• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tasawuf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tasawuf"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Sufisme

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (

bahasa Arab

: فوصت , ) adalah ilmu untuk mengetahui

bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta

untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud

(menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan

tradisi

mistisme

Islam

.

Tarekat

(pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan

Syiah

,

Sunni

, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi

[butuh rujukan]

. Pemikiran Sufi

muncul di

Timur Tengah

pada

abad ke-8

, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh

belahan dunia. Sufisme merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para

ahli sebagai bagian batin, dimensi mistis Islam; yang lain berpendapat bahwa sufisme adalah

filosofi perennial yang eksis sebelum kehadiran agama, ekspresi yang berkembang bersama

agama Islam.

[1]

Etimologi

Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata

itu berasal dari Suf (فوص), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang

dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian

dari wol. Ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan dalam

sholat. Suatu teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (

افص), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati

dan jiwa.

[2]

Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya

ilmu ketuhanan.

Sejarah paham

Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal

dari luar atau dari dalam

agama Islam

sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu

tasauf sangat lah membingungkan.

Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah

berkembang sebelum

Nabi Muhammad

menjadi Rasulullah

[3]

. Dan orang-orang Islam baru di

daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang

memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam,

hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan

keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu

dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka

selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana,

yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai

semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya

kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang

penganut paham tersebut disebut orang sufi.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi

Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl

(2)

al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham

tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad

[4]

.

Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat

Islam

pada zaman

Khalifah

Utsman bin Affan

dan

Ali bin Abi Thalib

, khususnya karena faktor

politik

.Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini

terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat

yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan

wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik diri dari

hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah

gerakan tasawuf yang di pelopori oleh

Hasan Al-Bashiri

pada abad kedua

Hijriyah

.

Kemudian diikuti oleh figur-figur lain seperti

Shafyan al-Tsauri

dan

Rabi’ah al-‘Adawiyah

.

[5]

Definisi Sufisme

Yaitu

paham mistik

dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran

Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).

Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B.

Van Haeringen).

Pendapat yang mengatakan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:

Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk

bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal,

yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi

disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari

keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995)

[6]

Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan

Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan

didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak

bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah,

atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.]

[7]

.

Sufi tidak lain adalah ajaran untuk mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut

dalam hadist) atau mencapai status muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada

ALLAH).

Tasawuf adalah penafsiran bathin (psikologis) dari ayat-ayat Quran seperti :

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain ALLAH

adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling

lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (Quran, 29:41). Dalam

Tasawuf, yang dimaksud pelindung dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara

psikologis, sebagaimana kita ketahui manusia banyak menggantungkan keberhargaan

dirinya kepada dunia (seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dll). Dalam Tasawuf,

keberhargaan diri hanya boleh digantungkan kepada ALLAH. Karena jika memang

mereka percaya ALLAH adalah yang paling kuat dan berharga, maka

(3)

dalam tareqahnya, seorang Sufi (penempuh Tasawuf) harus bisa menjadikan ALLAH

sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan penghargaan dirinya. Dalam istilah lain,

Tasawuf adalah ajaran untuk mencapai Tauhid secara bathin (psikologis).

Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen, Budha, dll

sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf sebagai sisi psikologis (bathin) dalam

ajaran Islam. Hal ini karena Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus

sepenuhnya baru dari ajaran yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam

ajaran-ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat status Tasawuf karena tentunya

harus ada garis merah antara agama-agama yang besar, karena kemungkinan besar

ajaran-ajaran tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran

yang mirip dengan Tasawuf sebagai sisi bathin (psikologis) dari ajaran Islam.

Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:

Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum

asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan

kesenangan). Dunia Kristen,

neo platonisme

, pengaruh Persi dan India ikut

menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J

Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).

(Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di

Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di

dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai

pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA

(J. Kramers Jz).

Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat

Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya

daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar,

dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama

yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan

mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang

ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad

2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam,

semisal orang India yang sebelumnya beragama

Hindu

, orang-orang Persi yang

sebelumnya beragama

Zoroaster

atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi)

tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih

terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan.

Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin luas mendapat

sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru

agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada

permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India

perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar

Aceh).

Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada

sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau

(4)

berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan ajaran Islam

walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur ajaran Islam. Dengan kata lain,

dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang

Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980)

[8]

.

Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka

mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut

dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan

bukan pula ilmu warisan dari

Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu

. Menurut Asy

Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi

periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar

dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka,

maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah

melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia

Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta

makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita

melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban

Nashrani

, Brahma

Hindu, ibadah

Yahudi

dan zuhud

Buddha

" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir,

hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc)

[9]

.

Tokoh tasawuf di Indonesia

Tokoh –tokoh yang memengaruhi tasawuf di

Indonesia

yaitu:

Syeikh ‘Abdullah Mubarok bin

Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya

,

Hamzah Al-Fasuri

,

Nurddin Ar-Raniri

,

Syekh Abdurrauf As-Sinkili

,

Syekh Yusuf Al-Makasari

dan

Shohibul

Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

,.

[10]

Adapun tokoh-tokoh

Tasawuf

yang

berpengaruh

di

Cirebon

[1]

diantaranya ialah Syekh

Syarif

Hidayatullah

atau yang lebih

populer

dengan sebutan

Sunan Gunungjati

,

Syekh Nurjati

,

guru

dari

Sunan Gunungjati

,

Syekh Abdullah Iman

atau yang terkenal dengan sebutan

Pangeran

Cakrabuana

,

Syekh Mulyani

atau yang terkenal dengan sebutan

Syekh Royani

yang

melahirkan para

ulama

di

Srengseng

, sebuah desa yang terkenal di

Kecamatan Krangkeng

,

Kabupaten

Indramayu

,

Mbah Kriyan

,

Syekh Tholhah

yang menjadi guru dari

Syeikh

'Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a.

, Syekh

Jauharul Arifin

pendiri

Pondok Pesantren

Al-Jauhariyah

Balerante

,

Palimanan

,

Kabupaten Cirebon

, dan

tokoh-tokoh

Cirebon

yang lain.

[11]

Contoh paham

Berikut contoh paham Sufi atau paham tasauf:

(5)

Empat tingkatan kedalaman beragama

Syari'at dalam perspektif faham

tasawuf

ada yang menggambarkannya dalam bagan Empat

Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam,

syariat

, tariqah atau

tarekat

,

hakikat

. Tingkatan

keempat,

ma'rifat

, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai

esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut.

Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai

tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika

seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama)

tarekat

, hal ini tidak berarti

bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami

hakikat

, maka ia tetap

melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan

syariat

dan

tarekat

.

Paham kesatuan wujud

Paham kesatuan wujud adalah paham yang dibawa oleh Ibnu Arabi pada abad ke-3 Hijriah.

Tokoh-tokohnya antara lain adalah Ibnu Arabi, Mansur al Hallaj, dan Jalaludin Rumi. Paham

ini ditolak oleh Al Ghazali dan Ibnu Taymiah.

Ketika tidak ada gerak bagimu untuk dirimu sendiri maka sempurna

yakinmu

, dan ketika

tidak ada

wujudmu

bagimu maka

sempurna

tauhidmu

.

[2]

Maknanya: ketika kamu

fana

dari

wujudmu

karena tidak adanya pandanganmu terhadap

wujudmu

sama sekali, dengan cara

kamu tidak melihat

wujud

bagi dirimu beserta

wujud

Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia,

maka sempuna

tauhidmu

. Hal itu, karena kamu telah menyatakan Gusti-mu dan kamu

mempertimbangkan pandanganmu didalamnya. Maka kamu melihat

wujudmu

, yaitu semua

amalmu

dari Allah swt sebagi

ciptaan

, maka ketika ini, kamu tidak melihat

wujud

kecuali

Allah

swt Yang Maha Agung dan Mulia. Maka ketika itu telah sempurna

tauhidmu

. Karena

hamba selagi melihat

wujud

dan amalnya sendiri, maka tidak sempurna tauhidnya menurut

para muwahhidiin muhaqqiqiin

para petauhid sempurna

. Karena dia masih melihat dirinya

dapat beramal yang amal itu keluar dari dirinya. Berbeda dengan muwahhidiin muhaqqiqiin

(para petauhid sempurna), dia (mereka) telah hilang dari wujud dirinya yang majazi dan rusak

dengan sebab wujud

Allah

swt yang Maha Ada yang kekal dan hakiki. Hal itu ketika

Allah

swt telah memberikan kenyataan padanya tentang

hakikat

-

hakikat

, lalu dia melihat dengan

cahaya

Tuhan

-nya yang telah dititipkan pada

relung

hatinya

, bahwa sesungguhnya

Allah

swt

telah mewujudkan dirinya dengan anugerah-NYA dan menolongnya dengan kasih-NYA,

(6)

kemudian dia tidak melihat dalam

wujud

selain

Allah

swt dan tidak melihat kasih selain

Allah

swt Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempurnalah

tauhidnya

.

[3]

Menurut

al-Banjari

, kaum

wujudiyyah

(orang-orang yang memahami tentang wahdatul

wujud) itu ada dua golongan:

wujudiyyah mulhid

dan

wujudiyyah muwahhid

.

wujudiyyah

mulhid

termasuk golongan yang sesat lagi

zindiq

.

Wujudiyyah muwahhid

, menurut dia,

“yaitu segala ahli sufi yang sebenarnya”, mereka dinamakan kaum

wujudiyyah

”karena

bicaranya dan perkataannya dan itikadnya itu pada wujud

Allah

”. Ia tidak menjelaskan isi

ajaran mereka, tetapi sebagai lawan dari

wujudiyyah mulhid

tadi,

wujudiyyah muwahhid

tentu tidak menganggap bahwa

Allah

tidak “tiada maujud melainkan di dalam kandungan

wujud segala makhluk”, atau “bahwa

Allah

itu ketahuan zat (esensi)-Nya nyata kaifiat-Nya

dari pada pihak ada. Ia waujud pada kharij dan pada

zaman

dan

makan

”, dan tidak pula

membenarkan pernyataan-pernyataan seumpama “tiada wujudku, hanya wujud

Allah

”, dan

sebagainya, yang mencerminkan pandagan

wujudiyyah mulhid

itu. Keterangan

al-Banjari

mengenai ajaran kaum

wujudiyyah mulhid

itu kelihatan sangat mirip dengan keterangan

ar-Raniri

, yang dalam abad sebelumnya menyanggah penganut-penganut di

Aceh

.

Berdasarkan penjelasan ini, pada dasarnya sama dengan ajaran

wahdah al-wujud

Ibnu Arabi

.

Ajaran ini juga memandang alam semesta ini sebagai penampakan lahir

Allah

dalam arti

bahwa

wujud yang hakiki

hanya

Allah

saja -alam semesta ini hanya bayangan- bayang-Nya.

Dari satu segi, ajaran ini kelihatan sama dengan ajaran

tauhid

tngkat tertinggi. Kedua ajaran

itu memandang bahwa

wujud yang hakiki

hanya satu-

Allah

, tetapi dari lain segi

wujudiyyah

muwahhid

dan

wihdah al-wujud

ini tidak sama dengan pandangan “bahwa yang ada hanya

Allah

” dalam ajaran yang terakhir ini hanya tercapai dalam keadaan yang disebut

fana

, yakni

terhapunya kesadaran akan wujud yang lain, sedang dalam ajaran

wihdah al-wujud

,

pandangan tersebut kelihatan sebagai hasil penafsiran atas

fenomena alam

yang serba

majemuk ini.

Di samping itu, pandangan

tauhid

tingkat tertinggi itu, nampaknya didasarkan atas asumsi

bahwa esensi

Allah

yang mutlak itu dapat dikenali secara langsung, tanpa melalui

penampakan lahir-Nya, asumsi ini dibantah oleh

Ibnu Arabi

, karena menurut dia

Allah

hanya

bisa dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (

Naskah Klasik

[4]

Keagamaan

Nusantara I Cerminan

Budaya

Bangsa

,

Departemen Agama RI

,

Badan Litbang Agama dan

Diklat Keagamaan

,

Puslitbang Lektur Keagamaan

, 2005: 49-50).

[5]

Tasawuf dan ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang pada zaman

Yunani

kuno diberi citra, bahkan diidentikkan dengan

filsafat

. Tasawuf sebagai ilmu juga diarahkan untuk kepentingan

agama

(

Kristiani

), baru

memperoleh sifat kemandiriannya semenjak adanya gerakan

Renaissance

dan

Aufklarung

.

Semenjak itu pula manusia merasa bebas, tidak mempunyai komitmen dengan apa atau

siapapun (agama, tradisi, sistem pemerintahan, otoritas politik dan lain sebagainya) selain

komitmen dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam menentukan

cara dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.

[12]

Kesenian sufi

Sufisme telah menyumbang cukup banyak puisi dalam

Bahasa Arab

,

Bahasa Turki

,

Bahasa

Farsi

,

Bahasa Kurdi

,

Bahasa Urdu

,

Bahasa Punjab

,

Bahasa Sindhi

, yang paling dikenal

(7)

mencakup karya dari

Jalal al-Din Muhammad Rumi

,

Abdul Qader Bedil

,

Bulleh Shah

,

Amir

Khusro

,

Shah Abdul Latif Bhittai

,

Sachal Sarmast

,

Sultan Bahu

, tradisi-tradisi dan tarian

persembahan seperti

Sama

dan musik seperti

Qawalli

.

Di Cirebon, kesenian yang berhubungan dengan Kesenian Sufi ini adalah

Brai

,

Gembyung

,

Terbang

,

Genjring Santri

, dan lainya. Kebanyakan Jenis Kesenian yang beredar di Cirebon

terkait dengan perkembangan paham tasawuf tersebut.

Beberapa buku yang telah di tulis oleh para seniman, budayawan, dan sejarahwan Cirebon

menguatkan anggapan ini. Buku-buku yang memuat tentang kesenian Cirebon yang berakar

pada ajaran tasawuf ini diantaranya adalah Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon yang

di tulis oleh

Rokhmin Dahuri dkk

pada tahun 2004 dan di cetak oleh

PNRI

. Selanjutnya buku

Deskripsi Kesenian Cirebon

yang di susun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kaupaten

Cirebon

yang salah satu anggota penyusunnya adalah Bapak

Kartani

. Dalam banyak

kesempatan

Kartani

selalu menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena media kesenian

sangat cocok untuk berdakwah pada saat itu

Mertasinga 2004

.

Jika seni dan kesenian dijadikan sebagai

media dakwah

, maka sangat munfisme/tasawuf yang

selalu menitik beratkan pada niat baik dalam segala aktiitas yang dijalnkannya.

[6]

tasawuf itu sulit didefinisikan agar dapat dipahami dengan mudah

ILMU TASAWUF RESUMAN ILMU TASAWUF Oleh : SHOLIKHATUN TARBIYAH PAI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2012 DAFTAR ISI Contents DAFTAR ISI KERANGKA TEORI BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

ASAL-USUL ISTILAH TASAWUF DAN DASAR-DASAR QUR’ANINYA A. PENGERTIAN TASAWUF SECARA LUGHAWI

B. PENGERTIAN TASAWUF BERDASARKAN ISTILAH

(8)

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF: KONTAK KEBUDAYAAN HINDU, PERSIA, YUNANI, DAN ARAB

A. UNSUR NASRANI (KRISTEN) B. UNSUR HINDU-BUDHA C. UNSUR YUNANI

D. UNSUR PERSIA E. UNSUR ARAB

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI (AKHLAQI), FALSAFI, DAN SYI’I A. PERKEMBANGAN TASAWUF AKHLAQI DAN FALSAFI

B. AJARAN TASAWUF AKHLAQI

C. TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI SERTA KARAKTERISTIKNYA KERANGKA BERPIKIR IRFANI:

DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT A. MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF

B. HAL-HAL YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI C. METODE IRFANI

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQIH, DAN ILMU JIWA A. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQIH, DAN ILMU JIWA

B. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FIQIH C. KETERKAITAN ILMU TASAWUF DENGAN FILSAFAT

D. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU JIWA (TRANSPERSONAL PSIKOLOGI) TASAWUF AKHLAKI

A. HASAN AL-BASHRI

B. AL-MUHASIBI: PANDANGAN TASAWUFNYA C. AL-QUSYAIRI

D. AL-GHAZALI TASAWUF IRFANI

A. RABIAH AL-ADAWIAH B. DZU AL-NUN AL-MISHRI C. ABU YAZID AL-BUSTAMI D. ABU MANSHUR AL-HALLAJ TASAWUF FALSAFI I

A. IBN ARABI B. AL-JILLI C. IBN SAB’IN D. IBN MUSARRAH

TAREKAT: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA A. PENDAHULUAN

B. HUBUNGAN TAREKAT DENGAN TASAWUF C. SEJARAH TIMBULNYA TAREKAT

D. PENGARUH TAREKAT DI DUNIA ISLAM TASAWUF DI INDONESIA

A. HAMZAH AL-FANSURI B. NURUDDIN AR-RANIRI

C. SYEIKH ABDUR RAUF AL-SINKILI D. SYEIKH YUSUF AL-MAKASARI

(9)

BAB III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA KERANGKA TEORI BAB I PENDAHULUAN

Tasawuf merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan umat islam. Ia merupakan unsur spiritual dari ajaran islam yang menyebabkan kehidupan lebih bermakna. Tasawuf memang belum terdefinisikan secara tegas dimasa awal ke;ahiran islam. Namun, indikasi adanya tasawuf sudah dirasakan sejak zaman Nabi. Tasawuf berkembang setelah islam tersebar keberbagai pelosok dunia, bahkan kemudian menjadi unsur yang dominan dalam islam.

Makalah ini merangkum hal-hal yang berkaitan dengan tasawuf, mulai dari tokoh-tokoh yang merumuskan dasar-dasarnya, pandangan mereka tentang hakikat hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, pengaruh terhadap kehidupan politik umat islam, hingga perkembangannya dewasa ini.

BAB II

PEMBAHASAN

ASAL-USUL ISTILAH TASAWUF DAN DASAR-DASAR QUR’ANINYA A. PENGERTIAN TASAWUF SECARA LUGHAWI

Barmawie Umarie, mengatakan bahwa belum ada yang menggoyahkan

pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari wazan (timbangan) tafa’ul, yaitu: tafa’ala-yatafa’alu-tafa’ulan dengan imbangannya, yaitu

tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan.

Barmawie Umarie lebih lanjut menegaskan bahwa tasawuf dapat berkonotasi makna dengan “tashawwafa al-Rajulu”, artinya: seorang laki-laki telah men-tasawwuf. Maksudnya, seorang laki-laki telah pindah dari kehidupan biasa menuju kehidupan sufi. Apa sebabnya? Sebab para sufi, bila telah memasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol pakaian dari bulu, tentunya belumlah wol, melainkan hampir-hampir menyamai goni dalam kesederhanaannya.

B. PENGERTIAN TASAWUF BERDASARKAN ISTILAH

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju

keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya, (Harun Nasution, 1992: 58)

(10)

1. Landasan Al-Qur’an

Secara umum, ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan As-sunnah serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain

berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Hal itu misalnya difirmankan Allah dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 54 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui”.

Kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui para sufi (yang ada pada dasarnya merupakan objek tasawuf), kita banyak

menemukan landasannya dalam Al-Qur’an. Berikut ini akan kami kemukakan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan sebagian tingkatan dan keadaan para sufi.

Tingkatan zuhud, misalnya (yang banyak diklaim sebagai awal beranjaknya tasawuf), telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 77 yang artinya: “Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa”.

Sementara tingkatan takwa berlandaskan pada firman Allah pada surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:

“Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu”.

Tingkatan tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah antara lain surat At-Thalaq ayat 3 yang artinya:

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan (keperluan)nya”;

dan surat Az-Zumar ayat 39 yang artinya:

“Dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman itu bertawakal”. Tingkatan syukur antara lain berlandaskan kepada firman Allah surat Ibrahim ayat 7 yang artinya:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu”.

Tingkatan sabar berlandaskan pada firman Allah surat Al-M’minun ayat 55 yang artinya:

“Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”.

dan surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya:

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.

(11)

artinya:

“Allah rida terhadap mereka, dan merekapun rida terhadap-Nya”. 2. Landasan Hadis

Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Juga terdapat petunjuk yang

menggambarkan bahwa beliau adalah sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah mengasingkan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang Arab tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam praktek perdagangan dengan prinsip menghalalkan segala cara.

Selama di Gua Hira, Rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan atau minum kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah.

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF: KONTAK KEBUDAYAAN HINDU, PERSIA, YUNANI, DAN ARAB

A. UNSUR NASRANI (KRISTEN)

Bagi mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumentasinya pada dua hal: pertama, adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliah maupun zaman islam. kedua, adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri (khalwat) dengan kehidupan Al-Masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.

Dalam literatur Arab memang terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri di Padang Pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang di malam hari menjadi petunjuk jalan bagi kafilah-kafilah yang lewat. Kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung bagi orang yang kemalaman, dan mereka memberikan makanan bagi musafir yang kelaparan. Atas dasar hal ini, ada yang mengatakan bahwa zahid dan sufi Islam ketika meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, serta dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen ini.

Pokok-pokok ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nasrani antara lain adalah:

1. Sikap fakir. Al-Masih adalah fakir. Injil disampaikan kepada orang fakir sebagaimana kata Isa dalam Injil Matius, “Beruntunglah kamu orang-orang miskin karena bagi kamulah kerajaan Allah... Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang”.

2. Tawakal kepada Allah dalam soal penghidupan. Para pendeta telah

mengamalkan dalam sejarah hidupnya, sebagaimana dikatakan dalam Injil, “perhatikan burung-burung di langit, dia tidak menanam, dia tidak mengetam dan tidak duka cita pada waktu susah. Bapak kamu dari langit memberi kekuatan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia daripada burung?”

3. Peranan Syeikh yang menyerupai pendeta. Perbedaanya pendeta dapat menghapuskan dosa.

(12)

mengalihkan diri dari Tuhan.

5. Penyaksian, bahwa sufi menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan hubungan dengan Allah. Injil pun telah menerangkan terjadinya hubungan langsung dengan Tuhan.

B. UNSUR HINDU-BUDHA

Tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran Hindu. Demikian juga pada paham

reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan lain), cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah. Namun, Qamar Kailani dalam ulasannya tentang asal-usul tasawuf menolak pendapat mereka yang mengatakan tasawuf berasal dari agama Hindu-Budha. Menurutnya, pendapat ini terlalu ekstrim. Kalu diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu-Budha, berarti pada zaman Nabi Muhammad telah

berkembang ajaran Hindu-Budha ke Mekkah. Padahal, sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.

C. UNSUR YUNANI

Kebudayaan Yunani, seperti filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasyiah ketika berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani. Dikalangan penerjemah ternama, terdapat seorang tabib Nestori (Kristen) bernama Jurjis bin Bakhtisy (George Bakhtishu, wafat 771 M). Khalifah Al-Mansur mengundangnya ke Yundi Shapur untuk dijadikan tabib pribadinya. Di samping jabatan itu, ia juga aktif dalam kegiatan penerjemahan.

Dengan kegiatan penerjemahan, banyak buku filsafat, di samping buku-buku lainnya, yang dipelajari umat islam. ini dapat diartikan sebagai proses pengenalan umat Islam pada metode berpikir yang filosofis. Metode-metode berpikir filsafat ini juga turut mempengaruhi pola pikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Pada persoalan ini, boleh jadi tasawuf yang terkena pengaruh Yunani adalah tasawuf yang kemudian diklasifikasikan sebagai tasawuf yang bercorak filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, terutama dalam uraian tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Syukhrawardi, dan lain sebagainya.

Apabila diperhatikan, cara kerja filsafat adalah mengukur segala sesuatu

menurut akal pikiran. Namun, dengan munculnya filsafat aliran Neo-Platinisme, filsafat lebih menjauhi wewenang akal dan mulai menyentuh hal yang lebih metafisik atau supra-natural, terutama dalam persoalan pengenalan diri manusia di hadapan Tuhan. Ungkapan Neo-Platoisme, misalnya, “Kenalilah dirimu dengan dirimu”, diambil oleh para sufi menjadi ungkapan, “Siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”. Hal ini bisa jadi mengarah kepada

munculnya teori Hulul, Wahdat Asy-Syuhud, dan Wahdat Al-Wujud. Tidak dapat diasingkan lagi bahwa cara berpikir kelompok Neo-Shopi (Sufi berketuhanan dan filosof), seperti Al-Farabi, Ibnu Arabi, dan Al-Hallaj, banyak dipengaruhi oleh filsafat.

D. UNSUR PERSIA

(13)

politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun, belum ditemukan

argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada

persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama Manu dan Mazdaq; antara istilah Hakikat Muhammad dan paham Hormuz (Tuhan Kebaikan) dalam agama Zarathustra.

Sejak zaman klasik, bahkan hingga saat ini, terkenal sebagai wilayah yang melahirkan sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas, misalnya, salah seorang penganjurnya adalah seorang ahli mistik dari Persia, yakni Bayazid dari Bistam, yang telah menerima dari gurunya, Abu Ali (dari Sind).

Seorang orientalis moderat, Reynold A. Nicholoson, menolak adanya generalisasi yang menganggap bahwa tasawuf sebenarnya merupakan bentuk reaksi

pemikiran Arya terhadap agama Semit, yang hasilnya adalah adanya pemikiran India atau Persia. Pernyataan semacam ini, walaupun benar sebagiannya, telah mengabaikan prinsip bahwa dalam menetapkan kaitan historis antara fakta-fakta A dan B tidaklah cukup dengan mengemukakan kesesuaiannya antara satu dengan lainnya, tanpa menunjukkan:

1. Hubungan nyata antara B dengan A sedemikian rupa, sehingga memiliki kemungkinan keterkaitan, dan;

2. Hipotesis yang mungkin bersesuaian dengan fakta-fakta yang diperoleh dan yang relevan.

Nicholoson menambahkan, apabila sufisme hanyalah sebuah revolusi dari semangat Arya, bagaimana kita dapat menjelaskan fakta yang tidak diragukan lagi bahwa sebagian besar perintis terkemuka dari mistik Islam ini adalah orang-orang yang berasal dari Syria dan Mesir, yang secara ras adalah orang-orang-orang-orang Arab?

Demikian pula, orang yang mengemukakan adanya pengaruh agama Budha dan Hindu, ia melupakan satu fakta penting bahwa pengaruh (budaya) India terhadap peradaban Islam baru terjadi agak belakangan, yakni tatkala Ilmu Kalam

(teologi), filsafat, dan sains di kalangan umat Islam telah berhasil menunjukkan keunggulannya ketika lahan budaya yang ada telah jenuh dengan budaya Hellenistik.

E. UNSUR ARAB

Selama masa Rasulullah hingga kekhalifahan Abu Bakar sampai Ali (599-661 M), selalu diadakan berbagai pertemuan yang menghasilkan sumpah atau janji setia dan praktek ibadah tasawuf. Pada tahun 657 M, ‘Uways Al-Qaranini (wafat 657 M) mengadakan pertemuan besar pertama kaum sufi. Untuk mengenang dan menghormati Nabi Muhammad yang kehilangan dua buah giginya di Perang Uhud, ia mencabut giginya sendiri dan mengajak segenap pengikutnya untuk melakukan hal serupa.

Untuk melihat sejarah tasawuf, perlu ditinjau perkembangan peradaban Islam sejak zaman Rasulullah. Hal ini karena pada hakekatnya kehidupan rohani telah ada pada diri beliau sebagai panutan umat. Kesederhanaan hidup dan upayanya untuk menghindari bentuk-bentuk kemewahan sudah tumbuh sejak Islam

(14)

berada dalam suasana kesederhanaan. Banyak hadis dan atsar yang

menerangkan tentang kehidupan Rasul sebagai sumber pertama bagi kehidupan rohani.

Dalam perjalanan sejarahnya, benih-benih tasawuf mulai mengkristal dan mulai terlihat pada seorang tabi’in bernama Hasan Al-Bashri yang benar-benar

mempraktekkannya. Di masa hidupnya, ia terkenal sebagai orang yang

berpegang teguh pada Sunah Rasul dalam menilai setiap masalah rohaniah. Ia mendasarkan pikirannya pada rasa “takut” kepada Allah, tetapi tidak terlepas dari rasa “harap” atas kasih Allah, sehingga keseimbangan antara sikap takut dan harap selalu terwujud. Dengan istilah lain, Hasan Al-Bashri berpegang teguh pada khauf dan raja’. Khauf dan raja’ inilah yang pada perkembangan

selanjutnya menjadi salah satu ajaran dalam tasawuf.

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI (AKHLAQI), FALSAFI, DAN SYI’I A. PERKEMBANGAN TASAWUF AKHLAQI DAN FALSAFI

Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.

Pembagian dua jenis tasawuf di atas didasarkan atas kecenderungan ajaran yang dikembangkan, yakni kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran. Dua kecenderungan ini terus berkembang hingga mempunyai jalan sendiri-sendiri. Untuk melihat perkembangan tasawuf ke arah yang berbeda ini, perlu ditinjau lebih jauh tentang gerak sejarah

perkembangannya.

Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang makna institusi-institusi Islam. sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis sudah muncul. Ajaran Islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah (seremonial) dan aspek batiniah (spiritual), atau aspek “luar” dan aspek “dalam”. Pendalaman dan pengalaman aspek “dalamnya” mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek “luarnya” yang dimotivasikan untuk

membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientasi pada aspek “dalam”, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, keagungan Tuhan, dan kebebasan dari egoisme.

Pada abad ketiga hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan mereka tentang moral, akhirnya, mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan akhlak.

(15)

Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini kelihatannya banyak

ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas

pengalaman Islam dalam praktek yang lebih menekankan perilaku manusia yang terpuji.

Kaum salaf tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan

menampilkan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami

kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah

kehidupan lahiriah yang sangat formal namun tidak diterima sepenuhnya oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengalaman ajaran Islam hingga aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika mereka menyaksikan ketidakberesan perilaku (akhlak) di sekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak.

Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Kemudian, tasawuf akhlaki ini identik dengan tasawuf Sunni. Hanya saja, titik tekan

penyebutan tasawuf Sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu tasawuf Sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf falsafi, yakni aliran yang menonjolkan

pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya

(syathahiyat) dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapan-ungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang

terjadinya penyatuan ataupun hulul. B. AJARAN TASAWUF AKHLAQI

1. Takhali

Takhali adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Salah satu akhlak tercela yang paling banyak pada kenikmatan duniawi.

2. Tahalli

Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku dan akhlak terpuji.

Sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting diisikan ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan manusia paripurna, antara lain berikut:

a. Tobat

b. Cemas dan harap (khauf dan raja’) c. Zuhud d. Al-Farq e. Al-Shabru f. Rida g. Muraqabah 3. Tajalli

(16)

C. TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI SERTA KARAKTERISTIKNYA 1. Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan Al-Sunah

2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat

3. Lebih bersifat mengerjakan dialisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia

4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at

5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli dan tajalli.

KERANGKA BERPIKIR IRFANI:

DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT A. MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF

1. Tobat 2. Zuhur 3. Faqr (fakir) 4. Sabar 5. Syukur 6. Rela (rida) 7. Tawakal

B. HAL-HAL YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI 1. Waspada dan mawas diri (Muhasabah dan Murawabah)

Waspada (muhasabah) dapat diartikan menyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut dan tunduk kepada Allah. Adapun mawas diri

(muraqabah) adalah meneliti dengan cermat apakah perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang dikehendaki-Nya.

2. Cinta (huBb)

Mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.

3. Berharap dan takut (Raja’ dan Khauf) Dalam surat al-baqarah ayat 218

Artinya :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman yang hijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Raja’ menurut tiga perkara, yaitu :

a. Cinta kepada apa yang diharapkannya b. Takut bila harapannya hilang

c. Berusaha untuk mencapainya

Khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri si masa yang akan datang. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorongnya untuk senantiasa berada dalam ketaatan.

(17)

Khauf menyebabkan seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf yang berlebihan akan menjadikannya putus asa dan perimis. Begitu juga sebaliknya, apabila sikap raja’ terlalu besar, hal itu akan membuat seseorang menjadi sombong dan meremehkan amalan-amalannya karena optimisnya yang berlebihan.

4. Rindu (Syauq)

Yakni rindu untuk segera bertemu dengan Tuhan, ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya daripada maut.

5. Intim (Uns)

Dalam pandangan kaum sifu, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.

C. METODE IRFANI

Untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah, hati (qalb) mempunyai fungsi

esensial, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam-nya: “Qalb dalam pandangan kaum sufi adalah tempat kedatangan kasyf dan ilham. Ia pun berfungsi sebagai alat untuk ma;rifat dan menjadi cermin yang

memantulkan (tajalli) makna-makna kegaiban.” 1. Riyadhah

Riyadhah yang sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya.

Para sufi menggolongkan riyadhah sebagai pelatihan kejiwaan dalam upaya meninggalkan sifat-sifat buruk termasuk di dalamnya adalah pendidikan akhlak dan pengobatan penyakit hati.

2. Tafakur

Tafakur penting dilakukan bagi mereka yang meninginkan ma’rifat sebab, tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan (bertafakur) dan

menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya. Menurut Al-Ghazali, orang yang berfikir dengan benar akan menjadi dzawi Al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat ilham.

3. Tazkiyat An-Nafs

Tazkiyat An-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli. 4. Dzikrullah

Secara etimologi, zikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Zikir merupakan metode lain yang paling utama untuk memperoleh ilmu laduni. Syarat utama bagi orang yang menempuh jalan Allah adalah membersihkan hati secara menyeluruh dari selain Allah.

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQIH, DAN ILMU JIWA A. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQIH, DAN ILMU JIWA

Ilmu Kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.

(18)

Pada Ilmu Kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara itu, pada Ilmu Tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketenteraman, serta upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.

B. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FIQIH

Ilmu tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Alsannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniyah.

C. KETERKAITAN ILMU TASAWUF DENGAN FILSAFAT

Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya, dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.

D. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU JIWA (TRANSPERSONAL PSIKOLOGI) Dalam pandangan akum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, perilaku yang tampiladalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang tampil adalah perilaku insani pula.

Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti bahwa hakikat, zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam

melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya di bumi. seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental, yang merupakan bagian dari ilmu jiwa (Psikologi).

TASAWUF AKHLAKI

Menurut Amin Syukur, ada dua aliran dalam tasawuf. Pertama, aliran tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Qur’an dan Al-Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Kedua, aliran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi, dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.

Berikut ini adalah contoh sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam aliran tasawuf akhlaki.

A. HASAN AL-BASHRI 1. Riwayat Hidup

(19)

Hasan Al-Bashri, yang nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632 M), dan wafat pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M).

2. Ajaran-ajaran Tasawufnya

Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Bashri, bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri didasari oleh kebesaran jiwa akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari tasawufnya itu. Sikap itu senada dengan sabda Nabi yang berbunyi, “Orang beriman yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.

B. AL-MUHASIBI: PANDANGAN TASAWUFNYA

Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (w.243 H) menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah,

melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan meneladani Rasulullah. 1. Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat

Al-Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Al-Muhasibi mengatakan bahwa ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah.

Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut:

a. Taat. Awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba kepada Allah. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengalaman merupakan kepalsuan semata. b. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.

c. Pada tahap ketiga ini Allah menyingkap khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.

d. Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.

2. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’.

Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Qur’an dan As-Sunnah. Raja’ dalam pandangan Al-Muhasibi, seharusnya melahirkan amal saleh, berhak mengharap pahala dari Allah.

C. AL-QUSYAIRI

1. Riwayat Hidup Al-Qusyairi.

Nama lengkap Al-Qusyairi adalah ‘Abdul Karim bin Hawazin, lahir tahun 376 di Istiwa. Disinilah ia bertemu dengan gurunya, Abu ‘Ali Ad-Daqqaq, seorang sufi terkenal. Sang guru menyarankan untuk mengawasinya dengan mempelajari syari’at. Karena itu, Al-Qusyairi lalu mempelajari fiqih pada seorang faqih, Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr Ath-Thusi (w. 405 H). Dari situlah Al-Qusyairi berhasil menguasai doktrin Ahlus Sunah wal Jama’ah yang dikembangkan Al-Asy’ari dan muridnya. Al-Qusyairi adalah pembela paling tangguh dari aliran

(20)

tersebut dalam menentang doktrin aliran-aliran Mu’tazilah, Karamiyyah, Mujassamah, dan Syi’ah.

Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qusyairi adalah seorang yang mampu

mengompromikan syari’at dengan akidah. Al-Qusyairi wafat tahun 465 H. 2. Ajaran-ajaran Tasawuf Al-Qusyairi

Seandainya karya Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, dikaji secara

mendalam, akan tampak jelas bagaimana Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahlus Sunnah.

Tampak jelas bahwa pengembalian arah tasawuf, menurut Al-Qusyairi, dapat dilakukan dengan merujuknya pada doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ketiga dan keempat Hijriyah

sebagaimana diriwayatkannya dalam Ar-Risalah.

Dalam hal ini jelas bahwa Qusyairi adalah pembuka jalan bagi kedatangan Al-Ghazali, yang beralifiasi pada aliran yang sama, yaitu Al-Asy’ariyyah, yang nantinya merujuk pada gagasan Al-Qusyairi itu serta menempuh jalan yang dilalui Al-Muhasibi maupun Al-Junaidi, serta melancarkan kritik keras terhadap para sufi yang terkenal dengan ungkapan yang ganjil.

D. AL-GHAZALI

1. Biografi Singkat Al-Ghazali

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin

Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Al-Ghazali dilahirkan di Ghazlah, Iran pada tahun 450 H/1058 M, tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.

Menurut Sulaiman Dunya, karangan Al-Ghazali mencapai 300 buah. Ia mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Naisabur. Ia mempergunakan waktu 30 tahun untuk mengarang. Dengan demikian, setiap tahun ia

menghasilkan karya tidak kurang dari 10 buah kitab besar dan kecil. Karya-karya itu menunjukkan bahwa Al-Ghazali merupakan seorang pemikir kelas dunia yang sangat berpengaruh.

2. Ajaran Tasawuf Al-Ghazali

Di dalam tasawufnya, Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi yang ditambah dengan doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari paham tasawufnya itu, ia menjauhkan semua kecenderungan gnostis yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte Ismailiyah, aliran Syiah, Ikhwan Ash-Shafa, dan lain-lain.

Corak tasawuf Al-Ghazali adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dalam karya-karyanya, seperti Ihya ‘Ulum Al-Din, Minhaj Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al-Hidayah, Mi’raj Al-Salikin, Ayyuhal Walad.

Al-Ghazali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa, hingga sampai pada ma’rifat yang membantu menciptakan (sa’adah) a. Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat

Menurut Al-Ghazali, sebagaimana telah dijelaskan oleh Harun Nasution, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb, dan roh.

(21)

Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). Di dalam kitab Kimiya’ As-Sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya, nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus dan indah. Kenikmatan qalb –sebagai alat

memperoleh ma’rifat- terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung dan mulia.

Kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati, sedangkan kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan bergantung pada qalb dan tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati karena qalb dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.

TASAWUF IRFANI

A. RABIAH AL-ADAWIAH

1. Biografi Singkat Rabi’ah Al-Adawiyah.

Nama lengkap Rabi’ah Adawiyah adalah Rabi’ah bin Ismail Bashriyah Al-Qaisiyah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/ 713 M atau 99 H/ 717 M disuatu perkampungan dekat Bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 H/ 801 M.

Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin. Kedua orang tuanya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan dijual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Dari sini ia dikenal dengan Qaisiyah dan

Al-Adawiyah. Pada keluarga ini ia bekerja keras, namun kemudian dibebaskan karena tuannya melihat cahaya yang memancar di atas kepala Rabi’ah dan menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah. Setelah dimerdekakan tuannya, Rabi’ah hidup menyendiri menjalani kehidupan sebagai seorang zahidah dan sufiah.

2. Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyah

Rabi’ah Al-Adawiyah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah. Rabi’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah.

Untuk memperjelas pengertian Al-hubb yang diajukan Rani’ah yaitu hub Al-hawa dan hub anta ahl lahu. Hub Al-hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan Allah. Hub Al-hawa yang ditunjukkan Rabi’ah ini tidak berubah-ubah, tidak bertambah dan berkurang karena

bertambah dan berkurangnya nikmat. Hal ini karena Rabi’ah tidak memandang nikmat itu sendiri, tetapi sesuatu yang ada dibalik nikmat tersebut. Adapun Al-hubb anta ahl lahu adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicintai. Cinta yang kedua ini tidak mengharapkan balasan apa-apa. Kewajiban-kewajiban yang dijalankan Rabi’ah timbul karena perasaan cinta kepada Dzat yang dicintai.

B. DZU AL-NUN AL-MISHRI 1. Riwayat Hidup Dzun Al-Mishri

(22)

tahun 180 H/ 796 M dan wafat pada tahun 246 H/ 856 M. Jilukan Dzu An-Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekeramatannya yang Allah berikan kepadanya. Diantaranya ia pernah mengeluarkan seorang anak dari perut buaya di Sungai Nil dalam keadaan selamat atas permintaan ibu dari anak tersebut.

2. Ajaran-ajaran Tasawuf Dzu Al-Mishri

Pengertian Ma’rifat Menurut Dzu Al-Nun Al-Mishri, Ma’rifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Al-Mishri menjelaskan bahwa ma’rifat kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan, sehingga semua yang ada di dunia ini tidak mempunyai arti lagi

3. Pandangan Dzu An-Nun Al-Mishri tentang Maqamat dan Ahwal.

Berkenaan dengan maqam at-tawakal, Al-Mishri mendefinisikannya sebagai berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan. Intinya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah disertai perasaan tidak

memiliki kekuatan.

Berkenaan dengan ahwal, Al-Mishri menjadikan mahabbah (cinta kepada Tuhan) sebagai urutan pertama dari empat ruang lingkup pembahasan tentang tasawuf. Menurutnya tanda-tanda orang-orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasih-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW.

C. ABU YAZID AL-BUSTAMI

1. Riayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami

Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Surusyan Al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874-947 M. nama kecilnya adalah Taifur.

Dalam menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali.

2. Ajaran Tasawuf Abu Yazid

Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana’ dan baqa’. Dari segi bahasa fana’ berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana’ adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur.

Pencapaian Abu Yazid ke tahap fana’ dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah.

Adapun baqa’ berasal dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa adalah tetap, sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan paham fana’ karena keduanya merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana’, ketika itu juga ia sedang menjalani baqa’.

D. ABU MANSHUR AL-HALLAJ 1. Riwayat Hidup Al-Hallaj

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, lahir di Baida, Persia pada tahun 244 H/ 855 M. Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin Abdullah At-Tusturi di Ahwaz.

(23)

dianggap sebagai ucapan kemurtadan, dijadikan alasan untuk menangkapnya dan memenjarakannya setelah dipenjara selama delapan tahun, Al-Hajj dihukum gantung, ia dicambuk seribu kali tanpa mengaduh kesakitan, lalu dipenggal kepalanya. Namun sebelum dipancung, ia meminta shalat dua rakaat. Setelah selesai shalat, kaki dan tangannya dipotong, badannya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan abunya dibuang ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipertontonkan. Dan akhirnya Al-Hajj wafat pada tahun 922 M.

2. Ajaran Tasawuf Al-Hajj

Diantara ajaran tasawuf Al-Hajj yang paling terkenal adalah Al-hulul dan wahdat Asy-syuhud. Kata Al-hulul berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, Al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk

mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.

Persatuan antara Tuhan dengan manusia dapat terjadi dengan mengambil bentuk hulul. Dengan demikian, agar dapat bersatu, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya. Setelah sifat-sifat

kemanusiaannya hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya, disitulah Tuhan mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia.

TASAWUF FALSAFI

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya serta berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah Iaslam sejak abad ke-6 H meskipun para tokohnya baru dikenal seabad

kemudian. Menurut beliau, ciri umum tasawuf tasawuf adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam

pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada pantheisme.

Di antara tokoh-tokoh tasawuf falsafi ini adalah Ibn Arabi, Al-jilli, Ibn Sab’in, dan Ibn’Masarrah.

A. IBN ARABI 1. Biografi Singkat

Nama lengkap Ibn Arabi adalah Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah Ath-Tha’i Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuwan. Namanya biasa disebut “Al” untuk membedakan dengan Abu Bakar Ibn Al-‘Arabi, seorang qadhi dari Sevilla yang wafat tahun 543 H. Di Seville (Seville), ia mempelajari Al-Qur’an, hadist

(24)

serta fiqih pada sejumlah murid seorang fakih Andalusia terkenal, yakni Ibn Hamz Al-Zhahiri.

Ketika berusia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian barat. Di antara gurunya tercatat nama-nama, seperti Abu Madyan Al-Ghauts Al-Talimsari dan Yasmin Musyaniyah(seorang wali dari

kalangan wanita). Diantara karya monumentalnya adalah Al-futuhat Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji.

2. Ajaran-ajaran tasawufnya.

Ajaran sentral Ibn ‘Ibn Arabi adalah tentang wahdat Al-wujud (kesatuan wujud) namun ajaran ini berasal dari Ibnu Taimiyah. Menurut Ibnu Taimiyah, wahdat Al-wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam. Menurutnya, orang-orang yang mempunyai paham wahdat Al-wujud mengatakan bahwa wujud itu

sesungguhnya hanya satu dan wajib Al-wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib Al-wujud yang dimiliki oleh khaliq adalah juga mumkin Al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham wahdat Al-wujud itu juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.

Menurut Ibn ‘Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah, dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut khalik dengan wujud yang baru yang disebut makhluki. Tidak ada

perbedaan antara ‘abid (menyembah) dengan ma’bud (yang disembah). Antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk dan ragam dari hakikat yang satu.

Menurut Ibn ‘Arabi, tuhan adalah pencipta alam semesta. Adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut :

1. Tajalli Dzat tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah

2. Tanuzul Dzat tuhan dari alam ma’ani ke alam ta’ayyunat (realitas-realitas rohaniah), yaitu alam arwah yang mujarrad.

3. Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir.

4. Tanazul tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal.

5. Alam materi, yaitu alam inderawi. B. AL-JILLI

1. Riwayat hidup

Nama lengkapnya adalah ‘Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jilli. Ia lahir pada tahun 1365 M. Di Jilan (Gilan), sebuah provinsi di sebelah selatan kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Beliau pernah belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir A-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadiriyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada Syekh Syarafuddin Isma’il bin Ibrahim Al-Jabarti di Zabid (yaman) pada tahun 1393-1403 M.

2. Ajaran Tasawuf Al-Jilli

Ajaran terpentingnya adalah paham Insan kamil(manusia sempurna),

menurutnya insan kamil adalah nuskhah atau copy tuhan. Al-jilli mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin. Seseorang tidak dapat melihat bentuk dirinya kecuali dengan cermin itu.

Demikian pula dengan insan kamil, ia tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin nama tuhan, sebagaimana tuhan tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali

(25)

melalui cermin insan kamil.

Berkaitan dengan insan kamil, Al jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi. Dalam istilahnya, maqam itu disebut Al-

Martabah(jenjang/tingkatan). Martabah-martabahnya sebagai berikut : 1. Islam 2. Iman 3. Ash-Shalah 4. Ihsan 5. Syahadah 6. Shidduqiyah 7. Qurbah C. IBN SAB’IN 1. Riwayat hidup

Nama lengkap Ibn Sab’in adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr, seorang sufi yang juga filosof dari Andalusia. Beliau dipanggil Ibn Sab’in dn digelari Quthbuddin. Terkadang dikenal pula dengan Abu Muhammad. Beliau di lahirkan tahun 614 H (1217-1218 M) dikawasan Murcia dan meninggal tahun 611 H. Beliau berguru pada Ibn Dihaq. Dan beliau meninggalkan karya sebanyak 41 buah.

2. Ajaran tasawufnya

Beliau adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak.

Gagasan esensial pahamnya sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata. Wujud-wujud ,lainnya hanyalah wujud yang satu itu sendiri.

D. IBN MUSARRAH 1. Riwayat hidup

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abdullah bin Masarrah (269-319 M). Beliau adalah seorang sufi dari Andalusia.

2. Ajaran tasawufnya

Ajarannya adalah sebagai berikut :

a. Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud, dan mahabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.

b. Dengan penakwilan ala philun atau aliran Isma’iliyyah terhadap ayat-ayat Al qur’an, Ibn Masarrah menolak adanya kebangkitan jasmani.

c. Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakekat. TAREKAT: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

A. PENDAHULUAN

Asal kata tarekat dalam bahasa arab ialah “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan yang di tempuh sufi. Pembahasan tasawuf ini mengacu pada pengertian tarekat yang terakhir, yaitu tarekat sebagai organisasi sufi.

B. HUBUNGAN TAREKAT DENGAN TASAWUF

Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Uasaha mendekatkan diri ini biasanya

Referensi

Dokumen terkait

Obyek yang menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat dari dalam individu

Sedangkan pada kelompok kontrol, hasil analisis data awal dan akhir penelitian, dengan menggunakan uji beda pairwise comparisons, pada kelompok kontrol selama 2

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi dengan hematom subdural,

Solusi dari persamaan diferensial didapat dengan mengubah persamaan diferensial (yang merupakan fungsi waktu) dari kawasan waktu ke kawasan s dengan

Ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan setiap rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan bagi anggota keluarganya dan memiliki kemampuan untuk

dan n %u %u&u &u. ;ntu& itu< &ami menghara,&an &e&urangan dan masih !auh dari &esem,urnaan.. #alah satu su% sistem &esehatan nasional

Pelaksanaan kegiatan, setelah bahan dan peralatan disiapkan, maka tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan yaitu dilakukan kegiatan berupa pengoperasian/