• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARA KHAIRINA NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DARA KHAIRINA NIM :"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENDIDIKAN DAN INFORMASI TERHADAP

PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG

PENYAKIT THALASEMIA PADA ANAK

DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

CENTRA THALASEMIA

BANDA ACEH

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma III KebidananSTIKes U’Budiyah

Banda Aceh

Oleh:

DARA KHAIRINA

NIM : 10010116

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH

(2)

ABSTRAK

GAMBARAN PENDIDIKAN DAN INFORMASI TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT THALASEMIA PADA ANAK DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN CENTRA THALASEMIA

BANDA ACEH TAHUN 2013

Dara Khairina1, Muhammad2

xi + 35 Halaman : 6 tabel, 1 gambar, 14 Lampiran

Latar Belakang : Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia. Kasus thalasemia semakin hari semakin meningkat layaknya fenomena gunung es, ditengarai ada sekitar 200 ribu penderita thalasemia yang belum terdeteksi kasusnya. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang thalasemia dan cara penatalaksanaanya sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan anak yang mengalami thalasemia. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui gambaran pendidikan dan informasi terhadap pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak di RSUD dr. Zainoel Abidin centra thalasemia. Metode Penelitian : Bersifat deskriptif dengan pendekatan

Cross Sectional. Populasi adalah orang tua yang anaknya mengalami thalasemia, sampel

35 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner. Kemudian di uji statistik menggunakan Chi-square memakai program SPSS. Hasil Penelitian : Semakin tinggi pendidikan orang tua (reponden) maka pengetahuan yang dimilikinya tentang penyakit thalasemia pada anak semakin tinggi, dan semakin rendah pendidikan orang tua maka pengetahuan yang dimilikinya tentang penyakit thalasemia pada anak lebih rendah. Semakin banyak informasi tentang penyakit thalasemia pada anak yang pernah didapat oleh orang tua maka pengetahuannya akan semakin tinggi, serta apabila tidak pernah mendapatkan informasi tentang penyakit thalasemia pada anak maka pengetahuan yang dimilikinya akan lebih rendah. Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendidikan dasar ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia dan responden yang tidak pernah mendapat informasi tentang thalasemia ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia. Diharapkan bagi lahan penelitian agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta mengadakan penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak.

Kata Kunci : Thalasemia, Pendidikan, Pengetahuan dan Informasi Sumber : 12 Buku + 1 Situs Internet (2001-2013)

1

: Mahasiswi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh

2

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T, dimana atas rahmat dan hidayah-Nya peneliti telah dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Pendidikan dan Informasi Terhadap Pengetahuan Orangtua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Banda Aceh.

Penelitian karya tulis ilmiah ini merupakan kewajiban yang harus di laksanakan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli Kebidanan STIKes U’budiyah.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini peneliti telah banyak menerima bimbingan dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dr. Muhammad, MPH selaku pembimbing saya yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikiran dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini dan tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dedi Zefrizal, S.T, Selaku Ketua Yayasan U’Budiyah Indonesia. 2. Ibu Marniati, M. Kes. Selaku Ketua STIKes U’Budiyah Banda aceh.

3. Ibu Nuzulul Rahmi SST. Selaku Ketua Prodi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh.

4. Ibu Cut Rosmawar, SST selaku Ketua Prodi D-IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh.

5. Bapak Agussalim, SKM, M.Kes selaku Ketua S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKes U’Budiyah Banda Aceh.

6. Terima Kasih kepada Seluruh pasien khususnya untuk orang tua yang telah memberikan Informasinya tentang pengetahuan penyakit thalasemia pada anak.

(4)

7. Teristimewa buat Ayahanda dan Ibunda serta keluarga besar yang telah memberikan pengorbanan baik material maupun do’a bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan Akademi Kebidanan.

8. Teman-teman seangkatan yang telah banyak membantu khususnya untuk sahabat saya Cut Elsysa Azzanie, Raudhatul Jannah 79, Siti Julita, Devi heriati yang telah banyak membantu saya sehingga selesainya penelitian ini.

9. Teman–teman dan sahabat yang berada jauh di Bireuen sana tetapi mereka tetap memberikan motivasi sehingga selesainya penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa penelitian karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan baik dari segi bahasa, penelitian, maupun isinya. Oleh sebab itu peneliti senantiasa mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak yang dapat membantu dalam pembuatan penelitian pada penelitian selanjutnya.

Akhirnya kepada Allah SWT kita sepantasnya berserah diri, tiada satupun yang terjadi tanpa kehendaknya.

Banda Aceh, 27 Agustus 2013 Tertanda

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

ABSTRAK ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN iii

PENGESAHAN PENGUJI iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL x DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penelitian 3 D. Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

A. Pengertian Talasemia 5

B. Manifestasi Klinis 7

C. Terapi Untuk Talasemia 8

1. Transfusi Darah 9

2. Iron Chelator 9

3. Splenektomi 10

4. Transplantasi Sumsum Tulang 10

D. Dampak Psikososial Talasemia 10

E. Pengetahuan (Knowledge) 11

BAB III KERANGKA KONSEP 22

A. Kerangka Konsep Penelitian 22

B. Definisi Operasional 23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 25

A. Jenis Penelitian 25

B. Populasi Sampel 25

C. Tempat Dan Waktu Penelitian 26

D. Instrumen Penelitian 26

E. Teknik Pengumpulan Data 27

F. Pengolahan Data 27

G. Analisa Data 28

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 29

(6)

C. Pembahasan 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 37

A. Kesimpulan 37

B. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006, sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier Thalasemia dan sekitar 300 ribu – 500 ribu bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Penderita Thalasemia tertinggi ada di negara-negara tropis, namun dengan tingginya angka migrasi penyakit ini juga ditemukan di seluruh dunia.

Demikian pula dengan Indonesia. Data Perhimpunan Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) mencatat pada 2006 terdapat sekitar 3.053 kasus Thalasemia dan 2008, jumlah penderita meningkat menjadi 5.000 orang. Layaknya fenomena gunung es, ditenggarai ada sekitar 200 ribu penderita thalasemia yang belum terdeteksi kasusnya. Bahkan terdapat jutaan carrier yang tidak terdeteksi di Tanah Air. Potensi mereka sangat besar untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anak-anaknya.

Di Aceh sendiri saat ini diperkirakan lebih dari 150 penderita Thalasemia yang menjalani transfusi darah dan perawatan medis setiap bulannya di Rumah Sakit Daerah dr. Zainoel Abidin. Jumlah ini belum termasuk dengan pasien-pasien yang di rawat di Rumah Sakit kabupaten dan pasien yang belum terdeteksi.

Talasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hemoglobin (Hb) kurang atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelaina hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah

(8)

merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Talasemia adalah penyakit genetik yang diturukan secara autosomal resesif menurut Hukum Mendel yang dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterezigot) yang disebut talasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap talasemia, sedangkan bentuk homozigot ditirunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit talasemia (Indanah, 2010).

Berdasarkan hasil pengamatan yang di lakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Talasemia, dari 10 orang tua yang anaknya menderita talasemia hanya 2 orang yang mengetahui tentang talasemia. Berdasarkan permasalahan dilapangan peneliti tertarik untuk melihat bagaimana Tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit talasemia pada anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Bagaimanakah Gambaran Pendidikan dan Informasi Terhadap Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia”.

(9)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pendidikan dan informasi terhadap pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pendidikan terhadap pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

b. Mengetahui gambaran informasi terhadap pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

D. Manfaat Penelitian a. Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman serta dapat memperoleh informasi tentang pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak.

b. Tempat Penelitian

Menjadi masukan yang luar biasa bagi orang tua tentang penyakit talasemia pada anak.

(10)

c. Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar sekaligus sebagai bahan bacaan di perpustakaan institusi pendidikan.

(11)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengertian Thalasemia

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010). Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia (Aru W. Sudoyo, 2009)

Thalasemia mayor dikenal dengan (Coleey anemia) merupakan bentuk homozigot dari thalasemia β yang disertai dengan anemia berat dan sangat tergantung pada tranfusi. Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik tersering didunia. Kelainan ini terutama ditemukan dikawasan Mediterania, Afrika dan Asia Tenggara dengan frekuensi sebagai pembawa gen sekitar 5-30% (Indanah, 2010).

(12)

Pasien thalasemia mengalami perubahan secara fisik antara lain mengalami anemia yang bersifat kronik yang menyebabkan pasien mengalami hypoxia, sakit kepala, irritable, anorexia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pasien thalasemia juga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien thalasemia mempunyai karakteristik tersendiri antara lain Hiperbilirubenemia, splenomegalia, hepatomegalia, penampilan wajah yang khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan broze skin tone. Pada taraf lanjut pasien thalasemia sering mengalami komplikasi berupa penyakikt jantung dan hati, mengalami infeksi sekunder serta osteoporosis (Indanah, 2010).

Perubahan yang terjadi secara fisik tersebut juga berdampak secara psikososial pada pasien. Pasien thalasemia merasa berbeda dengan kelompoknya, pasien merasa terbatas aktifitasnya, mengalami isolasi sosial, rendah diri dan merasa cemas dengan kondisi sakit dan efek lanjut yang mungkin timbul (Indanah, 2010), sehingga untuk meminimalkan dampak baik secara fisik maupun psikologis dibutuhkan penatalaksaan yang tepat untuk pasien thalasemia.

Penatalaksaan pasien thalasemia ditunjukkan kemampuan secara fisik dan psikologis. Terapi bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit (Indanah, 2010). Pengobatan seumur hidup diperlukan untuk pasien thalasemia. Program terapi yang harus dilakukan antara lain tranfusi darah, iron chelation terapi, kemungkinan spelenektomi, pengaturan diet yang membantu

(13)

pembentukan sel darah merah (asam folat) dan diet yang mengurangi resiko penimbunan zat besi (konsumsi Vit C) (Indanah, 2010).

Anak yang menderita thalasemia diupayakan untuk melakukan aktifitas yang sesuai dengan kemampuannya. Namun terkadang anak melakukan aktifitas tanpa memperhatikan kondisi fisiknya. Hal tersebut membuat orang tua merasa cemas dan membatasi aktifitas yang dilakukan oleh anak serta menerapkan disiplin yang berlebihan dalam menjalani program terapi, sehingga anak tidak banyak diberi kesempatan untuk terlibat dalam pemeliharaan kesehatannya. Anak akan mengalami konflik jika aktifitasnya dibatasi, anak akan merasa bersalah, cemas, takutsehingga akan menunjukkan perubahan perilaku yang tidak diharapkan. Pengetahuan orang tua yang tidak adekuat terhadap kondisi penyakit dan penatalaksaannya serta dukungan social berpengaruh terhadap upaya anak untuk terlibat dalam selfcare (Indanah, 2010).

B. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada thalasemia yaitu thalasemia. Anemia yang menahun pada thalasemia disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010). Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi. Hal tersebut dapat

(14)

menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung, hati, limpa serta kelenjar endokrin.

Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).

C. Terapi Untuk Thalasemia

Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit. Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).

(15)

1) Tranfusi Darah

Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi, yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 - 4 unit darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010).

2) Iron Chelator

Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis) akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi didalam tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin (desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin. Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator

(16)

ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).

3) Splenektomi

Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi (Indanah, 2010).

4) Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi. Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron chelation therapy.

D. Dampak Psikososial Thalasemia

Secara umum pasien thalasemia berasal dari keluarga dengan tingkat social ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah (Indanah, 2010). Pasien

(17)

thalasemia harus menjalani perawatan yang cukup besar serta berlangsung seumur hidup (“Thalasemia meningkat setiap tahun”, 2009). Selain bebas secara financial, perubahan secara fisik dan resiko timbulnya komplikasi menjadi beban psikologis tersendiri bagi penderita maupun keluarganya. Orang tua dengan anak yang menderita thalasemia cenderung mengalami kecemasan dan depressi (Indanah, 2010). Sedangkan pada anak thalasemia sendiri, perubahan secara fisik yang terjadi membuat anak merasa berbeda dengan kelompoknya, terbatas aktifitasnya, merasa rendah diri dan mengalami kecemasan dan isolasi social (Indanah, 2010).

Pasien thalasemia mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat penyakitnyayang berat dan lama karena anemia diderita sepanjang umurnya. Anak sangat lemah, tak bergairah, bahkan berbicara saja jarang. Pasien tidak pernah meminta sesuatu, gerakannya sangat lamban. Dalam keadaan demikian semua kebutuhan pasien harus ditolong (mandi, BAB/BAK, makan dan sebagainya). Jika tranfusi telah diberikan kadar Hb telah naik walaupun belum mencapaiu normal terlihat pasien ada gairah (biasanya makannya lmau lebih banyak dan mau bermain). Berikan dorongan agar mau semangat hidupnya dan ajaklah bermain dan berikan buku-buku yang umunya disenagi anak-anak atau mainan sesuai dengan keadaan pasien. (Ngastiyah, 2005)

E. Pengetahuan (Knowledg)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancraindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

(18)

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

1. Proses Adopsi Prilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) tertarik dahulu

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan prilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaiknya apabila perilaku

(19)

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya ibu-ibu menjadi peserta KB, karena diperintahkan oleh lurah atau ketua RT tanpa mengetahui makna dan tujuan KB, maka mereka akan segera keluar dari keikutsertaannya dalam KB setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.

2. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempeunyai 6 tingkat : a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham dengan objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

(20)

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulsi-formulasi yang ada. Misalnya

(21)

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuailkan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentuka sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Hal-hal yang mempengaruhi pengetahuan yaitu : a. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan

(22)

persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. (Notoatmodjo, 2007)

Menurut teori perkembangan psikososial yang dikutip oleh wheley dan wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur (dewasa) dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

1. Early adult hood (21-35 tahun)

Pada masa awal ini, hubungan social utamaseseorang sudah terfokus pada partner dalam hubungan teman dan seks (perkawinan). Karakteristik dan krisis psikososial terjadi pada masa ini adalah “keintiman vs isolasi”, dimana pada masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan membentuk hubungan dekat dan membuat komitmen tentang kehidupan.

(23)

2. Young and middle adult hood (36-45 tahun)

Pada masa dewasa pertengahan ini, hubungan social seseorang terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada masa ini emosi sudah mulai stabil. Karakteristik dari psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “generation vs konsentrasi diri”,

dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan dalam memikirkan keluarga, masyarakat dan generasi mendatang.

3. Later adult hood (>45 tahun)

Pada masa dewasa akhir ini, hubungan kemasyarakatan dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi seseorang cenderung relatif stabil dengan motifasi untuk hidup dan berkarir serta membantu sesama dengan baik. Karakteristik dari psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “keluhan vs kepuasan”, dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhnya kebutuhan/kehidupan seseorang dari perasaan puas dan siap menghadapi masa lanjut usia serta kematian.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, khususnya dalam pembentukan prilaku semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi kesadaran seseorang tentang sesuatu hal dan

(24)

semakin matang pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan. (Notoatmojo, 2005).

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu. Pendidikan responden yang mayoritas tinggi dapat mempengaruhi pengetahuan dalam pembentukan sikap mereka tentang tindakan pengobatan.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah berlangsung seumur hidup. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kesadarannya tentang hak yang dimilikinya, kondisi ini akan meningkatkan tuntutan tehadap hak untuk memperoleh informasi, hak untuk menolak/menerima pengobatan yang ditawarkan (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasar, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sisdiknas, 2003).

Sisdiknas (2003) mengklasifikasikan pendidikan menjadi pendidikan formal dan pendidikan nonformal, jenjang pendidika formal terdiri dari :

a) Tinggi : Akademi dan Perguruan Tinggi (S1) b) Menengah : SMA

(25)

c. Pekerjaan

Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial sesuai denga jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya diukur dari keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien (badan anggota), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan pekerjaan. Perguruan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relatif mudah (Notoatmodjo, 2007).

d. Lingkungan

Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkunga tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. (Notoatmodjo, 2007).

(26)

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampua mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan

(27)

kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Notoatmodjo,2007).

Menurut Budiarto, 2005 informasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori antara lain sebagai berikut :

a) Pernah, jika x ≥ 50% b) Tidak pernah, jika < 50%

g. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menetukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

(28)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini sesuai dengan teori Orem (2001), yaitu usia, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, pendidikan, keadaan sosial budaya, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, keterlibatan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari, lingkungan dan sumber daya yang mendukung.

Variabel Independen Variabel Dependen

Informasi

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Pendidikan

- -

Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia

(29)

B. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas (Hidayat, 2007).

Tabel 3.1 Definisi Operasional N

o

Variabel Definisi Operasional

Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Variabel Dependen 1 Pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia Hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan tentang objek yaitu penyakit thalasemia Menyebar Kuesioner pada responden dengan kriteria : - Tinggi 76-100% - Rendah < 76 % Kuesioner - Tinggi - Rendah Ordinal Variabel independen 1 Pendidikan Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua (responden) dibuktikan dengan ijazah Menyebar kuesioner responden dengan kriteria : - Dasar bila SD/SMP/ Sederajat - Menengah bila SMA/Sed erajat - Tinggi bila Diploma/ S1 Kuesioner - Dasar -Menengah - Tinggi Ordinal

(30)

2 Informasi Informasi yang diperoleh responden baik dari tenaga kesehatan maupun media tentang penyakit thalasemia Menyebar kuesioner dengan kriteria : -Pernah jika, x ≥50% -Tidak pernah jika, x <50% Kuesioner - Pernah -Tidak pernah Ordinal

(31)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan Deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross secctional yaitu variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini dikumpulkam dalam waktu bersamaan untuk mengetahui Gambaran Pendidikan dan Informasi Terhadap Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang anaknya menderita penyakit thalasemia di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

2. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2002) sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan metode Accidental sampling yaitu sampel penelitian diambil secara kebetulan atau yang berada

(32)

pada saat penelitian. Responden yang akan dijadikan sampel sebanyak 35 orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia.

2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 23 sampai 28 Agustus 2013.

D. Instrument Penelitian

Instrument penelitian ini adalah kuesioner yang dibagikan kepada responden yang berjumlah 14 pertanyaan, yang terdiri dari 1 pertanyaan tentang pendidikan, 5 pertanyaan tentang informasi dan 8 pertanyaan tentang pengetahuan.

1. Pendidikan terdiri dari 1 pertanyaan

Kuesioner menggunakan skala Likert, bila jawaban “SD/SMP/Sederajat” mendapat kode 1, bila jawaban “SMA/Sederajat” mendapat kode 2, dan bila jawaban “Akademi dan Perguruan Tinggi/ S1” mendapat kode 3.

2. Informasi terdiri dari 5 pertanyaan

Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Pernah” mendapatkan nilai 1, bila jawaban “Tidak Pernah” mendapat nilai 0.

(33)

3. Pengetahuan terdiri dari 8 pertanyaan

Kuesioner menggunakan skala Guttman, bila jawaban “Benar” mendapat nilai 1, dan bila jawaban “Salah” mendapat nilai 0, nilai maksimal 10 sedangkan nilai minimal 0.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit melalui buku register kunjungan berobat pasien.

F. Pengolahan Data

Metode pengolahan data dilakukan melalui proses dengan tahapan seperti yang dilakukan oleh (Arikunto, 2006) sebagai berikut :

1. Editing adalah data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan, kemudian dilakukan pemeriksaan pada lembar kuesioner untuk memastikan bahwa semua jawaban telah terisi.

2. Coding yaitu melakukan pengkodean dengan memberikan penomeran pada setiap kuesioner atau memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil jawaban pada kuesioner.

3. Transpering adalah memindahkan data dalam bentuk tabulating.

(34)

G. Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). kemudian ditentukan presentase (p) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P =

Keterangan : P = Presentase

f = frekuensi yang teramati n = Jumlah sampel

2. Tabulasi Silang

Adapun analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa tabel silang yang menjelaskan variabel dependen dan independen.

(35)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit pemerintah yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Februari 1979 dan merupakan rumah sakit kelas “A” sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor: 1062/Menkes/Sk/2011, tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin pada tanggal 1 juni 2011.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menawarkan pelayanan kesehatan yang luas serta menyediakan pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta medical check up. Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sudah terakreditasi 16 pelayanan dari departemen kesehatan Republik Indonesia meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis, farmasi, K3, radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi rumah sakit, perinatal, resiko tinggi, pelayanan rehabilitsi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.

(36)

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang beralamat di Jln. Tgk. H.M.Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, dengan jumlah responden 35 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang berisi 14 pertanyaan tentang pendidikan, informasi, dan pengetahuan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Analisa Univariat a. Pendidikan

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Pendidikan Pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Banda Aceh

Tahun 2013

No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 Tinggi 7 20.0

2 Menengah 20 57.1

3 Dasar 8 22.9

Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 35 responden mayoritas berada pada kategori pendidikan menengah yaitu sebanyak 20 responden (57,1 %).

(37)

b. Informasi

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Informasi Pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Banda Aceh

Tahun 2013

No. Informasi Frekuensi Persentase (%)

1 Pernah 16 45,7

2 Tidak Pernah 19 54,3

Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 35 responden mayoritas berada pada kategori tidak pernah mendapat informasi yaitu sebanyak 19 responden (54,3 %).

c. Pengetahuan

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Banda Aceh

Tahun 2013

No. Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Tinggi 4 11,4

2 Rendah 31 88,6

Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 35 responden mayoritas berada pada kategori pengetahuan rendah yaitu sebanyak 31 responden (88,6 %).

(38)

2. Tabulasi Silang

a. Pendidikan dengan pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak.

Tabel 5.4

Gambaran Pendidikan dengan Pengetahuan Orang tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Tahun 2013

No. Pendidikan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia

Pada Anak Total Tinggi Rendah F % F % F % 1 Tinggi 4 57,1 3 42,9 7 100 2 Menengah 0 0 20 100 20 100 3 Dasar 0 0 8 100 8 100 Total 4 31 35

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 7 responden yang berpendidikan tinggi ternyata mayoritas berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 57,1%, dari 20 responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia pada anak yaitu sebanyak 100%, dan dari 8 responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar ternyata mayoritas berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 100%.

(39)

b. Informasi Dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak

Tabel 5.5

Gambaran Informasi dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada anak di Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Tahun 2013 No. Informasi Pengetahuan Orang Tua

Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak

Total Tinggi Rendah F % F % F % 1 Pernah 4 25,0 12 75,0 16 100 2 Tidak Pernah 0 0 19 100 19 100 Total 4 31 35

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 16 responden yang pernah mendapatkan informasi ternyata mayoritas berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 75% dan dari 19 responden yang tidak pernah mendapatkan informasi ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia pada anak yaitu sebanyak 100%.

C. Pembahasan

1. Pendidikan dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 7 responden yang berpendidikan tinggi ternyata mayoritas berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 57,1%, dari 20 responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia pada anak yaitu sebanyak 100%, dan dari 8 responden yang memiliki

(40)

tingkat pendidikan dasar ternyata mayoritas berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 100%.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sisdiknas, 2003).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Notoatmojdo (2005) yaitu tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, khususnya dalam pembentukan prilaku semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi kesadaran seseorang tentang sesuatu hal dan semakin matang pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian Indanah (2010) yang berjudul Analisis Faktor Yang berhubungan Dengan “SelfCare Behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Thalasemia Mayor Di RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan selfcare behavior thalasemia, artinya anak yang mempunyai pengetahuan baik berpeluang 31 kali untuk menunjukkan

(41)

Menurut peneliti, pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang harus ditempuh oleh setiap individu, karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh oleh seseorang maka akan semakin banyak informasi yang didapat sehingga pengetahuan orang tersebut akan semakin luas. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas akan cenderung berperilaku hidup sehat dan sadar tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan serta kesejahteraan keluarga.

2. Informasi dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 16 responden yang pernah mendapatkan informasi ternyata mayoritas berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 75% dan dari 19 responden yang tidak pernah mendapatkan informasi ternyata mayoritas berpengetahuan rendah tentang thalasemia pada anak yaitu sebanyak 100%.

Menurut teori Wawan (2006) informasi adalah data yang diolah dan dibentuk menjadi lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Informasi merupakan pengumpulan dan pengolahan data untuk memberika keterangan atau pengetahauan. Maka dengan demikian informasi adalah data. Data adalah kesatuan yang menggambarkan suatu kejadian atau kesatuan nyata. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

(42)

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Notoatmojdo (2007), bahwa semakin banyak informasi yang banyak didapatkan oleh seseorang maka pengetahuan yang dimilikinya akan semakin tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian Indanah (2010) yang berjudul Analisis Faktor Yang berhubungan Dengan “SelfCare Behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Thalasemia Mayor Di RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan selfcare behavior thalasemia, artinya anak yang mempunyai pengetahuan baik berpeluang 31 kali untuk menunjukkan

selfcare behavior thalasemia yang baik.

Menurut peneliti, informasi sangat mempengaruhi pola pikir seseorang karena semakin banyak informasi yang diperoleh maka pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan semakin luas, begitu pula halnya dengan informasi mengenai thalasemia. Semakin banyak informasi yang pernah didapat oleh orang tua mengenai thalasemia, maka pengetahuannya akan semakin luas. Dengan banyaknya informnasi yang diperoleh tentang thalasemia serta luasnya pengetahuan yang dimiliki, maka usaha yang dilakukan untuk penanganan thalsemia akan semakin baik.

(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian tentang Gambaran Pendidikan dan Informasi Terhadap Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalasemia Pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin Centra Thalasemia Banda Aceh Tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Semakin tinggi pendidikan orang tua (reponden) maka pengetahuan yang dimilikinya tentang penyakit thalasemia pada anak semakin tinggi.

2. Semakin banyak informasi tentang penyakit thalasemia pada anak yang pernah didapat oleh orang tua maka pengetahuannya akan semakin tinggi.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti serta dapat memperoleh informasi terhadap pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia pada anak. 2. Institusi Pendidikan

Diharapkan bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah khususnya Program Studi D-III Kebidanan, agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah bahan kajian terhadap teori yang telah

(44)

diperoleh mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar sekaligus sebagai bahan bacaan diperpustakaan institusi pendidikan.

3. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan kepada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan yang luar

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing: Jakarta

Arikunto, & Suharsimi, (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta: Jakarta

Fatriani, Liza, 2012 Talasemia http://www.acehinstitute.org/id/pojok-publik/kesehatan-lingkungan/item/132-thalasemia-di-aceh.html diakses tanggal 28 januari 2013

Hidayat Alimun, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data, Salamba Medika: Jakarta

Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta

Jogiyanto, 2008 Metodelogi Penelitian Sistem Informasi, C.V Andi Offset: Yogyakarta

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2 Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Notoatmodjo, S, 2003 Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT.Rineka Cipta: Jakarta

Notoatmodjo, S, 2003 Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT.Rineka Cipta: Jakarta

2005 Metodelogi Penelitian PT. Rineka Cipta: Jakarta Prawirohardjo, S, 2005 Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Gambar

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Pendidikan
Tabel 3.1 Definisi Operasional  N

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

After the application of loads equal to 50, 100, and 150 % of the pile design load for tests on individual piles or 50 and 100 % of the group design load for tests on pile groups,

Memberi pelajaran kepada kanak-kanak perempuan ini adalah suatu perkara yang susah kerana kebanyakan orang timur dan orang Melayu khasnya pada zaman dahulu tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisis penggunaan aplikasi quipper school dalam proses pembelajaran rumpun PAI yang digunakan oleh peserta didik dan

Capaian kinerja merupakan dasar dalam menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Dan Interval Waktu Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Atonik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Selada ( Lactuca

Tsunami merupakan suatu siri ombak besar yang mempunyai jarak gelombang dan jangka masa yang agak panjang disebabkan oleh gangguan atau perubahan pada dasar laut

Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis yaitu : pertama dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan

posisi yang baik dimata konsumen. Positioning merupakan strategi penempatan diri dalam upaya mewujudkan apa yang sudah menjadi tujuannya, yaitu dengan memperkenalkan