.Japan : IGES

8. Geotechnical Instruments (UK) Ltd. GA 5000 Gas Analyzer Operating Manual 9. IPAL Bojongsoang Kota Bandung. 2015. Data internal PDAM Bandung

10. IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines for National

Greenhouse Gas Inventories. Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme,

Egglestone H.S., Buenfia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan. 11. KLH – Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas

Rumah Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum.

12. MoE, 2009, Indonesia Second National Communication under the United Nations Frameworks Conference on Climate Change (UNFCCC)- Summary for Policy Maker

13. MoE, BPPT & GTZ, 2009, ndonesia’s Technology Needs Assessment on Climate Change

Mitigation- Synthesis Resport.

14. Purwanta W dan Susanto JP. 2009. Emisi GRK Sektor Sampah dan Limbah Cair Perkotaan di

Indonesia. JTekling hal 41-47.

15. Said, N.I. 2013, Laporan pembangunan instalasi pengolahan air limbah domestik Gedung Geostek Serpong Tahun 2013 oleh ir. Nusa Idaman Said, M.Eng dan Tim

16. Siregar S. 2004. Studi Sistem Operasi dan Pemeliharaan IPAL Bojong Soang Kota Bandung. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang

17. Toerien, D., F. 1970. Population description of the non-methanogenic of anaerobic digestion. 18. TN1-ES731-T1-03-2016

19. TN2-ES731-T1-03-2016 20. TN1-ES732-T1-03-2016 21. TN1-ES733-T1-03-2016 22. TN2-ES733-T1-03-2016

(34)

23. TN1-ES734-T1-03-2016 24. TR 04/WP 5.2/2015

25. Zeikus, J., G. 1975. The Biology of Methanogenic Bacteria. American Association for Microbiology.

26. Zoetemeyer, R., Matthusen, A., Cohen, A., Boelhouwer, C.1982. Product inhibition in the acid

Gambar

Gambar 18.1. Kategori Sumber Emisi GRK dari Pengelolaan Limbah
Gambar 18.2. Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri  Sumber: KLH, 2012  Rancangan  kegiatan  tahun  2016  ini  pada  awalnya  dilakukan  dengan  tujuan  mengkaji  pengukuran  emisi  GRK  dari  limbah  cair  domestik  dengan  o
Tabel 18.2. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia, 2015 – 2035
Gambar 18.4. Perkiraan Emisi CH 4  dari Limbah Cair Domestik di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis kesiapan perusahaan kontsruksi dengan klasifikasi kecil dapat diketahui persentase siap sebesar 15,38%, kurang siap sebesar 61,54% dan tidak siap

Biaya bahan bakar, awak kapal dan operasi yang lebih rendah membuat penurunan 11% pada Beban Langsung Kapal Milik menjadi US$ 10,5juta, terutama dari penurunan biaya awak kapal

Jika dikaji lebih jauh maka pemerintah melalui undang-undang tersebut memiliki tujuan menyiapkan generasi muda (mahasiswa) agar memiliki wawasan kebangsaan dan

Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk integrasi terhadap aplikasi-aplikasi yang telah tersedia dilakukan dengan cara melakukan penerapan

2.1 Data Aktivitas dan Faktor Emisi Perhitungan jejak karbon dalam penelitian ini mengintegrasikan pendekatan bottom-up dan pola konsumsi, membagi keseluruhan

Dengan semakin menipisnya persediaan bakar fosil dan potensi yang besar pemanfaatan gas metana (biogas) dari TPA sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga

pemberantasan dengan cara biologis tidak dapat menyebabkan pengurangan populasi nyamuk secara signifikan.. Beberapa alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah: 1)