HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Karyawan Cold Storage
Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini meliputi (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) pengalaman dalam bekerja, (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki karyawan (5) pembinaan atau training yang pernah diperoleh dan (6) besar pendapatan atau gaji. Pengamatan terhadap keenam peubah ini selain untuk mengetahui kondisi faktual karakteristik karyawan, juga sekaligus untuk mengetahui sejauh mana aspek ini memiliki hubungan dengan sikap mereka terkait praktik higiene daging di cold storage.
Umur Karyawan
Pada penelitian ini rentang usia karyawan berkisar antara 20 – 47 tahun. Pengelompokan umur karyawan dibagi dalam tiga golongan yaitu usia muda (<30 tahun), dewasa (30-45 tahun) dan usia tua (> 45 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (46,7%) karyawan memiliki usia 30-40 tahun (kategori sedang), 43,3% berusia diatas 45 tahun (kategori tua) dan 10% berusia dibawah 30 tahun (kategori muda). Pengelompokan karyawan berdasarkan umur, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kelompok umur karyawan
No Umur Karyawan Jumlah Persentase 1 <30 tahun 9 10 2 30 – 45 tahun 42 46.7 3 >45 tahun 39 43.3 Jumlah 90 100
Umur dapat mengindikasikan pengalaman seseorang. Tingginga proporsi karyawan yang berumur diatas 30 tahun (90%) memperlihatkan bahwa sebagaian besar karyawan mungkin telah memiliki pengalaman kerja yang cukup terkait praktik higiene daging di cold storage.
Tingkat Pendidikan Karyawan
Pada penelitian ini, tingkat pendidikan formal karyawan kelompokkan kedalam tiga kategori yakni tidak sekolah-SD (rendah), SMP-SMU/sederajat (sedang) dan Perguruan Tinggi (tinggi)..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua (91,2%) karyawan mempunyai latar belakang pendidikan SMP dan SMA (kategori sedang), 8,8% perguruan tinggi (kategori tinggi) dan tidak ada karyawan dengan tingkat pendidikan rendah. Pengelompokkan karyawan berdasarkan tingkat pendidikan karyawan disajikan pada Tabel 4
Tabel 4 Tingkat pendidikan karyawan
No Tingkat Pendidikan Karyawan
Jumlah Persentase 1 Tidak Sekolah dan SD 0 0 2 SMP dan SMA/Sederajat 82 91.2 3 Perguruan tinggi 8 8.8
Jumlah 90 100
Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Banyaknya karyawan dengan tingkat pendidikan sedang disebabkan oleh faktor rekruitmen pegawai dari perusahaan yang umumnya tidak hanya mempersyaratkan lulusan SMP dan SMA/sederajat. Berdasarkan latar belakang pendidikan, tidak ada karyawan cold storage yang mempunyai pengetahuan terkait higiene daging.
Pengalaman Bekerja Karyawan
Pada penelitian ini pengalaman kerja karyawan dikelompokkan kedalam tiga kategori yakni (1) < 5 tahun (baru), (2) 5-10 tahun (sedang), (3) >10 tahun(lama).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (37,7%) karyawan mempunyai pengalaman bekerja lebih dari 10 tahun(kategori lama). Sedangkan dua kelompok karyawan lainnya 25,6% mempunyai pengalaman kerja 5-10 tahun (kategori sedang) dan 36,7% di bawah lima tahun (kategori baru). Pengelompokan karyawan berdasarkan pengalaman kerja disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengalaman kerja karyawan No Pengalaman Bekerja (Tahun) Karyawan Jumlah Persentase 1 <5 33 36.7 2 5 – 10 23 25.6 3 >10 34 37.7 Jumlah 90 100
Pengalaman kerja merupakan peubah yang sangat mempengaruhi pengetahuan dan sikap seseorang. Semakin lama pengalaman kerja, semakin banyak (tinggi) pengetahuan yang dimilikinya. Sebagian besar karyawan (63,4%) mempunyai pengalaman kerja lebih dari 5 tahun di cold storage. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoris karyawan memiliki pengalaman yang cukup terkait praktik higiene daging di cold storage.
Pelatihan yang Pernah Didapat
Dalam penelitian ini pelatihan dikelompokkan berdasarkan jumlah pelatihan yang pernah diperoleh. Pelatihan yang dimaksud adalah kegiatan berupa kursus, seminar atau training yang diberikan perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawan terkait praktik higiene. Pelatihan dikelompokkan kedalam tiga kategori yakni (1) tidak pernah (rendah), (2) 1-3 kali pelatihan (sedang), (3) >3 kali pelatihan (tinggi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua karyawan (88,8%) pernah mengikuti 1-3 kali pelatihan (kategori sedang), 5,6% menyatakan tidak pernah ikut pelatihan (kategori rendah) dan 5,6% pernah mengikuti lebih dari 3 pelatihan (kategori tinggi). Pengelompokan karyawan berdasarkan jumlah pelatihan yang pernah didapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5 Pelatihan yang pernah didapat karyawan
No Pelatihan Karyawan Jumlah Persentase 1 Rendah 5 5,6 2 Sedang 85 88,8 3 Tinggi 5 5,6 Jumlah 90 100
Pelatihan bertujuan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kinerja, serta sikap pekerja (Sari 2009). Menurut Budisuari (2003), pelatihan atau pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan. Bila mengacu lamanya karyawan bekerja (mayoritas lebih dari lima tahun), jumlah pelatihan yang diperoleh karyawan termasuk kurang. Menurut Sarı (2009), pelatihan sebaiknya diberikan sebelum pekerja mulai bekerja dan pekerja harus menerima informasi yang diperlukan tentang pekerjaan mereka sehingga dapat mengurangi risiko.
Tingkat Pengetahuan Karyawan
Untuk mengukur tingkat pengetahuan, digunakan 20 pertanyaan yang ditanggapi karyawan dengan jawaban “benar”, “salah” dan “tidak tahu”. Setiap jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah dan tidak tahu diberi skor 0 (Ansari et
al 2010). Tingkat pengetahuan karyawan dibagi dalam tiga kategori, yakni
kategori buruk (skor <7), kategori sedang (skor 7-14) dan kategori baik (skor >14). Kategori ini didasarkan pada kriteria terkait praktik higiene daging yakni (1) sanitasi dan kebersihan, (2) higiene personal, (3) sistem penyimpanan, dan (4) pengendalian hama. Penilaian tingkat pengetahuan karyawan berdasarkan indikator aspek higiene daging dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Distribusi karyawan berdasarkan indikator pengetahuan dalam praktik higiene daging
No Tingkat Pengetahuan Kategori Jumlah
(skor) Karyawan %
1 Sanitasi dan kebersihan
Rendah (<1,667) Sedang (1,667-3,33) Tinggi (>3,33) 18 59 13 20 66 14 2 Higiene personal Rendah (<1,667) Sedang (1,667-3,33) Tinggi (>3,33) 17 57 16 19 63 18 3 Sistem Penyimpanan Daging (handling) Rendah (<1,667) Sedang (1,667-3,33) Tinggi (>3,33) 17 55 18 19 61 20 4 Pengendalian hama Rendah (<1,667) Sedang ((1,667-3,33) Tinggi (>3,33) 20 47 23 22 52 26
Tabel 7 menunjukkan sebagian besar karyawan (66%) memiliki pengetahuan dalam kategori sedang, 14% memiliki pengetahuan dalam kategori
baik dan 20% memiliki pengetahuan dalam kategori buruk terhadap sanitasi dan kebersihan. Secara akumulasi, persentase mayoritas (80%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori sedang sampai tinggi terkait pentingnya menjaga kebersihan alat dan sarana, kebersihan area cold storage, desinfeksi palet dan ruang penyimpanan, desinfeksi alat angkut, dan lainnya.
Tabel 7 menunjukkan sebagian besar (63%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori kategori sedang dan 18 % memiliki pengetahuan dalam kategori baik terhadap higiene personal. Persentase mayoritas (81%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori sedang sampai baik terkait pentingnya kebiasaaan mencuci tangan, mengenakan seragam kerja yang bersih, tidak meludah di sembarang tempat, tidak merokok di area cold storage. Pengetahuan aspek higiene personal ini sangat penting karena karyawanlah yang melakukan segala aktifitas dalam praktik higiene daging di cold storage.
Tabel 7 menunjukkan sebagian besar (60%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori sedang, 20% memilki pengetahuan dalam kategori baik dan 19% memiliki pengetahuan dalam kategori buruk terkait sistem penyimpanan daging. Persentasi mayoritas (80%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori sedang sampai baik terkait pentingnya sistem first in
first out (FIFO) di cold storage, pemeriksaan kondisi daging, pemeriksaan
kemasan, penyimpanan berdasarkan jenis, kontrol temperatur daging dan ruang penyimpanan, dan lainnya.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan (52%) memiliki pengetahuan dalam kategori sedang, 26% memiliki pengetahuan dalam kategori sedang dan 22% memiliki pengetahuan dalam kategori buruk terkait pengendalian hama. Persentase mayoritas (78%) karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori sedang sampai baik terkait perlunya program pengendalian rodensia, tikus, lalat ataupun kecoa, penggunakan desinfektan yang aman, dan laimya.
Dari lima aspek praktik higiene daging yang diukur, terlihat paling banyak karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori rendah pada aspek pengendalian hama (22%) dan sanitari dan kebersihan (20%). Perusahaan perlu meningkatkan pengetahuan karyawan pada kedua aspek ini khusunya pada pengetahuan mengenai pemakaian desinfektan. Berdasarkan keempat indikator pengetahuan
tentang higiene daging, maka secara keseluruhan pengetahuan karyawan terkait praktik higiene daging dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Tingkat pengetahuan karyawan
No Indek Pengetahuan Jumlah
Karyawan Persentase
1 Buruk 25 27.7
2 Sedang 59 65.6
3 Baik 6 6.7
Jumlah 90 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, indek pengetahuan sebagian besar (65,6%) karyawan dalam kategori sedang, dan 27,7% karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori buruk, lainnya 6,7% karyawan memiliki pengetahuan dalam kategori baik terkait praktik higiene daging di cold storage. Menurut Soekanto (2003) pengetahuan diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Tingkat pengetahuan karyawan terkait praktik higiene daging sangat dipengaruhi oleh pengetahuan rekan sekerjanya. Hal ini menyebabkan pengetahuan mayoritas karyawan cenderung sama.
Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penghasilan bersih atau gaji yang didapat karyawan dari perusahaan setiap bulan. Tingkat pendapatan dikelompokkan kedalam tiga kategori yakni (1) < 3 juta (rendah), (2) 3-5 juta (sedang), (3) >5juta (tinggi).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (56,6%) karyawan mempunyai pendapatan 3-5 juta (kategori sedang), dan 41,1% mempunyai pendapatan dibawah 3 juta (kategori rendah), lainya 2,2% mempunyai pendapatan diatas 5 juta (kategori tinggi. Tingkat pendapatan yang diperoleh karyawan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Tingkat pendapatan karyawan No Tingkat Pendapatan
(juta)
Jumlah
1 < 3 37 41.1
3 3 – 5 51 56.7
5 >5 2 2.2
Jumlah 90 100
Tingkat pendapatan sangat mempengaruhi kepuasan karyawan dalam beekerja. Bila gaji yang diperoleh dirasa cukup, seseorang akan merasa nyaman dan kondisi ini berdampak positif terhadap sikap karyawan. Bila mengacu pada standar Upah Minimum Regional (UMR) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yakni rata-rata Rp 1,5 juta per bulan, besaran gaji yang diterima karyawan sudah cukup memadai. Struktur penggajian yang diterapkan perusahaan umumnya ditentukan berdasarkan masa kerja, tingkat pendidikan, jabatan dan prestasi.
Sikap Karyawan Terkait Praktik Higiene Daging
Untuk mengukur sikap, digunakan 20 pertanyaan untuk yang ditanggapi karyawan dengan jawaban ”setuju”, “ragu-ragu” dan “tidak setuju”. Setiap jawaban setuju diberi skor 3, jawaban ragu-ragu diberi skor 2 dan jawaban tidak tahu diberi skor 1 (Ansari et al. 2010). Sikap karyawan dibagi dalam tiga kategori, yakni kategori negatif ( skor jawaban <33), kategori netral (skor 33-46) dan kategori positif (skor >46). Penilaian sikap terkait praktik higiene daging yang dilihat dalam penelitian ini adalah (1) sanitasi dan kebersihan, (2) higiene personal, (3) sistem penyimpanan, (4) pengendalian hama. Penilaian sikap karyawan berdasarkan indikator aspek higiene dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Distribusi karyawan berdasarkan indikator sikap terkait praktik higiene daging
No Aspek Sikap Kategori Jumlah
Karyawan %
1 Sanitasi dan kebersihan
Negatif (<1,667) Netral (1,667-3,33) Positif (>3,33) 11 51 29 11 57 32 2 Higiene personal Negatif (<1,667) Netral (1,667-3,33) Positif (>3,33) 10 59 21 11 66 23 3 Sistem penyimpanan Daging Negatif (<1,667) Netral (1,667-3,33) Positif (>3,33) 15 44 31 17 49 34 4 Pengendalian hama Negatif (<1,667) Netral (1,667-3,33) Positif (>3,33) 1 49 40 1 54 44
Tabel 10 menunjukkan, terkait sanitasi dan kebersihan sebagian besar (57%) karyawan memiliki sikap dalam kategori netral, dan 32% memiliki sikap dalam kategori positif, lainnya 11% memiliki sikap dalam kategori negatif. Hal ini mengindikasikan mayoritas karyawan bersikap netral terhadap pentingnya menjaga kebersihan alat dan sarana, kebersihan area cold storage, desinfeksi desinfeksi palet dan ruang penyimpanan, desinfeksi alat angkut dan lainnya. Sikap karyawan terhadap sanitasi dan kebersihan ini sangat penting dalam membentuk perilakunya dalam praktik higiene daging.
Tabel 10 menunjukkan, terkait higiene personal sebagian besar (66%) karyawan memiliki sikap dalam kategori netral, 23% memiliki sikap dalam kategori positif, dan 11% memiliki sikap dalam kategori negatif. Hal ini berarti mayoritas karyawan memiliki sikap netral terkait pentingnya kebiasaaan mencuci tangan, mengenakan seragam kerja yang bersih, tidak meludah di sembarang tempat, tidak merokok, membiasakan diri mandi sebelum berangkat dan sesudah kerja dan lainnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sikap karyawan dapat dengan mudah berubah menjadi positif ataupun negatif, tergantung obyek yang mempengaruhi.
Tabel 10 menunjukkan sebagian besar (49%) karyawan bersikap netral, 34% karyawan bersikap positif terhadap sistem penyimpanan daging di cold storage. Secara akumulasi mayoritas (83%) karyawan memiliki sikap dalam kategori netral sampai positif terkait aspek pentingnya sistem FIFO diterapkan, pemeriksaan kondisi daging, pemeriksaan kemasan, penyimpanan berdasarkan jenis, mempertahankan suhu penyimpanan, dan lainnya.
Tabel 10 menunjukkan bahwa 54% dan 44% karyawan bersikap netral dan positif terhadap pengendalian hama dalam praktik higiene daging. Secara kumulatif hampir semua (98%) karyawan bersikap netral dan positif terhadap program pengendalian rodensia, tikus, lalat ataupun kecoa, penggunaan desinfektan yang aman terkait praktik higiene daging di cold storage.
Secara keseluruhan, aspek sikap karyawan yang perlu diperbaiki adalah sikap terkait sistem penyimpanan daging. Terdapat 17% karyawan yang memiliki sikap negatif terkait penyimpanan. Walaupun persentase rekannya yang bersikap
netral dan baik cukup banyak (83%), bila tidak segera dibina dapat membawa pengaruh terhadap karyawan lain. Berdasarkan keempat indikator sikap terkait praktik higiene daging, maka secara keseluruhan sikap karyawan terkait praktik higiene daging disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Sikap karyawan terkait praktik higiene daging secara keseluruhan No Sikap Karyawan Jumlah Persentase 1 Negatif 1 1.1 2 Netral 64 71.1 3 Positif 25 27.8 Jumlah 90 100
Secara keseluruhan sebagian besar (71.1%) karyawan mempunyai sikap dalam kategori netral, 27.8% mempunyai sikap dalam kategori positif dan 1.1% mempunyai sikap dalam kategori negatif terkait praktik higiene daging. Persentase mayoritas karyawan yang memiliki sikap dalam kategori netral mengindikasikan bahwa komitmen karyawan terhadap praktik higiene belum cukup kuat. Sikap individu karyawan akan dipengaruhi oleh sikap mayoritas kelompok karyawan lainnya.
Apabila kelompok karyawan melakukan praktik higiene dengan baik, kemungkinan akan mempengaruhi individu karyawan lainnya untuk melakukan praktik yang baik juga, demikian juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena individu karyawan ingin menyesuaikan diri dengan norma kelompok yang lebih besar, dalam hal ini kelompok pekerja yang melakukan praktik higiene dengan baik. Sikap dan perilaku kelompok pekerja ini dapat mempengaruhi perilaku rekan sekerja mereka. (Racicot et al. 2012).
Standard Operating Procedures (SOP) Kerja
SOP adalah suatu prosedur kerja yang dibuat perusahaan agar semua tahapan kegiatan berjalan sesuai standar yang diinginkan. SOP ini berlaku mutlak bagi semua karyawan sehingga semua aktifitas diharapkan berjalan sesuai prosedur yang dibuat. SOP kerja ini merupakan peubah situasional (faktor eksternal) yang diduga dapat mempengaruhi hubungan antara sikap dan perilaku.
Tabel 12 memperlihatkan hampir semua perusahaan (93,3%) memiliki SOP kerja dan hanya sedikit (6.7%) yang tidak memiliki SOP. Bila mengacu dari
observasi, sebenarnya semua perusahaan telah memiliki SOP kerja. Namun karena kurangnya pembinaan, sosialisasi dan lemahnya pengawasan menyebabkan karyawan bekerja tidak berpedoman terhadap prosedur yang ada. SOP kerja terkait praktik higiene daging disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 SOP kerja
No SOP Kerja Karyawan
Jumlah Persentase
1 Tidak ada 6 6.7
2 Ada 84 93.3
Jumlah 90 100
Pengawasan Pimpinan
Sama dengan SOP, pengawasan pimpinan merupakan peubah situasional yang dipakai dalam penelitian ini. Pimpinan adalah orang yang tunjuk oleh perusahaan sebagai pengawas karyawan dalam bekerja. Pengawasan pimpinan dibagi kedalam dua kategori yakni pengawasan tidak ketat dan pengawasan sangat ketat.
Hasil Tabel 13 menunjukkan bahwa mayoritas karyawan (78,9%) menyatakan pengawasan pimpinan mereka sangat ketat dan hanya sebagian kecil (21.1%) yang pengawasan pimpinannya tidak ketat. Tingkat pengawasan pimpinan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Tingkat Pengawasan Pimpinan
No Pengawasan Pimpinan Karyawan
Jumlah Persentase
1 Tidak ketat 19 21,1
2 sangat Ketat 71 78.9
Jumlah 90 100
Perusahaan yang telah menerapkan sistem menajemen mutu, pengawasan terhadap kinerja karyawan sudah melekat dalam SOP kerja yang dibuat sehingga karyawan akan patuh dan mematuhi semua prosedur kerja dibuat.
Dalam praktik higiene daging di cold storage, perusahaan wajib menunjuk karyawan yang bertanggung jawab terhadap jaminan pelaksanaan higiene dan sanitasi (Deptan 2005). Karyawan yang ditunjuk biasanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding karyawan lain atau yang telah lama
bekerja (senior) di unit tersebut sehingga dapat menjadi panutan bagi karyawan lain. Hal ini menunjukkan bahwa semakin ketat pengawasan pimpinan, maka karyawan akan mematuhi SOP kerja yang ada diperusahaan tersebut.
Perilaku Karyawan Terkait Praktik Higiene Daging
Perilaku yang dimaksud pada penelitian ini adalah tindakan nyata yang dilakukan karyawan terkait praktik higiene daging. Aspek yang dilihat meliputi (1) sanitasi dan kebersihan, (2) higiene personal, (3) sistem penyimpanan (handling) dan (4) pengendalian hama. Selain survei menggunakan kuesioner, dilakukan observasi menggunakan checklist. Pengisian checklist dilakukan berdasarkan kondisi saat dilakukan observasi pada cold storage. Hasil penilaian atau skor dari observasi ini akan diakumulasikan dengan skor perilaku dari kuesioner untuk mendapatkan nilai perilaku karyawan. Distribusi karyawan berdasarkan indikator perilaku disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14 Distribusi karyawan berdasarkan indikator perilaku dalam praktik higiene daging
No Aspek Perilaku Kategori Jumlah
Karyawan %
1 Sanitasi dan kebersihan
Rendah (<2,333) Sedang (2,333-4,666) Tinggi (>4,666) 0 35 55 0 39 61 2 Higiene personal Rendah (<2,666) Sedang (2,666-5,333) Tinggi (>5,333) 0 48 42 0 53 47 3 Sistem Penyimpanan Daging Rendah (<2,333) Sedang (2,333-4,666) Tinggi (>4,666) 0 24 66 0 27 73 4 Pengendalian hama Rendah (<2,666) Sedang (2,666-5,333) Tinggi (>5,333) 0 33 57 0 37 63
Tabel 14 menunjukkan terkait saniatasi dan kebersihan, sebagian besar (61%) karyawan memiliki perilaku dalam kategori baik, dan 39% memiliki perilaku dalam kategori sedang. Tidak ada karyawan yang berperilaku buruk terhadap praktik menjaga kebersihan alat dan sarana, kebersihan area cold
storage, desinfeksi palet area penyimpanan, desinfeksi alat angkut dan lainnya.
Tabel 14 menunjukkan terkait higiene personal, sebagian besar (53%) karyawan memiliki berperilaku dalam kategori sedang dan 47% karyawan
memiliki perilaku dalam kategori baik. Higiene karyawan sangat dipengaruhi oleh sikap personal. Bila sikapnya positif maka perilaku karyawan juga akan baik terhadap kebiasaan mencuci tangan, mengenakan seragam kerja yang bersih, tidak meludah di sembarang, tidak merokok diarea cold storage.
Tabel 14 menunjukkan terkait sistem penyimpanan, mayoritas (73%) karyawan memiliki perilaku dalam kategori baik, dan 27% karyawan memiliki perilaku dalam kategori sedang. Tingginya persentase perilaku karyawan pada aspek ini dikarenakan umumnya karyawan berperilaku menurut kebiasan yang sudah berlaku. Artinya karyawan bekerja atau bertindak menurut prosedur kerja yang sudah ada terkait sistem FIFO di cold storage, pemeriksaan kondisi daging, pemeriksaan kemasan, penyimpanan menurut jenis daging dan lain-lain.
Tabel 14 menunjukkan terkait pengendalian hama, mayoritas (63%) karyawan memiliki perilaku dalam kategori baik, dan 37% karyawan memiliki perilaku terkait sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar karyawan berperilaku baik terhadap program pengendalian rodensia, tikus, lalat ataupun kecoa, penggunakan desinfektan yang aman dalam praktik higiene daging di cold
storage.
Secara keseluruhan, aspek perilaku karyawan yang sangat perlu diperbaiki terkait praktik higiene daging adalah higiene personal. Hasil analisa data menunjukkan bahwa sebagian besar (53%) karyawan memiliki perilaku dalam kategori sedang terhadap kebiasaan mandi, mencuci tangan, tidak meludah di sembarang tempat, selalu mengenakan seragam kerja, tidak makan atau merokok di area cold storage dan lain-lain. Higiene personal merupakan elemen yang sangat menentukan keberhasilan praktik higiene daging di cold storage. Bila higiene personal karyawan buruk, tentu akan berdampak pada keseluruhan aspek dalam praktik higiene. Karyawan dapat menjadi agen pembawa ataupun carrier penyakit kedalam produk ataupun kepada sesama pekerja lainnya.
Berdasarkan keempat aspek perilaku terkait praktik higiene daging, maka secara keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan (83,3%) memiliki perilaku dengan kategori baik, dan 16,7% karyawan memiliki perilaku dalam kategori sedang. Perilaku karyawan terkait praktik higiene daging secara keseluruhan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Perilaku karyawan terkait praktik higiene daging secara keseluruhan No Perilaku Karyawan Jumlah Persentase 1 Buruk 0 0 2 Sedang 15 16.7 3 Baik 75 83.3 Jumlah 90 100
Perilaku yang baik akan menghasilkan praktik higiene daging yang baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa praktik higiene daging di cold storage telah berjalan dengan baik. Segala aspek higiene daging dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hubungan Karakteristik dengan Sikap Karyawan terkait Praktik Higiene
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana hubungan karakteristik karyawan terhadap sikap terkait praktik higiene daging. Karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman bekerja, pelatihan pernah didapat, tingkat pendapatan merupakan faktor internal yang dimiliki secara secara unik oleh karyawan (Harihanto 2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan nilai p = 0.040 (p<0.05) dan koefisien korelasi sebesar 0.420 (kategori sedang). Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan karyawan terhadap higiene daging maka sikap yang dimilki akan semakin positif. Hubungan peubah karakeristik dengan sikap dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Hubungan karakteristik dengan sikap terkait praktik higiene daging
No Peubah Sikap
Koof. Korelasi Nilai P interpretasi
1 Umur 0.137 0,497
2 Tingkat Pendidikan -1.075 0,726
3 Pengetahuan 0,420* 0,040 Sedang 4 Pengalaman kerrja 0,363* 0,044 Sedang 5 Pelatihan/training 0,193 0,695
6 Tingkat pendapatan 0,231 0,180
* Berhubungan nyata pada α = 0,05 (uji 2 arah)
P= Peluang kesalahan (galat), n = 90
Harihanto (2001) menyatakan bahwa sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuanya. Seseorang bertindak suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang terhadap obyek sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau pengetahuannya. Pengetahuan merupakan peubah yang paling berpengaruh terhadap sikap. Demikian juga menurut Gerungan dalam Zahid (1997) sikap seseorang terhadap suatu obyek akan dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap obyek tersebut.
Tabel 16 menunjukkan bahwa pengalaman kerja memiliki hubungan yang signifikan terhadap sikap dengan nilai p = 0.040 (p<0.05) dan koefisien korelasi sebesar 0,363 (kategori sedang). Nilai ini menunjukkan hubungan yang positif yang berarti semakin lama pengalaman kerja karyawan maka semakin positif (baik) sikap yang dimilikinya.
Azwar (2003) menyatakan sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pengalaman karyawan bekerja di cold storage akan memberikan kesempatan kepada karyawan tersebut untuk memperoleh pengetahuan, tanggapan dan penghayatan terkait praktik higiene daging. Pengetahuan dan tanggapan inilah yang kemudian menjadi salah satu unsur dalam pembentukan sikap. Pendapat senada dikemukakan Sarwono (2002) bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar diperoleh melalui pengkondisian, proses belajar social atau karena pengalaman lansung. Sebagian besar karyawan (63,4%) telah bekerja di cold storage lebih dari 5 tahun. Bahkan dari persentase tersebut 37,8% mempunyai pengalaman kerja lebih dari 10 tahun.
Hubungan peubah pengetahuan dan pengalaman terhadap sikap ini juga dikemukanan oleh Saygi dan Bilen (2010) yang menyatakan bahwa sikap dibentuk melalui pengalaman dan pengetahuan individu. Demikian juga Garnadi (2004), menyatakan pengetahuan dan pengalaman akan membentuk sikap seseorang. Pengetahuan merupakan fase awal dari keputusan dimana akhirnya seseorang akan bertindak seperti pengetahuan yang diperolehnya.
Hubungan Sikap dengan Perilaku Terkait Praktik Higiene Daging
Pengujian korelasi sikap dan perilaku pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara. Pengujian pertama untuk melihat korelasi sikap dan perilaku tanpa melakukan pengelompokan karyawan. Pengujian kedua untuk melihat korelasi sikap dan perilaku setelah dilakukan pengelompokkan karyawan berdasarkan peubah situsional. Tujuan pengujian kedua dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana peranan pengawasan pimpinan dan SOP kerja mempengaruhi kekuatan korelasi antara sikap dan perilaku (Zahid 1997).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengujian tanpa dikelompokkan, terdapat hubungan nyata antara sikap dengan perilaku terkait praktik higiene dengan nilai p = 0.012 (p<0.05) dan koefisien korelasi sebesar 0.676 (tergolong sedang). Pengujian kedua setelah sikap dikelompokkan dengan SOP dan pengawasan pimpinan, nilai korelasi sikap dengan perilaku menjadi 0,684 dan 0.909 (p<0.05). Hubungan sikap dengan perilaku dan pengaruh peubah situasional terkait praktik higiene daging disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 Hubungan sikap dengan perilaku dan pengaruh peubah situasional terkait praktik higiene daging
No Model hubungan Koof. Korelasi Nilai P Interpretasi 1 Tanpa pengelompokan
- Sikap 0,676* 0,012 sedang 2 Berdasarkan pengelompokan
- SOP 0,684* 0,012 sedang
- Pengawasan Pimpinan 0,909* 0,001 kuat
* Berhubungan nyata pada α = 0,05 (uji 2 arah) P= Peluang kesalahan (galat), n = 90
Sikap sangat menentukan perilaku seseorang. Nilai korelasi sikap dengan perilaku adalah positif artinya semakin positif perilaku karyawan terkait praktik higiene daging, maka akan semakin baik perilakunya terkait praktik higiene daging. Timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap objek tersebut (Sujarwo 2004). Azwar (2003) menyatakan bahwa untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat perhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Namun perilaku hanya akan konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan.
Sarwono (2002) menyatakan bahwa tindakan dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat didalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (peubah situasional). Selain peubah SOP dan pengawasan pimpinan, faktor luar yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan adalah pola perilaku kelompok, input informasi, model (panutan), hukuman (sanksi) dan norma sosial (Harihanto 2001).
Kuatnya pengaruh peubah situasional terhadap hubungan sikap dengan perilaku karyawan karena sebagian besar perusahaan telah menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) seperti pembuatan SOP kerja berbasis HACCP. Sistem ini menyebabkan karyawan harus berperilaku menurut alur kerja yang telah dibuat. Ajzen dan Fishbein yang dikutip oleh Zahid (1997) bahwa perilaku merupakan fungsi dari tujuan, sedangkan tujuan berperilaku sangat ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap terhadap perilaku dan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan perilaku.
Survei yang digunakan pada penelitian ini (survei KAP) dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui pada kebanyakan orang, alasan-alasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan mengapa orang-orang melakukan atau menerapkan perilaku tertentu (Sauri 2011). Hasil penelitian menunjukkan walaupun perilaku mayoritas (83.3%) karyawan terkait praktik hygiene daging tergolong dalam kategori baik, namun perilaku ini terbentuk bukan karena sikap positif karyawan tapi karena kuatnya pengaruh pengkondisian yang dibuat perusahaan. Bila pengawasan pimpinan tidak ketat, ada kemungkinan karyawan akan berperilaku tidak berdasarkan SOP.
Sikap positif terkait praktik higiene daging harus dimiliki karyawan. Salah satu upaya untuk menumbuhkan sikap positif adalah dengan meningkatkan pengetahuan karyawan. Hal ini penting untuk menumbuhkan pemahaman, kepedulaian dan kesadaran dan komitmen karyawan terhadap praktik higiene daging. Yustina (2006) yang menyatakan bahwa adanya peningkatan pengetahuan berhubungan positif dengat sikap dan minatnya.
Penyimpanan daging merupakan tahapan yang sangat krusial dalam tahap rantai makanan. Penerapan higiene terhadap daging selama penyimpanan di cold
storage bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada daging dan
mempertahankan kualitas daging sehingga keamanan daging dapat terjaga, dan daging dapat terlindung dari pencemaran, kontaminasi maupun kerusakan akibat penanganan yang kurang higienis. Faktor karyawan sangat berperan dalam tercapainya praktik higiene ini. Bila perilaku karyawan baik maka kualitas daging yang dihasilkan juga akan baik. Dengan penelitian ini, dapat diketahui sejauh mana tingkat praktik higiene yang dilakukan selama ini dan bagaimana kondisi
aktual karyawan. Sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
Berhasilnya praktik higiene daging di cold storage merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan (produsen) dan konsumen. Peningkatan pengetahuan sumberdaya manusia baik di pemerintah, produsen, maupun konsumen diperlukan untuk menumbuhkan pemahaman, kesadaran dan kepedulian. Komitmen dan konsistensi Pemerintah di tingkat pusat dan daerah untuk penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) sangat mutlak.