• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH

RESTYSTIKA DIANESWARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Anak Prasekolah adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011

Restystika Dianeswari

(4)
(5)

ABSTRACT

Restystika Dianeswari. Marital Readiness, Basic Task, and Crisis Task

Fulfillment in Preschool Families. Supervised by Euis Sunarti.

The aimed of this research was to analyze the difference, correlation, and influence of marital readiness, basic task and crisis task fulfillment in preschool families. Ninety preschool families (children age three, four, and five years old) was chosen by simple random sampling in Bubulak, Bogor, East Java. This study showed a difference among marital readiness of husband and wife, where husband had higher score than wife. There was no significant correlation between marital readiness of husband, wife, and basic task of the family but positive correlation was found between husband’s marital readiness (intellectual, emotional, and social dimenssion), wife’s marital readiness (intellectual dimenssion) and family crisis task. Husband’s marital readiness (intelectual and social readiness dimension) had a positif influence toward family crisis task. Keywords : basic task, crisis task, marital readiness, preschool, family

ABSTRAK

Restystika Dianeswari. Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas

Krisis pada Keluarga Prasekolah. Dibimbing oleh Euis Sunarti.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan, hubungan, dan pengaruh kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga prasekolah. Sebanyak 90 keluarga prasekolah (anak umur tiga, empat, dan lima tahun) dipilih di Desa Bubulak, Bogor, Jawa Barat dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menunjukkan perbedaan antara kesiapan menikah suami dan istri dengan nilai kesiapan menikah suami yang lebih tinggi daripada istri. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesiapan menikah suami, istri, dan pemenuhan tugas dasar keluarga tetapi hubungan yang positif terdapat diantara kesiapan menikah suami (dimensi intelektual, sosial, dan emosi), kesiapan menikah istri (dimensi kesiapan intelektual) dan pemenuhan tugas krisis keluarga. Kesiapan menikah suami (dimensi intelektual dan sosial) memiliki pengaruh positif terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga.

(6)
(7)

RINGKASAN

RESTYSTIKA DIANESWARI. Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar,

dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah. Dibawah bimbingan EUIS

SUNARTI.

Perkembangan sosial yang pesat dan kompleks menuntut keluarga untuk beradaptasi agar lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan tersebut. Untuk itu, individu yang akan menikah harus melakukan persiapan-persiapan sebelum berkeluarga agar menghasilkan keluarga yang sukses. Kesuksesan keluarga dapat dinilai melalui kesiapan menikah dari individu dan kemampuan keluarga dalam menjalankan tugas, fungsi, dan peran dalam keluarga. Fungsi keluarga mencakup tiga tugas yang merupakan langkah awal menuju kesuksesan keluarga, yaitu tugas dasar, perkembangan, dan krisis.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat kesiapan menikah suami dan istri, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah; menganalisis perbedaan kesiapan menikah suami dan istri pada keluarga anak prasekolah; menganalisis hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah; dan menganalisis pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah. Penelitian ini menggunakan disain cross setional study dengan waktu pengambilan data dari bulan Juni hingga Juli 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat yang dipilih dengan metode purposive. Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan simple random sampling dengan jumlah contoh sebanyak 90 keluarga dengan anak prasekolah. Data yang digunakan adalah data primer dengan bantuan kuesioner untuk membantu contoh dalam melakukan recall kesiapan menikahnya, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga, sedangkan data sekunder didapatkan dari monografi desa. Kemudian, data dianalisis secara deskriptif dan inferensia, yaitu uji hubungan Pearson, uji beda t-test, dan uji linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama menikah suami dan istri adalah 5,13 tahun dengan usia menikah rata-rata suami adalah 27, 81 tahun dan 22,94 tahun untuk istri. Perbedaan yang signifikan terdapat pada umur menikah suami dan istri (p<0,01). Usia suami dan istri saat ini rata-rata adalah 32,94 dan 28,08 tahun. Lama pendidikan suami lebih tinggi daripada istri yaitu selama 9,74 tahun, sedangkan istri selama 8,84 tahun. Perbedaan yang signifikan terdapat antara lama pendidikan suami dan istri (p<0,05). Hampir separuh suami bekerja sebagai buruh (buruh bangunan, pabrik, dan penjaga warung) dan hampir seluruh istri tidak bekerja (ibu rumah tangga). Rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah Rp 482.000 dan masih terdapat 13,3 persen keluarga yang masih berada dibawah garis kemiskinan perkotaan di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 menurut BPS.

Kesiapan menikah diukur melalui tujuh dimensi, yaitu kesiapan intelektual, sosial, emosi, moral, individu, finansial, dan mental. Dari tujuh dimensi tersebut, istri memiliki nilai yang lebih tinggi daripada suami hanya dalam kesiapan emosinya saja. Hal ini dikarenakan kemampuan perempuan dalam menjaga hubungan interpersonal dan mengekspresikan emosi yang lebih baik daripada laki-laki. Secara keseluruhan, rata-rata kesiapan suami lebih tinggi daripada istri dan terdapat perbedaan kesiapan menikah diantara keduanya (p<0,05).

(8)

dimasukkan ke dalam pernyataan karena anak-anak pada keluarga contoh belum memasuki pendidikan formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga dapat memenuhi 96,2 persen pernyataan mengenai pemenuhan tugas dasar. Tiga pernyataan yang belum dipenuhi secara sempurna oleh keluarga, yaitu memiliki atap dan dinding yang kokoh (95,6%), memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap kegiatan (91,1%), dan melakukan KB di klinik bagi istri (87,8%).

Tugas krisis merupakan periode krusial bagi keluarga yang terjadi sepanjang tahap perkembangan keluarga. Krisis ini terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangannya karena ketiadaan sumberdaya dalam keluarga. Terdapat dua krisis pada masa prasekolah, yaitu hilangnya privasi antara suami dan istri serta ketidakmampuan suami dan istri melakukan koping terhadap waktu, energi, dan perhatian terhadap kebutuhan kritis anak prasekolah. Keluarga dapat memenuhi rata-rata hampir separuh pernyataan mengenai tugas krisis (43,6%) dari 15 pernyataan mengenai tugas krisis. Sebanyak 80 persen keluarga mendapatkan dukungan pengasuhan dari keluarga. Hanya 20 persen ayah yang tidak memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan.

Hasil uji korelasi Pearson tidak menunjukkan adanya hubungan antara kesiapan menikah dan tugas dasar. Hubungan yang positif ditunjukkan pada kesiapan menikah suami terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Apabila dilihat dari dimensi kesiapan menikah, terdapat hubungan antara kesiapan intelektual, emosi, dan sosial suami serta pemenuhan tugas krisis keluarga. Begitupula dengan kesiapan intelektual istri yang berhubungan dengan pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Kesiapan intelektual yang tinggi akan memberikan akses lebih baik bagi keluarga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih tinggi. Kesiapan sosial dan emosi diperlukan untuk mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, dan kerabat lainnya dalam memenuhi tugas krisis keluarga.

Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kesiapan intelekual dan sosial suami terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga (p<0,05). Setiap kenaikan satu poin kesiapan intelektual suami, maka akan menaikkan pula pemenuhan tugas krisis keluarga sebanyak 0,262 poin. Begitupula dengan kesiapan sosial suami, setiap kenaikan satu poin kesiapan sosial suami maka akan menaikkan pula 0,313 poin pemenuhan tugas krisis keluarga. Model dalam penelitian ini menjelaskan 13,9 persen pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian. Kesiapan sosial diperlukan bagi anggota keluarga untuk mendapatkan dukungan supaya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memeperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH

RESTYSTIKA DIANESWARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(12)
(13)

Judul : Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas

Krisis pada Keluarga Prasekolah

Nama : Restystika Dianeswari NIM : I24070043

Disetujui,

Dr. Ir. Euis Sunarti, MS

Dosen Pembimbing

Diketahui,

Dr.Ir.Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(14)
(15)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, hidayah, serta nikmatNya kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul “Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Anak Prasekolah” dapat diselesaikan.

Sepanjang penulisan skripsi ini, penulis tentunya dikelilingi oleh orang-orang yang sangat berjasa. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis. Terima kasih atas motivasi, nasehat, serta ilmu-ilmu yang diberikan selama bimbingan.

2. Dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Hartoyo M.Sc atas kesediaannya memberikan masukan selama masa perkuliahan. Bapak Ir. M.D. Djamaludin M.Sc dan Ibu Alfiasari SP, M.Si sebagai dosen penguji atas saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik

3. Orangtua, Sri Nadiroh dan Soetodo Soetomo, dan adik, Restartika Dianastari, yang selalu memberikan doa, motivasi, arahan, cinta, kasih sayang, dan pengertian kepada penulis selama ini.

4. Pihak-pihak yang secara langsung telah membatu penulis dalam penyelesaian penelitian ini (Kader dan RW setempat) .

5. Teman sebimbingan, Ine Rahmatin, Lia Nurjanah, Fitri Sari, dan Rini Hastuti atas dukungan yang besar yang diberikan dari awal hingga selesainya skripsi ini. Putri Nilam Kencana, Husfani A. Putri, Cefti Lia Permatasari, Nadia Nandana Lestari, Ruri Setianti, Anita Saufika, Dini Aprilia, Nadia Naomi, Restu Dwi Prihatina, Agus Surachman, dan teman-teman IKK angkatan 44 lainnya yang bersedia memberikan motivasi hingga penyusunan skripsi ini selesai.

Bogor, November 2011

(16)
(17)

DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 3 Tujuan ... 5 Kegunaan penelitian ... 6 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Menikah ... 7 Keberfungsian Keluarga ... 9 Tugas Dasar ... 10 Tugas Krisis ... 11 Tugas Perkembangan ... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ... 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu ... 17

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 22

HASIL PENELITIAN ... 25

Gambaran umum lokasi penelitian ... 25

Karakteristik Keluarga ... 25

Kesiapan menikah ... 29

Tugas Dasar ... 40

Tugas Krisis ... 31

Hubungan umur menikah, pendidikan, serta kesiapan menikah suami dan istri ... 44

Hubungan karakteristik keluarga, pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga ... 46

Hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga ... 47

Pengaruh umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah ... 50

Pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga .... 51

PEMBAHASAN ... 52

Keterbatasan Penelitian ... 57

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 59

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Variabel dan responden yang digunakan dalam kuesioner ... 19

2 Variabel, skala data, dan kategori skor ... 20

3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga ... 26

4 Sebaran contoh berdasarkan usia saat ini ... 27

5 Sebaran contoh berdasarkan umur menikah ... 27

6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan ... 28

7 Sebaran keluarga berdasarkan garis kemiskinan BPS ... 29

8 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan intelektual ... 27

9 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan intelektual contoh ... 31

10 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan emosi ... 31

11 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan emosi contoh ... 32

12 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan sosial ... 33

13 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan sosial contoh ... 34

14 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan moral ... 34

15 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan moral contoh ... 35

16 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan individu ... 36

17 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan individu contoh ... 37

18 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan finansial ... 38

19 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan finansial contoh ... 38

20 Sebaran suami dan istri berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan mental ... 39

21 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan mental contoh ... 40

22 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas dasarnya ... 41

23 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas krisisnya ... 42

24 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, umur menikah, dan pendidikan suami ... 45

(20)

25 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, umur menikah, dan

pendidikan istri ... 46

26 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis ... 47

27 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dan dimensi pemenuhan tugas krisis keluarga ... 47

28 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, tugas dasar, dan tugas krisis keluarga ... 48

29 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga... 48

30 Sebaran koefisien korelasi dimensi kesiapan menikah dan tugas krisis keluarga ... 49

31 Sebaran koefisien regresi umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah suami ... 50

32 Sebaran koefisien regresi umur menikah dan pendidikan terhadap kesiapan menikah istri ... 51

33 Sebaran koefisien regresi kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis keluarga ... 51

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Faktor penyebab perceraian tahun 2001 ... 4

2 Kerangka pemikiran Analisis Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah ... 16

3 Metode penarikan contoh penelitian ... 18

4 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah ... 26

5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ... 28

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada kondisi, kesempatan, masalah, janji, dan tantangan baru bagi keluarga sehingga sumberdaya yang ada di keluarga bertambah. Diperlukan sebuah keluarga yang fleksibel dalam menghadapi kondisi ini agar terhindar dari krisis. Maka dari itu, individu yang akan menikah harus mempersiapkan diri untuk memasuki pernikahan agar tercipta keluarga yang tahan terhadap perkembangan yang semakin kompleks.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Individu yang telah menikah tentunya menginginkan sebuah keluarga yang sukses. Sukses maksudnya dapat menyelesaikan dengan baik masalah atau krisis yang terjadi selama tahap kehidupan keluarga sehingga menjadi lebih berdaya. Kesuksesan keluarga dapat dilakukan dengan melihat kesiapan menikah dari individu tersebut (Gunarsa dan Gunarsa 2002).

Kesiapan menikah diartikan dalam Duvall (1971) sebagai laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan secara fisik, emosi, tujuan, keuangan, dan pribadi telah siap untuk bertanggung jawab dalam komitmen pernikahan. Menurut Hill, Oesterle, dan Hawkins (2004), sebagai seorang dewasa muda yang akan menikah setidaknya harus mencapai kematangan fisik, psikologis dan emosi, keterampilan hidup, perilaku yang sesuai, hubungan sosial dan keluarga yang sehat, telah menyelesaikan pendidikan, memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lebih tidak mementingkan kepentingan pribadi. Hurlock (1980) menyebutkan persiapan pernikahan termasuk dalam keterampilan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, mengatur keuangan kelaurga, dan pendidikan seks. Syarat minimal bagi calon pasangan untuk menuju pernikahan mencakup tiga hal, yaitu mampu memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan perkembangan keluarga, memiliki kualitas sumberdaya manusia yang memadai untuk mengelola

(22)

keluarga sebagai ekosistem, dan memiliki kematangan pribadi untuk menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga (Burgess dan Locke 1960). Untuk itu, dapat dirangkum bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sebuah pernikahan yaitu, usia, pendidikan, dan perencanaan karir (Knox 1985). Penelitian yang dilakukan Rutledge (1968) diacu dalam Olson dan Fowers (1986) menyebutkan bahwa menyiapkan pernikahan merupakan upaya untuk mencegah perceraian. Sebagai upaya pencegahan, seseorang dapat melakukan hal-hal seperti mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat kesuksesan menikah, masing-masing individu mengukur hubungan dengan pasangan lainnya, dan melakukan intervensi terhadap pasangan yang bermasalah (Olson & Fowers 1986).

Kesuksesan keluarga juga dapat dilihat dari kemampuan keluarga menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga. Fungsi keluarga dapat dijalankan melalui tiga tugas, yaitu tugas dasar, krisis, dan perkembangan (Epstein dalam COPMI 2003). Tugas–tugas ini merupakan langkah awal untuk mencapai keberfungsian keluarga yang juga menjadi syarat kesuksesan keluarga. Tugas dasar, tugas yang pertama kali dipenuhi oleh sebuah keluarga. Menurut BKKBN, sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan merupakan hal dasar yang harus dicapai keluarga. Tugas perkembangan, merupakan serangakaian kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang maupun keluarga selama kehidupannya yang akan mempengaruhi keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya. Terakhir adalah tugas krisis, yaitu bagaimana keluarga dapat berhadapan dengan krisis atau masalah yang dialaminya.

Kemampuan keluarga dalam menghadapi krisis menutut adanya peran yang jelas dalam keluarga. Dijelaskan oleh Peterson (2009) bahwa beberapa peneliti setuju peran yang jelas dalam keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga untuk berhadapan dengan kehidupan yang modern saat ini, krisis yang tidak dapat terprediksi, dan perubahan yang biasa terjadi dalam keluarga untuk mencapai keluarga yang sukses. Krisis ini akan terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi pemenuhan tugas perkembangan keluarganya. Pada level tertentu keluarga akan rentan terhadap masalah, namun ada kalanya keluarga juga akan tahan terhadap masalah. Keluarga yang hidup pada zaman dan perkembangan yang kompleks, akan memberikan tekanan yang lebih pada

(23)

3

keluarga sehingga krisis keluarga juga lebih kompleks. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa untuk memprediksi sebuah keluarga akan rentan atau tidak terlihat dari pemenuhan tugas dasarnya (Duvall 1971).

Krisis terjadi sepanjang masa tahap perkembangan keluarga, termasuk masa anak prasekolah. Pada umumnya, pada tahap keluarga ini suami dan istri mulai merencanakan untuk menambah anak. Duvall (1971) menyebutkan bahwa bertambahnya anggota keluarga dapat menyebabkan krisis pada keluarga. Apabila dalam masa ini hadir anggota keluarga baru, maka perhatian untuk anak prasekolah akan berkurang. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menyebutkan bahwa perkembangan anak usia prasekolah mulai berubah dari otonomi ke inisiatif sehingga anak mulai banyak bertanya dan terlibat dalam lingkungan sosial. Orangtua perlu memperhatikan anak pada usia ini karena masa ini merupakan awal terbentuknya pribadi anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar dan krisis dalam keluarga.

Rumusan Masalah

Pernikahan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang, khususnya ketika mereka telah memasuki usia dewasa muda. Dewasa muda yang akan menikah paling tidak harus mencapai kematangan-kematangan yang disesuaikan dengan kesiapan dirinya untuk menikah seperti kematangan fisik, psikologis dan emosi, keterampilan hidup, perilaku yang sesuai, hubungan sosial dan keluarga yang sehat, telah menyelesaikan pendidikan, memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lebih tidak mementingkan kepentingan pribadi (Hill, Oesterle, dan Hawkins 2004).

Tidak semua orang memperhatikan kesiapan-kesiapan menjelang pernikahan yang mungkin akan berdampak pada perceraian. Indonesia termasuk negara yang memiliki angka perceraian cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jendral Peradilan Agama (2011) menyebutkan angka perceraian di Indonesia menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2009 tercatat terdapat 250.000 kasus perceraian. Dibandingkan tahun 2008, kasus perceraian pada tahun 2009

(24)

meningkat sebanyak 50.000 kasus. Penyebab perceraian dikelompokkan menjadi empat masalah pada tahun 2007, yaitu:

1. Salah satu pasangan meninggalkan kewajiban. Masalah ini terdiri dari salah satu pasangan tidak bertanggung jawab, masalah ekonomi keluarga, dan perkawinan yang dipaksa.

2. Perselisihan terus menerus yang disebabkan ketidakharmonisan pribadi, gangguan pihak ketiga, dan faktor politis.

3. Masalah moral yang terdiri atas masalah poligami yang tidak sesuai peraturan, cemburu yang berlebihan, dan krisis akhlak.

4. Kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan Gambar 1 perceraian yang paling tinggi terjadi karena ketidakharmonisan pasangan suami istri yang mencapai 55.093 kasus.

Gambar 1 Faktor penyebab perceraian tahun 2007 Sumber : Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jendral

Badan Peradilan Agama 2008

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2010), sumbangan paling besar terhadap perceraian adalah pernikahan dini. Pada tahun 2009, ketua KPAI menyatakan bahwa terdapat 34 persen pernikahan dini di Indonesia. Pernikahan dini menjadi pemicu perceraian dikarenakan kematangan usia seorang individu yang dibawah umur 18 tahun dirasa belum cukup. Kasus ini terjadi karena seseorang tidak mampu untuk mengembangkan kemampuannya sehingga tidak ada pilihan lain selain menikah. Pernikahan dini tidak hanya terjadi pada masayarakat bawah saja, namun sudah mulai merambah ke masyarakat kota yang

(25)

5

sebenarnya memilliki kapasitas untuk mengembangkan kemampuannya. Namun tidak hanya pernikahan dini saja yang menyebabkan masalah perceraian. Komisi Penyiaran Indonesia (2011) menyebutkan bahwa tayangan Infotainment yang menampilkan serentetan kasus perceraian yang dilakukan oleh artis-artis juga mempengaruhi perkawinan masyarakat Indonesia.

Perceraian ini akan terjadi ketika keluaga tidak mampu menyelesaikan krisis yang ada di keluarga. Krisis pada masa prasekolah yaitu ketidakmampuan keluarga dalam melakukan koping terhadap perhatian, waktu, dan energi terhadap kebutuhan anak usia prasekolah (Duvall 1971). Bertambahnya anggota keluarga akan menimbulkan krisis bagi anak prasekolahnya berupa kurangnya perhatian orangtua akan kebutuhan anak. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menyebutkan bahwa orangtua perlu perhatian ekstra terhadap anak prasekolah karena pada masa inilah pribadi anak terbentuk.

Krisis lain yang pada umunya terjadi pada masa ini adalah hilangnya privasi antara suami dan istri dapat merenggangkan hubungan diantaranya. Hubungan yang renggang ini akan mengakibatkan perceraian apabila suami dan istri tetap tidak kompak dalam urusan rumah tangganya. Perceraian akan memberikan dampak tersendiri bagi perkembangan anak seperti kehilangan salah satu orangtua, kehilangan sumber ekonomi, minimnya stimulasi pengasuhan dari orangtua, dan banyaknya konflik antara orangtua akibat perceraian (Hughes 2009).

Bedasarkan rumusan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar tingkat kesiapan menikah contoh?

2. Seberapa besar tingkat pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga? 3. Adakah perbedaan pada tingkat kesiapan menikah suami dan istri?

4. Adakah hubungan dan pengaruh antara kesiapan menikah dengan pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga?

(26)

Tujuan Tujuan umum

Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk menganalisis kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah.

Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi tingkat kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah

2. Menganalisis perbedaan tingkat kesiapan menikah antara suami dan istri

3. Menganalisis hubungan antara kesiapan menikah dengan pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah

4. Menganalisis pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis pada keluarga anak prasekolah.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini menyediakan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama keluarga, mengenai pemenuhan tugas dasar dan krisis serta keterkaitannya dengan kesiapan menikah. Bagi pemerintah atau institusi terkait, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk membuat program yang sesuai bagi keluarga untuk membawa keluarga kepada kesuksesan keluarga. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengatahuan baru dalam bidang keluarga, khususnya kesiapan menikah dan pemenuhan tugas dasar dan krisis pada tahap keluarga prasekolah.

(27)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Kesiapan menikah

Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan, keuangan, dan kepribadian untuk bertanggung jawab dalam pernikahannya. Komitmen bagi mereka yang ingin menikah timbul dari keterkaitan emosi, salah satunya rasa cinta. Namun tidak semua orang yang sangat ingin menikah memiliki kesiapan-kesiapan sebelum menikah (Blood 1962). Knox (1985) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi kesiapan menikah, yaitu umur, pendidikan, dan rencana karir. Lain halnya dengan Rice (1983) yang menyebutkan bahwa dari beberapa penelitian didapatkan bahwa faktor yang menentukan seseorang siap atau tidak menikah antara lain usia, lamanya pasangan saling mengenal, kematangan sosial, motivasi untuk menikah, pengertian cinta menurut pasangan, kesiapan pasangan dan kemauan untuk tanggung jawab dalam pernikahan, kesiapan untuk setia terhadap satu pasangan, kesiapan emosi untuk menjadi orangtua, telah menyelesaikan pendidikan, serta kesiapan dan kemauan orangtua untuk menikahkan anaknya.

Usia merupakan faktor yang paling penting dalam mengukur kesiapan menikah menurut Rice (1983). Maka dari itu, seseorang yang menikah pada usia muda memiliki masalah dan ketidakpuasaan dibandingkan seseorang yang menikah pada usia lebih tua (Lee 1977 diacu dalam Rice 1983). Berkebalikan dengan penelitian yang dilakukan Oktaviani (2010) yang menyebutkan bahwa umur berhubungan negatif dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai pernikahan. Semakin tua usia seseorang saat menikah, semakin sedikit pula pengetahuan yang dimilikinya yang diduga karena keterpaparan informasi yang masih sedikit dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain usia, faktor lain yang diperlukan dalam mengenali pasangan yakni menyadari perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh pasangan karena perbedaan inilah yang mengganggu ketenangan dan suasana aman dalam berkeluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2002).

Sebelum memasuki gerbang pernikahan, individu harus menyiapakan beberapa kesiapan. Apabila tidak menyiapakan keterampilan-leterampilan tersebut maka akan berdampak pada gagalnya fungsi keluarga. Dijelaskan dalam Burgess

(28)

dan Locke (1960) bahwa seseorang yang akan menikah harus memenuhi sumberdaya ekonomi, sumberdaya manusia, dan kematangan pribadinya. Menurut Rapaport dalam Duvall (1971), terdapat sepuluh kriteria kesiapan menikah, antara lain:

1. Siap untuk menjadi pasangan setia

2. Siap untuk berubah dari kehidupan yang bebas menjadi hubungan yang mendalam dengan pasangannya

3. Memiliki kelembutan dan kasih sayang untuk pasangannya 4. Peka terhadap emosi dan kehidupan orang lain

5. Berbagi keintiman dengan orang lain

6. Menyatukan rencana yang dimilikinya dengan pasangannya 7. Memiliki penilaian yang realistis mengenai pasangannya

8. Berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan keluarganya kelak 9. Memiliki rancangan atau rencana mengenai masalah keuangan

10. Siap untuk menjadi istri atau suami

Blood (1962) menyebutkan bahwa kedewasaan emosi adalah konsep yang paling penting dalam kesiapan seseorang untuk menikah. Artinya, ketika seseorang sudah mencapai kematangan emosinya maka ia telah mencapai masa kedewasaannya. Namun, tidak semua orang yang telah dewasa adalah orang yang matang secara emosi. Perbedaan kematangan emosional inilah yang menyebabkan wanita lebih siap menjalankan peran dan tugasnya dirumah, sedangkan pria lebih mencari sukses di luar rumah (Gunarsa dan Gunarsa 2002). Seseorang dikatakan matang secara emosi ketika telah mengembangkan kemampuan untuk membangun dan menjaga hubungan personal (Blood 1962). Kedewasaan akan datang sendirinya sebagai hasil dari keberhasilan dalam bersosialisasi di rumah maupun diluar rumah (peer group, sekolah, tempat kerja, dan pasangan). Seseorang yang sudah matang akan memungkinkan dirinya untuk menghasilkan pernikahan dan pengasuhan yang sukses pula. Blood (1962) mengukur kematangan emosi dari empati, stabilitas, dan tanggung jawab. Namun adapula seseorang yang sudah matang secara emosi namun tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam kehidupan remajanya tapi sudah siap untuk menikah. Tidak hanya kematangan emosi, kematangan sosial pun menjadi aspek kesiapan

(29)

9

menikah. Blood (1962) mengartikan kematangan sosial sebagai salah satu aspek kesiapan menikah yang berasal dari terpenuhinya aspek-aspek kehidupan seorang remaja. Kematangan sosial dapat terlihat dari seberapa lama mengenal orang lain dan memiliki kehidupan yang mandiri. Mengenal orang lain merupakan salah satu cara untuk mematangkan sosial seorang remaja. Bagi remaja yang hanya mengenal sedikit orang, akan lebih lama merasa cocoknya karena masih mencari kepribadian baru dari temannya. Mengenal tidak hanya dari banyaknya orang yang dikenal, tapi juga kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Saat seseorang sudah matang secara emosi dan sosial, maka ia dapat melanjutkan hubungannya dengan pasangan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa ketika seseorang siap untuk menikah maka ia harus sudah menyelesaikan semua tugas perkembangannya yang sesuai dengan umur pada saat ia akan menikah. Pernikahan memiliki tiga fungsi penting menurut Landis dan Landis (1970), yaitu menyediakan keadaan fisik untuk anak dan keluarga, mengembangkan kepribadian secara alami seperti menyediakan fasilitas untuk anak agar dapat sukses dalam kehidupan sosialnya, dan mempertemukan emosi antara orangtua dan anak dalam keluarga. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui alasan seseorang menikah. Bagi perempuan didapatkan alasan seperti untuk mendapatkan rasa aman dalam keuangan, dukungan emosi, dan prestis. Alasan menikah bagi laki-laki antara lain menciptakan kehidupan normal, kehidupan rumah, dan kepemimpinan.

Keberfungsian Keluarga

Konsep keberfungsian keluarga pertama kali muncul untuk melakukan terapi pada keluarga dan salah satu model keberfungsian keluarga yang digunakan hingga saat ini adalah McMaster Model of Family Functioning. Model ini menggunakan teori struktural fungsional yang mellihat keluarga sebagai suatu sistem sosial namun lebih menekankan pada fungsi keluarga seperti menyediakan kebutuhan fisik dan psikologi keluarga (Toly 2009). Megawangi (2005) mengatakan bahwa teori struktural fungsional merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan oleh sosiolog yang diterapkan dalam keluarga. Teori ini dikembangkan pada abad ke-20 oleh William F. Ogburn dan Talcot Parson, dua

(30)

orang sosiolog ternama. Pendekatan ini mengakui adanya keberagaman dalam masyarakat yang menjadi sumber dalam struktur masyarakat.

Model fungsi keluarga McMaster merupakan model yang menggunakan pendekatan struktur dan organisasi. Toly (2009) menyebutkan fokus pada model ini ada tiga, yaitu tugas dasar seperti makan dan rumah, tugas perkembangan yang terjadi selama tahap perkembangan hidup keluarga, dan tugas krisis seperti cara keluarga dalam menangani masalah. Sejalan dengan model fungsi keluarga McMaster, the procces of family functioning, dikembangkan dari teori sistem yang menjelaskan bahwa fungsi keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan tugas dasar, krisis, dan perkembangan karena fokus dalam model ini adalah penyelesaian ketiga tugas tersebut baik secara fisik, biologi, maupun sosial. Model ini mengidentifikasi tujuh objek yang dapat menunjukkan berhasilnya keluarga dalam menyelesaikan tugas dasar, krisis, dan perkembangan. Tujuh objek tersebut adalah penyelesaian tugas, peran yang jelas, komunikasi, interkasi langsung dalam keluarga, keterlibatan, pengawasan, serta nilai dan norma (Trangkasombat 2006). Perbedaan dalam model ini dengan model McMaster adalah model ini digunakan untuk memahami tentang keluarga sedangkan McMaster untuk terapi keluarga.

Tugas Dasar merupakan hal-hal dasar yang perlu dipenuhi oleh keluarga.

kebutuhan ini termasuk dalam istirahat, tidur, makan, minum, sex, dan oksigen. Menurut Maslow (1970), manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang paling rendah, yaitu kebutuhan dasar, sebelum memenuhi kebutuhan yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini umumnya muncul ketika ada sebuah motivasi dari luar (lapar, haus, panas, atau dingin) sehingga muncul kebutuhan. Misalnya saat seseorang lapar, maka ia akan mencari cara apapun yang dapat memenuhi memenuhi rasa laparnya. Selama belum terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan selalu memikirkan keinginannya. Setelah terpenuhinya salah satu kebutuhan, maka kebutuhan lainnya akan mucul dan begitu seterusnya (Maslow 1970). Setiap orang dapat dan berkeinginan untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, namun sering terhambat dengan kejadian-kejadian ditingkat paling rendah. Kejadian seperti perceraian atau kehilangan

(31)

11

pekerjaan menjadi penyebab hambatan individu untuk menuju ke tingkat selanjutnya.

BKKBN membagi kategori kesejahteraan keluarga ke dalam tiga tingkatan, yaitu pra KS, KS I, KS II, KS III, dan KS III plus. Keluarga pra KS adalah keluarga yang hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga saja yang termasuk dalam sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Keluarga KS I adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis. Keluarga KS II adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pengenbangannya, sedangkan KS III adalah keluarga yang belum dapat memberikan suambangan maksimal kepada masyarakat. Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan semua kebutuhan merupakan keluarga dengan golongan KS III plus.

Tugas Krisis merupakan periode krusial pada setiap tahapan

perkembangan keluarga. Sunarti (2007) menjelaskan bahwa krisis keluarga datang saat masalah yang diterima keluarga lebih banyak dari sumberdaya dan perilaku koping keluarga. Sumberdaya yang digunakan untuk koping berupa fisik dan materi (pendapatan, peralatan, ruang, tabungan, kesehatan, pendidikan, pengalaman, ide, dan intelektual), integrasi keluarga (komunikasi, tujuan, nilai, loyalitas, dan kerjasama), dan kemampuan adaptasi keluarga dalam menghadapi masalah atau krisis. Sumberdaya didapatkan keluarga dari keluarga besar dan teman yang berupa dukungan, bantuan, serta kemampuan pemecah masalah (Smart dan Smart 1980).

Masalah atau stressor yang menghadang keluarga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan sumberdaya yang dimiliki keluarga. Keberhasilan keluarga dalam menghadapi krisis dipengaruhi kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah/krisis sebelumnya. Stressor merupakan kejadian atau transisi yang mempengaruhi kehidupan keluarga, seperti perceraian, kematian, atau kesulitan lainnya yang membuat keluarga semakin dalam keadaan yang sulit. Namun tidak semua stressor akan berdampak buruk pada kehidupan keluarga, tergantung dari tipologi keluarga, sumberdaya, kemampuan koping strategi dan penyelesaian masalah, harapan, serta kerentanan keluarga.

(32)

McCubbin dan Thompson (1987) menjelaskan bahwa keluarga yang tertimpa krisis dapat terlihat dari kadaan keluarga yang mulai tidak stabil. Untuk mengembalikan kestabilan itu, keluarga akan melakukan trial and error untuk mengurangi ketegangan yang ada dalam keluarga sehingga dapat dikatakan bahwa krisis keluarga merupakan masa transisi keluarga dari situasi yang tidak stabil menjadi situasi stabil dan di dalamnya terdapat usaha keluarga untuk memperbaiki dan beradaptasi dengan perubahan. Ketidakmampuan keluarga dalam menyesuaikan perilaku terhadap perubahan dalam masyarakat akan menimbulkan ketegangan emosi yang akan berakibat pada perpisahan atau perceraian. Keluarga modern lebih berpengalaman menghadapi krisis daripada keluarga terdahulu karena memiliki karakteristik yang kompleks walaupun tekanan yang dihadapinya lebih besar (Locke dan Burgess 1960).

Krisis terjadi disepanjang siklus hidup keluarga dan terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangan individu maupun keluarganya (Duvall 1971). Begitupula dengan keluarga anak prasekolah, masing-masing memiliki tugas perkembangan dirinya maupun keluarganya. Krisis pada masa prasekolah umumnya tidak mampu melakukan koping terhadap hilangnya energi, perhatian, dan waktu terhadap kebutuhan anak prasekolah dan hilangnya privacy antara pasangan (Duvall 1971). Penelitian yang dilakukan Lee et al. (2010) menyebutkan bahwa konflik yang terjadi antarpasangan antara lain masalah hubungan dengan pasangan, anak, keuangan, tanggung jawab dalam rumah tangga, kesehatan, keluarga besar, rahasia, dan perpindahan rumah.

McCubin (1987) menyebutkan masa parsekolah merupakan masa yang membutuhkan kedisiplinan sehingga anak dapat melakukan kegiatannya secara disiplin. Hurlock (1980) membedakan ke dalam dua kelompok bahaya atau krisis bagi anak usia prasekolah, yaitu dampak psikologis dan fisik. Adapaun yang termasuk dalam bahaya psikologis antara lain bahaya dalam berbicara, emosi, sosial, bermain, perkembangan konsep, moral, penggolongan jenis kelamin, kepribadian, dan hubungan keluarga. Bahaya fisik di antaranya adalah kematian, penyakit, kecelakaan, penampilan fisik yang kurang menarik, dan kegemukan.

Tugas Perkembangan merupakan tugas-tugas yang selalu muncul

(33)

13

(Duvall 1971). Pemenuhan tugas-tugas perkembangan ini akan membawa kebahagiaan dan kesiapan seseorang untuk memenuhi tugas perkembangan selanjutnya. Apabila seseorang gagal untuk memenuhi kebutuhannya, maka akan mempengaruhi pemenuhan tugas perkembangan selanjutnya, ketidakbahagiaan, dan ditolak oleh masyarakat (Duvall 1971).

Sama seperti tugas krisis, tugas perkembangan membutuhkan dukungan dari pihak lain. Dukungan tersebut umunya datang dari dalam diri individu tersebut, namun dipengaruhi dari apa yang diharapkan oleh orang lain atas perilaku seorang individu tersebut. Permasalahan umumnya terjadi pada pemenuhan tugas perkembangan adalah belum matanganya seseorang, tekanan dari lingkungan, ambisi, dan orientasi nilai (Duvall 1971). Tugas perkembangan sejatinya akan terus dihadapi oleh seseorang selama ia hidup. Maka dari itu, terdapat tugas perkembangan sesuai dengan umur yang diselaraskan dengan pencapaian kematangan/kedewasaan. Duvall (1971) menyebutkan bahwa terdapat empat asumsi mengenai tugas perkembangan. Adapun asumsi tersebut ialah inidvidu menerima perilaku baru yang dihasilkan dari apa yang diharapkan orang lain maupun ketika melihat orang lain lebih dewasa, membentuk konsep diri yang baru, melakukan koping secara efektif terhap permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi, dan berkeinginan keras untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya.

Tidak hanya individu, namun juga keluarga memilliki tugas perkembangan. Sejalan dengan tugas perkembangan individu, tugas perkembanagn keluarga akan selalu dihadapi selama rentang hidup keluarga tersebut. Keluarga memiliki tanggung jawab, tujuan, dan tugas perkembangan yang sejalan dengan perkembangan anggota keluarganya. Duvall (1971) mengatakan bahwa tugas perkembangan keluarga muncul ketika anggota keluarga dapat memenuhi semua kebutuhannya dan merasa puas sehingga akan melanjutkan ke tugas perkembangan yang selanjutnya.

(34)
(35)

15

KERANGKA PEMIKIRAN

Menikah merupakan sesuatu yang diinginkan oleh setiap orang, khususnya dewasa muda. Untuk menuju ke pernikahan, persiapan sebelum menikah harus dilakukan. Siap secara fisik, emosi, tujuan, finansial, dan pribadi adalah beberapa hal yang perlu disiapkan bagi seseorang yang akan menikah. Kesiapan-kesiapan tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi yang tahan terhadap perkembangan yang kompleks. Kesuksesan keluarga menjadi tujuan dalam setiap pernikahan. Kesuksesan keluarga dapat dilihat dari kesiapan menikah dan kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga. Tiga tugas dalam fungsi keluarga yang menjadi langkah awal menuju kesuksesan keluarga adalah tugas dasar, perkembangan, dan krisis.

Faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan keluarga adalah umur, pendidikan, dan pekerjaan. Umur menjadi prediksi seseorang telah matang dan dewasa sehingga dianggap mampu untuk bertanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Pendidikan dan pekerjaan menjadi akses bagi keluarga untuk mendapatkan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan krisis keluarga. Semakin tinggi pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin baik sehingga keluarga memiliki pendapatan yang tinggi pula yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kesiapan menikah yang semakin baik diasumsikan memiliki pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis yang baik pula. Pemenuhan tugas dasar menjadi langkah awal bagi keluarga untuk memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya. Kemampuan keluarga dalam memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya terlihat dari pemenuhan tugas dasarnya. Tugas perkembangan dan krisis akan terus ada sepanjang tahap perkembangan kehidupan dan kemampuan keluarga maupun individu dalam memenuhi tugas perkembangan dan krisisnya akan mempengaruhi kesuksesan pemenuhan tugas perkembangan dan krisis selanjutnya. Krisis keluarga terjadi ketika keluarga tidak mampu memenuhi tugas perkembangannya dan apabila ini terus terjadi, maka akan menyebabkan perceraian. Pemenuhan tugas dasar diasumsikan lebih diketahui oleh istri karena pengelolaan rumah tangga dilakukan oleh istri. Waktu yang lebih banyak dihabiskan oleh istri dan anak juga menjadi asumsi bahwa pemenuhan tugas krisis keluarga dan anak lebih diketahui oleh istri.

(36)

Krisis pada masa prasekolah umumnya ada dua, yaitu hilangnya privasi antara suami dan istri serta ketidakmampuan keluarga dalam melakukan koping waktu, energi, dan perhatian terhadap kebutuhan anak prasekolah. Masa prasekolah merupakan masa terbentuknya pribadi anak. Anak prasekolah memiliki ciri-ciri keras kepala karena sifatnya yang masih egosentris dan insiatif karena rasa ingin tahunya. Untuk itu dibutuhkan bimbingan orangtua agar anak dapat berkembangan dengan optimal.

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak ditelliti

Gambar 2 Kerangka pemikiran Analisis Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar dan Tugas Krisis pada Keluarga Prasekolah

Kesiapan menikah 1. Kesiapan emosi 2. Kesiapan sosial 3. Kesiapan intelektual 4. Kesiapan moral 5. Kesiapan individu 6. Kesiapan finansial 7. Kesiapan mental

Tugas Dasar Tugas Krisis Tugas Perkembangan

Karakteristik contoh: 1. Usia menikah 2. Usia sekarang 3. Pendidikan 4. Pendapatan 5. Pekerjaan 6. Besar keluarga

(37)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu Desa Bubulak. Bubulak dipilih karena dari seluruh Kelurahan di Bogor Barat, Kelurahan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembang dan memiliki keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah paling banyak. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak prasekolah di tempat tersebut untuk menganalisis kesiapan menikah suami istri, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis. Waktu pengambilan data dari penentuan contoh hingga wawancara dilaksanakan dari bulan Juni hingga Juli 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak prasekolah di Desa Bubulak. Menurut Hurlock (1980) masa awal anak-anak berada pada rentang umur dua hingga enam tahun Tempat yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian adalah RW 01, 02, 03, 06, 07, 08, 09, dan 11 di Desa Bubulak. Lokasi penelitian memiliki 13 RW, namun hanya dipilih delapan Rw saja karena kebanyakan keluarga yang ada lima RW lainnya merupakan rumah orangtua contoh sehingga contoh hanya datang pada saat ada posyandu diadakan. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 90 keluarga yang diambil dari delapan RW di Desa Bubulak dengan metode simple random sampling. Jumlah populasi ditentukan dari delapan RW yang sudah dipilih. Kriteria untuk contoh penelitian ini adalah keluarga utuh dengan anak pertama usia prasekolah.

(38)

Gambar 3 Metode Penarikan Contoh Penelitian

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada contoh untuk mengunpulkan karakteristik keluarga, membantu melakukan recall kesiapan menikahnya, pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga. Karakteristik keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia saat menikah, usia saat ini, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Kesiapan menikah diukur melalui tujuh dimensi, yaitu intekektual, emosi, sosial, moral, individu, finansial, dan mental.

Pengembangan kuesioner diawali dari definisi kesiapan menikah menurut Duvall (1971) yang harus siap secara fisik, emosi, tujuan, finansial, dan pribadi. Definisi dari Duvall kemudian dilanjutkan dengan melihat perkembangan yang harus dicapai sebagai dewasa muda. Menurut Papalia dan Olds (1986) seorang dewasa muda harus dapat mengembangakan kemampuan intelektual, sosial, emosi, dan moralnya. Selain itu, ada kesiapan khusus yang harus dipersiapkan oleh seorang dewasa muda untuk menikah. Untuk kesiapan intelektual dan moral, kuesioner yang digunakan dikembangkan dari Personal Value Scale (Schott1985). Kesiapan emosi dan sosial dikembangakan dari konsep kecerdasan emosi dan keterampilan sosial dalam Goleman (1994). Kesiapan individu, finansial, dan mental dikembangkan dari konsep yang dikemukakan oleh Rapoport dalam Duvall (1971). Kuesioner pemenuhan tugas dasar dikembangkan dari indikator

Total n= 90

Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat

N= 118 Purpossive Purpossive Simple random Sampling Kota Bogor Purpossive

(39)

19

keluarga pra-sejahtera menurut BKKBN, sedangkan pemenuhan tugas krisis dikembangkan dari krisis menurut Duvall (1971) dan Hurlock (1980). Pernyataan mengenai pemenuhan tugas krisis keluarga diturunkan dari tugas perkembangan keluarga, orangtua, dan anak usia prasekolah menurut Duvall (1971). Namun karena ada beberapa kesamaan tugas krisis yang dikembangkan dari Duvall maupun Hurlock, maka beberapa pernyataan digabung agar tidak mengakibatkan overlaping. Instrumen kesiapan menikah dan tugas dasar memiliki nilai cronbach alpha sebesar 0,6. Untuk tugas krisis nilai reliabilitasnya sebesar 0,9. Data sekunder didapatkan dari data monografi desa. Berikut adalah tabel variabel dan responden yang digunakan sebagai alat ukur

Tabel 1 Variabel dan responden yang digunakan dalam kuesioner

No Variabel Responden 1 Karakteristik keluarga: a. Jenis Kelamin b. Besar keluarga c. Usia d. Pendidikan e. Pekerjaan f. Pendapatan Suami Istri

2 Kesiapan menikah pasangan a. Kesiapan Emosi b. Kesiapan Sosial c. Kesiapan Intelektual d. Kesiapan Moral e. Kesiapan individu f. Kesiapan finansial g. Kesiapan mental Suami Istri

3 Tugas dasar keluarga a. Sandang b. Pangan c. Papan d. Kesehatan Istri 4 Tugas Krisis

a. Tugas krisis terkait anak

b. Tugas krisis terkait hubungan suami dan istri

c. Tugas krisis terkait kesiapan sekolah anak

Istri

Menurut BKKBN, kebutuhan dasar keluarga antara lain sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Namun indikator menyelesaikan pendidikan hingga sembilan tahun tidak dimasukkan ke dalam item pernyataan karena kriteria keluarga yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang anaknya belum menempuh wajib belajar. Contoh yang akan dijadikan penelitian

(40)

adalah pasangan suami istri dengan asumsi memiliki kesiapan menikah yang berbeda-beda. Pemenuhan tugas dasar ditanyakan kepada istri dengan asumsi istri lebih banyak dirumah dan pengelolaan rumah tangga yang dipegang oleh istri. Waktu yang dihabiskan oleh istri dan anak juga menjadi asumsi istri lebih mengetahui pemenuhan tugas krisis dalam keluarga.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara terlebih dahulu dilakukan proses editing, coding, scoring, entering, cleaning, dan analyzing yang menggunakan bantuan program komputer yang sesuai. Karakteistik keluarga dianalisis dengan menggunakan frekuensi dan tabulasi silang. Umur suami dan istri dikelompokkan menurut Hurlock (1980), yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Berdasarkan BKKBN, besar keluarga dapat dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Pendapatan perkapita keluarga dikategorisasi sesuai dengan pendapatan per kapita di perkotaan Provinsi Jawa Barat menurut BPS tahun 2010 yang kemudian dikelompokkan menjadi baik dan kurang.

Secara keseluruhan, kategori pengelompokkan untuk kesiapan menikah, tugas dasar, dan tugas krisis dibedakan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Nilai tersebut didapatkan dari rumus interval kelas yang disajikan berikut ini

Interval kelas (A) = skor maksimum (NT) - skor minimum (NR)

Jumlah Kelas

Adapun variabel, skala, dan kategori skor disajikan pada tabel berikut ini Tabel 2 Variabel, skala data, dan kategori skor

No Variabel Skala Data Kategori skor

1 Karakteristik keluarga

a. Jenis Kelamin Nominal [1] Laki-laki; [2] Perempuan

b. Besar keluarga Rasio [1] Keluarga kecil (≤ 4 orang); [2] Keluarga sedang (5-6); [3] Keluarga besar (≥ 7 orang)

c. Usia Rasio [1] Dewasa awal (18-40); [2] Dewasa madya (40-60)

d. Pendidikan Rasio [0] tidak sekolah; [1-6] SD; [7-9] SMP; [10-12] SMA; [13-16] Sarjana (S1); [17-18] master (S2); [20-23] doktor (S3)

e. Pekerjaan Nominal [0] tidak bekerja; [1] PNS; [2] karyawan swasta; [3] wiraswasta; [4] buruh; [5] kyai/ustad/guru agama f. Pendapatan Rasio BPS kota di Jawa Barat (2010)

[1] ≤ Rp 212.210[2] >Rp 212.210 2 Kesiapan menikah

a. Kesiapan Emosi (10) Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-10) b. Kesiapan Sosial (7) Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-4); Tinggi (5-6)

(41)

21

Lanjutan Tabel 2

No Variabel Skala Data Kategori skor

c. Kesiapan Intelektual (6)

Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-4); Tinggi (5-6) d. Kesiapan Moral

(11)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-11) e. Kesiapan individu

(12)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-12) f. Kesiapan finansial

(8)

Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-5); Tinggi (6-8) g. Kesiapan mental

(5)

Ordinal Rendah (0-1); Sedang (2-3); Tinggi (4-5) 3 Tugas Dasar (7) Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-4); Tinggi (5-6) 4 Tugas Krisis

a. Tugas Krisis Anak Prasekolah (10)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-6); Tinggi (7-10) b. Tugas Krisis

Hubungan Suami istri (3)

Ordinal Rendah (0-1); Sedang (2); Tinggi (3)

c. Tugas Krisi Kesiapan Memasuki usia Sekolah (2)

Ordinal Rendah (0); Sedang (1); Tinggi (2)

Data yang telah diskoring kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data juga dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Uji statistik yang digunakan adalah:

a. Uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis.

b. Uji beda t-test untuk menganalisis perbedaan kesiapan menikah suami dan istri

c. Uji regresi linear berganda untuk melihat pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis. Pengaruh kesiapan menikah dan tugas dasar tidak dilakukan dalam penelitian ini karena pemenuhan tugas dasar yang seragam sehingga tidak terlihat adanya pengaruh antara kesiapan menikah suami dan istri dengan pemenuhan tugas dasar. Model regresi kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis dapat didefinisikan dalam persamaan sebagai berikut:

Pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis

Y= ẞ0 + ẞ1X11+ ẞ2X12+ ẞ3X13+ ẞ4X14+ ẞ5X15+ ẞ6X16+ ẞ7X17++ ẞ8X21+ ẞ9X22+ ẞ10X23+ ẞ11X24+ ẞ12X25+ ẞ13X26 + ẞ14X27e

(42)

Keterangan :

Y = Pemenuhan tugas dasar X11 = Kesiapan intelektual suami X12 = Kesiapan emosi suami X13 = Kesiapan sosial suami X14 = Kesiapan moral suami X15 = Kesiapan individu suami X16 = Kesiapan finansial suami X17 = Kesiapan mental suami X21 = Kesiapan intelektual istri X22 = Kesiapan emosi istri X23 = Kesiapan sosial istri X24 = Kesiapan moral istri X25 = Kesiapan individu istri X26 = Kesiapan finansial istri X27 = Kesiapan mental istri e = Galat

Definisi Operasional

Keluarga adalah sekumpulan orang yang terdiri atas suami, istri, dan anak yang

dipersatukan oleh pernikahan, hubungan darah atau adopsi

Besar keluarga adalah jumlah orang yang berada dalam suatu tumah tangga yang

terdiri atas ayah/suami, ibu/istri, anak, dan lainnya yang terikat pernikahan atau adopsi

Pendapatan per kapita adalah jumlah uang per bulan yang diterima ayah atau

ibu yang bekerja dan kemudian dibagi setiap anggota keluarga

Pendidikan adalah lamanya seseorang menempuh jalur formal untuk

mendapatkan pengetahuan atau ilmu

Lama Pernikahan adalah lamanya suami istri membentuk sebuah rumah tanngga Keluarga Prasekolah adalah suami dan istri yang memiliki anak pertama usia

tiga sampai lima tahun.

Kesiapan Menikah adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang individu

yang akan menikah yang terdiri atas pemenuhan tugas perkembangannya sebagai remaja dan lainnya yang dapat membantunya dalam kehidupan berkeluarga nantinya. Kesiapan menikah diukur melalui kesiapan emosi, sosial, moral, intelektual, dan kesiapan lainnya (individu, finansial, dan mental)

(43)

23

Kesiapan Emosi adalah potensi diri untuk merasakan, menggunakan,

mengkomunikasikan, mengendalikan, mendidentifikasi apa yang dirasakan dalam dirinya.

Kesiapan Sosial adalah kemampuan untuk bergaul atau berhubungan dengan

orangtua maupun orang lain di sekitarnya.

Kesiapan Moral adalah kemampuan seseorang dalam membedakan mana yang

baik dan buruk serta mana yang benar dan salah yang menjadi nilai absolut dalam diri manusia

Kesiapan Intelektual adalah kemampuan daya tangkap, daya pikir, dan daya

ingat serta memecahkan masalah

Tugas Dasar adalah peubah yang harus dipenuhi oleh keluarga yang menjadi

awal pemenuhan tahapan selanjutnya.

Tugas Krisis adalah tahapan kritis dalam tahap perkembangan keluarga atau

individu yang dicirikan dari ketidakmampuan keluarga atau individu dalam menangani stres dalam kehidupannya karena kekurangan sumberdaya dalam menangani stres tersebut. Tugas krisis diukur melalui indikator yang dikembangkan dari Duvall (1971) dan Hurlock (1980)

(44)
(45)

HASIL PENELITIAN

Gambaran umum lokasi penelitian

Desa Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat menjadi pilihan sebagai lokasi penelitian karena diantara seluruh Kecamatan Bogor Barat, Keluarhan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembangan dengan jumlah masyarakan menengah ke bawah yang lebih banyak. Berdasarkan data monografi desa, luas kelurahan adalah 157,085 Ha. Luas daerah ini diperuntukkan untuk beberapa hal seperti jalan, sawah, ladang, bangunan umum, pemukiman, jalur hijau, pekuburan, dan lai-lain. Sebanyak 68,265 Ha digunakan sebagai ladang dan 47,2 Ha dijadikan perumahan. Desa Bubulak berada dalam dataran rendah dengan ketinggian 160 meter dari permukaan laut. Batas sebelah utara Keluarahan Bubulak adalah Kelurahan Semplak, sedangkan batas selatannya adalah Kelurahan Margajaya. Batas sebelah barat adalah Keluarhan Situgede dan batas timurnya adalah Kelurahan Sindangbarang. Jarak Kelurahan Bubulak ke pusat pemerintahan kecmatan sejauh 6 km, sedangkan ke pemerintahan pusat kota sejauh 9 km. Desa Bubulak memiliki 13 RW dengan jumlah kepala keluarga per tahun 2010 sebanyak 3437 kepala keluarga dengan jumlah laki-laki sebanyak 6280 orang dan perempuan 6194 orang. Untuk penduduk musiman, terdapat 137 kepala keluarga yang tercatat di Desa Bubulak1.

Karakteristik keluarga Besar keluarga

BKKBN menyebutkan bahwa keluarga dengan anggota tiga sampai empat orang termasuk dalam kategori keluarga kecil. Hampir seluruh contoh (98,8%) memiliki besar keluarga kecil (Tabel 3). Satu contoh lainnya anggota keluarga sebanyak lima orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah sebesar 3,21 orang atau tiga orang dengan standar deviasi sebesar 0,437.

1

(46)

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Jumlah Persentase

Kecil (3-4 orang) 89 98,8 Sedang (5-7 orang) 1 1,1 Besar (≥ 8 orang) 0 0 Total 90 100 Keterangan: Nilai minimum-maksimum : 3-5 Rata-rata±sd besar keluarga contoh : 3,21±0,437

Lama menikah contoh

Gambar 4 menunjukkan bahwa hampir setengah contoh (48,9%) menikah selama lima tahun. Satu contoh menikah selama tiga tahun dan terdapat dua contoh yang sudah menikah selama 10 tahun. Lama menikah contoh berada dalam rentang tiga sampai sepuluh tahun. Rata-rata lama menikah contoh adalah 5,13 tahun dengan standar deviasi sebesar 1,144.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah

Usia suami dan istri saat ini

Hurlock (1980) membagi usia dewasa kedalam tiga kategori, yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa akhir ( >60 tahun). Terlihat dari Tabel 4 bahwa hampir seluruh suami dan istri (94,4% dan 98,9%) berada dalam rentang usia dewasa muda dengan rentang usia 22 sampai 47 tahun. Rata-rata umur suami saat ini adalah 32,94 tahun, sedangkan umur istri saat ini adalah 28,08 tahun. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara usia suami dan istri dengan nilai p value sebear 0,000.

1,1 24,4 48,9 20 2,2 1,1 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 lama menikah per se nt as e (% ) (tahun) 3 4 5 6 7 9 10

(47)

27

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia saat ini

Kategori Suami Istri Total

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Dewasa muda (18-40) 85 94,4 89 98,9 174 96,7

Dewasa madya (40-60) 5 5,6 1 1,1 6 3,3

Total 90 100 90 100 180 100

Keterangan:

Nilai minimum-maksimum umur suami dan istri saat ini : 22-47 Rata-rata±sd umur suami dan istri saat ini : 30,5±4,8

P value : 0,000

Usia menikah suami dan istri

Blood (1962) menyatakan bahwa umur merupakan indikator seseorang sudah matang dan dewasa. Kematangan seseorang yang akan menikah diperlukan untuk membentuk komitmen dalam pernikahan. Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa seseorang diperbolehkan menikah pada usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Berdasarkan undang-undang tersebut, terlihat dalam penelitian ini bahwa seluruh laki-laki menikah lebih dari umur 19 tahun dan hanya terdapat satu perempuan (1,1%) yang menikah saat umur 16 tahun (Tabel 5). Perbedaan yang sangat signifikan terdapat antara umur menikah suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,000.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur menikah

Kategori Jumlah Persentase Total

Jumlah Persentas Suami ≤19 tahun 0 0 0 0 >19 tahun 90 100 90 100 Istri ≤16 tahun 1 1,1 1 1,1 >16 tahun 89 98,9 89 98,9 Keterangan :

Nilai minum-maksimum umur menikah suami : 20-39 Rata-rata±sd umur menikah suami : 27,8±4,2 Nilai minum-maksimum umur menikah istri : 16-36 Rata-rata±sd umur menikah suami : 22,9±3,7

P value : 0,000**

Pekerjaan suami dan istri

Gambar 5 menjelaskan bahwa 41,1 persen suami bekerja sebagai buruh. Buruh disini antara lain buruh bangunan, buruh pabrik, sopir, dan penjaga warung. Untuk istri, hampir seluruhnya (87,8%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

(48)

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan

Lama pendidikan suami dan istri

Pendidikan merupakan jalan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Pendidikan akan memberikan wawasan, pengetahuan, dan membentuk perilaku yang baik2. Pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menempuh pendidikan minimal sembilan tahun menurut Undang-undang No. 47 tahun 2008. Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami menempuh sekolah formal kurang dari sembilan tahun dengan nilai rata-ata dan standar deviasi sebesar 9,7 dan 2,8. Sama halnya dengan suami, istri juga menempuh pendidikan formal kurang dari sembilan tahun sebanyak 65,6 persen. Rata-rata istri menempuh pendidikan selama 8,84 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 3,1. Terdapat perbedaan pendidikan yang signifikan antara suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,049.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan

Pendidikan Suami Istri Total

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

≤ 9 tahun 48 53,3 59 65,6 107 59,4

> 9 tahun 42 46,7 31 34,4 73 40,6

Total 90 100 90 100 180 100

Keterangan:

Nilai minimal-maksimal lama pendidikan suami dan istri : 0-16 Rata-rata±sd lama pendidikan suami dan istri : 9,3±3,1

P value : 0,049 1,1 2,2 31,1 3,3 25,6 3,3 41,1 2,2 1,1 0 1,1 87,8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Suami Istri per se nt as e (% ) PNS Karyawan Wiraswasta Buruh

Kyai/guru agama/ustadz Tidak bekerja/IRT

2

http://umum.kompasiana.com/2009/06/30/pendidikan-sebagai-salah-satu-faktor-untuk-meningkatkan-kualitas-hidup-manusia-bag-1/

(49)

29

Pendapatan per kapita

Garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS tahun 2010 adalah Rp212 210. Berdasarkan hal tersebut, Tabel 7 menunjukkan bahwa 86,7 persen contoh memiliki pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS 2010.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan garis kemiskinan BPS

Garis Kemiskinan BPS 2010 Jumlah Persentase

< Rp 212.210 12 13,3 ≥ Rp 212.210 78 86,7 Total 90 100 Rata-rata±sd 482.000 ± 357.654 Min-max 70.000-1.666.667 Keterangan:

Nilai minimal-maksimal pendapatan per kapita contoh : Rp70.000-1.666.667 Rata-rata±sd pendapatan per kapita contoh : Rp482.000±357.654

Kesiapan Menikah

Kesiapan menikah diartikan oleh Duvall (1971) sebagai laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan tugas perkembangan remajanya dan telah siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan, dan pribadi siap untuk bertanggung jawab dan menikah. Untuk itu peneliti mengukur kesiapan menikah dari beberapa dimensi, yaitu kesiapan intelektual, emosi, sosial, moral, individu, finanasial, dan mental.

Kesiapan Intelektual

Kesiapan intelektual meliputi pernyataan tentang kemampuan contoh untuk mendapatkan informasi. Kesiapan intelektual diartikan oleh Papalia dan Olds (1986) sebagai kemampuan seseorang seperti belajar, mengingat, beralasan, dan berpikir. Tabel 8 dapat terlihat bahwa sebagian hampir seluruh istri (94,4%) dapat memenuhi pernyataan mengenai keikutsertaannya dalam mnencari berita yang menggemparkan dunia, seperti berita tsunami di Aceh tahun 2004 hingga selesai. Hal ini terkait dengan pekerjaan istri yang 87,8 persen bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu untuk mengikuti berita. Kebanyakan istri mendapatkan berita dari sekilas berita saat sedang menonton televisi. Lain halnya dengan 94,4 persen suami yang mencari berita terbaru melalui televisi, surat kabar, maupun internet tapi hanya 84,4 persen saja yang menikuti kejadian yang

Gambar

Gambar 1 Faktor penyebab perceraian tahun 2007  Sumber : Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jendral
Gambar 3 Metode Penarikan Contoh Penelitian   Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Tabel 1 Variabel dan responden yang digunakan  dalam kuesioner
Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur perbedaan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang memiliki apoteker dan Puskesmas yang tidak memiliki apoteker di

KHUSAINI Qur'an Hadits MI NAHDLATUL ULAMA Sidoarjo 433 13050323620008 EDY LUKMAN SYAH Qur'an Hadits MI AL-IKHLAS Kutorejo Kab.. RIFAI Qur'an Hadits MA Swasta BIDAYATUL

Pengembangan desain tokoh merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk menonjolkan keunikan dan karakter dari sebuah tokoh, akan tetapi pengembangan tokoh juga harus

Suatu polimer adalah rantai berul berulang ang dari dari atom atom yang panjang, terbentuk dari yang panjang, terbentuk dari   pengikat yang berupa molekul identik

Siswa memiliki kemampuan yang kurang baik untuk menafsirkan trend fashion, dan kemampuan mengekstrapolasi termasuk kedalam kategori cukup dengan frekuensi relatif

Peningkatan kemampuan memberi penjelasan pada siswa kelas eksperimen terbukti secara signifikan lebih tinggi di banding kontrol, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran

Pengaruh Penambahan Moromi, Enzim Papain dan Lama Fermentasi terhadap mutu kecap ikan dari ekstraksi ikan tuna.. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol 1,