HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES
DI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA MANONJAYA
Neng Intan1)
H.Yuldan Fatturahman, S.KM., M.Kes dan Anto Purwanto, S.KM., M.Kes2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan Lingkungan1)
Universitas Siliwangi (neng.intan@student.unsil.ac.id)
Dosen Pembimbing Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan2) Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Skabies merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes Scabiei. Penularan penyakit ini terjadi melalui kontak langsung maupun
tidak langsung tanpa memandang umur, ras, jenis kelamin dan status sosial ekonomi. Sanitasi lingkungan dan personal hygiene merupakan faktor yang berperan pada perkembangan penyakit skabies. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene terhadap prevalensi penyakit skabies. Metode penelitian menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan casecontrol dengan total sampel 98. Analisis yang dilakukan yaitu analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan Uji Chi Square dengan p value < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dan
personal hygiene terhadap penyakit skabies; sumber air dengan nilai p value 0,000
dan OR 19,988, sanitasi jamban nilai p value 0,000 dan OR 9,138, ventilasi kamar nilai p value 0,000 dan OR 15,354, pencahayaan nilai p value 0,015 dan OR 3,022, kelembaban nilai p value 0,001 dan OR 4,267, kepadatan hunian nilai p value 0,033 dan OR 4,063, kebersihan kulit nilai p value 0,003 dan OR 19,988, mencuci tangan dan memotong kuku nilai p value 0,002 dan OR 3,882, kebersihan pakaian nilai p value 0,004 dan OR 3,625, alat mandi dan handuk nilai p value 0,001 dan OR 7,125, kebersihan kamar nilai p value 0,018 dan OR 3,178.
Kata Kunci : Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene, Skabies Kepustakaan : 35 (1995 – 2016)
RELATED ENVIRONMENTAL SANITATION AND PERSONAL HYGIENE WITH THE INCIDENCE OF SCABIES
COTTAGE IN BOARDING MIFTAHUL HUDA MANONJAYA
Neng Intan1)
H.Yuldan Fatturahman, S.KM., Kes and Anto Purwanto, S.KM., M.Kes2) Student of the Faculty of Health Sciences Health Specialisation Environmental1)
Siliwangi University (neng.intan@student.unsil.ac.id)
Supervisor Section of Environmental Health Sciences Public Health Faculty) Siliwangi University
ABSTRACT
Scabies is an environmentally based disease caused by the mite Sarcoptes scabiei. Transmission of the disease occurs through direct contact or indirectly regardless of age, race, gender and socioeconomic status. Environmental sanitation and personal hygiene are factors that play a role in the progression of the disease scabies. This study aimed to analyze the relationship between environmental sanitation and personal hygiene to the prevalence of scabies. The research method using observational analytic approach casecontrol with a total sample of 98. The analysis conducted through univariate analysis using frequency distribution and bivariate analysis using Chi Square test with p values <0.05. The results showed that there is a relationship between environmental sanitation and personal hygiene to disease scabies; water resources with p value 0.000 and OR 19.988, sanitary latrines p value 0.000 and OR 9.138, room ventilation p value 0.000 and OR 15.354, lighting p value of 0.015 and OR 3.022, humidity p value 0.001 and OR 4.267, density occupancy p value 0.033 and OR 4.063, skin hygiene p value 0.003 and OR 19.988, wash your hands and cut fingernails p value 0.002 and OR 3.882, cleanliness clothing p value 0.004 and OR 3.625, toiletries and towels p value 0.001 and OR 7.125, p value room cleanliness OR 0.018 and 3.178.
Keywords: Environmental Sanitation, Personal Hygiene, Scabies Bibliography: 35 (1995 - 2016)
1. PENDAHULUAN
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan nonformal yang usianya sangat tua dan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat. Pondok pesantren mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pusat untuk mempelajari, memahami, menghayati, mengamalkan ajaran Islam, pengembangan ilmu agama, pembinaan akhlak, etika, dan moral masyarakat. Dilihat dari sisi kesehatan, pada umumnya pondok pesantren masih memerlukan perhatian dari berbagai pihak yang terkait, baik dalam aspek akses pelayanan kesehatan, perilaku sehat maupun aspek kesehatan lingkungannya. Pondok pesantren dinilai masih kurang memperhatikan kesehatan santri dan lingkungannya (Aminah 2012). Menurut Rimawardhani dalam Suhelmi, (2007) mengatakan bahwa penyakit yang paling sering diderita siswa yang tinggal di pesantren adalah skabies.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Tungau Sarcoptes Scabiei Varietas Hominis (Sungkar, 2005). Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). 2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik obsevasional dengan menggunakan case control yaitu merupakan rancangan penelitian dengan cara membandingkan kelompok case dan kelompok control dengan tujuan untuk mengetahui apakah faktor resiko yang meliputi sanitasi lingkungan dan personal hygiene berpengaruh terhadap penyakit skabies.
3. HASIL PENELITIAN
a. Variabel Sanitasi Lingkungan 1) Sumber Air
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Hubungan Sumber Air Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Sumber Air Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Sungai 41 80,4 10 19,6 51 100,0 0,000 19,988 (7,151-55,867) 2. Sumur 8 17,0 39 83,0 47 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan yang menggunakan air sungai yaitu 41 responden (80,4%), dibandingkan dengan responden yang menggunakan air sumur yaitu 8 responden (17,0%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden yang menggunakan air sumur sebanyak 39 responden (83,0%), dibandingkan dengan responden yang menggunkan air sungai yaitu 10 responden (19,6%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,000 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penggunaan sumber air terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 19,988. Penggunaan air sungai lebih beresiko 19,988 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada pengguna air sumur.
2) Sanitasi Jamban
Tabel 3.2
Distribusi Frekuensi Hubungan Sanitasi Jamban Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Sanitasi Jamban Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Tidak Baik 27 84,4 5 15,6 32 100,0 0,000 9,138 2. Kurang Baik 13 37,1 22 62,9 35 100,0 3. Baik 9 29,0 22 71,0 31 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.2 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi yang tidak baik yaitu
sebanyak 27 responden (84,4%) dibandingkan dengan responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi kurang baik sebanyak 13 responden (37,1%) dan responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi baik yaitu 9 responden (29,0%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi baik sebanyak 22 responden (71,0%) dibandingkan dengan responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi kurang baik yaitu 22 responden (62,9%) dan responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi tidak baik sebanyak 5 responden (15,6%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,000 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penggunaan jamban terhadap penyakit skabies dengan nilai OR = 9,138. Responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi yang kurang baik dan tidak baik beresiko 9,138 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang menggunakan jamban dengan sanitasi baik. 3) Ventilasi Kamar
Tabel 3.3
Distribusi Frekuensi Hubungan Ventilasi Kamar Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Ventilasi Kamar Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % f % n % 1. Tidak Baik 38 80,9 9 19,1 47 100,0 0,000 15,354 (5,725-41,176) 2. Baik 11 21,6 40 78,4 51 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.3 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan ventilasi kamar yang tidak bak yaitu sebanyak 38 responden (80,9%), dibandingkan dengan responden dengan ventilasi kamar yang baik sebanyak 11 responden (21,6%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan ventilasi kamar yang baik yaitu 40
responden (78,4%), dibandingkan dengan responden dengan ventilasi kamar yang tidak baik sebanyak 9 responden (19,1%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,000 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ventilasi kamar terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 15,354. Responden yang tinggal di kamar dengan ventilasi yang tidak baik lebih beresiko 15,354 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang tinggal di kamar dengan ventilasi yang baik.
4) Pencahayaan Kamar
Tabel 3.4
Distribusi Frekuensi Hubungan Pencahayaan Kamar Terhadap Penyakit Skabies
Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Pencahayaan Kamar Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Tidak Baik 34 61,8 21 38,2 44 100,0 0,015 3,022 (1,318-6,932) 2. Baik 15 34,9 28 65,1 43 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.4 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan pencahayaan kamar yang tidak baik sebanyak 34 responden (61,8%) dibandingkan dengan responden dengan pencahayaan kamar yang baik sebanyak 15 responden (34,9%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan pencahayaan kamar yang baik yaitu 28 responden (65,1%) dibandingkan dengan responden dengan pencahayaan kamar yang tidak baik yaitu 21 responden (38,2).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,015 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pencahayaan kamar terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 3,022. Responden yang tinggal dikamar dengan pencahayaan yang tidak baik lebih beresiko 3,022 kali lebih
besar dari pada responden yang tinggal dikamar dengan pencahyaaan yang baik.
5) Kelembaban Kamar
Tabel 3.5
Distribusi Frekuensi Hubungan Kelembaban Kamar Terhadap Penyakit Skabies
Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Kelembaban Kamar Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % f % n % 1. Tidak Baik 34 66,7 17 33,3 51 100,0 0,001 4,267 (1,823-9,939) 2. Baik 15 31,9 32 68,1 47 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.5 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kelembaban kamar yang tidak baik yaitu 34 responden (66,7%), dibandingkan dengan responden dengan kelembaban kamar yang baik yaitu 15 responden (31,9%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kelembaban kamar yang baik yaitu 32 responden (68,1%), dibandingkan dengan responden dengan kelembaban kamar yang tidak baik yaitu 17 responden (33,3%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,001 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kelembaban kamar terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 4,267. Responden yang tinggal dikamar dengan kelembaban yang tidak baik lebih beresiko 4,267 kali lebih besar dari pada responden yang tinggal dikamar dengan kelembaban yang baik.
6) Kepadatan Kamar
Tabel 3.6
Distribusi Frekuensi Hubungan Kepadatan Kamar Terhadap Penyakit Skabies
Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
Kepadatan Kamar Skabies Tidak Skabies p value (95% CI) f % f % n % 1. Tidak Baik 45 55,6 36 44,4 81 100,0 0,033 4,062 (1,220-13,533) 2. Baik 4 23,5 13 76,5 17 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.6 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kepadatan kamar yang tidak baik yaitu sebanyak 45 responden (55,6%), dibandingkan dengan responden dengan kepadatan kamar yang baik yaitu sebanyak 4 responden (23,5%), sedangkan responden yang tidak skabies kepadatan kamar yang baik yaitu 13 responden (76,5%), dan responden dengan kepadatan kamar yang tidak baik sebanyak 36 responden (44,4%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,033 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kepadatan kamar terhadap penyakit skabies dengan nilai OR = 4,062. Responden yang tinggal di kamar dengan kepadatan yang tidak baik lebih beresiko 4,062 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang tinggal di kamar dengan kepadatan yang baik.
b. Variabel Personal Hygiene 1) Kebersihan Kulit
Tabel 3.7
Distribusi Frekuensi Hubungan Kebersihan Kulit Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Kebersihan Kulit Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Tidak Hygiene 17 81,0 4 19,0 21 100,0 0,003 5,977 (1,837-19,455) 2. Hygiene 32 41,6 45 58,4 77 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.7 diketahui bahwa responden yang menderita skabies pada responden dengan kebersihan kulit yang
kebersihan kulit yang tidak hygiene yaitu 17 responden (81,0%), sedangkan responden yang tidak skabies pada responden dengan kebersihan kulit yang hygiene yaitu 45 responden (58,4%) dan responden dengan kebersihan kulit yang tidak hygiene yaitu 4 responden (19,0%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,003 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kebersihan kulit terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 5,977. Responden dengan kebersihan kulit yang tidak hygiene lebih beresiko 5,977 kali lebih besar dari pada responden dengan kebersihan kulit yang hygiene.
2) Mencuci Tangan dan Memotong Kuku Tabel 3.8
Distribusi Frekuensi Hubungan Mencuci Tangan dan Memotong Kuku Terhadap Penyakit Skabies
Di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Mencuci Tangan dan Memotong Kuku Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Tidak Hygiene 32 66,7 16 33,3 48 100,0 0,002 3,882 (1,679-8,976) 2. Hygiene 17 34,0 33 66,0 50 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.8 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kebersihan tangan dan kuku yang tidak hygiene yaitu sebanyak 32 responden (66,7%), dibandingkan dengan responden dengan kebersihan tangan dan kuku yang hygiene sebanyak 17 responden (34,0%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kebersihan tangan dan kuku yang hygiene sebanyak 33 responden (66,0%) dibandingkan dengan responden dengan kebersihan tangan dan kuku yang tidak
hygiene sebanyak 16 santri (33,3%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebertihan tangan dan memotong kuku
terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 3,882. Responden yang tidak hygiene dalam mencuci tangan dan memotong kuku lebih beresiko 3,882 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang hygiene dalam merawat tangan dan memotong kuku.
3) Kebersihan Pakaian
Tabel 3.9
Distribusi Frekuensi Hubungan Kebersihan Pakaian Terhadap Penyakit Skabies
di Pondok Pesantren Miftahul Huda
No Pakaian Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % f % n % 1. Tidak Hygiene 35 63,6 20 36,4 55 100,0 0,004 3,625 (1,562-8,412) 2. Hygiene 14 32,6 29 67,4 43 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.9 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan pakaian yang tidak hygiene yaitu 35 responden (63,6%), dibandingkan responden dengan pakaian yang hygiene yaitu 14 responden (32,6%), sedangkan responden yang tidak skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan pakaian yang hygiene yaitu 29 responden (67,4%), dibandingkan responden dengan pakaian yang tidak hygiene yaitu 20 responden (36,4%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,004 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebersihan pakaian terhadap penyakit skabies dengan nilai OR = 3,625. Responden yang tidak hygiene dalam menggunakan pakaian lebih beresiko 3,625 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang hygiene dalam menggunakan pakaian.
4) Alat Mandi dan Handuk
Tabel 3.10
Distribusi Frekuensi Hubungan Alat Mandi dan Handuk Terhadap Penyakit Skabies
No Alat Mandi dan Handuk Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % F % n % 1. Tidak Hygiene 45 60,0 30 40,0 75 100,0 0,001 7,125 (2,205-23,026) 2. Hygiene 4 17,4 19 82,6 23 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.10 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan alat mandi dan handuk yang tidak hygiene yaitu sebanayak 45 responden (60,0%), dibandingkan dengan responden dengan alat mandi dan handuk yang hygiene sebanyak 4 responden (17,4%) sedangkan responden yang tidak skabies pada responden dengan alat mandi dan handuk yang dengan hygiene yaitu sebanyak 19 responden (82,6) dan responden dengan alat mandi dan handuk yang tidak hygiene sebanyak 30 responden (40,0%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,001 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penggunaan alat mandi dan handuk terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 7,125. Responden yang tidak hygiene dalam penggunaan alat mandi dan handuk lebih beresiko 7,125 kali lebih besar untuk terkena penyakit skabies dari pada responden yang hygiene dalam penggunaan alat mandi dan handuk.
5) Kebersihan Kamar Tidur
Tabel 3.11
Distribusi Frekuensi Hubungan Kebersihan Kamar Tidur Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul
Huda No Kamar Tidur Kejadian Skabies Total p value OR (95% CI) Skabies Tidak Skabies f % f % n % 1. Tidak Hygiene 39 59,1 27 40,9 66 100,0 0,018 3,178 (1,300-7,771) 2. Hygiene 10 31,2 22 68,8 32 100,0 Jumlah 49 50,0 49 50,0 98 100,0
Berdasarkan tabel 3.11 diketahui bahwa responden yang menderita skabies lebih banyak didapatkan pada responden dengan kamar tidur yang tidak hygiene yaitu 39 responden (59,1%), dibandingkan dengan responden dengan kamar tidur yang hygiene yaitu 10 responden (31,2%), sedangkan responden yang tidak skabies pada responden dengan kamar tidur yang hygiene yaitu 22 responden (68,8%) dan responden dengan kamar tidur yang tidak
hygiene yaitu 27 responden (40,9%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p= 0,018 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kebersihan kamar tidur terhadap penyakit skabies dengan nilai OR= 3,178. Responden dengan kebersihan kamar yang tidak hygiene beresiko 3,178 kali lebih besar dari pada responden dengan kebersihan kamar yang
hygiene.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Adanya hubungan antara sanitasi lingkungan terhadap penyakit skabies
a. Ada hubungan antara sumber air terhadap penyakit skabies dengan p value 0,000 dan nilai OR= 19,988
b. Ada hubungan antara sanitasi jamban terhadap penyakit skabies dengan p value 0,000 dan nilai OR= 9,138
c. Ada hubungan antara ventilasi kamar terhadap penyakit skabies dengan p value 0,000 dan nilai OR= 15,354
d. Ada hubungan antara pencahayaan kamar terhadap penyakit skabies dengan p value 0,015 dan nilai OR= 3,022
e. Ada hubungan antara kelembaban kamar terhadap penyakit skabies dengan p value 0,001 dan nilai OR= 4,267
f. Ada hubungan antara kepadatan kamar terhadap penyakit skabies dengan p value 0,033 dan nilai OR= 4,063
a. Ada hubungan antara kebersihan kulit terhadap penyakit skabies dengan p value 0,003 dan nilai OR= 5,977
b. Ada hubungan antara mencuci tangan dan memotong kuku terhadap penyakit skabies dengan p value 0,002 dan nilai OR= 3,882
c. Ada hubungan antara kebersihan pakaian terhadap penyakit skabies dengan p value 0,004 dan nilai OR= 3,625
d. Ada hubungan antara alat mandi dan handuk terhadap penyakit skabies dengan p value 0,001 dan nilai OR= 7,125
e. Ada hubungan antara kebersihan kamar tidur terhadap penyakit skabies dengan p value 0,018 dan nilai OR= 3,178
5. DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah D., Manajemen Pelayanan Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2011.
Azwar A., Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta 1995
Badri M., Hygiene Personal Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
Ponorogo, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Vol
17, No 2, Halaman 2.
Bratawidjaja K.G., Imunologi Dasar, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007 Budiarto E., Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,
EGC, Jakarta, 2001
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Djuanda A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007.
Emier., Hubungan Personal Hygiene Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit
Kulit Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darul Huda Hikmah Pekan Baru, Skripsi, Fakultas Kesehatan
Maasyarakat, USU, 2007.
Frenki, Hubungan Personal Hygiene Santri dengan Kejadian Penyakit Kulit
Infeksi Skabies dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren,
Skripsi, USU, (2011).
Goldstein, BG & Goldstein., Dermatologi Praktis, Hipokrates, Jakarta, 2001.
Haince., Personal Behavior and Evironment Risk and Protective Factor, 2012.
Handoko R.P., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi Juanda, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2008
Harahap M., Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta, 2000.
Hasibuan Malayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, PT.Bumi Aksara, 2009.
Irianto K., Menguak Dunia Mikroorganisme, CV Yrama Widya, Bandung, 2007.
Iskandar T., Masalah Scabies Pada Hewan dan Manusia serta
penanggulangannya, Wartozoa. Vol. 10, No. 1. Hal 28-34. th 2000.
Kuspriyanto., Pengaruh Sanitasi dan Higiene Perorangan Terhadap
Penyakit Kulit, Tesis, Pascasarjana Universitas Erlangga,
Surabaya, 2002.
Lita S., Prilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Scabies Di
Pondok Pesantren Ulummu Qur’an Stabat, USU Press, Medan,
2005.
Lomeshow, Stanely., Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.
Ma’rufi I, Keman S dan Notobroto H.B., Faktor Sanitasi Lingkungan yang
Berpengaruh Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies, Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1 Hal. 11-18, FKM UNAIR, Surabaya, (2005).
Muslih, Rifqi, dkk., Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies
pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung Kab.Tasikmalaya,
Penelitian FIK, Universitas Siliwangi, 2012
Nasir, Ridwan., Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
Notoatmodjo S., Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.
Qomar, M., Pesantren, Erlangga, Yogyakarta, 2007.
Rofiq A, dkk., Pemberdayaan Pesantren Menuju Kemandirian dan
Profesionalisme Santri Dengan Metode Daurah Kebudayaan, LKIS
Pelangi Aksara Yogyakarta, Yogyakarta, 2005.
Sadana., Skabies : Masalah Diagnosis dan Pengobatannya, Majalah Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2007.
Siregar R.S., Penyakit Kulit dan Jamur, Edisi ke Dua, EGC, Jakarta, 2004. Soejadi., Upaya Sanitasi Lingkungan Di Pondok Pesantren Ali Maskum
Almunawar Dan Pandanaran Dalam Penanggulangan Penyakit Skabies, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Ponpes, Jawa Timur,
2003.
Soemirat J., Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011.
Sudirman T., Skabies : Masalah Diagnosa dan Pengobatan, Makalah Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Supratno, H., Pendidikan Kesehatan Lingkungan Dalam Perspektif Islam, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Universitas Negeri Surabaya, 2016.
Sutrisno, T. et all., Teknologi Penyediaan Air Bersih, Cetakan Keenam, Rieneka Cipta. Jakarta, 2006.
Stone S.P, Jonathan N.G, Rocky E.B., In : Fitzpiatrick, Dermatology in General Medicine, 7th, McGraw-Hill, New york, 2008.
Wardhana., Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahannya, Bina Pustaka, Jakarta, 2006.
Wijayanti K., Peran Pos Kesehatan Pesantren Dalam Meningkatkan
Kesehatan Reproduksi Remaja, Buletin penelitian sistem