• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Revisi Raperda Teluk Wondama (Struktur Ruang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Usulan Revisi Raperda Teluk Wondama (Struktur Ruang)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK WONDAMA N

o.

Raperda versi Pemda Kab. Teluk Wondama Usulan Perbaikan Keterangan

1. KONSIDERAN Menimbang

a. bahwa untuk

mengarahkan pembangunan di Kabupaten Teluk Wondama dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/ atau dunia usaha;

c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu dijabarkan ke dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang kabupaten;

d. bahwa berdasarkan evaluasi RTRW Kabupaten Teluk Wondama, maka RTRW Kabupaten Teluk Wondama sudah saatnya untuk direvisi total setelah adanya perubahan yang cukup signifikan dari faktor eksternal dan internal yang mendasari dan atau mempengaruhinya;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c dan d, maka perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Teluk Wondama dengan Peraturan daerah.

a. bahwa dalam rangka

mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten Teluk Wondama, diperlukan pengaturan penataan ruang secara serasi, selaras, seimbang, berdayaguna, berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;

b. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang, memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif, agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan;

c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu disusun rencana tata ruang wilayah kabupaten;

d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c dan d, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Teluk Wondama tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk Wondama;

Sebaiknya point d dihilangkan

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel,

1. Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6);

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten

• Sebaiknya dimasukan UUD 1945

(2)

Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, Dan Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245)

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 7. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pembentukan

Distrik Rasiei, Distrik Kuri Wamesa, Distrik Roon, Distrik Roswar, Distrik Nikiwar, Distrik Soug Wepu (Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Wondama Nomor ..., Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Wondama Nomor...).

Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, Dan Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 8. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Pembentukan Distrik Rasiei, Distrik Kuri Wamesa, Distrik Roon, Distrik Roswar, Distrik Nikiwar, Distrik Soug Wepu (Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Wondama Nomor ..., Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Wondama Nomor...).

Memutuskan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TELUK

(3)

WONDAMA dan

BUPATI TELUK WONDAMA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TELUK WONDAMA TAHUN 2011-2031.

2. KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah

Kabupaten Teluk Wondama.

2. Kepala daerah adalah

Bupati Teluk Wondama.

3. Dewan adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Kabupaten Teluk Wondama.

4. Pemerintah daerah

adalah Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama.

5. Pemerintah pusat,

selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Ruang adalah wadah

yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

7. Tata ruang adalah wujud

struktur ruang dan pola ruang.

8. Rencana tata ruang

adalah hasil perencanaan tata ruang.

9. Struktur ruang adalah

susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung

(4)

kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

10. Pola ruang adalah

distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

11. Penataan ruang adalah

suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Penyelenggaraan

penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

13. Pelaksanaan penataan

ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pemanfaatan ruang

adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

15. Pengendalian

pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

16. Wilayah adalah ruang

yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

17. Kawasan adalah wilayah

yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

18. Kawasan lindung adalah

wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

19. Kawasan budidaya

adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya

(5)

alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

20. Kawasan perkotaan

adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

21. Kawasan perdesaan

adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan strategis

kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

23. Pusat kegiatan lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa distrik.

24. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.

25. Pusat pelayanan kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala distrik atau beberapa kampung.

26. Pusat pelayanan lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar kampung.

27. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

28. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

29. Peran masyarakat adalah

partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang..

(6)

30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Teluk Wondama dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

3. TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 3.1 Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten Teluk Wondama bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Teluk Wondama yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui pengembangan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan.

Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten Teluk Wondama bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Teluk Wondama yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui pengembangan potensi bahari yang berwawasan lingkungan dan mitigasi bencana.

• Sektor perikanan memiliki peran penting selain pariwisata. • Aspek mitigasi bencana perlu diakomodasi mengingat wilayah Kab. Teluk Wondama yang rawan terhadap bencana. 3.2 Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 3

Kebijakan penataan ruang Kabupaten Teluk Wondama, terdiri atas : a. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan secara terintegrasi; b. pengembangan sistem interaksi ruang inter wilayah/kabupaten

dan antar distrik terutama pada sektor perhubungan dan prasarana wilayah;

c. pelestarian lingkungan dengan pemantapan kawasan yang berfungsi lindung;

d. pemanfaatan kawasan budidaya secara berdaya guna dan berhasil guna;

e. pengembangan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan; dan

Pasal 3

(1)Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.

(2)Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Teluk Wondama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi;

a. pengembangan

pusat-pusat kegiatan secara terintegrasi;

b. pengembangan sarana

prasarana yang berwawasan mitigasi bencana;

c. pelestarian dan

pemantapan kawasan berfungsi lindung;

d. pemanfaatan kawasan

(7)

f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

kerawanan terhadap bencana;

e. pengembangan

potensi bahari berbasis sektor perikanan dan sektor pariwisata;

f. peningkatan fungsi

kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.

3.3 Strategi Penataan Ruang Pasal 4

(1)Strategi pengembangan pusat-pusat kegiatan secara terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas:

a. meningkatkan peran perkotaan Rasiei sebagai PKL;

b. mendorong pertumbuhan perkotaan Aisandami dan Windesi sebagai calon PKL;

c. mendorong pertumbuhan pusat-pusat kegiatan kawasan dan pusat-pusat kegiatan lingkungan sebagai pusat pelayanan internal Kabupaten; dan

d. mengembangkan sarana dan prasarana dalam rangka menunjang kegiatan di dalam dan antar pusat-pusat kegiatan.

(2) Strategi pengembangan sistem interaksi ruang inter wilayah/kabupaten dan antar distrik terutama pada sektor perhubungan dan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :

a. mengembangkan sistem transportasi baik udara, laut dan darat yang terpadu;

b. mengembangkan prasarana transportasi udara khususnya sebagai penghubung antara Kabupaten Teluk Wondama dengan wilayah lain di luar Kabupaten terutama kota-kota yang memiliki fungsi strategis dalam skala provinsi maupun nasional antara lain Manokwari, Biak dan Jayapura serta maupun kota lainnya;

c. mengembangkan prasarana transportasi darat yang berfungsi sebagai penghubung pusat-pusat, pusat – sub pusat maupun sub pusat dan wilayah hinterlandnya dalam Kabupaten Teluk Wondama serta penghubung ke wilayah

Pasal 4

(1)Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

(2)Pengembangan pusat-pusat kegiatan secara terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dengan strategi meliputi:

a. Meningkatkan peran ibukota kabupaten

b. Mendorong perkembangan pusat-pusat kegiatan; c. Mengembangkan sarana dan prasarana.

d. Mengembangkan sistem transportasi terpadu; (3)Pengembangan sarana prasarana mitigasi bencana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi :

a. Pengembangan sarana prasarana pengendalian banjir dan tsunami;

b. Peningkatan kesiapsiagaan dengan pengadaan ruang dan jalur evakuasi bencana; dan

c. Pengembangan sistem peringatan dini yang disertai sosialisasi serta edukasi bencana terhadap masyarakat.

(4)Pelestarian dan pemantapan kawasan berfungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dengan strategi meliputi:

a. Mengendalikan kegiatan budidaya di kawasan lindung;

b. Mempertahankan fungsi lindung;

c. Menetapkan dan mengendalikan kegiatan di kawasan rawan bencana

(5)Pemanfaatan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek kerawanan terhadap bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat

(8)

lain di luar Kabupaten yang secara geografis dapat dilalui transportasi darat;

d. mengembangkan prasarana transportasi laut yang berfungsi sebagai penghubung pusat-pusat, pusat-sub pusat maupun wilayah hinterlandnya dalam Kabupaten Teluk Wondama serta sebagai penghubung alternatif ke wilayah lain di luar Kabupaten terutama kota-kota yang memiliki fungsi strategis dalam skala propinsi maupun nasional;

e. mengembangkan prasarana wilayah lainnya yang meliputi prasarana pendukung kegiatan sosial budaya masyarakat serta pendukung kegiatan perekonomian; dan

f. mengembangkan prasarana wilayah disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat, memiliki tingkat pelayanan yang sesuai baik untuk pusat maupun sub pusat, serta dengan kebutuhan bagi pengembangan ekonominya. (3) Strategi pelestarian lingkungan dengan pemantapan kawasan yang berfungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :

a. memantapkan keberadaan dan fungsi kawasan lindung yang sudah ada;

b. melakukan pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di hutan lindung agar tidak mengganggu fungsi lindung;

c. pencegahan terhadap kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d. mengembalikan fungsi lindung pada area yang mengalami kerusakan dengan cara rehabilitasi dan konservasi;

e. memanfaatkan potensi hutan lindung sesuai dengan perundang-undangan yang ada yaitu untuk pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu;

f. mencegah adanya kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai yaitu dengan lebar proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; g. mengendalikan kegiatan di sekitar sempadan pantai

(2) huruf d dengan strategi meliputi:

a. Mempertahankan fungsi dan kondisi hutan produksi yang ada;

b. Mengembangkan pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat;

c. Mengembangkan penataan kawasan permukiman yang sadar terhadap bencana; d. Memanfaatkan potensi sumber daya alam secara

berkelanjutan.

e. Mengendalikan perkembangan koridor jalan arteri primer;

f. Mengendalikan perkembangan koridor kawasan pesisir dan kota-kota pantai;

(6)Pengembangan potensi bahari berbasis perikanan dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dengan strategi meliputi:

a. Mengembangkan sarana dan prasarana penunjang produksi perikanan;

b. Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil perikanan;

c. Memanfaatkan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan;

d. Mengembangkan kawasan-kawasan wisata bahari dengan meningkatkan potensi keunikan kampung-kampung nelayan dan meminimalisir kerusakan lingkungan;

e. Mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata;

(7) Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf k dengan strategi meliputi: a. mendukung fungsi pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan kegiatan budidaya secara

selektif di dalam dan di sekitar kawasan fungsi pertahanan dan keamanan; dan

c. menjaga dan memelihara aset pertahanan dan keamanan.

(9)

terhadap perusakan alamiah;

h. mencegah adanya kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai serta alirannya;

i. mengamankan daerah aliran sungai (DAS);

j. melindungi biota, ekosistem, gejala, dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya;

k. melakukan pengelolaan kawasan suaka alam yang terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan wisata, sesuai dengan ketentuan perlindungan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan;

l. melarang adanya kegiatan budidaya apapun pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional; dan

m. mengembalikan kondisi kawasan suaka alam dan cagar budaya yang rusak sesuai fungsinya antara lain dengan melakukan reboisasi dan rehabilitasi.

(4) Strategi pemanfaatan kawasan budidaya secara berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas :

a. mempertahankan fungsi dan kondisi hutan produksi yang ada;

b. memanfaatkan potensi hutan produksi diutamakan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan non kayu;

c. mengembalikan kerusakan hutan produksi yang ada dengan reboisasi dan rehabilitasi;

d. mempertahankan peruntukan pertanian dan perkebunan yang ada khususnya untuk komoditas pertanian lahan kering;

e. mengembangkan kawasan peruntukan pertanian dan perkebunan yang baru khususnya untuk mendukung pengembangan kawasan permukiman perdesaan.

f. mengembangkan pusat kegiatan perikanan pada lokasi yang memiliki jangkauan ke sumber daya perikanan, dan memiliki kemudahan akses ke pasar;

(10)

khususnya untuk mendukung pengembangan industri pengolahan perikanan;

h. mengembangkan sistem pusat permukiman Kabupaten yang memiliki pola keterkaitan antar pusat permukiman;

i. memanfaatkan potensi sumber daya alam khususnya batu bara secara terkendali dengan memperhatikan status fungsi hutan;

j. mengembangkan pusat pelayanan sektor pertambangan dan permukiman di kawasan penambangan;

k. mengembangkan aksesibilitas ke dan dari lokasi penambangan; dan

l. mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan dengan upaya pengendalian dan pengawasan yang ketat.

(5) Strategi pengembangan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e terdiri atas:

a. mengembangkan kegiatan pariwisata yang memanfaatkan potensi alam khususnya kegiatan wisata bahari;

b. mengembangkan pusat kegiatan pariwisata pada lokasi yang memiliki jangkauan ke lokasi–lokasi wisata yang ada;

c. mengembangkan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata pada pusat kegiatan pariwisata dan lokasi–lokasi wisata sesuai dengan kebutuhannya;

d. mengembangkan sistem prasarana transportasi untuk mempermudah aksesibilitas ke lokasi wisata dari luar wilayah Kabupaten;

e. mengembangkan sistem prasarana transportasi untuk menghubungkan antar lokasi wisata dalam Kabupaten;

f. mengembangkan kegiatan-kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan; dan

g. menjaga kelestarian kawasan-kawasan pariwisata alam yang rawan terjadi degradasi lingkungan.

h. Melakukan kerjasama antar daerah dalam rangka pengembangan pariwisata.

(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f

(11)

terdiri atas :

a. mengembangkan kawasan lindung dan / atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar aset-aset pertahanan dan keamanan;

b.

mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar aset-aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan

c.

turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

4. RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang, meliputi: a. pusat-pusat kegiatan;

b.sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten terdiri atas:

a. sistem pusat kegiatan; dan

b.sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten. (2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten

digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

4.1 Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 6

Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. sistem perkotaan; dan b. sistem perdesaan. 4.1.1 Sistem Perkotaan a. PKN a. PKW b. PKL Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1), terdiri atas:

a. PKL; b. PKLp; c. PPK; dan

Pasal 7

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:

a. PKL Rasiei di Distrik Rasiei sebagai pusat pelayanan skala kabupaten;

b.PKLp terdiri dari:

(12)

d. PPL.

(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Rasiei di Distrik Rasiei.

(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Aisandami di Distrik Teluk Duairi dan Windesi di Distrik Windesi.

2. Windesi di Distrik Windesi. 3. Naikere Baru di Distrik Naikere

c. PKSN d. PPK

(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu Yembekiri di Distrik Rumberpon dan Sabubar di Distrik Wamesa.

Pasal 7

c. PPK sebagai pusat pelayanan kecamatan meliputi:

1. Yembekiri di Distrik Rumberpon dan 2. Sabubar di Distrik Wamesa.

3. Wasior di Distrik Wasior

4. Wondiboi di Distrik Wasior Selatan; 5. Werabur di Distrik Nikiwar;

6. Yomber di Distrik Roswar;

7. Nanimori di Distrik Kuri Wamesa; 8. Kaprus di Distrik Soug Wepu; dan 9. Yende di Distrik Roon.

4.1.2 Sistem Perdesaan

(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. Wondiboi di Distrik Wasior Selatan;

b. Wosimo di Distrik Naikere; c. Werabur di Distrik Nikiwar; d. Waprak di Distrik Roswar;

e. Ambumi di Distrik Kuri Wamesa; f. Kaprus di Distrik Soug Wepu; dan g. Yende di Distrik Roon.

Pasal 7

(2) Sistem perdesaan dimaksud dalam Pasal 6 huruf b berupa Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi:

a. kampung Dusner di Distrik Kuriwamesa; b. kampung Ambumi di Distrik Kuriwamesa; c. kampung Werianggi di Distrik Nikiwar d. kampung Waprak di Distrik Roswar e. kampung Sandey di Distrik Windesi; f. kampung Ambuar di Distrik Wamesa; g. kampung Yariyari di Distrik Rumberpon; h. kampung Yomakaan di Distrik Rumberpon; i. kampung Reyo di Disrik Sougwepu;

j. kampung Senderawoi di Distrik Rasiey; k. kampung Sobei di Distrik Teluk Duairi; l. kampung Wosimo di Distrik Naikere;

(13)

m. kampung Undurara di Distrik Naikere; n. kampung Oyaa di Distrik Naikere; o. kampung Yawore di Distrik Naikere. 4.2 Sistem Jaringan Prasarana

Pasal 8

Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. sistem prasarana utama; dan b. sistem prasarana lainnya. 1.Sistem Prasarana Utama

Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara.

Pasal 9

Sistem prasarana utama di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas:

a. jaringan transportasi darat;

b. jaringan transportasi perkeretaapian; c. jaringan transportasi laut; dan

d. jaringan transportasi udara. a. Sistem Jaringan Transpotasi Darat

1) Jaringan jalan

Pasal 8

(1) Sistem jaringan prasarana transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas:

a. jaringan jalan;

b.jaringan prasarana lalu lintas; dan c. jaringan layanan lalu lintas.

(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan strategis nasional rencana, yaitu ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Manokwari dengan Kabupaten Teluk Wondama melalui Distrik Sougwepu, Distrik Nikiwar, Distrik Windesi, Distrik Kuri Wamesa, Distrik Naikere dan Distrik Rasiei. Ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana, dan ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Teluk Wondama dengan Kabupaten Teluk Bintuni.

b. jaringan jalan kolektor sekunder, yaitu ruas jalan dari Rasiei

Pasal 10

(1) Jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas:

a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan b. jaringan transportasi sungai, danau, dan

penyeberangan.

(2) Jaringan lalu lintas dari angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan; dan

c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

(3) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten; b.jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;

(14)

ke Wasior; dan

c. jaringan jalan lokal, yaitu ruas jalan dari Wasior – Aisandami.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. terminal penumpang tipe C di Rasiei; b. sub terminal di Sendrawoy;

c. Sub terminal di Naikere; d. Sub terminal di Windesi.

(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu trayek angkutan penumpang yang melayani :

a. Rasiei – Tandia – Sendrawoy; b. Sendrawoy – Naikere;

c. Rasiei – Sobey – Aisandami; d. Windesi – Werianggi – Werabur; e. Windesi – Werianggi – Idoor.

c. jaringan jalan kabupaten.

(4) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi :

a.jalan arteri primer, yaitu ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Manokwari dengan Kabupaten Teluk Wondama melalui Distrik Sougwepu, Distrik Nikiwar, Distrik Windesi, Distrik Kuri Wamesa, Distrik Naikere dan Distrik Rasiei.

b. Jalan kolektor primer, yaitu ruas jalan yang menghubungkan Kab. Teluk Wondama (Windesi) – Kab. Teluk Bintuni (Babo) – Kab. Fakfak (Fakfak)

(5) Jaringan jalan provinsi pada wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c berupa jalan kolektor sekunder yaitu ruas jalan yang menghubungkan Kab. Teluk Wondama dengan Kab. Kaimana.

(6) Jaringan jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa jalan lokal primer yang menghubungkan Rasiei-Wasior-Aisandami.

(7) penetapan sistem jaringan jalan sekunder pada rencana tata ruang detail.

(8) Jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa terminal, meliputi:

c. terminal penumpang tipe C di Rasiei; d. sub terminal di Sendrawoy; e. Sub terminal di Naikere;

f. Sub terminal di Windesi.

(9) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa pengembangan rute trayek angkutan kota meliputi:

a. Rasiei – Tandia – Sendrawoy; b. Sendrawoy – Naikere;

c. Rasiei – Sobey – Aisandami; d. Windesi – Werianggi – Werabur; e. Windesi – Werianggi – Idoor.

(10) Jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(15)

(1) huruf b berupa pelabuahan penyeberangan meliputi:

a.Pelabuhan Aisandami di Distrik Teluk Duairi.

b. Pelabuhan Yende di Distrik Roon

c. Pelabuhan Dusner di Distrik Kuri Wamesa d. Pelabuhan Ambuar di Distrik Wamesa e. Pelabuhan Waprak di Distrik Roswar f. Pelabuhan Kaprus di Distrik Soug Wepu g.Pelabuhan Yomber di Distrik Rumberpon 2) Jaringan jalur kereta api

Pasal 11

(1) Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:

a. prasarana kereta api; b. sarana kereta api; dan c. pelayanan kereta api.

(2) prasarana kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa penyediaan jaringan kereta api yang melewati distrik Soug Wepu, distrik Wamesa, distrik Windesi, distrik Kuri Wamesa, dan distrik Naikere.

(3) sarana kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa penyediaan stasiun kereta api di Kaprus, Sabubar, Windesi, Nanimori, dan Naikere

(4) pelayanan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. penyediaan akses terhadap layanan kereta api; dan

b. jaminan keselamatan dan kenyamanan penumpang.

Sebaiknya memasukan

rencana jaringan kereta api sesuai RTRWN.

b. Sistem Jaringan Transportasi Laut 1) Tatanan kepelabuhan

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:

a. tatanan kepelabuhan; dan

Pasal 12

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:

(16)

b. alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Pelabuhan Wasior dan Pelabuhan Windesi yang merupakan pelabuhan pengumpul; dan

b. rencana pengembangan Pelabuhan Ambumi sebagai pelabuhan pengumpan.

a. tatanan kepelabuhan; dan b. alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Pelabuhan Wasior dan

Pelabuhan Windesi merupakan pelabuhan nasional yang berperan sebagai pelabuhan utama tersier; dan

b. Rencana Pelabuhan Ambumi sebagai pelabuhan lokal yang berperan sebagai pelabuhan pengumpan.

2) Alur pelayaran

(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Wasior – Windesi – Sabubar – Kaprus – Yembekiri - Kabupaten Manokwari;

b. Wasior – Kabupaten Manokwari; c. Wasior – Roon - Kabupaten Nabire; d. Wasior – Roon – Kabupaten manokwari.

(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Wasior – Windesi – Sabubar – Kaprus – Yembekiri - Kabupaten Manokwari;

b. Wasior – Kabupaten Manokwari; c. Wasior – Roon - Kabupaten Nabire; d. Wasior – Roon – Kabupaten manokwari c. Sistem Jaringan Transpotasi Udara

1) Tatanan kebandarudaraan Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, terdiri atas:

a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu bandar udara pengumpan di Wasior.

Pasal 13

(1)Jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d meliputi:

a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa optimalisasi Bandar Udara pengumpan di Wasior.

(17)

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara..

Pasal 13

(3)Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan meliputi:

1. kawasan pendekatan dan lepas landas; 2. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; 3. kawasan di bawah permukaan horizontal; 4. kawasan di bawah permukaan horizontal luar; 5. kawasan di bawah permukaan kerucut;

6. kawasan di bawah permukaan transisi; dan 7. kawasan di sekitar penempatan alat bantu

navigasi udara.

b. penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

2.Sistem Prasarana Lainnya Pasal 11

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Pasal 14

Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimasud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. sistem jaringan energi;

b.sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

a. Sistem Jaringan Energi Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a yaitu berupa pembangkit listrik dan jaringan transmisi tenaga listrik.

Pasal 15

(1)Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri atas:

a. transmisi tenaga listrik; b. tenaga listrik; dan c. energi alternatif. 1)Transmisi tenaga listrik

(2) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara lokal menuju pusat-pusat permukiman.

Pasal 15

(2) Transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa secara pengembangan lokal menuju pusat-pusat permukiman.

(18)

(3) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu berupa pembangkit listrik tenaga diesel, pembangkit listrik tenaga air dan pembangkit listrik tenaga surya terpusat yang dikembangkan di seluruh distrik.

Pasal 15

(3) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu meliputi : a. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di

Wasior,

b. Pembangkit listrik tenaga air dan pembangkit listrik tenaga surya terpusat yang dikembangkan di seluruh distrik.

3) Energi alternatif

b. Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 13

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, yaitu berupa sistem jaringan terrestrial dan nirkabel;

Pasal 16

(1)Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri atas:

a. jaringan terrestrial atau kabel; dan b. nirkabel.

1)Jaringan Terrestrial/Kabel

(2) Sistem jaringan terrestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di Rasiei.

Pasal 16

(2) Jaringan terrestrial atau kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pengembangan jaringan kabel di Rasiei. 2)Jaringan Nirkabel

(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu berupa pengembangan menara base transceiver system (BTS) untuk jaringan telepon seluler di seluruh ibukota distrik.

Pasal 16

(3)Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pengembangan menara telekomunikasi bersama antar berbagai operator telepon genggam di setiap ibukota distrik;

b. gelombang radio untuk komunikasi di setiap ibukota distrik; dan

c. pengembangan teknologi informasi kawasan. c. Sistem Jaringan Sumber Daya Air

1) Wilayah sungai lintas negara 2) Wilayah sungai lintas provinsi 3) Wilayah sungai lintas kabupaten 4) Wilayah sungai strategis nasional 5) Jaringan Sumber Daya Air

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c terdiri atas;

Pasal 17

(19)

a. prasarana air baku untuk air bersih;

b. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan c. sistem pengendalian banjir dan pengamanan pantai. (2) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a yaitu dengan memanfaatkan sumber air sungai yang melalui wilayah Kabupaten.

(3) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan secara lokal menuju pusat-pusat permukiman.

(4) Sistem pengendalian banjir dan pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. pengendalian struktural melalui kegiatan rekayasa teknis

dalam penyediaan prasarana dan sarana penanggulangan banjir; dan

b.pengendalian non struktural melalui pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing dan sistem peringatan dini.

dimaksud dalam Pasal 14 huruf c terdiri atas: a. Wilayah Sungai (WS);

b. Jaringan irigasi;

c. Jaringan air baku untuk air minum;

d. Jaringan air minum ke kelompok pengguna;dan e. Pengembangan sistem pengendali banjir.

(2) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah WS Kamundan-Sebyar dengan sungai-sungai yang melintasi Kabupaten meliputi:

1.Sungai Wosimi.

2.Sungai Wonggema; dan 3.Sungai Nanimori 4. Sungai Mawoi; 5. Sungai Rado; 6. Sungai Sanduai; 7. Sungai Anggris; 8. Sungai Miei; 9. Sungai Manggurai; 10. Sungai ...; 11. Sungai ...;

(3) JaringanIrigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan untuk melayani kawasan pertanian di Distrik Naikere dengan memanfaatkan S. Wosimi dan S. Wonggema.

(4)Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu dengan memanfaatkan sumber air sungai yang melalui wilayah Kabupaten.

(5)Jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikembangkan secara lokal atau komunal menuju pusat-pusat permukiman.

(6) Pengembangan sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. Pembangunan saluran run-off di daerah hulu sungai yang berpotensi menyebabkan banjir bandang

b. Pembangunan tanggul untuk melindungi kawasan permukiman;

(20)

d. Perluasan dan pengukuhan areal sempadan sungai;

e. Penghijauan sempadan sungai dengan vegetasi tanaman keras yang produktif;

f. Pemantauan secara berkala kondisi sungai-sungai yang berpotensi menyebabkan banjir bandang.

g. Pengukuhan dan penghijauan sempadan pantai untuk mengantisipasi potensi tsunami dan abrasi pantai.

h. Pengembangan sistem peringatan dini dalam mengantisipasi bencana banjir bandang maupun tsunami.

d. Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 15

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas:

a. sistem jaringan persampahan; b. sistem jaringan air minum; dan c. sistem jaringan drainase;

(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui penimbunan saniter (sanitary landfill), pembakaran (incineration), pembuatan kompos (composting), pemanfaatan ulang (recycling), dan pengelolaan dengan pola reduce, reuse, dan recycle.

(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikelola secara lokal dengan memanfaatkan sumber-sumber air.

(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dikembangkan dengan menggunakan sistem on

site, meliputi tangki septiktank, sumur resapan, dan cubluk

dengan leher angsa.

(5) Semua jaringan drainase kota system terbuka tidak diarahkan langsung masuk ke sungai tetapi dibuat saluran tersendiri untuk mengalirkan air limbah ke laut setelah melalui bak-bak penyaring, sehingga limbah padat dan limbah beracun tidak mencemari laut.

Pasal 18

(1) Sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d terdiri atas:

a. sistem jaringan persampahan; b. sistem pengelolaan limbah;

c. sistem jalur dan ruang evakuasi bencana; dan d. sistem jaringan prasarana kabupaten lainnya. (2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Tempat Penampungan Sementara ditempatkan di setiap pusat-pusat kegiatan.

b. pengembangan TPA di Distrik Rasiei.

c. pengembangan penyediaan sarana prasarana pengolahan sampah; dan

d. koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

(3)Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Sistem individu dengan menggunakan tangki septik individu di masing-masing rumah tangga. b. Sistem komunal dengan menggunakan tangki

septik komunal di setiap pusat-pusat kegiatan. (4) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Penyediaan jalur evakuasi meliputi:

(21)

1. Jalur evakuasi bencana gerakan tanah tinggi meliputi:

a) Distrik Soug Wepu b) Distrik Wamesa c) Distrik Nikiwar d) Distrik Windesi e) Distrik Kuri Wamesa f) Distrik Rasiei

g) Distrik Wondiboy h) Distrik Wasior i) Distrik Teluk Duairi

2. Jalur evakuasi bencana gempa bumi meliputi seluruh kawasan permukiman di seluruh distrik;

3. Jalur evakuasi bencana banjir meliputi: a) Distrik Soug Wepu

b) Distrik Wamesa c) Distrik Nikiwar d) Distrik Windesi e) Distrik Kuri Wamesa f) Distrik Naikere g) Distrik Rasiei h) Distrik Wondiboy i) Distrik Wasior j) Distrik Teluk Duairi

4. Jalur evakuasi bencana tsunami meliputi seluruh kawasan permukiman di seluruh distrik.

b. Penyediaan ruang evakuasi bencana meliputi: 1. lapangan olahraga atau lapangan terbuka; 2. fasilitas umum dan sosial meliputi:

a) gedung sekolah;

b) rumah sakit atau gedung kesehatan lainnya;

c) kantor pemerintah; dan d) terminal.

c. Lokasi ruang evakuasi dan jalur evakuasi bencana diatur lebih lanjut pada Peraturan Daerah mengenai rencana rinci kawasan.

(22)

Pasal 15

(1) Rencana pola ruang wilayah, terdiri atas: a. kawasan lindung; dan

b. kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

OK

Pasal 15 -> Pasal 19

Kawasan Lindung

Pasal 16

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, terdiri atas:

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan perlindungan setempat;

c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; dan

e. kawasan lindung lainnya.

Kawasan Lindung

Pasal 20

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahan;

b. kawasan hutan lindung;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan

e. kawasan rawan bencana alam;

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahan

Pasal 21

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a berupa kawasan resapan air terletak di seluruh Pegunungan Wondiboy dan bukit-bukit di Distrik Teluk Duairi, Rumberpon, Roswar, Roon, Wasior, Wondiboy, Rasiei, Soug Wepu, Wamesa, Nikiwar, Windesi, Kuri Wamesa, dan Naikere seluas ... Ha

(23)

Kawasan Hutan Lindung

Pasal 17

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a terletak di bagian selatan Distrik Rasiei seluas kurang lebih 22.995 ha, dan sepanjang garis pantai di Distrik Soug Jaya, Distrik Wamesa, Distrik Nikwar, Distrik Windesi, dan Distrik Rumberpon seluas kurang lebih 84.700 ha.

OK

Pasal 17 -> Pasal 22

Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 18

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, terdiri atas:

a. kawasan sempadan pantai; dan b. kawasan sempadan sungai;

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di sepanjang pantai Kabupaten Teluk Wondama seluas kurang lebih 7.708 ha, dengan ketentuan daratan:

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. (3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b terdapat di sepanjang sungai-sungai di Kabupaten Teluk Wondama seluas kurang lebih 26.470 ha, dengan ketentuan:

a. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 100 meter dari tepi sungai;

b. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 50

Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 23

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, terdiri atas:

c. kawasan sempadan pantai; dan d. kawasan sempadan sungai;

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di sepanjang pantai Kabupaten Teluk Wondama seluas kurang lebih 7.708 ha, dengan ketentuan daratan:

c. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

d. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di sepanjang sungai-sungai di Kabupaten Teluk Wondama seluas kurang lebih ... ha, dengan ketentuan:

(24)

meter dari tepi sungai; dan

c. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar minimal 15 meter dari kaki tanggul sebelah luar.

bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 200 meter dari tepi sungai;

e. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 100 meter dari tepi sungai;

f. daratan sepanjang tepian sungai besar di dalam kawasan permukiman dengan lebar minimal 200 meter dari tepi sungai; dan g. daratan sepanjang tepian anak sungai di

dalam kawasan permukiman dengan lebar minimal 100 meter dari tepi sungai;

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 19

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, meliputi: a. kawasan cagar alam;

b. kawasan pantai berhutan bakau; dan c. kawasan taman nasional.

(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Pegunungan Wondiboy seluas kurang lebih 74.030 ha meliputi Distrik Teluk Duairi Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, dan Distrik Rasiei.

(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat, di perbatasan Distrik Wasior, Distrik Kurimesa, dan Distrik Naikere seluas kurang lebih 21.160 ha. (4) Kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c, terdapat di Kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih termasuk didalamnya hutan suaka alam di Pulau Roon seluas kurang lebih 5.669 ha dan Pulau Rumberpon seluas kurang lebih 6.157 ha.

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 24

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, meliputi:

a. kawasan cagar alam;

b. kawasan pantai berhutan bakau; c. kawasan taman nasional; dan d. Kawasan cagar budaya

(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Pegunungan Wondiboy seluas kurang lebih 74.030 ha meliputi Distrik Teluk Duairi Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, dan Distrik Rasiei.

(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat, di perbatasan Distrik Wasior, Distrik Kuriwamesa, dan Distrik Naikere seluas kurang lebih 21.160 ha.

(25)

pada ayat (1) huruf c, terdapat di Kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih termasuk didalamnya hutan suaka alam di Pulau Roon seluas kurang lebih 5.669 ha dan Pulau Rumberpon seluas kurang lebih 6.157 ha.

(5) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, meliputi :

a. Kawasan Perguruan Injil di Bukit Aitumeri, Distrik Wasior;

b.Gua Bersejarah Suku Numfor di Pulau Mioswar, Distrik Wamesa; dan

c. Perkampungan Air dan Gereja Tua di Desa Yende, Distrik Roon.

Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 20

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, terdiri atas:

a. kawasan rawan bencana gempa bumi; b. kawasan rawan bencana longsor; c. kawasan rawan bencana banjir; dan d. kawasan rawan bencana tsunami.

(2) Kawasan rawan bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Teluk Wondama.

(3) Kawasan rawan bencana tanah longsor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Windesi, Distrik Rasiei, Distrik Wondiboi, Distrik Wasior dan Distrik Teluk Duairi

(4) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Teluk Duairi, Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, Distrik Rasiei, Distrik Naikere dan Distrik Windesi.

(5) Kawasan rawan bencana tsunami berada pada kawasan pesisir pantai dan pulau-pulau.

Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 25

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, terdiri atas: a. kawasan rawan bencana gempa bumi; b. kawasan rawan bencana longsor; c. kawasan rawan bencana banjir; dan d. kawasan rawan bencana tsunami.

(2) Kawasan rawan bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Teluk Wondama.

(3) Kawasan rawan bencana tanah longsor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdapat di sebagian besar wilayah Distrik Windesi, Distrik Rasiei, Distrik Wondiboi, Distrik Wasior dan Distrik Teluk Duairi

(4) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdapat di sebagian besar wilayah Distrik Teluk Duairi, Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, Distrik Rasiei,

(26)

Distrik Naikere dan Distrik Windesi.

(5) Kawasan rawan bencana tsunami berada pada kawasan pesisir pantai dan pulau-pulau.

Kawasan Budidaya

Pasal 21

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, terdiri atas:

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata; dan g. kawasan peruntukan permukiman.

OK

Pasal 21 -> Pasal 26

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 22

Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdapat di Distrik Soug Jaya, Wamesa, Nikwar, Windesi, Kuramesa, dan Naikere dengan luas kurang lebih 347.900 ha.

Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 23

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, terdiri atas:

a. kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan; b. kawasan perkebunan; dan

c. kawasan peternakan.

(27)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Distrik Duari, Distrik Rasiei, Distrik Kuramesa, dan Distrik Naikere dengan luas kurang lebih 49.010 ha.

(3) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Distrik Duari, Distrik Rasiei, Distrik Kuramesa, dan Distrik Naikere dengan jenis komoditi tanaman kakao, kopi, kelapa, dan melinjo seluas kurang lebih 39.380 ha.

(4) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di setiap distrik.

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 24

(1). Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, terdiri atas:

a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; dan b. kawasan peruntukan pengolahan perikanan.

(2). Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terletak di antara Pulau Papua dan Pulau Mioswaar.

(3). Kawasan peruntukan pengolahan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terletak di Distrik Windesi.

Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 25

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, yaitu berupa kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Emas (Au) tersebar sepanjang Teluk Wondama dengan jenis batuan terdiri atas batuan plutonik granit dan diorite, batuan vulkanik rhyolit, metamorf gneiss, sekis mika dan sedimen batu gamping. Penyebaran Perak (Ag) tersebar di Pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior, dan Rasiei. Tembaga (Cu) tersebar di Pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior dan Rasiei. Timbal (Pb) tersebar di pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior, Wondiboi, Ambumi dan Roswar. Nikel (Ni)

(28)

tersebar di Pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior, Rasiei. Mineral Zirkon (Zr) tersebar di Pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior, Wodiboi, Rasiei. Mineral Titan (Ti) tersebar di Pulau Roon, Sobei, Rado, Wasior dan Rasiei.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di Distrik Wamesa, Distrik Nikiwar, Distrik Windesi, Distrik Kuramesa.

Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 26

Kawasan peruntukan industri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37 huruf e, yaitu industri rumah tangga yang terdapat di setiap distrik dan industri pengolahan hasil pertanian di Distrik Wasior.

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 27

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f, terdiri atas:

a. kawasan peruntukan pariwisata budaya; dan b. kawasan peruntukan pariwisata alam.

(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan wisata bersejarah Bukit Aitumeri di Miei, Roon, Roswar, Windesi, Iriati dan Kaibi.

(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Taman Nasional Laut Cenderawasih, Pulau Rumberpon, Pulau Nusrowi, Pulau Nukusa, Pulau Mioswar, Pulau Roon, Pulau Yoop, dan Bukit Aitumeri.

(29)

Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf g terdiri atas:

a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu pada seluruh ibukota distrik.

(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu pada setiap perkampungan.

5. PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 28

(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Teluk Wondama, terdiri atas:

a. kawasan strategis provinsi; dan b. kawasan strategis kabupaten.

(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 29

Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yaitu Kaimana – Wondama – Bintuni – Manokwari.

Pasal 30

(1) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

(30)

kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. (2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan pusat pelayanan, meliputi Distrik Rasiei, Wasior,

dan Kuri Wamesa;

b. kawasan strategis pusat wisata bahari yang terletak di Distrik Nikiwar; Distrik Roon, Distrik Rumberpon, Distrik Roswar, Distrik Windesi, Distrik Teluk Duairi, dan Distrik Wamesa.

c. kawasan strategis pusat niaga dan industri pengolahan pendukung sektor perikanan dan pertambangan yang terletak di Distrik Windesi.

(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Kawasan Bukit Aitumeri di Miei, Roon, Roswar, Windesi, Iriati dan Kaibi. (4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya

dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu :

a. kawasan hutan suaka alam dan wisata di Distrik Rasiei, Distrik Wondiboi, Distrik Wasior, dan Distrik Teluk Duairi. b. kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih. 6. ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 31

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.

(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.

(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(31)

Pasal 32

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.

(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

7. KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 33

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.

(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi.

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 34

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;

(32)

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas :

1. kawasan sekitar prasarana transportasi; 2. kawasan sekitar prasarana energi;

3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan 4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air;

Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

Perizinan Pasal 35

(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Khusus untuk kawasan terdampak bencana banjir bandang, pemanfaatan ruang diberikan sesuai hasil kajian kawasan pada Distrik Teluk Duairi, Distrik Wasior, Distrik Wondiboi, Distrik Wondiboi dan Distrik Naikere.

Pasal 36

(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Teluk Wondama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. izin prinsip; b. izin lokasi;

c. izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan d. izin mendirikan bangunan;

(33)

– d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Ketentuan Insentif Dan Disinsentif

Pasal 37

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.

(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 38

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 39

(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dapat berupa:

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

(34)

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah .

(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dapat berupa:

a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau

pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Sanksi

Pasal 40

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.

(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;

b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;

d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;

f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, RTRW Pulau, serta RTRW Daerah/Kawasan yang lebih rinci serta arahan keterpaduan pengembangan infrastruktur wilayah.. Arahan

Mengetahui kesesuaian rencana tata ruang pada dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sorong Distrik Mayamuk dengan yang terlaksana di Distrik Mayamuk, 3).

Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bungo yang telah tersusun harapannya dapat diselaraskan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sehingga