• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SENSE OF PURPOSE DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DARI ORANG TUA BERCERAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SENSE OF PURPOSE DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DARI ORANG TUA BERCERAI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN SENSE OF PURPOSE DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DARI ORANG TUA

BERCERAI

Oleh:

Nina Fadhila Adriani Rina Mulyati

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2016

(2)
(3)
(4)

4

HUBUNGAN SENSE OF PURPOSE DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DARI ORANG TUA BERCERAI

Nina Fadhila Adriani Rina Mulyati

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sense of purpose dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada remaja yang orang tua bercerai. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia 12-18 tahun dari orang tua yang bercerai yang berjumlah 119 orang. Adapun skala yang digunakan adalah skala resiliensi yaitu Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang telah dikembangkan oleh Yu dan Zhang (2007), skala sense of purpose yaitu Purpose in Life (PIL) yang dikembangkan oleh Garcia-Aladente dkk.(2016), serta skala dukungan sosial yaitu Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang sesuai dengan aspek Sarafino (2012). Analisa data yang digunakan adalah teknik analisis regresi. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan positif antara sense of purpose dan dukungan sosial dengan resiliensi pada remaja yang orang tuanya bercerai. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara sense of purpose dan dukungan sosial dengan resiliensi pada remaja orang tua yang bercerai, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sense of purpose dan dukungan sosial juga merupakan prediktor dari resiliensi. Diketahui pula ada perbedaan persepsi dukungan sosial pada perempuan dan laki-laki, yaitu dalam bentuk dukungan instrumental.

Kata Kunci: Sense of Purpose, Social Support, Resilience, Adolescent Divorce

(5)

5

Pengantar

Perceraian di Indonesia semakin meningkat di sepanjang tahun. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010, angka perceraian di Indonesia pada tahun 2005-2010 rata-rata satu dari sepuluh pasangan menikah berakhir dengan perceraian. Pada tahun 2010 sebanyak 285.184 pasangan dari dua juta pasangan menikah memilih bercerai (Sihombing, 2014).

Perceraian senantiasa membawa dampak bagi keseluruhan anggota keluarga, ibu, ayah, dan juga anak. Kasus perceraian menimbulkan stres, tekanan, bahkan menimbulkan perubahan fisik dan juga mental (Sulaeman, 1995). Terlebih pada anak, perceraian cenderung menyisakan masalah perasaan yang berat, dimana mampu menempatkan remaja pada konflik. Kebanyakan anak maupun remaja mengalami stress yang cukup besar ketika orang tua bercerai, dan resiko masalah perilaku semakin besar (Santrock, 2003).

Perceraian orang tua menjadi sebuah sumber stres bagi remaja, sehingga mempengaruhi berbagai aspek dalam hidup remaja. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kasus remaja yang orang tuanya bercerai. Berdasarkan pengalaman A dan B bahwa sebelum perceraian terjadi terdapat pertengkaran orang tua yang membuat stres dan tidak betah tinggal di rumah. Setelah perceraian pun muncul berbagai masalah sehingga berdampak pada prestasi di sekolah.

Berdasarkan survey awal menunjukkan bahwa sebelum perceraian pertengkaran orang tua adalah peristiwa yang penuh dengan stres sehingga tinggal di rumah adalah hal yang tidak memberikan kenyamanan. Setelah perceraian pun

(6)

6

memberikan pengaruh terhadap keadaan remaja, yaitu prestasi akademik yang menurun drastis bahkan harus tinggal kelas. Akan ada masa transisi yaitu masa untuk beradaptasi dengan keadaan baru setelah terjadinya perceraian orang tua. Pada masa transisi ini berbagai masalah mulai muncul sehingga berdampak pada prestasi akademik. Namun outcome yang muncul tidak selalu buruk, bahkan mampu bangkit dari masalah dan mampu mencetak prestasi. Emery, Beam, dan Rowen (2011) memaparkan bahwa perceraian dapat membawa dampak pada remaja, yaitu stres, perilaku beresiko, dan resiliensi. Sebagian besar anak-anak maupun remaja justru menjadi individu yang resilien meskipun dalam keadaan orang tua yang bercerai. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa hasil dari sebagian besar pengukuran psikologis menujukkan tidak ada beda antara anak dari keluarga bercerai atau bukan.

Resiliensi sangat penting ketika individu memiliki permasalahan yang sangat berat dan mengguncang. Resiliensi merupakan kemampuan untuk menghadapi pernasalahan-permasalahan. Individu yang resilien mampu melakukan hal yang sama seperti individu lain yang tidak menghadapi keterpurukan (Hill et al., 2007). Anak-anak dan remaja yang resilien mampu mengelola berbagai cara agar dapat memenuhi tugas perkembangan meskipun telah menghadapi banyak kendala untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Individu yang resilien mampu melakukan berbagai tugas dengan baik, bahkan dapat lebih baik dari yang lain (Masten & Reed, 2002).

Kemampuan individu untuk bertahan ini dipengaruhi oleh beberapa macam faktor, faktor internal maupun eksternal, yang berasal dari dalam diri

(7)

7

maupun dari dalam diri (Grotberg, 1999). Banne (2014) menuturkan bahwa proses resiliensi remaja yang orang tuanya bercerai dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor individual, faktor keluarga, serta faktor eksternal atau komunitas. Sumber resiliensi para remaja terdiri dari perasaan positif, kemampuan yang dimiliki, serta dukungan dari keluarga dan teman.

Individu yang resilien ditunjukkan dengan perilaku yang positif seperti kehadiran dalam kemasyarakatan dan keberhasilan akademik, perilaku yang sesuai dengna norma dan nilai masyarakat, kebahagiaan, dan ketiadaan dari perilaku yang menyimpang (Masten & Reed, 2002).

Komitmen utnuk perkembangan tujuan, berusaha mencapai tujuan, memaknai hidup yang sedang ataupun telah dijalani, dan menunjukkan hubungan produktif dengan beberapa aspek dari dunia luar di luar diri sendiri merupakan karakteristik dari sense of purpose (Damon, Menon & Bronk 2003). Purpose in life mampu mendorong individu untuk mengatasi kesulitan hidup (Frankl dalam Bronk et al, 2009). Jika seseorang peduli dengan tujuan hidup mereka dan hidup secara konsisten dengan tujuan tersebut, mereka cenderung mempersepsi hidup mereka berarti (Damon, Menon & Bronk, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kang & Kim (2011) menunjukkan bahwa purpose in life mempengaruhi tingkat resiliensi pada individu, dengan kata lain purpose in life dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk menemukan perspektif baru mengenai kehidupan dan mampu membuang pemikiran negatif yang lekat dengan korban pemukulan yang tinggal di tempat penampungan.

(8)

8

Dukungan sosial menjadi salah satu faktor protektif dalam mencapai resiliensi. Banne (2014) menyebutkan bahwa salah satu sumber resiliensi adalah dukungan keluarga serta teman, atau dapat disebut dengan dukungan sosial. Selanjutnya dukungan sosial juga berpengaruh terhadap individu yang diperkuat dari hasil penelitian Hammack et al. (2004) menemukan bahwa dukungan sosial, kedekatan dari ibu, dan waktu yang berkualitas untuk keluarga adalah sumber faktor protektif yang mampu melindungi individu dari keterpurukan (Zimmerman & Brenner, 2010). Penelitian Dubow et al. (2007) juga menemukan bahwa dukungan sosial dari rekan menolong individu untuk bertahan hidup dari masalah. Remaja yang memiliki dukungan sosial yang tinggi dari rekan hampir tidak ada kecenderungan untuk memakai obat-obatan terlarang dibandingkan remaja yang memiliki dukungan sosial yang rendah dari rekan (Zimmerman & Brenner, 2010).

Purpose in life dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk menemukan perspektif baru mengenai kehidupan dan mampu membuang pemikiran negatif yang muncul akibat perceraian. Dukungan sosial dari rekan juga dapat menolong individu untuk bertahan hidup dari masalah. Remaja yang memiliki dukungan sosial yang tinggi dari rekan hampir tidak ada kecenderungan untuk memakai obat-obatan terlarang dibandingkan remaja yang memiliki dukungan sosial yang rendah dari rekan (Zimmerman & Brenner, 2010). Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti bermaksud untuk meneliti apakah ada hubungan yang positif antara sense of purpose dan dukungan sosial terhadap remaja yang orang tua bercerai?

(9)

9

METODE PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu sense of purpose dan dukungan sosial dengan variabel tergantung yaitu resiliensi. Kriteria subjek penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang orang tua bercerai, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia 12-18 tahun, belum menikah, dan berasal dari segala suku dan tingkatan ekonomi.

Peneliti menggunakan tiga buah skala untuk mengukur ketiga variabel. Skala yang digunakan adalah skala resiliensi (CD-RISC) yang berjumlah 22 aitem, skala sense of purpose (Purpose In Life Test) yang berjumlah 9 aitem, dan skala dukungan sosial (MSPSS) yang berjumlah 11 aitem. Skala disusun dengan menggunakan skala Likert, yang memiliki 5 alternatif jawaban. Semakin tinggi skor yang diperoleh pada ketiga variabel maka semakin tinggi tingkat resiliensi, sense of purpose, dan dukungan sosial yang dimiliki remaja orang tua bercerai. Sebaliknya jika semakin rendah total skor ketiga variabel, maka semakin rendah tingkat resiliensi, sense of purpose, dan dukungan sosial yang dimiliki remaja yang orang tua bercerai.

Metode analisis instrumen menggunakan model rasch yang mengukur kepatutan dari alat ukur. Model rasch mengukur reliabilitas instrumen (aitem) serta validitas aitem. Sedangkan untuk analisis data dalam menguji adanya hubungan antar variabel menggunakan analisis regresi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan software SPSS for windows versi 17.0.

(10)

10

HASIL PENELITIAN

Deskripsi statistik data penelitian pada penelitian ini menggunakan nilai logit berdasarkan nilai logit person. Nilai logit ialah nilai acak yang ditetapkan untuk menyatakan kemungkinan 50:50 sebagai nilai yang setara antara tingkat kemampuan responden dan kesulitan item (Bond & Fox dalam Wibisono, 2015).

Peneliti selanjutnya mengelompokkan skor nilai logit pada variabel resiliensi, sense of purpose, dan dukungan sosial. Pengelompokkan subjek (person) pada setiap variabel dapat diketahui dari nilai separation. menggunakan formula person strata (Sumintono & Widhiarso, 2015), yaitu:

𝐻 =[ 4 𝑥 𝑆𝐸𝑃𝐴𝑅𝐴𝑇𝐼𝑂𝑁 + 1] 3

Dimana :

H : Nilai Person Strata

SEPARATION : Nilai SEPARATION untuk Responden

Hasil analisis yang terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan uji korelasi dapat dilihat pada penjelasan berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov pada program komputer SPSS versi 17.0. Hasil uji normalitas yang telah dilakukan pada skala resiliensi memiliki koefisien signifikansi sebesar 0.007 (p < 0.05), pada skala sense of purpose adalah 0.012 (p < 0.05), dan pada skala dukungan sosial memiliki koefisien signifikansi sebesar 0.001 (p < 0.05). Skala resiliensi,

(11)

11

skala sense of purpose, dan skala dukungan sosial dalam penelitian ini tidak terdistribusi secara normal.

2. Uji Linieritas

Uji linearitas pada SPSS dilakukan dengan Test for Linearity. Pada variabel resiliensi dan sense of purpose diperoleh nilai F = 42.222 dan p = 0.00 (p < 0.05). Pada variabel dukungan sosial dan resiliensi diperoleh nilai F = 41.659 dan p = 0.000 (p < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa variabel resiliensi dan dukungan sosial memiliki hubungan yang linier.

3. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas menggunakan aplikasi SPSS dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada model regresi. Model regresi yang dikatakan bebas dari multikolinearitas adalah jika nilai VIF kurang dari 5 dan Tolerance lebih dari 0.1 (Priyatno, 2011). Nilai VIF pada variabel sense of purpose sebesar 1.315 dan variabel dukungan sosial sebesar 1.315 (VIF<10) dan nilai Tolerance pada variabel sense of purpose sebesar 0.760 dan pada variabel dukungan sosial sebesar 0.760 (a>0.1). Hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi tidak terdapat multikolinearitas, yaitu tidak ada korelasi antar variabel independen.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini dilakukan dengan teknik analisis regresi menggunakan program SPSS for Windows. Hubungan antara sense of purpose dan dukungan sosial terhadap resiliensi mempunyai korelasi, serta diketahui bahwa variabel sense of purpose dan dukungan sosial secara bersama-sama mempunyai

(12)

12

pengaruh terhadap resiliensi sebesar 35,3% (R2 = 0.353). Diketahui pula bahwa variabel sense of purpose dapat memprediksi resiliensi, resiliensi akan mengalami perubahan sebesar 0.194 untuk setiap perubahan pada variabel sense of purpose. Begitu pula dengan variabel dukungan sosial dapat memprediksi resiliensi. Resiliensi akan mengalami perubahan sebesar 0.294 untuk setiap perubahan yang terjadi pada variabel dukungan sosial.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara sense of purpose dan dukungan sosial terhadap resiliensi, bahkan kedua variabel tersebut dapat memprediksi besar resiliensi pada remaja yang orang tuanya bercerai. Sense of purpose tentu mempunyai porsi dalam terbentuknya resiliensi, karena sense of purpose ialah tujuan yang besar dan dilakukan seseorang dengan konsisten. Sebagaimana penjelasan Zautra, Hall, dan Murray (2010) bahwa tujuan hidup adalah salah satu sumber untuk terbentuknya resiliensi pada individu. Tujuan dalam hidup sangat penting dimiliki oleh remaja yang orang tuanya bercerai, dengan begitu remaja mampu menjadi pribadi yang resilien dan berfungsi normal selayaknya remaja lain yang berasal dari orang tua utuh. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Bronk (2012) bahwa tujuan (purpose) seperti kompas yang selalu menuju ke arah utara, begitu juga dengan tujuan hidup yang konsisten dalam berorientasi serta memotivasi individu untuk mencapai tujuan. Ketika remaja yang orang tuanya bercerai berusaha melakukan apapun demi mencapai tujuan, maka remaja tidak lagi terpuruk dalam permasalahan

(13)

13

karena fokus utama tidak lagi mempermasalahkan keadaan buruk yang menimpanya tetapi fokus utama untuk berhasil mencapai tujuan sehingga dapat menjadi pribadi yang resilien.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Holahan et al. (Sippel et al., 2015) yaitu dukungan sosial yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan diri, mengurangi perilaku beresiko, dan meningkatkan strategi coping seperti kemampuan penyelesaian masalah. Remaja yang mendapatkan arahan dan dukungan dari orang-orang sekitar dan menjadi lebih percaya diri berkat dukungan tersebut, sehingga memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan masalah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Connor dan Davidson (2003) bahwa kompetensi personal adalah sikap yang mencerminkan resiliensi, sedangkan kemampuan penyelesaian masalah merupakan kompetensi personal yang akan mendorong remaja untuk dapat memutuskan tindakan yang tepat ketika situasi menjadi sulit dengan berbagai pertimbangan. Remaja yang sedang mengalami tekanan karena orang tuanya bercerai akan merasa terbantu dengan adanya dukungan dari orang-orang sekitar mengenai kemampuan yang dimiliki, dengan begitu kepercayaan diri akan meningkat dan remaja tidak lagi memikirkan hal-hal negatif yang dialami, melainkan fokus terhadap pengembangan kemampuan diri.

Selain melakukan analisis korelasional antara variabel sense of purpose dan dukungan sosial terhadap variabel resiliensi, peneliti juga melakukan analisis tambahan terkait dengan faktor demografis, yaitu analisis untuk mengetahui

(14)

14

perbedaan antara setiap faktor demografis pada variabel sense of purpose, dukungan sosial, dan variabel resiliensi.

Pada variabel resiliensi diketahui bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan perbedaan jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, maupun lamanya perceraian dalam kemampuan resiliensi. Pada variabel sense of purpose juga tidak ditemukan adanya perbedaan pada kelompok jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan lama perceraian orang tua. Pada variabel dukungan sosial tidak ditemukan adanya perbedaan persepsi dukungan sosial pada kelompok usia, tingkat pendidikan, dan lamanya perceraian orang tua.

Lebih lanjut diketahui adanya perbedaan dalam mempersepsi dukungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Kemudian diketahui bahwa perbedaan dalam mempersepsi dukungan sosial adalah dukungan sosial yang berbentuk dukungan instrumental atau dukungan secara langsung. Hal ini dikarenakan selama masa anak-anak, laki-laki diajari untuk menekan emosi dan diajari untuk berperilaku secara mandiri, dengan demikian pengajaran seperti itu membuat laki-laki membatasi kemampuan untuk meminta dan menerima dukungan secara langsung, berbeda dengan perempuan yang diajari untuk mengekspresi emosi, sehingga perempuan lebih dapat mengembangkan hubungan sosial yang mendukung, terlebih untuk meminta dan menerima dukungan langsung dari lingkungan sosial (Block, dalam Krause & Keith, 1989). Laki-laki lebih merasa mandiri dalam menghadapi masalah karena sejak masa anak-anak diajari untuk menekan emosi, sehingga laki-laki tidak mudah untuk meminta dan menerima dukungan secara langsung, terlebih dengan permasalahan yang berkaitan dengan

(15)

15

permasalahan orang tua yang sedang dihadapi. Perempuan lebih mampu mengekspresikan emosi dan hal ini membuat perempuan dapat lebih mudah dalam meminta bantuan orang lain dan cenderung mengharapkan bantuan. Perempuan diketahui cenderung menerima bantuan secara langsung daripada laki-laki (Krause & Keith, 1989).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dinyatakan diterima, yaitu ada hubungan yang positif antara sense of purpose dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada remaja yang orang tua bercerai. Dapat disimpulkan bahwa variabel sense of purpose dan variabel dukungan sosial merupakan prediktor dalam menentukan resiliensi. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan dalam mempersepsi dukungan sosial yang diberikan orang lain, yaitu yang berbentuk dukungan instrumental atau dukungan langsung.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mereplikasi penelitian ini sebaiknya menggunakan faktor-faktor lain yang mempengaruhi resiliensi seperti self esteem, konsep diri, dan problem-focused coping. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan subjek yang lebih luas, seperti karakteristik subjek yang lebih bervariasi atau dengan jumlah subjek yang lebih banyak. Peneliti selanjutnya juga diharapkan melakukan penelitian yang berkaitan

(16)

16

dengan identifikasi sumber dukungan sosial yang paling berpengaruh pada remaja khususnya pada remaja yang orang tuanya bercerai.

Bagi orang tua yang bercerai diharapkan mampu mempertahankan hubungan yang baik kepada anak-anak, dan dengan hubungan yang hangat, dengan begitu diharapkan akan meminimalisir stres yang dihadapi anak sehingga mampu mengembangkan kemampuan resiliensi. Resiliensi dapat ditingkatkan dengan berbagai sumber salah satunya dengan menentukan tujuan dan mengoptimalkan hubungan dengan lingkungan yang positif. Resiliensi yang dimiliki akan membantu remaja yang orang tuanya bercerai dapat bangkit dari permasalahan yang muncul, serta dapat membuat remaja melakukan hal sebaik mungkin.

Bagi sekolah yang memiliki siswa orang tua bercerai diharapkan membuat proyek pendampingan siswa, sebab dengan bimbingan dan pendekatan yang baik dapat menumbuhkan tujuan hidup dari siswa tersebut, disamping itu hubungan yang baik dengan guru dapat diharapkan menjadi pengontrol agar siswa tidak memilih pergaulan yang negatif.

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Banne, O. 2014. Resiliensi Remaja yang Memiliki Orangtua Bercerai (Studi Fenomenologi terhadap remaja dengan orangtua yang bercerai di Kota Makassar). Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Bronk, K.C., Hill, P.L., Lapsley, D.K., Talib, N. & Finch, H. 2009. Purpose, hope, life satisfaction in three age group. The Journal of Positive Psychology Bronk, K.C. 2014. Purpose in Life A Critical Component of Optimal Youth

Development. New York: Springer

Coates, D.L. 1987. Structure and support of black adolescent’s social network. Sex Roles, 17, pp.667-687

Connor, K. M & Davidson, J. R. T. 2003. Development of a new resilience scale: The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety, 18, 76-82.

Damon, W., Menon, J. & Bronk, K. C. 2003. The development of purpose during adolescence. Journal Applied Developmental Science Vol. 7 No. 3 p. 119-128

Grotberg, E. H. 1999. Taping Your Inner Strength : How To Find The Resilience To Deal With Anything. Oakland, CA : New Harbinger Publications Inc. Hill, M. Stafford, A. Seaman, P Ross, P. & Daniel, B. 2007. Parenting and

Resilience. Layerthorpe York :Joseph Rowntree Foundation

Kang, S.K. & Kim, W. 2011. A study of battered women’s purpose of life and resilience in South Korea. Asian Social Work and Policy Review, 5, 145-159 Krause, N., & Keith, V. (1989). Gender Differences in Social Support Among

Older Adults. Sex Roles, Vol.21, Nos. 9/10

Masten, A.S. & Reed, M.G. 2002. Resilience in development. Dalam C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds) Handbook of Positive Psychology (pp.74-88). New York: Oxford University Press

Priyatno, D. (2011). Buku Saku Analisis Statistik Data SPSS. Jakarta: Mediakom Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Penerbit

(18)

18

Sihombing, M. 2014 Agustus 14. Data Perceraian: Di Indonesia, Sudah Lewati 10%. Kabar24.com. Diunduh pada 13 Mei 2015 dari

http://kabar24.bisnis.com/read/20140814/79/249947/data-perceraian-di-indonesia-sudah-lewati-10Soemanto, W. 2006. Psikologi Pendidikan:

Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya. Sippel, L.M., Pietrzak, R. H., Charney, D.S., Mayes, L.C. & Southwick, S.M.

2015. How does social support enhance resilience in the trauma-exposed individual? Ecology and Society, 20(4)

Sumintono, B. & Widhiarso, W. 2015. Aplikasi Pemodelan Rasch Pada Assessment Pendidikan. Cimahi: Penerbit Trim Komunikata

Wibisono, S. 2015. Aplikasi model rasch untuk validasi instrumen pengukuran fundamentalisme agama bagi responden muslim. Journal

Zautra, A.J., Hall, J.S. & Murray, K.E. 2010. Resilience: a new definition of health for people and communities. Dalam J. R. Reich, A. J. Zautra & J. S. Hall (Eds). Handbook of Adult Resilience (pp. 3-30). New York: Guilford Zimmerman, M.A. & Brenner, A.B. 2010. Resilience in adolescence: overming

neighborhood disadvantage. Dalam J. R. Reich, A. J. Zautra & J. S. Hall (Eds). Handbook of Adult Resilience (pp. 309-332). New York: Guilford

(19)

19

IDENTITAS PENULIS

Nama : Nina Fadhila Adriani

Alamat : Jl. Kaliurang KM 14.5 No 16C Kimpulan Sleman No HP : 085228288325

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kebutuhan daya listrik di area Penyewa (diluar AC) akan dipasang KWH Meter tersendiri oleh Pengelola Gedung dan beban biaya pemakaiannya ditanggung oleh Penyewa sesuai

Hal ini sekaligus juga sesuai dengan hasil penelitian Morgan dan Hunt (2004 ) yang membuktikan bahwa kepercayaan akan mengurangi keinginan untuk menghentikan

diperoleh p=0,399 yang berarti tidak ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kebugaran jasmani pada karyawan konstruksi Jasmani. karyawan

Secara garis besar, Analisa teknis yang dilakukan yaitu kapal hasil konversi harus dapat memenuhi beberapa kriteria seperti: karakteristik ruang muat kapal bulk carrier,

Pada kasus anak autis yang memasuki masa puber, orang tua dituntut untuk dapat menciptakan komunikasi yang baik agar dapat membantu perkembangan sang anak dalam

Cerita-cerita tradisi lisan tersebut sangat terkait erat dengan tradisi maritim masyarakat di sekitar Laut Sawu, selain itu pelayaran dan perdagangan antara wilayah kawasan Laut