• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 RENCANA STRUKTUR RUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 RENCANA STRUKTUR RUANG"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

3

RENCANA STRUKTUR RUANG

Rencana struktur ruang disusun untuk mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang, keserasian pengembangan ruang dan keefektifan sistem pelayanan. Struktur ruang Kota Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan kota secara berjenjang, pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem jaringan prasarana transportasi.

3.1 Rencana Hirarki Pusat Pelayanan Kota

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, Rencana hirarki pusat pelayanan wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 3 jenjang yaitu:

a. pusat pelayanan kota (PPK) melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional; b. subpusat pelayanan kota (SPK) yang melayani subwilayah kota (SWK); dan c. pusat lingkungan (PL).

3.1.1 Pembagian Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota Bandung dibagi menjadi delapan Subwilayah Kota (SWK) yang dilayani oleh delapan Subpusat Pelayanan Kota (SPK) dan dua Pusat Pelayanan Kota (PPK). Pusat pelayanan kota melayani 2 juta penduduk, sedangkan subpusat pelayanan kota melayani sekitar 500.000 penduduk.

Tabel III.1

Distribusi Penduduk Per Subwilayah Kota (SWK)

Rencana Distribusi Jumlah Penduduk Tahun 2031

No. Wilayah Jumlah Penduduk

Tahun 2009 2015 2020 2025 2031 1. Bojonagara 400.660 444.760 481.510 518.260 555.010 2. Cibeunying 436.934 472.106 501.416 530.726 560.036 3. Tegallega 560.958 647.592 719.787 791.982 864.177 4. Karees 418.222 454.918 485.498 516.078 546.658 5. Arcamanik 198.380 244.700 283.300 321.900 360.500 6. Ujungberung 198.676 255.178 302.263 349.348 396.433 7. Kordon 179.255 224.009 261.304 298.599 335.894 8. Gedebage 92.220 122.622 147.957 173.292 198.627 J u m l a h 2.485.305 2.865.885 3.183.035 3.500.185 3.817.335

(2)

Pusat pelayanan kota yang direncanakan sampai dengan tahun 2031 adalah pusat Alun-alun dan Gedebage. Pusat Pelayanan Alun-Alun-alun melayani Subwilayah Kota (SWK) Cibeunying, Karees, Bojonegara, dan Tegalega, sedangkan Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subwilayah Kota Arcamanik, Derwati, Kordon, dan Ujungberung.

Pusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala kota yang meliputi fasilitas

pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan,

perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada pada satu lokasi tetapi bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di dalam wilayah yang dilayaninya. Fasilitas minimum skala kota yang dimaksud antara lain:

a. pendidikan, meliputi: perguruan tinggi dan perpustakaan;

b. kesehatan, meliputi: rumah sakit tipe B1dan rumah sakit gawat darurat; c. peribadatan, meliputi: masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya; d. bina sosial, meliputi: gedung pertemuan umum;

e. olahraga/rekreasi, meliputi: komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan dan rekreasi, bioskop, gedung kesenian, taman kota, gedung seni tradisional; f. pemerintahan, meliputi: kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim, kantor

telekomunikasi wilayah, kantor PLN wilayah, kantor PDAM wilayah, kantor urusan agama, pos pemadam kebakaran;

g. perbelanjaan/niaga, meliputi: pusat perbelanjaan utama, pasar modern, pertokoan, pusat belanja, bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain; dan

h. transportasi, meliputi: terminal dan parkir umum.

A. Pusat Pelayanan Alun-Alun (PPK Alun-alun)

Pusat Pelayanan Alun-alun melayani Subpusat Pelayanan Kota (SPK) Setrasari, Sadang Serang, Kopo Kencana dan Turangga. Kebijakan dasar pengembangannya adalah urban renewal. Wilayah belakang Pusat Pelayanan Alun-alun adalah:

1. Subpusat Pelayanan Setrasari, melayani:

Kecamatan Andir

Kecamatan Sukasari

Kecamatan Cicendo

Kecamatan Sukajadi

2. Subpusat Pelayanan Sadang Serang, melayani:

Kecamatan Cidadap

Kecamatan Coblong

Kecamatan Bandung Wetan

Kecamatan Cibeunying Kidul Kecamatan Cibeunying Kaler

Kecamatan Sumur Bandung

3. Subpusat Pelayanan Kopo Kencana, melayani:

Kecamatan Astana Anyar

Kecamatan Bojongloa Kidul Kecamatan Bojongloa Kaler

Kecamatan Babakan Ciparay

Kecamatan Bandung Kulon

1

Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. Pelayanan medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialisitik telinga, hidung, tenggorokan, mata, syarat, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologis klinis, patologi anatomi dan pelayanan spesialistik lain sesuai kebutuhan.

(3)

4. Subpusat PelayananMaleer, melayani:

Kecamatan Regol

Kecamatan Lengkong

Kecamatan Batununggal

Kecamatan Kiaracondong

PPK Alun-alun ini akan dilengkapi paling kurang oleh fasilitas : a. peribadatan : masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya; b. bina sosial : gedung pertemuan umum;

c. olahraga/rekreasi : komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan dan rekreasi, gedung kesenian, taman kota;

d. pemerintahan : kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor Kodim, kantor telekomunikasi wilayah, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah, kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) wilayah, Kantor Urusan Agama, pos pemadam kebakaran, Kantor Polisi sesuai dengan struktur yang berlaku di lembaga Kepolisian Republik Indonesia;

e. perbelanjaan/niaga : pusat perbelanjaan utama (grosir), pasar, pertokoan, bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain.

B. Pusat Pelayanan Gedebage (PPK Gedebage)

Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subpusat Pelayanan Arcamanik, Ujungberung, Kordon dan Derwati. Kebijakan dasar pengembangannya adalah urban development. Wilayah belakang Pusat Pelayanan Gedebage adalah:

1. Subpusat Pelayanan Arcamanik, melayani:

Kecamatan Arcamanik

Kecamatan Mandalajati

Kecamatan Antapani

2. Subpusat Pelayanan Ujungberung, melayani:

Kecamatan Ujungberung

Kecamatan Cibiru

Kecamatan Cinambo

Kecamatan Panyileukan

3. Subpusat Pelayanan Kordon, melayani:

Kecamatan Bandung Kidul

Kecamatan Buahbatu

4. Subpusat Pelayanan Derwati, melayani:

Kecamatan Gedebage

Kecamatan Rancasari

PPK Gedebage ini dilengkapi paling kurang oleh fasilitas : a. pendidikan : perguruan tinggi dan perpustakaan; b. kesehatan : rumah sakit kelas A;

c. peribadatan : masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya; d. bina sosial : gedung pertemuan umum;

e. olahraga/rekreasi : komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan dan rekreasi, gedung kesenian, taman kota, gedung seni tradisional;

f. pemerintahan : kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor telekomunikasi wilayah, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah, kantor Perusahaan Daerah

(4)

g. perbelanjaan/niaga : pusat perbelanjaan utama (grosir), pasar, pertokoan, bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain; dan

h. transportasi : terminal dan parkir umum.

Tabel III.2

Fungsi Khusus Subwilayah Kota

No. Wilayah Fungsi khusus

1. Bojonagara Pemerintahan, Pendidikan 2. Cibeunying Pendidikan, Industri, Perumahan 3. Tegallega Industri dan Pergudangan

4. Karees Perdagangan

5. Arcamanik Perumahan

6. Ujungberung Perumahan

7. Kordon Perumahan

8. Gedebage Perumahan

Sumber: Hasil Analisis, 2009

3.1.2 Pembagian Subpusat Pelayanan Kota (SPK)

Adapun pembagian subpusat pelayanan kota (SPK) di Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Subwilayah Kota Bojonagara dengan Subpusat Pelayanan Setrasari, meliputi Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir;

b. Subwilayah Kota Cibeunying dengan Subpusat Pelayanan Sadang Serang meliputi Kecamatan Cidadap, Coblong, Bandung Wetan, Sumur Bandung, Cibeunying Kidul, Cibeunying Kaler;

c. Subwilayah Kota Tegallega dengan Subpusat Pelayanan Kopo Kencana,meliputi

Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar;

d. Subwilayah Kota Karees dengan Subpusat Pelayanan Maleer, meliputi Kecamatan Regol, Lengkong, Kiaracondong, Batununggal;

e. Subwilayah Kota Arcamanik dengan Subpusat Pelayanan Arcamanik, meliputi Kecamatan Arcamanik, Mandalajati, Antapani;

f. Subwilayah Kota Ujungberung dengan Subpusat Pelayanan Ujungberung meliputi

Kecamatan Cibiru, Ujungberung, Cinambo, Panyileukan;

g. Subwilayah Kota Kordon dengan Subpusat Pelayanan Kordon, meliputi Kecamatan Bandung Kidul, Buah; dan

h. Subwilayah Kota Gedebage dengan Subpusat Pelayanan Derwati, meliputi

Kecamatan Gedebage, Rancasari.

Subpusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala subwilayah kota yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan, perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada pada satu lokasi tetapi bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di dalam wilayah yang dilayaninya. Fasilitas minimum skala subwilayah kota yang dimaksud antara lain:

a. pendidikan: perguruan tinggi dan perpustakaan; b. kesehatan: rumah sakit kelas C;

c. peribadatan: masjid dan tempat ibadah lain; d. bina sosial: gedung serba guna;

(5)

f. pemerintahan: kantor kecamatan, kantor pelayanan umum, Koramil, Kantor Urusan Agama (KUA)/Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP-4)/balai nikah, pos wilayah pemadam kebakaran, kantor pos, telekomunikasi, dipo kebersihan dan gardu listrik;

g. perbelanjaan/ niaga: pusat perbelanjaan/pasar (eceran aglomerasi); dan h. transportasi: terminal transit dan parkir umum.

3.1.3 Pusat Lingkungan (PL)

Pusat lingkungan terdiri dari pusat-pusat pelayanan pada sjala kecamatan dan kelurahan. Pusat paling sedikit dilengkapi oleh fasilitas sebagai berikut:

a. pendidikan; b. kesehatan; c. peribadatan; d. bina sosial; e. olahraga/rekreasi; f. pemerintahan; g. perbelanjaan/niaga; h. transportasi;

i. TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara)

3.1.4 Kebutuhan Fasilitas Minimum

A. Fasilitas Minimum Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Berdasarkan proyeksi penduduk Kota Bandung pada tahun 2031, maka jumlah penduduk Kota Bandung sebesar 4.093.256 jiwa, terdapat dua pusat pelayanan di Kota Bandung (Alun-alun dan Gedebage) sehingga tiap-tiap pusat pelayanan kota hanya melayani ± 2.000.000 jiwa.

(6)
(7)
(8)

Tabel III.3

Penambahan Fasilitas Kota Perkiraan Kebutuhan (Unit)

Penambahan Fasilitas Fasilitas Jumlah Tahun 2007 Perkiraan Kebutuha n Tahun 2031 2010-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2031 1. Pendidikan a. TK 447 3274 2066 254 254 254 b. SD 924 2558 1040 198 198 198 c. SLTP 213 852 442 66 66 66 d. SLTA 219 852 436 66 66 66 e. Taman Bacaan 0 1638 1257 127 127 127 2. Kesehatan a. Posyandu 1842 3274 671 254 254 254

b. Balai Pengobatan Warga 558 1638 699 127 127 127

c. BKIA/Klinik Bersalin 748 136 -643 11 11 11

d. Puskesmas Pembantu & Balai

Peng. Ling. 0 136 105 11 11 11

e. Puskesmas & Balai Pengobatan 71 34 -45 3 3 3

f. Tempat Praktek Dokter 4144 818 -3516 63 63 63

g. Apotik/Rumah Obat 102 136 3 11 11 11

3. Ruang Terbuka, Taman, & Lapangan Olahraga (dalam m2)

a. Taman/Tempat Main 129445 1 16374 -1281883 1269 1269 1269 b. Kuburan/Pemakaman Umum 124260 34 -124234 3 3 3 4. Perdagangan a. Pertokoan 141 1638 1116 127 127 127

b. Pusat pertokoan + Pasar Ling. 38 136 67 11 11 11

Sumber: Hasil Analisis, 2009

B. Fasilitas Minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK)

Berdasarkan proyeksi penduduk Kota Bandung pada tahun 2031, maka jumlah penduduk Kota Bandung sebesar 4.093.256 jiwa, terdapat delapan Subpusat Pelayanan Kota Bandung (Bojonagara, Cibeunying, Karees, Tegalega, Ujungberung, Arcamanik, Kordon, Derwati) sehingga tiap-tiap Subpusat Pelayanan hanya melayani ± 500.000 jiwa.

(9)

Tabel III.4

Rencana Sebaran Penambahan Fasilitas Subwilayah Kota Tahun 2031 (Unit)

Penambahan Fasilitas di Subwilayah kota

Fasilitas Ju m la h Ta hu n 20 07 B oj on ag ar a C ib eu ny in g Te ga lle ga K ar ee s A rc am an ik U ju ng be ru ng K or do n D er w at i Pe rk ira an K eb ut uh an Ta hu n 20 31

Jumlah penduduk tahun 2008 2335406 396391 413473 494936 401074 198868 185731 139355 105578

Jumlah penduduk tahun 2031 4093256 555010 560036 864177 546658 360500 396433 335894 198627

1. Pendidikan a. TK 447 331 315 340 339 371 366 372 391 3274 b. SD 924 154 132 134 145 247 253 269 302 2558 c. SLTP 213 57 53 79 67 96 88 98 105 852 d. SLTA 219 61 45 85 55 100 93 92 106 852 e. Taman Bacaan 0 205 205 205 205 205 205 205 205 1638 2. Kesehatan a. Posyandu 1842 117 84 79 397 233 234 314 319 3274

b. Balai Pengobatan Warga 558 130 110 98 111 147 157 155 174 1638

c. BKIA/Klinik Bersalin 748 -136 -100 -120 -94 -39 -55 -33 -35 136

d. Puskesmas Pembantu &

Balai Peng. Ling. 0 -17 -17 -17 -17 -17 -17 -17 -17 136

e. Puskesmas & Balai

Pengobatan 71 -5 -9 -9 -8 -5 -3 -1 1 34

f. Tempat Praktek Dokter 4144 -1172 -1021 -469 -572 11 -62 -78 35 818

g. Apotik/Rumah Obat 102 -2 -11 13 -27 17 15 12 17 136

3. Ruang Terbuka, Taman, & Lapangan Olahraga (dalam m2)

a. Taman/Tempat Main 1294451 395.077 -108.223 491.571 213.516 511.657 352.731 511.657 430.819 16374

b. Kuburan/Pemakaman

Umum 124260 -25722 88 -5532 528 8.528 -49572 8.528 7.118 34

4. Perdagangan

a. Pertokoan 141 170 177 185 174 198 197 200 198 1638

b. Pusat pertokoan + Pasar

Ling. 38 9 14 10 10 17 16 17 15 136

Sumber: Hasil Analisis, 2009

3.2 Rencana Jaringan Prasarana Kota

Rencana sistem jaringan prasarana kota terdiri dari: rencana sistem prasarana utama dan rencana sistem prasarana lainnya. Rencana sistem prasarana utama terdiri atas sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi kereta api, dan sistem jaringan transportasi udara. Rencana sistem prasarana lainnya terdiri atas rencana sistem jaringan energi; rencana sistem jaringan telekomunikasi; rencana sistem jaringan sumber daya air; dan rencana prasarana pengelolaan lingkungan kota.

(10)

3.2.1 Rencana Sistem Prasarana Utama 3.2.1.1 Sistem Jaringan Transportasi Darat

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi darat berkaitan dengan sistem jaringan jalan dan rel. Prinsip perencanaan pada sistem jaringan transportasi darat adalah menghubungkan secara optimal sistem-sistem kegiatan kota, baik dalam konteks regional (PKN, PKW, PKL) maupun dalam konteks internal kota (pusat pelayanan dan sub pusat pelayanan kota). Prinsip perencanaan transportasi ini juga diarahkan pada pembatasan suplai (penyediaan) jaringan di pusat kota dan meningkatkan suplai ke arah timur Kota Bandung, serta melakukan beberapa manajemen permintaan transportasi

khususnya di pusat kota untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan

meningkatkan penggunaan moda transportasi publik (public transportation mode).

Berkaitan dengan hal di atas, maka beberapa rencana pengembangan transportasi darat adalah sebagai berikut:

1. Pemantapan hirarki jaringan jalan arteri primer pada sistem jaringan jalan primer. Koridor-koridor ini diarahkan untuk memiliki hirarki jalan arteri primer karena menghubungkan secara regional peran Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diidentifikasi melalui keberadaan fasilitas Bandara Husein Sastranegara, Terminal Cicaheum, Terminal Leuwi Panjang, dan Terminal Terpadu Tipe A Gedebage. Adapun koridor primer dan jalan yang dimaksud adalah:

Koridor primer 1: Jalan Cibeureum – Jalan Sudirman - Jalan Soekarno Hatta – Jalan Cibiru yang melintasi terminal Leuwipanjang;

Koridor primer 2: Jalan Rajawali (Jalan Elang) – Jalan Nurtanio yang

mengakses Bandara Husein Sastranegara;

Koridor primer 3: Jalan Sindanglaya – Jalan Ujungberung – Jalan Cipadung yang mengakses Terminal Cicaheum; dan

Koridor primer 4: Jalan Rumah Sakit – Jalan Gedebage yang mengakses

Terminal Terpadu Gedebage.

2. Pemantapan hirarki jaringan jalan kolektor primer pada sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antara PKN Bandung dengan PKL sekitarnya, serta antara PKN Bandung dengan PKW Sukabumi dan PKW Tasikmalaya.

Jalan yang dimaksud adalah: Jalan Raya Setiabudhi Jalan Sukajadi

Jalan HOS. Cokroaminoto

(Pasirkaliki) Jalan Gardujati Jalan Astana Anyar Jalan Pasir Koja

Jalan K.H. Hasyim Ashari (Kopo)

Jalan Mochamad Toha

Jalan Terusan Buah Batu Jalan Terusan Kiaracondong

Jalan Mochamad Ramdan

Jalan Terusan Pasir Koja

Jalan Gedebage

Jalan Terusan Cileunyi Terpadu

3. Restrukturisasi hirarki jalan pada sistem jaringan sekunder. Jaringan jalan ini akan menghubungkan secara optimal antara pusat-pusat pelayanan dengan sub-sub pusat pelayanan kota.

Adapun hirarki jalan yang dimaksud adalah:

pengembangan jalan arteri sekunder yang menghubungkan SPK Arcamanik

dan SPK Kordon dengan PPK Gedebage;

pengembangan jalan kolektor sekunder yang melewati SPK Sadang Serang;

pengembangan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan SPK Arcamanik

dengan SPK Kordon dan SPK Derwati; dan

pengembangan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan SPK Sadang

(11)

4. Pembangunan jalan tol.

Adapun pembangunan tol yang dimaksud adalah: jalan tol Soreang - Pasirkoja; dan

jalan tol dalam dalam kota (Terusan Pasteur - Ujungberung - Cileunyi) dan Ujungberung - Gedebage – Majalaya.

5. Pembangunan jalan layang. Adapun pembangunan jalan layang yang dimaksud adalah:

jalan layang Jl. Setiabudhi - Jl. Siliwangi; jalan layang Jl. Nurtanio - rel KA;

jalan layang Jl. A.Yani - rel KA; jalan layang Jl. Sunda - rel KA; jalan layang Jl. Braga - rel KA; jalan layang Jl. Arjuna - rel KA;

jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Buah Batu; jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Ibrahim Adjie; jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Mochamad Toha; jalan layang persimpangan Jl. Gedebage - Tol Padaleunyi.

Jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta- Jl. Cibaduyut

Jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta- Jl. KH Hasyim Ashari (Kopo) Jalan layang persimpangan Jl. Nurtanio – Jl. Abdurrahman Saleh

6. Rencana pengembangan terminal terpadu dan terminal kota, yaitu: pembangunan terminal tipe A di PPK Gedebage;

optimalisasi terminal tipe B di Leuwipanjang untuk bagian selatan dan barat Kota Bandung;

pengembangan terminal tipe B di Ledeng untuk bagian utara Kota Bandung; Pengembangan terminal tipe C di Cicaheum dan sekitar SPK.

Pengembangan terminal di sekitar sub pusat pelayanan kota bertujuan mengarahkan pengembangan kota yang berorientasi pada titik-titik pengumpul dan pendistribusi pergerakan (transit oriented development-TOD), minimal dengan terminal tipe C, seperti pada gambar 3.1.

7. Rencana penerapan strategi manajemen kebutuhan transportasi/TDM

(Transportation Demand Management), yaitu:

a. Mengembangkan strategi manajemen parkir yang bersifat disinsentif maupun insentif.

Strategi yang disinsentif sifatnya membatasi penggunaan kendaraan pribadi di pusat kota dengan pemberlakuan sistem parkir progresif, khususnya pada jalan-jalan yang digunakan untuk on-street parking, seperti:

Otto Iskandardinata Dewi Sartika

Pungkur

Jend. Ahmad Yani

Lengkong Kecil Gardu Jati ABC Banceuy Naripan Karapitan Dalem Kaum Kepatihan Cikapundung Barat Cikapundung Timur Astana Anyar Suniaraja Kebon Jati

(12)

Kemudian, strategi manajemen parkir yang insentif sifatnya mengakomodasi pergerakan dengan menyediakan bangunan parkir di pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran, khususnya di daerah pengembangan Gedebage.

b. Pengembangan strategi pengenaan tarif/road pricing di jalan di sekitar pusat kota yang bertujuan untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi di pusat kota, namun memberikan alternatif moda (mode alternative) yang mendorong pergerakan ke pusat kota dengan menggunakan moda angkutan publik (public

transportation mode). Adapan beberapa jalan yang relevan dikembangkan

strategi road pricing adalah:

Sudirman Asia Afrika Dalem Kaum Cibadak Karang Anyar Kepatihan Dewi Sartika

c. Pengembangan moda alternatif (alternative mode) yang mendorong pergerakan ke pusat kota dengan menggunakan moda angkutan publik.

Penerapan strategi ini berbasis angkutan massal dengan konsep

pengembangan sebagai berikut:

Pengembangan angkutan massal di bagian barat Kota Bandung bertujuan membatasi pergerakan dengan kendaraan pribadi dan mengakomodasi pergerakan dari arah Kopo, Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.

Konsep pengembangan angkutan massal di bagian timur Kota Bandung

bertujuan meningkatkan pergerakan ke arah timur dan meningkatkan pergerakan internal bagian timur Kota Bandung.

8. Rencana pengembangan angkutan umum, yaitu: a. aplikasi sistem transportasi terpadu;

b. optimalisasi sistem transportasi terpadu; c. optimalisasi kebijakan penetapan tarif;

d. penyediaan sarana dan prasarana angkutan umum pemadu moda (bus line) dengan jalur:

 Koridor 1 : Jalan Raya Cibiru-Jalan Soekarno Hatta-Jalan Elang;  Koridor 2 : Antapani-Jalan Laswi-Jalan Lingkar Selatan;

 Koridor 3 : Ujung Berung-Jalan Surapati-Jalan Dr. Djunjunan;  Koridor 4 : Cibeureum-Cicaheum;

 Koridor 5 : Buah Batu-Kebon Kawung;

 Koridor 6 : Banjaran-Gedebage-Kebon Kawung;  Koridor 7 : Padalarang-Elang-Kebon Kawung;

 Koridor 8 : Soreang-Kopo-Leuwipanjang-Kebon Kawung;  Koridor 9 : Cibaduyut-Tegallega-Kebon Kawung;

 Koridor 10 : Ledeng-Gegerkalong-Kebon Kawung; dan  Koridor 11 : Caringin-Pasirkaliki-Sarijadi.

e. peremajaan moda dan peningkatan kapasitas Angkutan Umum;

f. penerapan laik fungsi kendaraan angkutan umum dengan uji emisi gas buang; g. penertiban dan Pengendalian Angkutan Lingkungan (ojeg, becak, dan delman); h. peningkatan Kinerja Operasional Taksi dengan mengatur jumlah taksi yang

beroperasi sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung sarana dan prasarana i. penertiban dan peningkatan fungsi Halte;

(13)

j. penertiban Pergerakan Angkutan AKAP (Angkutan Kota Antar Propinsi) dan AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi);

k. peningkatan sistem kelembagaan sektor transportasi;

l. peningkatan peranserta swasta dalam pengembangan angkutan umum.

Gambar 3. 1

Peta Rencana Pengembangan Terminal

3.2.1.2 Sistem Jaringan Transportasi Kereta Api

Pemantapan sistem jaringan transportasi kereta api, yaitu:

a. revitalisasi jalur kereta api antar kota Bandung-Sukabumi-Bogor; b. revitalisasi jalur kereta api Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari; c. revitalisasi jalur kereta api Kiaracondong-Ciwidey;

d. pembangunan jalur ganda kereta api perkotaan

Kiaracondong-Rancaekek-Cicalengka dan Kawasan Terpadu Gedebage;

e. elektrifikasi jalur kereta api Padalarang-Kiaracondong-Cicalengka;

f. pembangunan jalur kereta ringan (monorel) yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan;

g. peningkatan sarana dan prasarana stasiun di Stasiun Bandung, Ciroyom,

Cikudapateuh, dan Kiaracondong;

h. pengembangan sarana dan prasarana intermoda stasiun di PPK Gedebage; dan i. pembangunan jalur kereta gantung dari Pasteur-Sukajadi

3.2.1.3Sistem JaringanTransportasi Udara

Untuk menunjang perkembangan Kota Bandung dan sesuai dengan rencana dalam RTRWN, bandara Husein Sastranegara tetap dipertahankan. Fungsi pelayanannya ditingkatkan dengan:

a. peningkatan pelayanan bandar udara dengan perbaikan lingkungan sekitar agar

TB T T T T T T T T T T T T TB

(14)

b. penetapan kawasan aman bagi jalur penerbangan dengan pembatasan ketinggian bangunan di sekitar kawasan bandar udara sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. peninjauan kembali fungsi Bandara Husein Sastranegara sampai terbangun dan

berfungsinya bandara pengganti;

d. peningkatan fasilitas Intermoda di Bandara, moda sarana Penghubung (feeder) di bandara sangat diperlukan dalam menunjang operasional kegiatan Bandara. Fasilitas moda taksi yang mempunyai pelayanan yang baik sangat diharapkan dengan ditunjang oleh prasarana ruang naik dan turunya penumpang. Terbatasnya ruang parkir yang ada hendaknya kawasan bandara di masa mendatang perlu di hubungkan dengan angkutan massal dengan membuat simpul pergerakan di Sekitar Husein Sastranegara.

e. penyediaan moda sarana penghubung; dan

f. penyediaan moda taksi yang mempunyai pelayanan yang baik.

3.2.2 Rencana Sistem Prasarana Lainnya

3.2.2.1 Rencana Sistem Jaringan Energi

Permasalahan pengembangan sistem jaringan energi dapat dibagi menjadi:

a. Permasalahan makro

Pada saat ini rasio elektrifikasi di Kota Bandung baru mencapai sekitar 50%. Hal ini disebabkan karena kurangnya supply listrik di Kota Bandung. Pada tahun 2013 kebutuhan energi listrik di Kota Bandung adalah 4.100 GWh (asumsi rasio elektrifikasi 77,3%), sedangkan pada tahun 2007 energi listrik yang dapat disediakan hanya 3.127 GWh. Supply listrik di Kota Bandung merupakan bagian dari interkoneksi Jawa-Bali, yang bersumber dari pusat-pusat pembangkit, seperti Pusat Pembangkit Listrik Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.

Tabel III.5

Perkiraan Kebutuhan Listrik Kota Bandung Kebutuhan Listrik

Tahun Jumlah

Penduduk

Rasio

Elektri-fikasi TanggaRumah Sosial Bisnis Publik Industri Lain-lain

Total 2010 2824642 71,3 1.176.158 102.428 656.953 77.704 1.486.975 42.384 3.542.603 2015 3141812 81,3 1.491.707 129.908 833.206 98.551 1.885.912 53.755 4.493.040 2020 3458982 91,3 1.844.302 160.615 1.030.150 121.846 2.331.685 66.461 5.555.058 2025 3776152 100 2.205.273 192.051 1.231.774 145.694 2.788.048 79.469 6.642.308 2031 4093322 100 2.390.500 208.182 1.335.234 157.931 3.022.224 86.144 7.200.215

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Rencana untuk mengatasi masalah ini adalah mengembangkan alternatif sumber energi baru, seperti air dan angin serta pemanfaatan energi dari TPPSA;

b. Permasalahan mikro

Permasalahan pada skala mikro, terkait dengan pola distribusi jaringan listrik, dimana pembangunan atau penambahan jaringan listrik di Kota Bandung mengikuti perkembangan guna lahan, bukan sebaliknya. Ketidakteraturan dalam penyebaran

(15)

jaringan menyebabkan beberapa kerugian dalam pengoperasian dan pemeliharaan jaringan, diantaranya:

Tidak meratanya distribusi daya di setiap bagian kota, sehingga terdapat area yang surplus dan ada pula yang defisit.

Tidak efisiennya penggunaan kabel dan gardu

Saluran jaringan listrik seringkali bersinggungan dengan jaringan-jaringan prasarana lain

Lebih sulitnya proses kontrol dan pemeliharaan terhadap kualitas jaringan

Rencana sistem jaringan energi yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a.

peningkatan kualitas pelayanan jaringan listrik di Wilayah Bandung Barat;

b.

pengembangan jaringan listrik ke Wilayah Bandung Timur dengan sistem bawah tanah;

c.

pembangunan instalasi baru dan pengoperasian instalasi penyaluran di tiap SPK;

d.

pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik (SUTUT, SUTET maupun SUTT) wajib menyediakan lahan sebagai wilayah pengamanan tapak tower sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku; dan

e.

pengembangan jaringan udara terbuka dengan menggunakan tiang yang memiliki manfaat sebagai jaringan distribusi dan penerangan jalan.

3.2.2.2 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Berdasarkan data tahun 2007, kapasitas sentral di Kota Bandung terdiri dari 563.823 unit. Dari jumlah tersebut, terdapat 433.157 unit yang terpakai dengan jumlah pelanggan sebesar 422.000 unit. Sementara itu di Kota Bandung pada tahun yang sama terdapat 15.329 telepon koin dan 9.625 wartel. Sediaan sarana dan prasarana telekomunikasi saat ini diperkirakan masih mencukupi hingga tahun 2018-2019. Dengan berkembangnya teknologi telepon selular, kebutuhan akan sambungan telepon kabel diprediksikan akan menurun. Dengan kondisi ini, kapasitas sentral yang ada diprediksikan dapat memenuhi kebutuhan setelah tahun 2019.

Permasalahan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana telekomunikasi lebih terkait dengan perkembangan teknologi telepon selular, yaitu keberadaan tower/menara operator telepon selular. Pengaturan tower ini perlu mendapat perhatian, karena disamping dapat mengganggu estetika ruang kota, juga membutuhkan lahan, dan dapat menimbulkan radiasi bagi masyarakat di sekitarnya.

Rencana untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pengaturan sebaran lokasi dan pembangunan menara telekomunikasi bersama.

3.2.2.3 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Rencana sistem jaringan sumber daya air kota dilaksanakan dalam: a. penataan Sungai Cikapundung;

(16)

c. pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum, yaitu Sungai Cisangkuy, Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum Hulu;

d. pembangunan kolam parkir air (retension pond) dengan mengoptimalkan RTH sebagai wilayah resapan air di PPK Gedebage; dan

e. penyediaan sumur-sumur resapan di tiap kaveling bangunan yang mempunyai kedalaman muka air tanah paling kurang 1,5 (satu koma lima) meter.

3.2.2.4 Rencana Prasarana Pengelolaan Lingkungan Kota

Rencana pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan kota terdiri atas: a. sistem penyediaan air minum;

b. sistem pengolahan air limbah kota; c. sistem persampahan kota;

d. sistem jaringan drainase kota;

e. sistem penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki; f. sistem jalur evakuasi bencana.

a. Sistem Penyediaan Air Minum

Pada tahun 2009, kapasitas produksi dari PDAM rata-rata sebesar 2.496 liter/detik dengan kebutuhan 4.414 liter/detik sehingga masih defisit 1.918 liter/detik. Jaringan air bersih baru melayani 53% penduduk dengan pengaliran kontinyu 24 jam, dan dengan tingkat kebocoran air bersih rata-rata 47%. Kebutuhan air minum pada tahun 2031 dengan standar 145 liter/orang/hari memerlukan kapasitas air minum sebesar 7.765 liter/detik, sehingga masih harus ditambah kapasitas sebesar 5.269 liter/detik.

Proyeksi kebutuhan air bersih domestik Kota Bandung 2009-2031 adalah sebagai berikut:

Tabel III.6

Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Domestik di Kota Bandung 2009-2031 Air Bersih

Tahun Jumlah Penduduk Menurut

Proyeksi (jiwa) l/orang/hari l/hari l/detik

2009 2.761.184 120 331.342.080 3.835 2010 2.824.616 120 338.953.920 3.923 2015 3.141.776 125 392.722.000 4.545 2020 3.458.936 130 449.661.680 5.204 2025 3.776.096 140 528.653.440 6.119 2031 4.093.256 145 593.522.120 6.869

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Proyeksi total kebutuhan air bersih menurut jenis fasilitas Kota Bandung pada tahun 2031 adalah sebagai berikut:

Tabel III.7

Jumlah Kebutuhan Air Bersih Kota Bandung

Jumlah Kebutuhan Air Bersih (l/detik)

No. Jenis Fasilitas

2009 2031 1. Domestik 3.835 6.869 Non-Domestik Fasilitas Pendidikan 159 345 Fasilitas Peribadatan 51 51 2. Fasilitas Kesehatan 74 84

(17)

Jumlah Kebutuhan Air Bersih (l/detik)

No. Jenis Fasilitas

2009 2031

Fasilitas Perekonomian 8 8

Fasilitas Pariwisata 44 49

Fasilitas olah raga 3 3

Fasilitas Perkantoran 240 355

Total Non-Domestik 579 896

JUMLAH 4.414 7.765

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Kebutuhan air minum akan dipenuhi dari sumber air baku dari air tanah, air sungai, dan waduk. Jaringan penyediaan air minum terpadu dengan sistem jaringan air minum di wilayah Cekungan Bandung.

Gambar 3. 2

Ketersediaan Air dan Rencana Pengembangan Sumber Air Baku Di Cekungan Bandung

Berdasarkan potensi sumber air yang ada, maka diperoleh alternatif untuk pemenuhan air bersih sampai tahun 2031 sebagai berikut.

Tabel III.8

(18)

Sungai Cilaki 2930

Waduk Sukawarna (Sungai Cimahi) 280

Sungai Cikapundung 160

Hulu Citarum (Situ Cisanti) 200

Waduk Saguling 300

Total 5270

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari tabel di atas diperkirakan diperoleh pasokan air bersih sebesar 5.270 l/detik, sementara tambahan kebutuhan air bersih hingga tahun 2031 sebesar 5.269 l/detik. Dengan demikian bila alternatif di atas dapat direalisasikan serta upaya penghematan air dan pengurangan tingkat kebocoran, maka kebutuhan air bersih hingga 2031 dapat terpenuhi.

Selain itu program pengembangan air baku pada tahun 2004-2013 yang belum terealisasi juga dapat menjadi alternatif pengembangan yang dapat direalisasikan pada tahun 2011-2031 tentunya dengan studi yang lebih dalam.

Rencana pengembangan prasarana air bersih dan air baku adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan pasokan air baku dari sumber mata ar yang ada

2. Optimalisasi jaringan air baku dan menambah pengadaan pompa 3. rehabilitasi sarana dan prasarana air baku

4. relokasi pipa transmisi

Sampai saat ini hanya 85% dari kapasitas produksi terpasang yang telah dimanfaatkan. Beberapa rencana tindak perbaikannya adalah:

a. menambah pasokan air baku dari Dago Bengkok sebesar 300 l/detik

b. dalam hal pasokan dari sungai Cikapundung bisa ditingkatkan, maka dilakukan uprating IPA Badang Singa;

c. optimalisasi pipa yang masuk ke Sungai Cikapundung dan menambah pengadaan pompa sebesar 200 l/detik;

d. rehabilitasi bangunan air Dago Pakar ke tempat yang lebih rendah;

e. rehabilitasi dan peningkatan bangunan air Cipanjalu dan pipa transmisinya menjadi paling sedikit 60 l/detik;

f. rehabilitasi dan peningkatan bangunan air Cirateun menjadi 5-10 l/detik; g. relokasi pipa transmisi atau pembangunan IPA tambahan;

h. penataan dan rehabilitasi pipa transmisi di Bandung Utara dan memanfaatkan potensi mata air Cikareo;

i. menyesuaikan dimensi Bak Prasedimentasi di Bantarawi

5. Cakupan pelayanan masih sangat kurang, sedangkan potensi pelanggan cukup

banyak. Rencana tindak perbaikannya adalah:

a. peningkatan cakupan pelayanan di wilayah Bandung Timur;

b. penyusunan rencana pelayanan di semua daerah pelayanan secara terintegrasi dan transparan untuk mencapai 10.000 pelanggan baru pertahun.

6. Mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan dan penggunaan air tanah. Pada saat ini, banyak daerah-daerah di Kota Bandung yang tergenang pada saat musim hujan, namun mengalami kekeringan pada musim kemarau. Langkah untuk mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan, dan mempergunakannya pada musim kemarau merupakan langkah yang cukup penting untuk mencapai dua tujuan, yaitu pengendalian banjir dan penyediaan air pada musim kemarau. Penggunaan air tanah secara liar, baik untuk keperluan domestik maupun industri, menyebabkan penggunaan air tanah secara tidak terkendali. Bila hal ini tidak dikendalikan, maka

(19)

akan terjadi kerusakan lingkungan dan penurunan muka air tanah. Oleh karena itu penggunaan air tanah perlu dikendalikan.

7. Menurunkan tingkat kebocoran air sampai dengan 10% pada tahun 2031.

Tingkat kebocoran yang cukup tinggi mengurangi kuantitas air yang diterima oleh pelanggan dalam jumlah yang cukup signifikan. Untuk itulah penurunan tingkat

kebocoran air ini merupakan langkah yang cukup penting dalam rangka

mengefisienkan pelayanan sistem publik.

b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Kota

Jumlah produksi air kotor Kota Bandung diasumsikan sebanyak 75% dari kebutuhan air bersih. Jumlah proyeksi air kotor Kota Bandung pada tahun 2031 adalah sebagai berikut.

Tabel III.9

Jumlah Produksi Air Limbah Kota Bandung pada Tahun 2031 Jumlah Kebutuhan Air Bersih

(l/detik)

Jumlah Kebutuhan Air Limbah (l/detik) No Jenis Fasilitas 2009 2031 2009 2031 1 Domestik 3835 6869 2876 5152 2 Non-Domestik 579 896 434 672 Total 4,414 7,765 3,310 5,824

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2031 produksi air limbah diperkirakan mencapai 5.824 l/detik. Kapasitas pelayanan IPAL Bojong Soang hanya 936 (l/dtk), sedangkan pada tahun 2009 saja produksi air buangan Kota Bandung sudah mencapai 3.310 l/dtk. Dengan demikian, terlihat bahwa kondisi pelayanan air kotor masih jauh dari yang dibutuhkan sehingga perlu penambahan kapasitas jaringan air kotor dan IPAL. Namun demikian, pengembangan sistem publik prasarana air kotor ini tidak memungkinkan untuk dikembangkan dalam jangka pendek, mengingat investasi yang cukup besar, dan perbaikan kondisi air bersih lebih mendapatkan prioritas.

Rencana lokasi IPAL baru Kota Bandung berdasarkan perencanaan tahun 2004-2013 yang belum terealisir dapat menjadi alternatif pengembangan pada tahun 2011-2031 tentunya dengan studi yang lebih dalam.

Dalam menentukan lokasi IPAL yang tepat, faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan yaitu:

1. Ketersediaan lahan yang memadai 2. Jarak terhadap badan air penerima 3. Ketersediaan sarana jalan dan listrik 4. Berada jauh dari pemukiman penduduk

5. Lokasi yang apabila ditinjau dari topografinya memungkinkan untuk pengaliran secara gravitasi

(20)
(21)
(22)

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan Air Limbah Kota Bandung, selain dengan menambah pembuatan IPAL baru, dimana direncanakan sebanyak 2 buah dengan

kapasitas pelayanan mencapai 1500-2000 l/detik, IPAL baru ini sebaiknya

direncanakan dengan menggunakan teknologi yang mengurangi kebutuhan lahan dan memberikan kinerja yang baik.

Rencana sistem pengelolaan air limbah Kota Bandung adalah sebagai berikut: a. revitalisasi IPAL Bojongsoang;

b. optimalisasi dan pengembangan pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah terlayani; dan

c. pengembangan sistem pengolahan air limbah publik setempat bagi wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat dengan prioritas di permukiman kumuh.

Pengembangan jaringan air limbah secara lebih detail adalah sebagai berikut :

1. Untuk jangka pendek pengembangan pelayanan air limbah lebih ditekankan pada pengoptimalan sistem yang sudah ada. Air limbah di wilayah Bandung Barat belum tertangani secara optimal. Air limbah dari daerah tangkapan barat masih dialirkan langsung ke badan air (sungai Citepus) daerah Karasak. Air limbah dari daerah tangkapan ex jaman Belanda secara langsung dibuang ke sungai Citepus sehubungan dengan bangunan inhoftank ex Belanda yang sudah tidak berfungsi lagi.

Rencana tindak perbaikannya adalah:

a. Penyambungan dari tangkapan Nyengseret dan inhoftank ke trunk sewer barat berupa pemasanga pipa 800 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan infoftank.

b. Penggabungan daerah tangkapan barat ke Trunk Sewer bagian Timur berupa pemasangan pipa-pipa 110 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan Soekarno Hatta dari simpang inhoftanksampai dengan MH. Eksisting (samsat) dan pebangunan bangunan pumping.

2. Kinerja IPAL Bojongsoang belum optimal. Terganggunya proses kolam akibat adanya daerah mati (dead zone) yang menyebabkan sistem aliran pada kolam facultatif tidak baik. Pertumbuhan rumput pada areal kolam tidak dapat tertangani untuk seluruh areal kolam. Terjadi penumpukan lumpur pada bak penampung (slump well).

Rencana tindak perbaikannya adalah: a. Revitalisasi IPAL Bojongsoang

b. Perbaikan kolam plus unit bak pengering lumpur dan pengangkat lumpur kolam (sludge pump)

c. Kajian teknis IPAL Bojongsoang untuk pengabungan buangan air kotor Bandung Barat.

d. Pemanfaatan saluran Air Kotor yang tersedia belum optimal. Keterbatasan pipa pengumpul di wilayah timur.

3. Masih rendahnya kapasitas air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Bojongsoang dan pencemaran air limbah domestik terhadap sungai masih cukup tinggi.

Rencana tindak perbaikannya adalah:

a. Pengembangan pemasangan jaringan pipa air kotor diprioritaskan yang berlangganan air minum.

b. Optimasi pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah dilayani sistem tersebut. Di wilayah pelayanan sistem terpusat, masih terdapat juga rumah tangga yang belum menjadi pelanggan dari sistem terpusat.

(23)

c. Pengembangan sistem setempat yang diarahkan pada sistem publik bagi wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat dan diprioritaskan bagi daerah kumuh. Saat ini tidak semua wilayah di Kota Bandung terlayani oleh sistem terpusat, terutama di wilayah Bandung Timur. Wilayah yang tidak terlayani sistem terpusat menggunakan sistem individu, berupa cubluk atau tanki septik. Untuk daerah yang padat, sistem individu ini sebenarnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Oleh karena itu di daerah-daerah yang belum terlayani sistem terpusat, sebaiknya dikembangkan sistem setempat, namun sistem ini sudah didesain agar dapat disambungkan satu dengan yang lain, sehingga dapat membentuk sistem terpusat di masa yang akan datang. Pada saat ini wilayah Bandung Timur masih cukup rendah kepadatan penduduknya, sehingga tidak ekonomis apabila langsung dikembangkan sistem terpusat. 4. Rencana pengembangan program pengelolaan air limbah kota bandung belum

terintegrasi. Rencana tindak perbaikannya adalah dengan menyusun master plan pengembangan pelayanan air limbah.

5. Pengelolaan penanganan limbah cair dari kegiatan industri, rumah sakit, hotel, dan restoran. Kegiatan industri dan rumah sakit umumnya menghasilkan limbah berbahaya, yang seharusnya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air, sedangkan kegiatan hotel dan restoran umumnya tidak menghasilkan limbah berbahaya, namun secara kuantitas limbah yang dihasilkan cukup besar, sehingga diharapkan agar hotel dan restoran mempunyai sistem pengelolaan limbah tersendiri.

c. Sistem Persampahan Kota

Berikut adalah proyeksi timbulan sampah Kota Bandung sampai dengan tahun 2031 dengan menggunakan data timbulan sampah tahun 2006 dari PD Kebersihan Kota Bandung.

Tabel III.10

Proyeksi Timbulan Sampah Kota Bandung 2009-2031 Timbulan sampah (liter/hari) Tahun

Jumlah Penduduk

Tahun 2031 Pemukiman Pasar Jalan Komersial Institusi Industri Jumlah

2006 2.296.848 5.742.120 1.708.496 502.445 545.226 255.774 122.881 8.876.941 2009 2.761.208 6.903.020 1.813.069 533.199 578.598 271.429 130.402 10.229.717 2010 2.824.642 7.061.605 1.849.331 543.863 590.170 276.858 133.010 10.454.836 2015 3.141.812 7.854.530 2.041.811 600.469 651.595 305.673 146.854 11.600.931 2020 3.458.982 8.647.455 2.254.324 662.966 719.414 337.488 162.138 12.783.785 2025 3.776.152 9.440.380 2.488.956 731.968 794.291 372.614 179.014 14.007.222 2031 4.093.322 10.233.305 2.748.008 808.152 876.962 411.396 197.646 15.275.468

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung, pelayanan pengangkutan sampah sampai saat ini baru mencapai 49,43%. Jika diusahakan peningkatan pelayanan sampai dengan 5% pada tahun 2010 dan selanjutnya 15% setiap 10 tahun, maka pada akhir tahun 2031 target sampah yang terangkut ke TPAS (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah) setiap harinya adalah 6.448.539 liter atau sekitar 84,43%

(24)

Tabel III.11

Kondisi Eksisting dan Perencanaan Pelayanan Persampahan Kota Bandung

Reduksi Pelayanan TPAS Jumlah Terangkut Tahun Jumlah Penduduk Hasil Proyeksi Timbulan sampah (liter/hari) % jumlah (l/hari) % l/hari Keterangan 2006 2.296.848 8.876.941 0 0 49.43% 4.387.872 Eksisting 2007 2.329.929 9.022.340 0 0 49.43% 4.459.743 Eksisting 2008 2.335.436 9.100.058 0 0 49.43% 4.498.159 Eksisting 2009 2.761.208 10.229.717 0 0 49.43% 5.056.549 Eksisting 2010 2.824.642 10.454.836 10% 1.045.484 54.43% 5.121.511 Target 2020 3.458.982 12.783.785 30% 3.835.135 69.43% 6.213.047 Target 2031 4.093.322 15.275.468 50% 7.637.734 84.43% 6.448.539 Target

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari hasil perhitungan diperoleh total sampah terangkut ke TPAS pada tahun 2031 sebesar 6.449 m3/hari, sementara itu kapasitas TPAS yang ada sekarang sebesar 3.837.899 m3. Dengan menggunakan asumsi bahwa volume sampah yang terangkut ke TPAS rata-rata dari tahun 2010 – 2031 adalah tetap sebesar 5.928 m3/hari maka

umur TPAS sekarang adalah sekitar 1,7 tahun lagi. Analisis ini belum

mempertimbangkan volume sampah yang dihasilkan sejak TPAS dibuka hingga tahun 2009, dengan demikian umur TPAS sebetulnya lebih pendek dari 1,7 tahun.

Untuk meningkatkan pelayanan persampahan Kota Bandung, maka diperlukan panambahan TPAS yang akan melayani Kota Bandung. Lokasi TPAS yang akan digunakan harus sesuai dengan SNI 03-3241-1994 yang menyatakan tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan

pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk

mengkarantinakan sampah kota secara aman. Kriteria lokasi TPAS harus

memenuhi persyaratan/ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan hidup dengan

AMDAL serta tata ruang yang ada.

Kelayakan lokasi TPAS ditentukan berdasarkan:

1. kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan zone meliputi kondisi geologi, hidrogeologi, kemiringan tanah, jarak dari lapangan terbang, cagar alam banjir dengan periode 25 tahun;

2. kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan meliputi iklim, utilitas,lingkungan biologis, kondisi tanah, demografi, batas administrasi, kebisingan, bau, estetika, dan ekonomi; dan

3. kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat.

Melihat dari ketersediaan lahan di wilayah Kota Bandung, maka lokasi baru TPAS kemungkinan besar berada di Bandung Timur, namun demikian diperlukan studi kelayakan lebih lanjut baik secara teknis maupun sosial ekonomis dan lingkungan. Pada gambar berikut ini adalah kemungkinan daerah yang dapat dijadikan TPAS.

(25)

Gambar 3. 3

Lokasi Eksisting dan Rencana TPAS Kota Bandung

Tabel di bawah ini menunjukkan calon lokasi dan wilayah pelayanan TPAS baru di Kota Bandung serta kondisi kelayakan lahan tersebut saat ini.

Tabel III.12

Alternatif Lokasi TPAS Terpadu Wilayah

Pelayanan Calon Lokasi Keterangan

Bandung Barat  Citatah

 Leuwigajah  Secara teknis layak namun berada padarencana jalur jalan tol  Perlu penyelesaian masalah sosial terlebih

dahulu. Bandung Timur  Nagrek-Nagrek

Citiis

 Nagrek-Legok Selong

 Ketersediaan lahan > 50 Ha. Kondisi geologis diperkirakan mendukung.

 Sudah disurvey oleh tim terpadu BPLHD dan akan diusulkan ke Gubernur.

(26)

Upaya untuk memperbaiki masalah persampahan Kota Bandung diantaranya : 1. Penyusunan rencana induk sistem persampahan kota;

2. Peningkatan pengelolaan persampahan, optimalisasi TPAS Sarimukti, dan

operasionalisasi TPPAS Legok Nangka.

a. Mengelola TPAS sampah yang berlokasi di Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat yang lebih baik dari sebelumnya.

b. Mempersiapkan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah di lokasi Leuwigajah untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari cekungan Bandung wilayah Barat dengan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

c. Mempersiapkan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah di lokasi Legok Nangka Kabupaten Bandung untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari cekungan Bandung wilayah Timur dengan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

3. Pengkajian pembuatan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah dimana terdapat pemusnah sampah ('incinerator') modern yang dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan sistem monitor emisi gas buang yang kontinu, dan menghasilkan energi listrik, namun rencana pembuatan infrastruktur perkotaan

pengolahan sampah ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,

diantaranya:

Kelebihan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah antara lain:

 Dapat mengatasi masalah pengolahan akhir persampahan Kota Bandung

(mereduksi volume sampah)  Dapat menjadi sumber energi baru

 Dari energi yang dihasilkan, dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah

Kekurangan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah antara lain:

Melihat dari karakteristik sampah Kota Bandung yang ada, dimana hampir 75% adalah berupa sampah organik, maka pengkonversian sampah menjadi energy ini akan membutuhkan energy yang cukup besar untuk pembakarannya. Dimana menurut pengkajian oleh beberapa sumber, energi yang dibutuhkan untuk pembakaran lebih besar dibandingkan energy yang akan dihasilkan, sehingga, jika infrastruktur perkotaan pengolahan sampah dibangun dengan kondisi sampah seperti ini, maka hanya akan mendatangkan kerugian.

Alternatif pengembangannya adalah:

 Rencana pembuatan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini akan

dapat dilaksanakan dan menghasilkan keuntungan jika sampah yang akan di konversi semuanya berupa sampah non-organik. Oleh karena itu, sebelum pembangunan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pemilahan sampah di sumber agar memastikan bahwa sampah yang akan dikonversi merupakan sampah kering.

 Jika konsep infrastruktur perkotaan pengolahan sampah Bandung ini energi bukanlah 'outcome' utama yang diharapkan, melainkan pereduksian volume sampah itu sendiri maka infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini mungkin dibangun dengan kondisi sampah Kota Bandung sekarang ini.

4. Pengelolaan Sampah Terpadu 3R Skala Kawasan

Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah saja. Penanganan sampah berdasarkan konsep 3R diharapkan dapat menerapkan upaya minimasi

(27)

sampah yaitu dengan cara mengurangi (R1), memanfaatkan kembali (R2), dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan (R3) mulai dari sumbernya. Penanganan sampah 3R sangat penting dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang sangat efisien dan efektif sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Rencana untuk sistem persampahan Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. pembangunan paling kurang 1 (satu) TPS di setiap PL;

b. pembangunan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah di Gedebage. c. operasionalisasi TPPAS di Legok Nangka, KabupatenBandung;

d. peningkatan pengelolaan sampah terpadu 3R skala kawasan dan skala kota; dan e. optimalisasi TPAS Sarimukti.

(28)
(29)

d. Sistem Drainase Kota

Secara umum sistem drainase di Kota Bandung terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bandung, yang terdiri dari 15 sungai sepanjang 265,05 km. Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Namun, sekitar 30% ruas jalan belum memiliki saluran drainase sehingga beberapa daerah rawan banjir dan genangan.

Kondisi saluran mikro ini di beberapa tempat terputus (tidak berhubungan dengan saluran di bagian hilirnya). Pada saat ini hanya sekitar 70% ruas jalan yang memiliki saluran drainase. Secara keseluruhan sistem drainase di Kota Bandung masih belum terencana dengan baik. Pada tahun 2001 luas daerah genangan banjir di Kota Bandung sebesar 314.9 Ha, dengan penyebaran Bandung Barat 90.4 ha, Bandung Timur 197 ha, dan Bandung Utara 27.5 ha.

Penyebab terjadinya daerah rawan banjir ini adalah karena tertutupnya street inlet oleh beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran drainase, adanya pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta pengalihfungsian lahan dari kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi komersil seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan lain lain sehingga tutupan lahan pun berubah yang meningkatkan debit limpasan.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi terkait infrastruktur drainase seperti terjadinya banjir dan genangan yang semakin meluas di Kota Bandung akibat pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk yang semakin meningkat sehingga terjadi perubahan tata guna lahan dapat diterapkan Sustainable Drainage System (SUDS) atau Sistem Drainase Berkelanjutan. Konsep ini merupakan sistem penyaluran air hujan yang dirancang untuk mengalirkan air permukaan sekaligus sebagai upaya konservasi air.

(30)

Gambar 3. 4

Daerah Rawan Banjir di Kota Bandung

Sumber: RTRW Cekungan Bandung 2009

Rencana pengembangan prasarana drainase secara umum adalah sebagai berikut : 1. Penataan dan pengembangan sistem drainase secara terpadu dengan brandgang.

Pada saat ini masih banyak jaringan drainase yang tidak terhubungkan satu dengan yang lain, sehingga perlu pengembangan jaringan yang terpadu atau terintegrasi.

Dalam hal ini perlu ditinjau ulang kondisi eksisting saluran drainase dan melakukan perbaikan secara teknis untuk saluran yang memerlukan perbaikan. Untuk perbaikan ini mungkin bisa dilakukan secara bertahap dengan membuat sektor-sektor perbaikan yang direncanakan dalam beberapa jangka waktu, sehingga diharapkan pada tahun 2031 semua saluran drainase telah berfungsi dengan baik.

2. Peningkatan fungsi pelayanan drainase makro.

Drainase makro umumnya berupa sungai atau anak sungai. Pada saat ini banyak sungai di Kota Bandung yang fungsinya mengalami penurunan, yang disebabkan karena penurunan kapasitas. Penurunan kapasitas ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti pembuangan sampah ke sungai dan erosi.

3. Pengintegrasian sistem drainase dengan wilayah resapan.

Untuk mengaplikasikan sistem drainase berkelanjutan, sebaiknya fasilitas drainase dilengkapi dengan daerah resapan, sehingga dapat juga untuk menambah cadangan air tanah. Fasilitas resapan dapat berupa parit resapan, sumur resapan, kolam resapan, dan perkerasan resapan. Selain fasilitas resapan juga dapat digunakan fasilitas penyimpan seperti : retrading basin, wetland, kolam regulasi, taman, pekarangan, ruang terbuka.

(31)

4. Penurunan tingkat sedimentasi pada sistsme drainase melalui normalisasi sungai, reboisasi hulu sungan dan pengerukan sungai yang berkelanjutan.

Pemeliharaan saluran drainase dari sampah dan sedimen dengan secara rutin melakukan pengerukan pada musim kemarau dan memasang grit atau barscreen di tempat-tempat yang berpotensi masuknya sampah ke dalam saluran drainase.

Sedangkan usaha perbaikan spesifik untuk daerah rawan genangan adalah sebagai berikut :

Gambar 3. 5

Rencana Perbaikan Drainase Spesifik Daerah Genangan

e. Sistem Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Pejalan Kaki

Penyediaan ruang dan jaringan untuk pejalan kaki menjadi penting untuk menunjang kegiatan di kawasan perkotaan dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem transportasi dengan mengurangi beban jalan akibat hambatan samping pejalan kaki yang berjalan di bahu/badan jalan.

Dalam rencana penyediaan dan pemanfaatan prasana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki, bentuk penyediaan fasilitas pejalan yang dimaksud adalah (juga tertera pada Tabel 3.13 di bawah ini):

 Fasilitas utama, berupa jalur untuk berjalan, yang dapat di buat khusus sehingga terpisah dari jalur kendaraan, namun trotoar tidak termasuk ke dalam jenis ini.  Fasilitas penyeberangan yang diperlukan untuk mengatasi konflik dengan moda

(32)

Tabel III.13

Komponen Fasilitas Pejalan Kaki

Trotoar: Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.

Penyebrangan zebra: fasilitas penyeberanganan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan. Penyebrangan

sebidang Penyebrangan pelikan: fasilitas untuk penyeberangi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas.

Jembatan penyebrangan Jalur Pejalan Kaki:

adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki

Penyebrangan tidak sebidang

Terowongan

Lapak tunggu: fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan, Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil menunggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya.

Rambu Pagar pembatas Marka jalan Lampu penerangan Fasilitas Pejalan Kaki Pelindung/peneduh

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Kriteria penempatan lokasi prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki adalah sebagai berikut:

 Pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi.  Pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap.

 Pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi seperti misalnya jalan-jalan pasar dan perkotaan.

 Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit maupun lapangan olah raga.

 Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/gelanggang olah raga dan mesjid.

Rincian kebutuhan lebar trotoar minimum di masing-masing lokasi dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel III.14

Kriteria Kebutuhan Jalur Pejalan Kaki

No. Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimum

1 . Pusat Pelayanan Kota Subpusat Pelayanan Kota Pusat-pusat Lingkungan

4 meter 3 meter 2 meter 2 . Jalan di daerah pertokoan/ perbelanjaan atau Pedagang

Kaki Lima

4 meter 3 . Di wilayah perkantoran utama 3 meter

(33)

No. Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimum

4 . Di wilayah industri pada jalan primer pada jalan akses

3 meter 4 meter 5 . Di wilayah permukiman

pada jalan primer pada jalan akses

2.75 meter 2 meter 6 . Sekolah/Fasilitas Pendidikan 3 meter

7 . Jembatan, terowongan 1 meter

8 . Terminal/stop bis/TPKPU 3 meter

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Tabel III.15

Kriteria Lokasi Jalur Pejalan Kaki

Kepadatan Perumahan

Fungsi Komersial

Rendah Sedang Tinggi

Arteri Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Kolektor Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Lokal Dua sisi jalan Diharapkan ada

tapi tidak diperlukan

Satu sisi jalan Dua sisi jalan

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Rencana pengembangan fasilitas pejalan kaki dibagi menjadi empat kategori berdasarkan keberadaan dan kelengkapan kondisi eksisting, antara lain:

1. Peningkatan kualitas di ruas-ruas jalan yang sudah terdapat fasilitas pejalan kaki, terutama pada ruas jalan di sekitar pusat kegiatan, salah satunya di kawasan pusat kota. Peningkatan kualitas ini meliputi perbaikan kondisi trotoar dan pemeliharaan kelengkapan fasilitas pejalan (lampu jalan, bangku, kotak sampah, dll).

2. penyediaan sarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan jalan arteri dan kolektor yang sudah memiliki trotoar namun belum memiliki sarana yang lengkap, seperti lampu jalan, bangku, kotak sampah, zebra cross, jembatan penyeberangan, dan sarana lainnya.

3. penambahan prasarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang hanya memiliki trotoar pada satu sisi jalan. Pengembangan fasilitas trotoar di kedua sisi jalan juga dilanjutkan dengan penambahan kelengkapan fasilitas pejalan seperti lampu jalan, bangku, kotak sampah, dan lain-lain.

4. penyediaan prasarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang sama sekali belum memiliki trotoar dan kelengkapan lainnya. Sebagian besar jalan di kawasan Bandung Timur perlu mendapat perhatian karena masih sedikit jalan-jalan yang dilengkapi dengan fasilitas trotoar padahal sebagian besar merupakan kawasan perumahan dan cikal bakal pusat kegiatan di pusat pelayanan Gede Bage. Penyediaan fasilitas pejalan kaki ini juga dilanjutkan dengan penambahan kelengkapan fasilitas pejalan seperti lampu jalan, bangku, kotak sampah, dan lain-lain.

Prioritas pengembangan:

Pengembangan fasilitas pejalan kaki diutamakan pada kawasan pusat pelayanan kota,

kawasan subpusat pelayanan kota, kawasan pendidikan, kawasan komersil

(perkantoran, jasa, perdagangan), dan kawasan pemerintahan. f. Jalur Evakuasi Bencana

(34)

 Belum terdapat ruang evakuasi bencana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

 Belum terbentuknya jalur-jalur evakuasi bencana yang efektif untuk menuju titik-titik evakuasi ataupun ruang evakuasi

 Jalur-jalur yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur evakuasi bencana saat ini tidak terlalu mudah untuk diakses oleh fasilitas kesehatan dan penyelamatan

 Belum terdapat peta kawasan rawan bencana untuk Kota Bandung sehingga belum bisa dirancang peta jalur dan ruang evakuasi bencana secara mendetail

Bentuk ruang evakuasi bencana yang dimaksud dalam rencana ini dijelaskan sebagai berikut:

 Ruang evakuasi bencana dapat berupa ruang yang bersifat permanen dan temporer yang berfungsi menjamin keamanan dan keselamatan bagi para pengungsi

 Ruang evakuasi bencana ditempatkan di ruang-ruang terbuka publik seperti lapangan, taman, dan memanfaatkan fasilitas umum seperti gedung atau lapangan sekolah

 Jalur evakuasi merupakan jalur yang mudah diakses baik oleh orang maupun kendaraan

 Titik atau pos evakuasi bencana dapat berupa ruang terbuka yang berada di lingkungan lokal seperti lapangan olahraga, taman RT/RW, dll, yang sifatnya sebagai tempat penampungan sementara

Berikut ini skema evakuasi bencana yang menunjukkan alur evakuasi di tingkat lingkungan sampai pada ruang evakuasi bencana di tingkat kota.

Gambar 3. 6 Skema Evakuasi Bencana

(35)

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan Bencana, diperlukan sarana dan Prasarana penanggulangan bencana yang merupakan alat yang dipakai untuk mempermudah pekerjaan, pencapaian maksud dan tujuan, serta upaya yang digunakan untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi bencana. Sarana dan prasarana ini terbagi menjadi dua, yaitu sarana dan prasarana umum dan sarana dan prasarana khusus.

Sarana dan prasarana umum yang terkait secara spasial meliputi:

 Posko Bencana beserta perlengkapan pendukung seperti peta lokasi bencana, alat komunikasi, tenda darurat, genset (alat penerangan), kantong-kantong mayat dan lain-lain;

 Rute dan lokasi evakuasi pengungsi;

 Dapur umum berikut kelengkapan logistiknya;

 Pos kesehatan dengan tenaga medis dan obat-obatan;

 Tenda-tenda darurat untuk penampungan dan evakuasi pengungsi, penyiapan valbed serta penyiapan tandu dan alat perlengkapan lainnya;

 Sarana air bersih dan sarana sanitasi/MCK di tempat evakuasi pengungsi dengan memisahkan sarana sanitasi/MCK untuk laki-laki dan perempuan;

 Lokasi sementara bagi pengungsi.

Sarana dan prasarana khusus meliputi:

 Media center sebagai pusat informasi yang mudah diakses dan dijangkau oleh masyarakat;

 Rumah sakit Iapangan beserta dukungan alat kelengkapan kesehatan;

 Trauma centre oleh pemerintah daerah ataupun lembaga masyarakat peduli bencana yang berfungsi untuk memulihkan kondisi psikologis masyarakat korban bencana;

 Lokasi kuburan massal bagi korban yang meninggal.

Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana ini meliputi bencana banjir dan lonsor:

a. Rencana jalur evakuasi bencana banjir meliputi : Jalan Soekarno Hatta; Jalan Pelajar Pejuang; Jalan BKR; Jalan Pasirkoja; Jalan Gedebage; Jalan Cimencrang; Jalan Tol Dalam Kota; Jalan Sejajar Tol; dan Jalan Tol Purbaleunyi.

b. Rencana jalur evakuasi bencana longsor meliputi : Jalan Ir. H. Juanda; Jalan Siliwangi; Jalan Cisitu; Jalan Ciumbuleuit; Jalan Setiabudhi; Jalan Dipatiukur; Jalan P.H.H Mustofa; dan Jalan A.H Nasution.

Gambar

Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel III.3
Tabel III.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Politik Islam kontemporer selain menampilkan beragam pandangan dari para tokoh atau aliran yang hadir dalam kurun mutakhir, juga membahas isu-isu yang juga

Merujuk pada hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar IPA terpadu berbasis Higher

dalam hal untuk pengangkutan limbah b3 berupa Fly Ash PT.Trans Multi Cargo. melakukan kerjasama

Apabila ada sanggahan, maka dapat disampaikan secara tertulis kepada Pokja Pengadaan Konstruksi Pokja Pengadaan Konstruksi ULP MIN Mila / Ilot Kantor

1) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Prinsip pembagiannya adalah harus di pisahkan fungsi-fungsi operasi, penyimpanan dan fungsi

Program FEATI (Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information) merupakan suatu program pemberdayaan dan pembangunan yang dikembangkan oleh

Dari fenomena tersebut, penelitian ini diajukan untuk meneliti tentang Aplikasi Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) sebagai Model Diagnosis Konsentrasi

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR.. APARTEMEN di