• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah F.silaban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah F.silaban"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

F.SILABAN DAN

KARYA-KARYANYA

U N I V E R S I T A S B R A W I J A Y A F A K U L T A S T E K N I K J U R U S A N A R S I T E K T U R

Kelompok 4

Edwin Abdullah 115060500111010 Shabrina Ghaisani 115060500111033 Adelia Ayu Astrini 115060500111041 Brilian Hardiyanto 115060501111016 Faizah Tri R 115060502111001

Ramzi 115060505111005

Annisa Vrisna A 115060507111023 Komang Ayu Laksmi 115060507111032

(2)

DAFTAR ISI Halaman Judul i Daftar Isi ii PEMBAHASAN A. Biografi 3 1. Perjalanan Hidup 3 2. Riwayat Pendidikan 4 3. Riwayat Pekerjaan 4

4. Perjalanan ke Luar Negeri 5 5. Pandangan Arsitektural 5

B. Karya-Karya F.Silaban 6 1. Diakronik Karya Bangunan Umum 7 2. Diakronik Karya Rumah Tinggal 8 3. Diakronik Karya Monumen 9 4. Rumah Tinggal F.Silaban 10

5. Masjid Istiqlal 11

6. Monumen Nasional 13 7. Ekspresi Karya-Karya F.Silaban

C. Kesimpulan

(3)

PEMBAHASAN A. Biografi

1. Perjalanan Hidup

Friedrich Silaban Ompu ni Maya lahir pada tanggal 16 Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Mayoritas masa hidup beliau dihabiskan di kota Bogor, kampung halaman kedua dan kota Jakarta. Masa kecil F.Silaban di Tapanuli hanya dilalui sebentar, setelah lulus dari Sekolah Dasar Belanda /HIS (Holland Inlandshe School) di Narumonda tahun 1927, beliau melanjutkan ke Sekolah Tekniknya /KWS (Koninginlijke Wilhelmina School) di Jakarta dan lulus pada tahun 1931. Mayoritas masa hidup beliau dihabiskan di kota Bogor, kampung halaman kedua dan kota Jakarta.

F.Silaban bekerja di Jakarta yang waktu itu masih disebut Batavia sebagai juru gambar bangunan Kotapraja Batavia (bouwkundig tekenaar Stadsgemeente Batavia), dan pada sore harinya memanfaatkan waktunya untuk bekerja pada salah satu biro Arsitek Belanda. Saat itu, beliau sering ikut serta di pameran gambar di Pasar Gambir Jakarta.

Pada tanggal 18 Oktober 1946, F.Silaban menikah dengan seorang gadis keturunan Indo-Belanda, Kievits boru Simamora dan dikaruniai 10 orang anak. Seorang diantaranya, yaitu Ir. Panogu Silaban mewarisi bakat beliau di bidang arsitektur.

Bakat menonjol dalam diri pemuda Silaban memang sudah nampak sejak dulu, meskipun belum sempat mengikuti pendidikan arsitektur secara formal. Beliau selalu berkeinginan untuk mengikuti pendidikan arsitektur secara formal, yang nantinya akan tercapai setelah tahun 1950. F.Silaban dan keluarganyanya pergi berlibur ke Amsterdam selama 7 bulan, kesempatan di malam hari beliau gunakan untuk kuliah malam di Academic voor Bouwkunst Amsterdam.

Bakat F.Silaban teruji telah teruji lewat prestasinya memenangkan berbagai sayembara arsitektur, antara lain pemenang ke-3 sebanyak 2 kali dalam sayembara arsitektur yang dikenal dengan sebutan “studieprijsvraag” dan pemenang pertama perancangan Masjid Istiqlal.

(4)

F.Silaban mempunyai hobi catur dan melukis dengan cat air yang tentunya sangat bermanfaat dalam menunjang kegiatan perancangan. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya lukisan-lukisan cat air tentang interior maupun eksterior bangunan yang tergantung di dinding ruang kerjanya.

Sekitar tahun 1982, F.Silaban merancang karya terakhirnya yaitu Universitas Nommosen di Medan. Tanggal 14 Mei 1984, beliau akhirnya menghadap Sang Maha Pencipta dalam usia 71 tahun, karena sakit.

2. Riwayat Pendidikan Pendidikan Formal

- 1927 : Tamat HIS (Holland Inlandshe School) Narumonda, Tapanuli, Sumatera Utara

- 1931 : Tamat KWS (Koninginlijke Wilhelmina School), Jakarta

- 1950 : mengikuti kuliah di kelas akhir Academic voor Bouwkunst, Amsterdam. Untuk menguji kemampuan dalam bidang arsitektur

3. Riwayat Pekerjaan

- 1931 (Mei-Juli) : Juru Gambar Bangunan Kotapraja Jakarta - 1931 – 1937 : Pengawas Bagian Teknik Kotapraja Jakarta

- 1937 – 1939 : Geniechef Pontianak (Kepala Teknik Pontianak) untuk daerah Kalimantan Barat

- 1939 – 1942 : Pengawas Juru Gambar Kotapraja Bogor

- 1942 – 1949 : Direktur Burgerlijk Openbare Werken (BOW) Bogor (Kepala DPU Bogor)

- 1949(akhir) – Mei 1965 : Kepala DPU Kota Bogor, sambil ± 5 tahun menjadi Ketua Panitia Keindahan Kota DKI Jakarta.

- 1959 – 1962 : Anggota Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS) - 1965 (Mei) : Pensiun Kotamadya Bogor

- 1967 – 1984 : Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal Jakarta

- 1972 – 1976 : Dosen mata kuliah Kode Etik & Tata Laku Profesi pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jakarta.

Kritik Ir. Hasan Poerbo Hadiwidjojo MCD sebagai „Expert Critism‟ :

“Beliau (Pak Silaban) orang yang punya kemampuan untuk mengangkat diri, mempelajari sendiri lebih dari yang didapatkannya di sekolah. Dari pendirian-pendirian beliau terlihat bacaannya cukup banyak. Dari kesempatan-kesempatan saya bertemu dengan beliau, mendengarkan percakapan atau ceramah beliau pada seminar-seminar, diskusi-diskusi nampak bahwa buku-buku itu pasti dibacanya betul.

...

Rencana-rencana beliau adalah rencana-rencana yang cukup mempunyai kekuatan yang berasal dari keyakinan.”

(5)

4. Perjalanan ke Luar Negeri

F.Silaban banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Ada diantaranya bertujuan untuk berlibur bersama keluarga, sekaligus dimanfaatkan untuk mengikuti kuliah malam. Beberapa perjalanan yang lain sebagian besar adalah perjalanan dalam rangka mengikuti dan mempelajari perkembangan arsitektur di negara-negara yang bersangkutan secara nyata.

Secara singkat dapat digambarkan perjalanan beliau ke luar negeri :

- 1949 (akhir) : Cuti di Nederland, hampir 1 tahun. Sempat mengikuti kuliah di Academic van Bouwkunst di Amsterdam

- 1954 : Perjalanan ke Jepang, Philipina, Burma, dan India

- 1957 : Perjalanan ke Amerika Serikat dan mengunjungi hampir tiap kota besar (selama 4 bulan)

- 1961 : Keliling dunia - 1962 : Perjalanan ke Jepang - 1964 : Keliling dunia

- 1965 : Bekerja di Wiena selama 2 minggu

- 1971 : Perjalanan ke Jerman Barat, Italia, Yunani, Jepang

- 1973 : Perjalanan ke Iran, Libanon, Mesir, Jerman Barat, Malaysia - 1975 : Perjalanan ke Nederland, Jerman Barat, dan Canada

- 1981 : Perjalanan ke Nederland dan Jerman Barat

5. Pandangan Arsitektural

Bagi Silaban arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin, seringkas mungkin dan sejelas mungkin. Tentang ornamen, beliau berpendapat : bahwa adakalanya suatu perhiasan tidak dapat dihindarkan, dalam hal ini perhiasan itu sebaiknya mnggaris bawahi fungsi gedung yang bersangkutan. Menurut beliau, penggunaan terlalu banyak elemen pada suatu gedung akhirnya tidak menguntungkan, karena mengurangi kejelasan gedung itu.

Rumah-rumah yang ideal bagi Silaban, adalah yang :

- Dikelilingi emper peneduh dan mempunyai plafon setinggi minimal 4 meter - Mempunyai bentuk atap yang ringkas dan penutup atapnya terdiri dari

material yang tahan lama, sehingga tidak akan terjadi kebocoran

- Menurut beliau pemlihan material berkualitas tinggi dengan harga yang tinggi pula akan lebih menguntungkan daripada penggunaan material berkualitas rendah dengan harga yang rendah.

- Kualitas lantai yang bagus adalah lantai yang tetap awet meskipun di cuci setiap hari.

- Bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari, sebab bangsa Indonesia itu sendiri masih dalam proses pembentukan. Namun, arsitektur Indonesia itu harus modern dan bersifat tropis. Tentang sikap kita terhadap arsitektur tradisional, kita sebaiknya jangan mengambil bentuknya, melainkan jiwanya.

(6)

B. Karya-Karya F.Silaban

Karya-karya F. Silaban yang terlaksana adalah:

- 1951 : Gedung SPMA ( Sekolah Pertanian Menengah Atas ) Bogor - ± 1951 – 1953 : Gedung Kantor Perikanan, Bogor

- 1953 : Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata - 1954 1978 : Masjid Istiqlal, Jakarta

- 1958 : Bank Indonesia, Jakarta

- ±1958 – 1960 : Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jakarta Gedung FLAT BLLD, Jakarta

- 1960 : Bank BNI 1946, Jakarta - ±1960 – 1962 : Bank BNI 1946, Medan

Bank Indonesia, Surabaya

- 1962 : Markas besar TNI Angkatan Udara, Jakarta Gedung Pola/ Perintis Kemerdekaan, Jakarta

Basement Hotel Banteng ( Kini Hotel Borobudur ), Jakarta - 1963 : Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta

- 1968 : Rumah tinggal Tuan A Lie Hong , Bogor - ±1982 : Universitas Nommensen, Kolonial Medan

Sedangkan karya-karya yang tak terlaksana diantaranya 1. Menara Bung Karno

2. Gedung Baru Dewan Pengawas Keuangan, Bogor 3. Gedung Nasional, Bogor

4. Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Jakarta 5. Gedung Kompleks Departement Umum dan Tenaga, Jakarta 6. Perluasan Kompleks Bank Indonesia, Jakarta

7. Hotel Lapangan Banteng, Jakarta 8. Gedung Teater Nasional, Jakarta

9. Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Medan 10. Kantor Departemen Kejaksaan

11. Dan lain-lain

Setelah diamati selama kurun waktu 1950 - 1978, dapat dikatakan bahwa bangunan-bangunan tersebut memiliki perkembangan ciri khas. Hal ini terlihat jelas pada tipologi bangunan umum dan monumen, namun kurang menonjol pada tipologi rumah tinggal.

(7)

1. Diakronik Karya Bangunan Umum

Secara umum, karya bangunan umum Silaban mempunyai beberapa persamaan dari segi kesederhanaan, keringkasan, dan kejelasan dari segi bentuk, segi teknologi pembuatan, dan segi bahan konstruksi. Namun terdapat perbedaan pada bahan kerangka atap, yakni perubahan atap limasan dengan atap kuda-kuda, penutup atap genting menjadi atap datar beton bertulang.

Kurun Waktu Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Proyek

1951-1960: Atap Limas Genting

1951 SPMA, Bogor Poleksosbud: Nasionalisasi perusahaan asing dan perekonomian yang rendah. Arsitektur: Tahan pembentukan atau generasi awal arsitek Indonesia

Karya Awal Arsitek Indonesia 1958 Bank Indonesia, Jakarta 1960-1978: Atap Pelat Datar Beton 1960 Bank BNI 1946 Pusat, Jakarta Bank BNI 1946, Medan Bank Indonesia, Surabaya Poleksosbud: Pembangunan Semesta dan Nation & Character Building, Awal Orde Baru, Pembangunan lima tahun.

Arsitektur:

Proyek Mercusuar dalam kaitan Nation & Character Building.

Karena sebagian besar karya Silaban dalam kurun ini untuk mendukung politik mercusuar, maka dapat dikatakan makna proyek ini adalah karya Mercusuar 1962 Markas Besar TNI

Angkatan Udara, Jakarta

Gedung Pola, Jakarta

(8)

2. Diakronik Karya Rumah Tinggal

Secara umum karya-karya rumah tinggal ini mempunyai kesamaan dalam menampilkan jiwa tropis. Karena minimnya data yg diperoleh, perbedaan yang dapat ditemukan adalah penggunaan bentuk atap pelana (pada kurun waktu awal) dan bentuk atap limasan (pada kurun waktu akhir).

Kurun Waktu Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Karya

1951-1968: Atap Pelana 1958 Rumah Abdullah Alwahab (Jl. Cisadane 19, Bogor) Rumah F.Silaban (Jl. Gedong Sawah II/19, Bogor) Poleksosbud : Nasionalisasi perusahaan asing, transisi sisa-sisa budaya Belanda ke budaya Indonesia Arsitektur :

Tahap pembentukan / generasi awal arsitek Indonesia. Dapat dikatakan masyarakat Indonesia kurang bercukupan, maka atap pelana yang relatif murah disambut masyarakat.

Karya rumah tinggal awal arsitek

Indonesia.

1968-1979: Atap Limas

1968 Rumah A Lie Hong Poleksosbud: Awal orde baru,

pembangunan 5 tahun I– III

Arsitektur:

Tahap pembangunan baru arsitektur rumah tinggal disebabkan lebih banyaknya informasi arsitektur.

Perkembangan lanjutan mode rumah tinggal.

(9)

3. Diakronik Karya Monumen

Kurun Waktu Tahun Ciri Pokok Karya Latar Belakang Makna Karya 1953-1954: Non-monumen 1953 Berkesan hening, Bentuk seperti candi Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata Poleksosbud: Nasionalisasi, penghormatan pahlawan. Arsitektur: Indonesia belum mengenal istilah karya monumental kontemporer. Bangunan pengantar rasa hormat untuk pahlawan 1954-1960: Monumen 1954 Bentuk Konkret seperti bambu runcing dan lilin raksaasa

Tugu Nasional ke-1 Poleksosbud: Nasionalisasi, butuh simbol persatuan nasionalisme. Arsitektur: Belum mengenal istilah monumen kontemporer di Indonesia. Melambangkan persatuan Indonesia dan kekokohan bangsa Indonesia. 1963-1966: Monumen 1963 Bentuk-bentuk modern dari Indonesia Monumen Pembebasan Irian Barat Poleksosbud: kemenangan atas kembalinya Irian Barat. Peringatan atas kejayaan bangsa dan pemimpin Indonesia

(10)

Tugu Pembebasan Irian Barat Monumen Nasional

4. Rumah Tinggal F.Silaban

Rancangan rumah tinggal F.Silaban merupakan antitesis dari tipologi „rumah gedong‟, rumah-rumah mewah yang lazim dibangun pada masa penjajahan. Secara skala dan isi, rumah tersebut termasuk rumah yang ‟mewah‟ pada masanya; menempati dua kavling, memiliki banyak kamar tidur dan ruang-ruang komunal yang luas, berlantai dua, dan dibangun dengan bahan-bahan paling baik pada masanya. namun di luar ukuran kemewahan tadi, bangunan ini tidak tampil dengan fasad yang bersolek seperti rumah tinggal mewah pada umumnya.

Massa bangunan dipasang memanjang sejajar dan jauh dari garis jalan dengan orientasi menghadap selatan. Perletakkan massa hanya menyisakan tempat terbuka secukupnya di belakang untuk taman dan kegiatan sehari-hari rumah tangga, sehingga tampilan depan bangunan lebih didominasi oleh lapangan rumput yang besar dibanding bangunannya. Arti lain dari rancangan rumah ini adalah memiliki ruang yang dapat diakses secara visual oleh publik lebih banyak dibanding dengan rancangan terdahulu.

F.Silaban menggunakan atap pelana yang besar namun tidak menyolok seperti atap perisai curam yang umum dijumpai pada masa itu. Sedangkan dinding luar didominasi oleh bidang-bidang yang dibungkus dengan mosaik

(11)

potongan-potongan batu kali (slate stone) ala mondrian. pada bagian tertentu potongan-potongan batu kali dikombinasikan dengan teliti dengan potongan batu andesit dan cetakan terazzo poles sehingga menciptakan sudut-sudut detail yang rapi dan total.

Ruang-ruang dalam rata-rata bervolume dan memiliki void besar. Peran sentral figur Silaban sebagai otoritas rumah tangga diwujudkan dalam posisi-posisi ruang. Ruang tidur utama dan ruang kerja diposisikan di bagian depan dan memiliki akses langsung ke berbagai ruang lainnya, termasuk akses visual ke 4 kamar anaknya. Fungsi ruang juga dikelompokkan tegas dengan memisahkan aktivitas rumah tangga (yang banyak dilakukan kaum perempuan) pada bagian belakang dan aktivitas yang didominasi oleh kaum laki-laki pada bagian depan. dalam peruntukkan ruang yang demikian kaum laki-laki dipahami berperan dalam kegiatan-kegiatan formal seperti menerima tamu atau tampil sebagai representasi keluarga.

5. Masjid Istiqlal

Presiden Soekarno ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama.

Arsitektur

Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan

(12)

bukaan lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami.

Gaya arsitektur

Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional, yaitu menerapkan bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan monumental. Bahannya pun dipilih yang besifat kokoh, netral, sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih dan baja antikarat (stainless steel). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Ornamen-ornamen ini selain berfungsi sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini. Krawangan dari baja ini ditempatkan sebagai jendela, lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar langkan di tepi balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja antikarat. Langit-langit masjid dan bagian dalam kubah pun dilapisi kerangka baja antikarat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun dilapisi lempengan baja antikarat.

Arsitektur Indonesia nampak pada bangunan yang bersifat terbuka dengan memungkinkan sirkulasi udara alami sesuai dengan iklim tropis serta letak masjid yang berdekatan dengan bangunan pusat pemerintahan. Kemudian pada bagian dalam kubah masjid yang berhiaskan kaligrafi merupakan hasil adopsi arsitektur Timur Tengah. Masjid ini juga dipengaruhi gaya arsitektur Barat, sebagaimana terlihat dari bentuk tiang dan dinding yang kokoh.

Simbolisme

Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45" melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.

Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu

(13)

(juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 8 meter.

Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman. Koridor di sekeliling teras pelataran menghubungkan bangunan utama dengan menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki, dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan Keesaan Allah.

6. Monumen Nasional

Teknologi yang digunakan pada monumen Silaban mempunyai kesamaan pada penggunaan bahan beton, yang memberikan keluesan pada bentuknya. Adanya beberapa bentuk keseluruhan yang berbeda karena adanya ulangan sayembara Tugu Nasional ke – 2 kalinya, dimana presiden Soekarno tetap menunjuk Silaban untuk mengembangkan ide-

(14)

Pengaruh bambu runcing, tugu lilin, karena masih belum ada inovasi lain untuk karya monumental, sedangkan masa-masa perjuangan fisik Bangsa Indonesia yang masa-masa itu masih terasa dan disambung dengan pemberontakan, maka tampil bentuk frame dan envelope mendukung bentuk bambu runcing, dan lilin raksasa.

Pengaruh Rusia didapatkan diduga sewaktu hubungan Indonesia-Rusia masih baik sebelum meletus G30 S. Apalagi Silaban sering keliling dunia, sedangkan arus informasi/buku-buku luar sudah banyak beredar dan disuga dimiliki Silaban. Pada dasarnya teknologi dan bahan untuk monumen Tugu Nasional sama, hanya bentuk dan ekspresinya yang berbeda.

(15)

C. Kesimpulan

Untuk bangunan rumah tinggal, Silaban menggunakan teknologi dan material yang awet dan tahan lama, sehingga terkesan mewah. Pengaruh bentuk atap pelana memperlihatkan esensi kemakmuran dan „kesederhanaan‟ dalam arsitektur modern. Pengaruh bentuk atap limas berasal dari rumah-rumah Belanda yang bersudut curam. Bentuk atap sangat berperan dalam menanggulangi permasalahan iklim tropis di negara Indonesia.

Teknologi yang digunakan pada bangunan umum hampir sama dengan rumah tinggal. Silaban memakai bentang modul 3meter untuk kolom, hal ini disebabkan prinsip beliau yang memandang deretan kolom disekeliling ruang terbuka mempunyai sugesti yang baik, seperti pada Masjid Istiqlal. Bahan-bahan yang digunakan mengesankan mahal, terutama lantai dari marmer dan pengawetan beton eksposenya. Perbedaan bangunan umum dengan rumah tinggal terletak pada atapnya, yang pada kurun waktu awal menggunakan atap limas, kemudian diganti atap datar beton pada kurun waktu kedua.

Teknologi sama juga dipakai untuk bangunan monumen, dengan frame beton bertulang dan finishing dari bahan keramik atau marmer. Perbedaan bentuk tidak mempengaruhi teknologi dan bahan.

Secara Keseluruhan teknologi dan bahan yang digunakan pada karya-karya Silaban tidak memiliki perbedaan. Hal ini menyebabkan arsitektur F.Silaban pada masa itu mempunyai ciri khas tersendiri.

(16)

REFERENSI

Odang, Astuti SA. 1992. Arsitek dan Karyanya : F.Silaban dalam Konsep dan Karya. Bandung : NOVA. http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Istiqlal http://ruang17.wordpress.com/2010/04/04/rumah-silaban/ Sumber Gambar : http://www.silaban.net/2006/06/03/silaban-sang-arsitek-kesayangan-bung-karno/ http://muhammad-sadji.blogspot.com/2012/08/nasib-monumen-pembebasan-irian-barat.html http://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional http://geowu18.blogspot.com/2010/10/tugu-khatulistiwa-pontianak.html http://mastonie-go2blog.blogspot.com/2011/04/pak-pardjo-wafat.html http://artvisualizer.blogspot.com/2009/04/frederich-silaban.html http://jbpsitinjak.blogspot.com/ http://foto.spmabogor.net/Bogor%20Jadul%201/ http://ruang17.wordpress.com/2010/04/04/rumah-silaban/

Referensi

Dokumen terkait

Tersedianya sarana produksi dan adanya celah-celah pemasaran yang baik di Kota Tasikmalaya, merangsang peternak untuk membudidayakan ternak domba, baik

Upaya untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa melalui Youth Entrepreneurship Program (YEP) yaitu: (a) Siswa anggota YEP

[r]

Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan guru wajib mengetahui sejauh mana keberhasilan siswanya telah berhasil mengikuti pelajaranyang diberikan oleh

Di bagian utara, nilai berkisar antara 304-575 μ S/cm yang ditunjukan dengan warna merah (sebagai batas nilai terendah) hingga kuning pada peta iso-DHL, lihat Gambar

Dilihat dari semua aspek kelayakan ada 3 aspek yang berbeda pada usaha emping mlinjo Koh Johan dan Ibu Musrifah yaitu aspek pasar dan pemasaran di bagian segmentasi pasar,

Variabel dependen diwakili oleh ZSCORE; Profit adalah indikator rasio profitabilitas; BOPO adalah rasio biaya terhadap pendapatan; Indiv adalah struktur pendapatan;

Penurunan yang terjadi pada sewa pembiayaan dan aset tak berwujud di tahun 2010 dan 2011 tidak berpengaruh negatif terhadap total aset dengan bukti bahwa total