• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2008:10).

Sementara itu pendapat lain Nawawi (2005:42) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan).

Sedangkan menurut Fathoni (2006:10) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses pengendalian berdasarkan fungsi manajemen terhadap daya yang bersumber dari manusia.

2.1.2 Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia

Yani (2012:4) berpendapat bahwa fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan dasar pelaksanaan MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Manajemen sumber daya manusia secara fungsional memiliki beberapa fungsi yang saling terkait satu sama lain dan operasional yang

(2)

dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Fungsi operasional MSDM terbagi menjadi enam fungsi, yaitu:

1. Fungsi perencanaan (planning) merupakan fungsi MSDM yang sangat esensial, hal ini karena menyangkut rencana pengelolaan SDM organisasi atau perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Fungsi pengadaan (procurement) merupakan fungsi MSDM dalam usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah SDM yang tepat, melalui proses pemanggilan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan SDM yang diperlukan sesuai dengan tujuan organisasi atau perusahaan.

3. Fungsi pengembangan (development) merupakan fungsi MSDM dalam proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral SDM melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa mendatang. 4. Fungsi kompensasi merupakan fungsi MSDM dalam proses pemberian

balas jasa langsung dan tidak langsung kepada SDM sebagai imbal balas jasa (output).

5. Fungsi pengintegrasian merupakan fungsi MSDM dalam mempersatukan kepentingan organisasi atau perusahaan dengan kebutuhan SDM sehingga akan dapat tercipta kerjasama yang saling menguntungkan.

(3)

6. Fungsi pemeliharaan merupakan fungsi MSDM untuk memelihara dan meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas SDM agar tercipta hubungan jangka panjang.

2.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Sihotang (2007:13) berpendapat bahwa tujuan manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tujuan sosial kemasyarakatan, yaitu supaya organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etik terhadap kebutuhan masyarakat seperti program kesehatan lingkungan, program perbaikan sarana lingkungan, program pelatihan keterampilan.

2. Tujuan organisasional, yaitu supaya membantu organisasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya. Bidang atau bagian sumber daya manusia dapat meningkatkan efektivitas organisasional dengan menyediakan tenaga kerja yang terlatih dan termotivasi dengan baik, mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif dan sebagainya.

3. Tujuan fungsional, yaitu untuk mempertahankan andil manajemen sumber daya manusia pada tingkatan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 4. Tujuan pribadi para pekerja, yaitu mengidentifikasikan pencapaian tujuan

organisasi dengan pencapaian tujuan pribadi setiap orang yang bekerja di perusahaan tersebut.

(4)

2.2 Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Kreitner dan Knicki dalam Wibowo (2013:111), motivasi merupakan proses psikolgis yang membangkitkan, mengarahkan dan ketekunan dalam melakukan tindakan secara sukarela yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Mathis dan Jackson (2006:114) menjelaskan bahwa motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.

Sedangkan Samsudin (2006:281) menyatakan bahwa motivasi adalah proses memengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan.

2.2.2 Teori-teori Motivasi Kerja

Perilaku manusia di dalam organisasi yang paling kuat ditentukan oleh kebutuhan, sebagai seorang pimpinan harus mampu memahami bahwa setiap bawahan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai kekuatan motivasi yang tinggi bagi seseorang (Herlambang, 2014:68). Sutrisno (2009:129) teori-teori motivasi banyak dipergunakan untuk mengetahui perilaku manusia di dalam organisasi, teori-teori motivasi tersebut di kembangkan oleh beberapa ahli, diantaranya:

(5)

1. Abraham H. Maslow dengan Teori Hierarkhi

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan ke dalam hierarkhi kebutuhan, yaitu sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiogis (physiological)

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup ini disebut juga dengan kebutuhan psikologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup dari kematian.

b. Kebutuhan rasa aman (safety)

Menurut Maslow, setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha memenuhi kenbutuhannya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan dirasakan mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi.

c. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation)

Kebutuhan sosial yang sering pula disebut dengan sosial needs, atau affiliation needs, merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan hidup bersama dengan orang lain. d. Kebutuhan pengakuan (esteem)

Setiap orang yang normal membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise diri dari lingkungannya. Semakin tinggi status dan kedudukan seseorang dalam organisasi maka akan semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan.

(6)

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization)

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.

2. Frederick Herzberg dengan Teori Model dan Faktor

Sebenarnya teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Menurut teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang.

a. Faktor pemeliharaan (Maintenance Factor)

Faktor pemeliharaan juga disebut hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. b. Faktor motivasi (Motivation Factor)

Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik).

3. Clayton P. Alderfer dengan Teori ERG

Alderfer mengemukakan tiga kelompok inti dari kebutuhan yang dikenal dengan Teori ERG berasal dari kata Existence, Relatedness, Growth. Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarkhi kebutuhan Maslow. Dalam memodifikasi ini memanfaatkan kelima tingkat kebutuhan Maslow

(7)

menjadi tiga macam kebutuhan saja. Untuk setiap orang perlu memenuhi tiga kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya.

a. Existence (Keberadaan)

Existence merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan sebagai seseorang manusia di tengah-tengah masyarakat atau perusahaan.

b. Relatedness (Kekerabatan)

Kekerabatan merupakan keterikatan antara seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Setiap orang dalam hidup dan pekerjaannya selalu berhubungan dengan orang.

c. Growth (Pertumbuhan)

Kebutuhan akan pertumbuhan dan perkembangan ini merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi.

4. David Mc. Clelland dengan Teori Motivasi Prestasi

Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh David Mc Clelland disebut juga teori motivasi. Menurut teori ini ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu kebutuhan akan:

a. Need for Achievement

Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.

(8)

b. Need for Affiliation

Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan dukungan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.

c. Need for Power

Kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini, menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memedulikan perasaan orang lain. Lebih lanjut dijelaskan pada kehidupan sehari-hari.

Tabel 2.1

Perbandingan Kategori Motivasi Dasar Teori Maslow Teori Herzberg Teori

Alderfer

Teori Mc Clelland Kebutuhan fisiologis Kondisi-kondisi

kerja

Kebutuhan eksistensial Kebutuhan rasa aman

(materi)

Kebutuhan rasa aman (antar pribadi)

Gaji dan maslahat Penyeliaan

Kekuasaan

Afiliasi kasih, kebutuhan sosial Rekan-rekan pekerja Kebutuhan keterikatan Afiliasi Kebutuhan penghargaan

diri (umpan balik dari orang-orang lain) Kebutuhan penghargaan diri (Kegiatan meyakinkan diri) Pengakuan Kemajuan Tanggung jawab Kebutuhan akan pertumbuhan Prestasi

Aktualisasi diri Tantangan pekerjaan

(9)

2.2.4 Dimensi Motivasi Kerja

Berdasarkan teori motivasi yang dikemukakan oleh David Mc. Clelland, Darmawan (2013:83) merumuskan dimensi-dimensi motivasi sebagai berikut:

1. Kebutuhan terhadap prestasi. Maksudnya, kebutuhan anggota-anggota organisasi untuk bekerja dengan baik dan berprestasi di organisasi:

a. Adanya perasaan terikat dengan bidang tugasnya

b. Berusaha mengetahui prestasinya dan memperoleh umpan balik c. Tanggap terhadap situasi sukar dan menantang

d. Keinginan menerima tanggung jawab

e. Standar prestasi kerja yang dapat diukur dan terpenuhi

2. Kebutuhan terhadap kekuasaan. Artinya, kebutuhan anggota organisasi untuk mendapatkan kekuasaan dan mendapat penghargaan orang lain: a. Senang beragumentasi yang baik

b. Mencari posisi wewenang yang dapat memberikan perintah c. Pentingnya simbol status untuk memengaruhi orang lain

3. Kebutuhan terhadap afiliasi. Maksudnya, kebutuhan anggota organisasi untuk bekerja sama dengan orang lain:

a. Senang bekerja sama dengan orang lain

b. Berinteraksi dengan karyawan lain dan bersahabat dengan karyawan baru c. Kesediaan membantu orang lain

(10)

2.3 Lingkungan Kerja

2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Sukanto dalam Yunanda (2014:2) menjelaskan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja.

Definisi tentang lingkungan kerja juga dipertegas oleh Sunyoto (2012:43) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misal kebersihan, penerangan, suara bising dan lain-lain.

Davis dalam Rochman (2008) menyatakan bahwa lingkungan kerja dalam suatu organisasi mempunyai arti penting bagi individu yang bekerja di dalamnya, karena lingkungan ini akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung manusia yang ada didalamnya. Hal ini ada tiga alasan, antara lain:

a. Ada bukti yang menunjukkan bahwa tugas dapat diselesaikan dengan lebih baik pada lingkungan kerja dalam organisasi yang baik.

b. Ada bukti bahwa manajer (pemimpin) dapat mempengaruhi lingkungan kerja dalam organisasi atau unit kerja yang dipimpin.

(11)

c. Kecocokan antara individu dengan organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai prestasi dan kepuasan individu itu sendiri dalam organisasi.

2.3.2 Faktor Lingkungan Fisik

Suwatno dan Priansa (2013:252) berpendapat bahwa faktor lingkungan fisik adalah lingkungan pekerja itu sendiri. Kondisi-kondisi fisik di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan kenyataan yang meliputi:

1. Rancangan ruang kerja (work space design)

Meliputi kesesuaian pengaturan susunan kursi, meja dan fasilitas kantor lainnya. Hal ini berpengaruh cukup besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja pegawai tidak terpenuhi, atau tidak sesuai dengan harapan karyawan, akibatnya akan menimbulkan ketidakpuasan.

2. Rancangan pekerjaan (termasuk peralatan dan prosedur kerja)

Meliputi peralatan kerja dan prosedur atau metode kerja. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan mempengaruhi kesehatan dan hasil kerja. Masalah-masalah juga akan muncul jika prosedur kerja tidak dirancang dengan baik. Prosedur dan metode kerja lebih sering ditentukan sebelumnya oleh pihak instansi sehingga pegawai mau tidak mau harus menjalankan dan mengikuti prosedur yang telah ada. Birokrasi yang panjang dan berbelit belit dalam pengurusan surat-surat izin atau dinas merupakan salah satu penyebab ketidakpuasan.

(12)

3. Kondisi lingkungan kerja (kebisingan, ventilasi, penerangan)

Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan kenyamanan dalam kerja. Sirkulasi udara, suhu ruangan dan penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan tugasnya. 4. Tingkat visual pripacy serta acoustical privacy

Pekerjaan-pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat memberikan privasi bagi pegawainya. Konsep dari privasi dapat diartikan sebagai “keleluasaan pribadi” terhadap hal-hal yang menyangkut dirinya dan kelompoknya. Tidak adanya keleluasaan pribadi dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakpuasaan pegawai. Visual privacy berhubungan dengan faktor penglihatan, sedangkan acoustical privacy berhubungan dengan pendengaran. Biasanya acoustical privacy lebih besar pengaruhnya daripada visual privacy.

2.3.3 Faktor Lingkungan Psikis

Lingkungan psikis di tempat kerja dapat berdampak positif maupun negatif. Faktor lingkungan psikis merupakan hal-hal yang menyangkut hubungan sosial dan keorganisasian. Davis dalam Suwatno dan Priansa (2013:253) mengemukakan beberapa kondisi psikis yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang meliputi:

1. Pekerjaan yang berlebihan (work overload)

Pada umumnya pekerjaan yang berlebihan, ataupun waktu yang terbatas atau mendesak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, merupakan yang menekan dan dapat menimbulkan ketegangan (tension). Pekerjaan yang

(13)

berlebihan belum tentu pula merasa kurang aman dalam menghadapi pekerjaannya. Waktu yang terbatas juga tidak cukup untuk menimbulkan stres, apabila tugas yang diselesaikan hanya sedikit.

2. Sistem pengawasan yang buruk (poor quality of superviory)

Sistem pengawasan yang tidak efisien atau buruk, dapat menimbulkan ketidakpuasan lainnya. Seperti ketidakstabilan suasana politik, kurangnya umpan balik prestasi kerja dan kurang pemberian wewenang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

3. Suasana politik yang tidak aman (insecure political climate)

Ketidakstabilan suasana politik dapat terjadi dilingkungan kerja maupun dilingkungan lebih luas lagi. Misalnya karena situasi politik, terjadi dievaluasi di suatu negara, sehingga menimbulkan ketidakstabilan, perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut sekaligus mempengaruhi orang-orang yang bekerja di sana.

4. Kurangnya umpan balik prestasi (insufficient performance feedback) Sistem pengawasan yang buruk atau kurangnya umpan balik prestasi kerja dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Umpan balik prestasi kerja misalnya adalah promosi. Promosi yang lambat adalah kegagalan manifestasi diri sesuai keinginan dalam pengembangan karier. Promosi terlalu cepat yaitu pekerjaan yang diberikan terlalu tinggi sehingga berada di luar kemampuan dan tanggung jawab seseorang yang memperoleh promosi tersebut.

(14)

5. Kurang tepatnya pemberian wewenang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (inadequate authority to match responsibilities)

Akibat pengawasan yang buruk akan menimbulkan efek pada pemberian wewenang yang tidak sesuai dengan tanggung jawab yang dituntut pekerja. Pekerja yang tanggung jawabnya besar dari wewenang yang diberikan akan mudah mengalami perasaan tidak sesuai akhirnya menimbulkan ketidakpuasan.

6. Ketidakjelasan Peran (role ambiquity)

Ketidakjelasan peran dapat berarti pula ketidaksesuaian antara status kerja dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan.

7. Frustasi (frustration)

Frustasi sebagai kelanjutan dari konflik, dapat berdampak pada terhambatnya usaha pencapaian tujuan. Misalnya harapan organisasi tidak sesuai dengan harapan pegawai. Hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan yang apabila berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi. 8. Perbedaan nilai-nilai instansi dengan nilai-nilai yang dimiliki pekerja

(differences between company’s and employee’s value)

Kebijakan organisasi/ instansi kadang kadang sering bertolak belakang dengan diri pekerja. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena pada dasarnya perusahaan lebih berorientasi pada keuntungan. Sedangkan pegawai menuntut upah yang tinggi, kesejahteraan serta adanya jaminan kerja yang memuaskan.

(15)

9. Perubahan-perubahan dalam segala bentuk (change of any type)

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pekerjaan akan mempengaruhi cara orang-orang dalam bekerja. Perubahan menuntut penyesuaian diri agar terjadi kestabilan. Perubahan lingkungan kerja dapat berupa perubahan jenis pekerjaan, perubahan organisasi pergantian pemimpin maupun perubahan kebijakan politik organisasi.

10. Perselisihan antar pribadi dan antar kelompok (interpersonal and intergroup conflict)

Perselisihan dapat terjadi apabila dua pihak mempunyai tujuan yang sama dengan bersaing untuk mencapai tujuan tersebut, perselisihan bentuk ini disebut “perselisihan semu”. Perselisihan juga terjadi akibat adanya perbedaan tujuan antara nilai-nilai yang dianut dua belah pihak.

2.4 Kinerja Karyawan

2.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Rummler dan Brache dalam Sudarmanto (2009:8) menyatakan bahwa kinerja individu/ pekerjaan merupakan pencapaian atau efektifitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Kusriyanto dalam Mangkunegara (2007:9) menyatakan kinerja karyawan adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam). Sedangkan Gomes dalam Mangkunegara (2007:9) mengemukakan definisi kinerja karyawan

(16)

sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktifitas.

Sementara itu, Mangkunegara (2007:9) berpendapat bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Mangkunegara (2007:13) merumuskan bahwa:

Human Performance = Ability x Motivation

Motivation = attitude x situation

Ability = Knowledge x Skill

1. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang

(17)

bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

2.4.3 Elemen-elemen Kinerja

Pasolong dalam Fahmi (2010:5) mengatakan bahwa kinerja mempunyai beberapa elemen yaitu:

a. Hasil kerja dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok.

b. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk ditindaklanjuti, sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik.

c. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

d. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai moral dan etika yang berlaku umum.

(18)

2.4.4 Komponen Kinerja Individual

Mathis dan Jackson (2006:114) kinerja individual (termasuk kuantitas dan kualitas) terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah: 1. Usaha yang dicurahkan: motivasi, etika kerja, kehadiran dan rancangan

tugas.

2. Kemampuan individual: bakat, minat, dan faktor kepribadian.

3. Dukungan organisasional: pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, serta manajemen dan rekan kerja.

2.4.5 Dimensi Kinerja

Sudarmanto (2009:11) menyatakan bahwa dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolok ukur dalam menilai kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan bermanfaat baik bagi banyak pihak.

Miner dalam Sudarmanto (2009:11), mengemukakan empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu:

a. Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan. b. Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan.

c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/ jam kerja hilang.

(19)

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2

Hasil Penelitian Terdahulu

Judul Nama dan

Tahun Penelitian Hasil Penelitian Leadership Style, Motivation and Performance in International Marketing Channels: An Empirical Investigation of The USA, Finland and Poland Rajiv Mehta, Alan J. Dubinsky, dan Rolph E. Anderson (2003)

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja.

Effects of Control Over Office Workspace on Perceptions of The Work Environment and Work Outcomes

So Young. Lee dan Jay L. Brand (2005)

Metode penelitian yang digunakan adalah Structural Equational Model dengan alat analisis Lisrel. Hasil penelitian tersebut

menemukan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Aqua Tirta Investama Klaten Doni Bachtiar (2012)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskripsi persentase dan regresi linier berganda dan hasil penelitiannya adalah ada pengaruh signifikan motivasi terhadap kinerja karyawan, ada pengaruh signifikan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, dan secara bersama-sama ada

pengaruh signifikan motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Pelatihan, Lingkungan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Kota Tanjung Pinang

Mailisa (2014)

Metode penelitian yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

(20)

2.6 Rerangka Pemikiran

2.6.1 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Wibowo (2010:379) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan. Motivasi dapat dipastikan memengaruhi kinerja, walaupun bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja. Masalah kinerja bergantung pada kombinasi masukan individu, faktor konteks pekerjaan, motivasi, dan perilaku termotivasi yang tepat. Pimpinan organisasi dapat mengidentifikasi dan mengoreksi masalah kinerja apabila mereka mengenal bahwa kinerja yang buruk tidak semata-mata karena tidak cukupnya motivasi. Kepedulian akan hal ini dapat memperkuat hubungan interpersonal yang lebih baik di tempat pekerjaan.

2.6.2 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Lingkungan kerja merupakan faktor fisik yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, karena semua aktifitas dilakukan di lingkungan kerja (As’ad, 2001). Lingkungan kerja yang sesuai dengan harapan karyawan dapat mendorong karyawan untuk melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan berpengaruh pada pencapaian kinerja karyawan. Untuk itu organisasi perlu melakukan berbagai upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif agar sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dapat menghasilkan output dan mencapai target yang sesuai dengan visi misi organisasi.

(21)

2.6.3 Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang telah dicapai karyawan. Agar karyawan mampu menghasilkan kinerja yang baik dan optimal, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti motivasi kerja dan lingkungan kerja. Jika organisasi menginginkan kinerja karyawan sesuai dengan apa yang diharapkan maka perlu diberikan motivasi kerja yang tepat agar karyawan terdorong bekerja secara maksimal. Terciptanya lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif juga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Oleh karena itu, organisasi perlu memberikan motivasi kerja dan lingkungan kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan karyawan agar mereka dapat menunjukkan kinerja terbaiknya.

(22)

2.7 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012:64), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Berkenaan dengan rerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan di PDAM Tirta Benteng.

H2: Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan di PDAM Tirta Benteng.

H3: Motivasi Kerja dan Lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan di PDAM Tirta Benteng.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan teori dan penelitian yang relevan, peneliti memungkinkan bahwa strategi Inside Outside Circle berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Belajar adalah

Penilaian tingkat kesehatan bank diharapkan dapat digunakan sebagai standar bagi manajemen untuk menilai apakah pengelolaan bank telah sesuai dengan asas-asas perbankan

Knowles dan Moon (2006: 5) menyatakan bahwa terdapat dua jenis metafora, yaitu metafora kreatif dan metafora konvensional. 1) Metafora kreatif adalah metafora yang digunakan

Malam pukul 20.00 WIB, 22 Januari 2007, sebanyak 10 orang TNI AURI mendatangi rumah keluarga Bapak Rismanto ayah dari Tulus (anggota FMN) dengan membawa Cece (mencengkeram leher)

Mengetahui hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020. Diketahui tingkat pengetahuan

Metode yang dilakuan untuk melakukan analisa sebelum dilakukan implementasi SEO dengan melakukan pengumpulan data kunjungan 3-6 bulan sebelumnya menggunakan google analytic..

Dilihat dari rasio kualitas aktiva produktif yang diwakili oleh rasio NPL, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah, karena

Kemudian dari hasil ujicoba 2, dengan jumlah siswa 30 orang yang mengikuti proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model contextual teaching and learning dan