• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KEPULAUAN SERIBU

Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :

Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Acropora nobilis dan Montipora altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007

(3)

RINGKASAN

Linggom Sahat Martua Simanjuntak. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu. Dibawah bimbingan Ario Damar dan Beginer Subhan.

Pulau Karya merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu. Pulau Karya berada di Kelurahan Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu yang memiliki luas lahan sebesar ± 6 Ha, dan pulau ini tidak diperuntukkan untuk pemukiman. Penelitian yang berlokasi di Pulau Karya ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan karang dan tingkat keberhasilan transplantasi karang jenis Acropora nobilis dan Montipora altasepta.

Pengamatan terhadap pertumbuhan dan parameter kualitas perairan dilakukan sebanyak empat kali pengamatan selama 10 bulan. Pengamatan dilakukan pada bulan September 2010, Januari 2011, Maret 2011, dan Juli 2011. Analisis data pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007, sedangkan analisis kualitas perairan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB. Metode transplantasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode transplantasi penempelan fragmen karang pada media semen.

Pertumbuhan lebar dan tinggi yang dicapai dalam waktu 10 bulan diperoleh bahwa pertumbuhan lebar yang dicapai fragmen jenis Acropora nobilis sebesar 63,77 mm dan 55,32 mm untuk pertumbuhan tinggi, dengan kisaran laju pertumbuhan lebar rata-rata adalah 6,38 mm/bulan dan kisaran laju pertumbuhan tinggi rata-rata sebesar 5,53 mm/bulan, sedangkan untuk fragmen jenis Montipora

altasepta pertumbuhan lebar yang dicapai selama 10 bulan adalah 37 mm dan

26,57 mm untuk pertumbuhan tinggi, dan untuk kisaran laju pertumbuhan lebar rata-rata adalah 3,70 mm/bulan, dan 2,66 mm/bulan untuk laju pertumbuhan tinggi rata-rata. Tingkat keberhasilan transplantasi fragmen jenis Acropora

nobilis sampai akhir pengamatan sebesar 81,48% dan untuk fragmen jenis Montipora altasepta sebesar 60%. Berdasarkan persentase keberhasilan

transplantasi karang yang ditransplantasikan pada lokasi penelitian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan transplantasi karang yang dilakukan pada lokasi penelitian adalah berhasil.

(4)

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN

HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta

HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA,

KEPULAUAN SERIBU

Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007

SKRIPSI

Sebagai Satu Syarat Untuk Meperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang

Acropora nobilis dan Montipora altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu

Nama Mahasiswa : Linggom Sahat Martua Simanjuntak Nomor Pokok : C24070007

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Beginer Subhan, S.Pi. M.Si.

NIP 19660428 199002 1 001 NIP 19800118 200501 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan kasih, berkat, dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih saya ucapkan sedalam-dalamnya kepada Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan Beginer Subhan, S.Pi. M.Si selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penulis di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi berbagai pihak lainnya.

Bogor, Mei 2012

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si. dan Beginer Subhan, S.Pi. M.Si, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak membantu memberi arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. PKSPL-IPB dan PT. CNOOC yang telah mendanai penelitian ini, kepada Dr.

Ir. Ario Damar, M. Si selaku koordinator dan Beginer Subhan, S. Pi. M. Si selaku peneliti dan subkoordinator penelitian “Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dan Sumberdaya Air Kepulauan Seribu”.

3. Para staf Tata Usaha MSP, terutama Mbak Widar dan Mbak Maria atas arahan dan kesabarannya.

4. Keluargaku tercinta, Bapak, Mama, Opung, Bou Butet, serta adik-adikku Roy, Chandra, dan Liroca yang selalu menjadi penyemangat di sepanjang waktu. Terima kasih atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi yang tak henti-hentinya kalian berikan.

5. Tim Ikan dan Karang (Dani, Muhidin, Mutty, Adit, Eko dan Arief) atas perjuangan, suka duka, kerjasama dan semangatnya.

6. Teman-teman MSP’44. Terima kasih untuk segala kebersamaan, dukungan, dan semangat kalian. Friendship never end. Keep solid.

7. Fisheries Diving Club (FDC) yang telah memberikan ilmu penyelaman, terumbu karang, rescue, dan banyak pengalaman serta pelajaran berharga. 8. Teman-teman diklat 26 dan 27 (Mumu, Arif, Eko, Dani, Una, Upie, Ade,

Hikmah, Gufron, Dewa), terima kasih atas semua tawa dan keringat yang telah diperjuangkan.

9. Sahabat-sahabat terbaik, Kristian Immanuel Hutagalung, Yafet Eleanor, Marthin Alexander Politon, Annisa N Suherman, Armaya Sevtian, Dessy Emalia. Terima kasih atas segala doa, semangat, dan pertemanan yang indah ini.

10. Saputri Handayani, S.Pi atas kasih sayang, cinta kasih, motivasi yang selama ini diberikan. Terima kasih untuk tak pernah padam.

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 15 April 1989 dari pasangan bapak Dimpos Simanjuntak dan Kordia Sinaga. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Pendidikan formal penulis tempuh di SD Padamu Negeri Medan (2001), SLTP Negeri 4 Medan (2004) dan SMA Katolik Cinta Kasih (2007). Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menempuh pendidikan sarjana di IPB penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Metode Observasi Bawah Air (2009), aktif sebagai pengurus Fisheries Diving Club (FDC-IPB) pada tahun 2010-2011 sebagai divisi Pendidikan dan Latihan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Karang ... 4

2.1.1. Cara makan dan sistem reproduksi ... 4

2.1.2. Pertumbuhan dan bentuk koloni karang ... 5

2.2. Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu karang ... 6

2.2.1. Cahaya dan kedalaman ... 6

2.2.2. Suhu ... 7

2.2.3. Salinitas ... 8

2.2.4. Sedimentasi ... 8

2.2.5. Sirkulasi arus dan gelombang ... 8

2.2.6. Nutrient (nitrat, amonia, ortofosfat) ... 9

2.3. Transplantasi Karang ... 9

2.3.1. Pengertian dan pemanfaatan transplantasi karang ... 9

2.3.2. Metode transplantasi karang ... 10

2.3.3. Transplantasi karang di Indonesia ... 10

2.3.4. Transplantasi karang di lokasi penelitian ... 11

2.4. Klasifikasi dan Ciri-Ciri Karang yang Diteliti ... 12

2.5. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 13

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2. Alat dan Bahan ... 14

3.3. Metode Penelitian dan Analisis Data ... 16

3.3.1. Fragmen karang dan konstruksi modul ... 16

3.3.2. Pengamatan pertumbuhan karang ... 17

3.3.3. Pengukuran parameter fisika kimia perairan ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan ... 19

4.2. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Karang ... 22

4.2.1. Tingkat pencapaian pertumbuhan ... 22

(10)

4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 33

5.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

xii

Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian... 15 2. Parameter fisika dan kimia yang diamati serta alat yang digunakan ... 15 3. Parameter fisika-kimia perairan di area transplantasi karang Pulau Karya ... 19 4. Tingkat pencapaian pertumbuhan Acropora nobilis dan Montipora altasepta 22 5. Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia ... 28

(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

H alaman

1. Peta lokasi penelitian Pulau Karya... 14 2. Konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi ... 16 3. Contoh fragmen transplantasi karang genus Acropora nobilis dan

Montipora altasepta ... 16

4. Tingkat pencapaian pertumbuhan karang jenis Acropora nobilis dan

Montipora altasepta selama pengamatan (September 2010-Juli 2011)... 23

5. Laju pertumbuhan Acropora nobilis ... 25 6. Laju pertumbuhan Montipora altasepta ... 26 7. Tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis dan Montipora altasepta ... 30 8. Gambar fragmen karang yang lepas ... 31 9. Invasi alga dan sedimen yang terdapat pada modul ... 32

(13)

xiv

Halaman

1. Data pertumbuhan lebar fragmen karang jenis Acropora nobilis ... 40

2. Data pertumbuhan tinggi fragmen jenis Acropora nobilis... 41

3. Data pertumbuhan lebar fragmen karang jenis Montipora altasepta ... 42

4. Data pertumbuhan tinggi fragmen jenis Montipora altasepta ... 42

5. Alat-alat yang digunakan ... 43

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau yang membentang ke utara sejauh 80 km dari pantai utara Jakarta. Kompleks kepulauan terdiri dari 105 pulau, ukuran pulau-pulau di Kepulaun Seribu cenderung kecil, yaitu hampir 70% dari total pulau-pulaunya memiliki luas kurang dari 10 ha (Bappekab Administrasi Kepulauan Seribu 2005 in Setyawan et al. 2011).

Eksploitasi terhadap ekosistem terumbu karang yang dilakukan manusia secara berlebihan juga mengakibatkan ekosistem terumbu karang mengalami degradasi. Aktivitas-aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pengerukan pantai, penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak telah menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Tekanan yang dialami terumbu karang semakin meningkat seiring dengan aktivitas pembangunan, tekanan dari alam, dan perubahan iklim dunia (climate change). Persentase penutupan karang keras di Kepulauan Seribu hingga tahun 2009 hanya mencapai 34,7 % (Setyawan et al. 2011).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang adalah dengan menggunakan metode transplantasi karang. Transplantasi karang merupakan suatu teknik penanaman karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu (Soedharma dan Arafat 2007). Transplantasi bertujuan mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau memperbaiki daerah terumbu karang yang telah rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Harriot & Fisk 1988).

Saat ini transplantasi karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Transplantasi karang dilakukan bertujuan untuk pelestarian dan perbaikan ekosistem, peruntukan kegiatan wisata, usaha perikanan, perlindungan terhadap erosi pesisir dan berbagai kegiatan yang bersifat penelitian (Jaap 1999). Transplantasi karang telah dilakukan di beberapa lokasi, misalnya di kawasan konservasi laut Kabupaten Berau (2007), Kabupaten Kotabaru (2007), Kabupaten Ciamis (2007) dan Kabupaten Muna (2007).

(15)

Pertumbuhan karang hasil transplantasi berkisar antara 6-24 cm/bulan (Suharsono 2008).

Metode transplantasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode transplantasi penempelan fragmen karang pada media semen yang diletakkan di perairan Pulau Karya. Pulau Karya diasumsikan sebagai tempat yang cocok untuk kegiatan transplantasi karang karena letak Pulau Karya yang berada diantara gosong. Koloni terumbu karang yang ditransplantasikan di tempat terlindung memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan tempat terbuka (Connel et al. 1997).

Fragmen karang yang digunakan pada penelitian ini adalah karang jenis

Acropora nobilis dan Montipora altasepta. Karang jenis Acropora nobilis dan Montipora dipilih karena spesies tersebut lebih dominan dibandingkan dengan

karang jenis lainnya. Pada pengamatan berkala yang dilakukan oleh Estradivari et

al. (2007), menyatakan bahwa marga Acropora dan Montipora dapat ditemukan

hampir di seluruh Kepulauan Seribu.

1.2. Rumusan Masalah

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang secara langsung terkena dampak dari meningkatnya suhu permukaan bumi (West dan Salm 2003). Tekanan terhadap terumbu karang seperti meningkatnya suhu perairan, predasi, badai (faktor alami) yang ditambah tekanan yang berasal dari aktivitas manusia, tumpahan minyak dan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang secara berlebihan, merupakan ancaman yang cukup serius terhadap keberlangsungan ekosistem terumbu karang (Connel et al. 1997). Persentase penutupan karang di Kepulauan Seribu cukup berfluktuatif dari 33,1% pada tahun 2003 meningkat menjadi 34,2% pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 31,7% (Estradivari et al. 2007).

Degradasi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu memerlukan tindakan konkret untuk memperbaiki kerusakan ekosistem terumbu karang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan transplantasi karang di Kepulauan Seribu agar ekosistem terumbu karang bisa cepat pulih.

(16)

3

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang serta parameter yang mempengaruhi transplantasi karang jenis Acropora nobilis dan Montipora altasepta di Pulau Karya, Kepulauan Seribu.

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Karang

Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka kapur dalam jaringan tubuhnya. Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang cukup lama dan kompleks. Proses tersebut diawali dengan terbentuknya endapan-endapan masif kalsium yang terutama dihasilkan oleh hewan karang filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporia/Sclerectina dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang juga menghasilkan kalsium karbonat yang dikenal dengan terumbu (Nybakken 1992).

Karang dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kebutuhannya akan cahaya matahari. Karang hermatipik (hermatypic coral) adalah kelompok karang yang tumbuh terbatas di daerah hangat dengan penyinaran yang cukup karena adanya simbion alga (zooxanthellae) (Suharsono 2008). Karang tipe hermatipik merupakan pembentuk bangunan kapur atau terumbu karang (Supriharyono 2007). Kelompok karang kedua adalah karang ahermatipik (ahermatypic coral) yang tidak membentuk terumbu karang (Supriharyono 2007). Karang ahermatipik hidup di tempat yang lebih dalam. Karang hermatipik lebih cepat tumbuh dan lebih cepat membentuk deposit kapur dibanding karang ahermatipik (Suharsono 2008). Karang-karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Dahuri et al. 1996).

2.1.1. Cara Makan dan Sistem Reproduksi

Makanan utama karang adalah zooplankton (Castro & Huber 2007) yang ditangkap dengan menggunakan sel penyengat (cnidoblast) yang terdapat di ektodermis tentakelnya. Sel penyengat tersebut dilengkapi dengan alat penyengat (nematocyst) yang mengandung racun.

Zooxanthellae melakukan fotosintesis dan memberikan material organik

(18)

5

karang dari dalam. Banyak karang mampu bertahan hidup dan bertumbuh tanpa makan, selama zooxanthellae memiliki cukup cahaya matahari untuk berfotosintesis (Castro & Huber 2007).

Karang memperoleh sebagian besar energi dan nutrisinya melalui dua cara, yaitu melalui hasil fotosintesis oleh zooxanthellae atau secara langsung menangkap zooplankton dari kolom perairan (Lesser 2004).

Secara umum karang berproduksi dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual (Veron 1986). Reproduksi seksual meliputi proses gametogenesis yang membutuhkan beberapa minggu untuk sperma sampai lebih dari 10 bulan untuk telur. Pemijahan yang diikuti fertilisasi akan menghasilkan larva planula yang dapat melekat, bermetaformosa dan berkembang menjadi polip-polip utama (Richmond & Hunter 1990).

2.1.2. Pertumbuhan dan Bentuk Koloni Karang

Kecepatan laju pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan massa skeleton (kerangka kapur) per satuan waktu, volume per satuan waktu atau laju pengikatan komponen penyusun kerangka seperti kalsium per satuan waktu (Budduimeir & Kinzie 1976 in Prawidya 2003).

Setiap koloni hermatypic corals mengandung alga (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan koloni karang. Polip karang merupakan habitat yang sesuai bagi zooxanthellae karena merupakan penyuplai terbesar kebutuhan zat anorganik untuk fotosintesis zooxanthellae. Zooxanthellae menerima kebutuhan nutrien penting seperti amonia, fosfat, dan CO2 dari sisa metabolisme karang (Trench 1979; Mueller-Parker and D’Elia 1997 in Lesser 2004).

Karang tanpa zooxanthellae tumbuh sangat lambat dan tidak pernah membentuk bangunan kapur (Goreau et al. 1979). Selanjutnya menurut Supriharyono (2007), cahaya bersama-sama dengan zooxanthellae merupakan faktor lingkungan yang mengontrol distribusi vertikal karang, laju kalsifikasi atau laju pembentukan terumbu, bentuk terumbu dan atoll, dan bentuk individu dari setiap koloni karang.

Pertumbuhan karang dicapai dengan peningkatan massa rangka

calcareous dan jaringan hidup. Rangka karang tersusun seluruhnya dari

(19)

bentuk umum dari kalsium karbonat, tidak ditemukan (Goreau et al. 1979). Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh beberapa fakor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi fisika dan kimia lingkungan serta jumlah dan nutrisi makanan, sedangkan faktor internal meliputi umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan (Boli 1994).

2.2. Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang 2.2.3. Cahaya dan Kedalaman

Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang sehubungan dengan laju fotosintesis oleh zooxanthellae yang bersimbiotik dalam jaringan karang (Nybakken 1992).

Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter. Kebanyakan terumbuh tumbuh pada kedalaman 25 meter atau kurang, karena zooxanthellae sebagai alga simbiotik memerlukan cahaya. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang sehingga bersama dengan itu kemampuan karang dalam menghasilkan kalsium karbonat akan berkurang pula. Titik kompensasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman dimana intensitas cahaya kurang sampai 15-20% dari intensitas permukaan (Nybakken 1992).

Sehubungan dengan proses fotosintesis oleh zooxanthellae, karang hermatipik mampu membentuk kerangka kapur 2 hingga 3 kali lebih cepat di tempat terang dibandingkan di tempat yang gelap (Veron 1986).

Berkaitan dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka faktor kedalaman juga membatasi kehidupan binatang karang. Perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam. Namun secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 meter (Kinsman 1964 in Supriharyono 2007). Distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi pada kedalaman tersebut (Dahuri et al. 1996).

(20)

7

2.2.2. Suhu

Terumbu karang berkembang optimal di perairan dengan rata-rata satu tahunan 23-250C (Nybakken 1992). Penaikan dan penurunan suhu secara drastis dapat menghambat pertumbuhan hewan karang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Binatang karang pada daerah tropis selalu dihadapkan pada suhu yang relatif konstan dan semua proses metabolisme berlangsung pada suhu relatif tetap, sehingga perubahan suhu yang hanya 1-30C akan mengganggu proses metabolisme binatang karang. Binatang karang yang mempunyai tingkat metabolisme dan kecepatan tumbuh yang tinggi akan lebih sensitif terhadap kenaikan suhu dibandingkan dengan binatang karang yang metabolisme lambat dan tingkat perubahannya rendah (Suharsono 1996).

Suharsono (1996) melaporkan bahwa indikasi peningkatan suhu 2-30C selama 6 bulan terakhir dengan nilai terbesar 330C menyebabkan 80%-90% binatang karang pada rataan terumbu karang mati dengan kematian utama pada jenis bercabang yaitu Acropora spp dan Pocillopra spp.

2.2.3. Salinitas

Terumbu karang dapat tumbuh dengan optimal pada kisaran salinatas 32 PSU sampai 35 PSU dan karang hermatipik juga dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas normal yaitu 32-35 PSU (Nybakken 1992). Menurut Suharsono (1996), umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar areal pesisir pada salinitas 30-35 PSU. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas di luar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada salinitas normal (Dahuri et al. 1996). Daya tahan terhadap salinitas setiap jenis karang tidak sama. Sebagai contoh Kinsman (1964)

in Supriharyono (2007) mendapatkan bahwa Acropora dapat bertahan pada

salinitas 40 PSU hanya beberapa jam di West Indiesm sedangkan Porites dapat bertahan dengan salinitas 48 PSU.

2.2.4. Sedimentasi

Endapan baik di air maupun diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan dalam air mempunyai akibat sampingan negatif

(21)

sampingan yang negatif, yaitu mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang (Nybakken 1992).

Kemampuan karang dalam menangkal pengaruh sedimen berkaitan dengan ukuran fisik (diameter) hewan karang. Semakin besar ukurannya, semakin kecil peluang partikel sedimen menutupinya. Selain itu, sedimen yang kaya akan unsur hara akan menyebabkan peningkatan kesuburan di perairan sekitar terumbu karang dan mempercepat laju pertumbuhan makroalga. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001).

2.2.5. Sirkulasi Arus dan Gelombang

Arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang. Koloni karang dengan kerangka-kerangka yang padat dan masif dari kalsium karbonat tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang sama, gelombang-gelombang itu memberikan sumber air yang segar, memberi oksigen dalam air laut dan menghalangi pengendapan pada koloni. Gelombang ini juga memberi plankton yang baru bagi koloni karang (Nybakken 1992).

Rachmawati (2001) menyatakan bahwa gelombang yang cukup kuat akan menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang. Struktur terumbu karang yang masif, cukup kuat menahan gelombang yang besar. Pada daerah yang terkena gelombang yang cukup kuat, bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Sebaliknya pada perairan yang lebih tenang akan berbentuk koloni yang berbentuk memanjang dan bercabang yang lebih ramping.

2.2.6. Nutrient (nitrat, amonia, ortofosfat)

Karang biasanya hidup pada perairan dengan nutrient anorganik yang rendah (Grover 2003 in Wibowo 2010). Nutrien yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dan alga pada perairan tersebut juga meningkat. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001).

(22)

9

Pengaruh dari alga terhadap organisme karang dimulai dari peningkatan nutrient pada terumbu karang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap struktur dan komunitas karang (Tomascik & Sender 1987; Wittenberg & Hunte 1992 in Tanner 1995). Salah satu hipotesis yang berkaitan dengan peningkatan nutrient adalah seiring peningkatan nutrient, pertumbuhan alga semakin meningkat. Hal ini memungkinkan alga bersaing dengan organisme karang ataupun organisme

sessile (Birkeland 1977,1988; Pastork & Bilyard 1985 in Tanner 1995).

2.3. Transplantasi Karang

2.3.1. Pengertian dan Pemanfaatan Transplantasi Karang

Transplantasi karang adalah suatu metode penanaman dan penumbuhan suatu koloni karang dengan metode fragmentasi dimana koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, atau sebagai cara untuk memperbaiki daerah terumbu karang (Harriot & Fisk 1988). Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai suatu teknologi dalam pengelolaan terumbu karang terutama pada daerah-daerah bernilai ekonomi tinggi (Harriot & Fisk 1988).

Pada umumnya transplantasi karang dilakukan bertujuan untuk pelestarian dan perbaikan ekosistem, peruntukan kegiatan wisata, usaha perikanan, perlindungan terhadap erosi pesisir dan berbagai kegiatan yang bersifat penelitian. Tujuan utama karang adalah mempercepat pemulihan ekosistem terumbu karang (Jaap 1999).

Pada masa mendatang, transplantasi karang bertujuan memiliki banyak kegunaan diantaranya untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut agar kokoh untuk menambah jumlah spesies karang yang langka atau terancam punah untuk pengganti kebutuhan pengambilan karang hidup untuk akuarium (Sadarun 1999).

2.3.2. Metode Transplantasi Karang

Hal-hal yang harus diperhartikan dalam transplantasi karang adalah proses pemotongan, pengambilan dan pengangkutan karang donor yang akan di tranplantasikan. Pemotongan karang hendaknya mengikuti arah arus untuk menghindari penutupan koloni akibat pelendiran karang. Pengambilan karang

(23)

donor hendaknya disesuaikan dengan lokasi transplantasi untuk menghindari stres pada karang. Stres pada karang adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh perubahan ekosistem atau faktor eksternal maupun internal yang menyebabkan produktivitas karang menurun. Stres pada karang menyebabkan perubahan pada metabolisme, pertumbuhan, warna (memucat), tingkah laku (mengeluarkan lendir berlebih) dan reproduksinya akibat faktor-faktor yang membatasi aktivitas organisme tersebut (Saenger & Holmes 1992 in Zulfikar 2003).

Secara biologis transplantasi karang dinyatakan sukses dengan tingkat ketahanan hidup berkisar 50-100% ketika karang ditransplantasikan pada habitat yang serupa dengan habitat dimana mereka dikoleksi (Harriot & Fisk 1988).

2.3.3. Transplantasi Karang di Indonesia

Penelitian mengenai transplantasi karang terhadap beberapa jenis karang telah banyak dilakukan seperti penelitian terhadap tingkat keberhasilan hidup karang transplantasi jenis Madracis mirabilis dan jenis Acropora sp. (Bak dan Criens 1981 in Johan et al. 2008). Penelitian terhadap transplantasi karang jenis

Acropora sebanyak 40 sampel dari 11 spesies karang dengan menggunakan

substrat buatan (keramik) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Sadarun 1999). Penelitian tingkat keberhasilan transplantasi karang batu di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta dengan meggunakan tiga jenis karang genus Acropora yaitu Acropora donei, Acroporaacuminata dan Acroporaformosa (Johan et al. 2008).

Karang yang ditransplantasikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Supriharyono (2007) menyatakan bahwa karang dengan life

form branching umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan sangat cepat yaitu

bisa mencapai >2 cm/bulan sedangkan coral massive tumbuhnya sangat lambat yaitu hanya <1 cm/tahun. Sadarun (1999) mendapatkan pertumbuhan karang

branching dari jenis Acropora yongei dan Acropora digitifera yang

ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu selama lima bulan mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 0,4 cm dan 0,1 cm.

(24)

11

2.3.4. Transplantasi Karang di Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai transplantasi karang di lokasi penelitian telah dilakukan seperti penelitian Analisi Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Acropora spp, Hydnopora rigida dan Pocillopora verrucosa yang di transplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu (Iswara 2010). Dari hasil penelitian tersebut ketiga jenis karang yang ditransplantasikan, tingkat kelangsungan hidup pada akhir pengamatan paling besar dimiliki oleh karang jenis Acropora spp. dengan 79,42% sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah dimiliki oleh karang jenis Pocillopora verrucosa sebesar 61,11%.

Hydnopora rigida memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 74,19%.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan pula bahwa perairan tersebut cukup baik untuk transplantasi ketiga jenis karang tersebut yang ditandai dengan kelangsungan hidup seluruhnya berada di atas kisaran 50%. Kematian terbesar selama enam bulan diakibatkan makroalga, untuk laju pertumbuhan karang jenis

Acropora spp, Hydnopora rigida, dan Pocillopora verrucosa, ketiga karang

tersebut mengalami pertumbuhan yang positif. Tingkat pencapaian pertumbuhan

Acropora spp selama enam bulan mencapai 59 mm untuk panjang dan 42 mm

untuk tinggi dengan laju pertumbuhan sebesar 19 mm/2 bulan untuk panjang dan 14 mm/2 bulan untuk tinggi. Lalu, tingkat pencapaian pertumbuhan Hydnopora

rigida mencapai 60 mm untuk panjang dan 38 mm untuk tinggi dengan laju

pertumbuhan sebesar 17 mm/2 bulan dan 11 mm/2 bulan untuk tinggi. Tingkat pencapaian Pocillopora verrucosa mencapai 41 mm untuk panjang dan 31 mm untuk tinggi dengan laju pertumbuhan mencapai 14 mm/2 bulan untuk panjang dan 10 mm/2 bulan untuk tinggi.

Penelitian lain mengenai transplantasi karang di lokasi penelitian juga telah di lakukan oleh Wibowo (2010) tentang Analisi Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocilopora

verrucosa di perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu. Dari hasil penelitian

tersebut tingkat pencapaian panjang selama tiga bulan penelitian untuk fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 13,94 mm, dan fragmen jenis Pocillopora

verrucosa sebesar 9,15 mm, sedangkan tingkat pencapaian selama tiga bulan

(25)

fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 8,49 mm. Laju pertumbuhan pertumbuhan panjang terbesar pada bulan Juli-Juni 2009 untuk kedua fragmen karang, yaitu sebesar 6,97 mm/bulan untuk spesies Stylophora pistillata dan sebesar 4,63 mm/bulan untuk spesies Pocillopora verrucosa. Persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen karang Stylopora pistillata lebih besar daripada persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen karang Pocillopora verrucosa. Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Stylophora pisstilata pada akhir penelitian sebesar 100%, sedangkan untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 90%.

2.4. Klasifikasi dan Ciri-ciri Karang yang Diteliti

Menurut Wells (1954) in Suharsono (2008) klasifikasi hewan karang pembentuk terumbu yang ditransplantasikan adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Cnidaria/Madreporaria Kelas : Anthozoa

Sub kelas : Zoantharia Ordo : Scleractinia Famili : 1. Acroporidae Genus : 1. Acropora

2. Montipora

Spesies : 1. Acropora nobilis

2. Montipora altasepta

Acropora memiliki bentuk percabangan sangat bervariasi, mulai dari

korimbosa, arboresen, kapitosa dan lain-lainya. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial koralit dan radial koralit. Bentuk radial koralit juga bervariasi dari bentuk tubular nariform, dan tenggelam. Marga ini mempunyai sekitar 113 jenis, tersebar di seluruh perairan Indonesia (Suharsono 2008).

Karakteristik genus Montipora antara lain ukuran koralit yang relatif kecil, pada umumnya tentakel keluar pada malam hari. Karakteristik lainnya itu tidak memiliki columella (struktur pusat mulut) dan septa memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar sehingga apabila disentuh maka akan terasa tajam. Sebagian besar Montipora memiliki coenestum yang lebar. Genus

(26)

13

Montipora dengan bentuk penumbuhan berupa lembaran sering kali ditemukan

mendominasi suatu perairan dangkal karena bentuk koloni yang berupa lembaran sehingga intensitas cahaya yang diperoleh lebih besar (Suharsono 2008).

2.5. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta. Kepulauan Seribu terdiri dari rangkaian mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dengan jarak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kedalaman Pulau Seribu sangat bervariasi, pada umumnya kedalamannya 30 meter, walaupun beberapa lokasi tercatat kedalamannya mencapai 70 meter, yaitu sebelah utara Pulau Pari dan utara Pulau Semak Daun. Hampir semua pulau memiliki paparan pulau karang (reef flat). Pada dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup (Noor 2003; Estradivari et al. 2007).

Pulau Karya merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah perairan Pulau Seribu. Pulau Karya terletak di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini terletak bersebelahan dengan Pulau Panggang yang merupakan pulau yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat (www.kepulauanseribu.net 2011).

(27)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011. Lokasi pengamatan yang digunakan adalah daerah tranplantasi karang pada kedalaman 2 hingga 4 meter di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian Pulau Karya, Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang dapat dilihat pada Tabel 1. Peralatan

Scuba digunakan untuk alat bantu pernafasan pada saat mengukur pertumbuhan

karang. Penggaris yang digunakan terbuat dari bahan plastik untuk mencegah korosi. Setelah mengukur pertumbuhan karang data tersebut dicatat di kertas

(28)

15

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.

No. Alat dan Bahan Keterangan

1. Peralatan SCUBA Peralatan penyelaman

2. Kamera underwater Dokumentasi

3. Kertas newtop dan sabak Media pencatat data

4. Alat tulis (Pinsil, pulpen, penggaris, penghapus, pengserut, cutter dan spidol)

Pengukur panjang lebar karang dan pencatat data 5. Global Positioning System (GPS) Penentuan titik pengamatan

6. Modul beton Rak tempat fragmen

7. Semen Penempel fragmen

8. Fragmen karang Hewan percobaan

9. Kabel tie dan tali nylon Pengikat fragmen ke modul

10. Laptop Pengolah data

Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diamati dan alat yang digunakan

No. Parameter Satuan Alat yang digunakan Metode

1. Suhu 0C Termometer raksa In-situ

2. Salinitas 0/00 Refraktometer Ex-situ

3. Kecerahan 0/0 Secchi disk In-situ

4. Kekeruhan NTU Turbidimeter Ex-situ

5. Kecepatan arus m/s Floating droudge dan

stopwatch In-situ

6. Kedalaman M Depth gauge In-situ

7.

Nutrien (Ammonia, Ortofosfat, Nitrat)

mg/l Spektrofotometer Ex-situ

8. Laju sedimentasi mg/cm2/hari

Sediment trap, kertas

millipore,vacuum pump, timbangan analitik

(29)

Parameter fisika dan kimia perairan di ukur di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.3. Metode Penelitian dan Analisa Data 3.3.1. Fragmen Karang dan Konstruksi Modul

Fragmen karang yang digunakan pada penelitian ini adalah karang hasil budidaya yang digunakan untuk kegiatan perdagangan. Fragmen karang yang akan digunakan pada penelitian ini ditempelkan dengan cara diikatkan pada tiang-tiang modul dengan menggunakan kabel tie lalu disemen agar kokoh dan tidak mudah lepas. Tiap modul terdiri dari enam fragmen karang transplan.

Gambar 2. Konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3. Contoh fragmen transplantasi karang genus Acropora nobilis dan

(30)

17

3.3.2. Pengamatan Pertumbuan Karang

Analisis data pertumbuhan panjang dan lebar karang dihitung dengan menggunakan penggaris dan kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007.

Untuk menghitung pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dilakukan dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker (1975) sebagai berikut:

β = Lt-Lo Keterangan :

β = Pertambahan panjang/tinggi fragmen karang

Lt = Rata-rata panjang/tinggi fragmen karang setelah bulan ke-t Lo = Rata-rata panjang/tinggi fragmenkarang pada bulan ke-0

Untuk laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Ricker 1975):

Keterangan:

α = Laju pertambahan panjang atau lebar fragmen karang transplantasi Li+1 = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i+1

Li = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i t i+1= Waktu ke-i+1

ti = Waktu ke-i

Tingkat kelangsungan hidup pada karang yang ditransplantasi dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker (1975) sebagai berikut :

Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian

(31)

3.3.3. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter fisika kimia perairan yang diambil meliputi suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, nutrien (ammonia, ortofosfat, nitrat), dan laju sedimentasi.

Pengukuran parameter fisika berupa suhu, kecepatan arus, kedalaman perairan, dan kecerahan perairan dilakukan secara langsung (in situ). Sedangkan salinitas, sedimentasi, kekeruhan, dan nutrien (ammonia, ortofosfat, dan nitrat) dilakukan secara tidak langsung (ex situ). Parameter suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa dengan cara dicelupkan ke perairan kemudian dilihat nilai suhu perairannya, kecepatan arus dengan menggunakan

floating droudge dan stopwatch dimana floating droudge dilempar keperairan dan

dihitung menggunakan stopwatch. Waktu dihitungsaat pertama kali floating

droudge menyentuh air sampai tali floating droudge menegang, kemudian nilai

waktu tersebut dibagi dengan nilai miring (logaritma) dari jarak floating droudge terhadap kapal dan tinggi antar ujung tali saat floating droudge dijatuhkan dengan permukaan air.

Parameter kecerahan menggunakan secchi diskdengan cara merata-ratakan nilai kedalaman saat secchi disk mulai menghilang/tidak terlihat dalam air (d1) dengan saat secchi disk mulai terlihat ketika diangkat (d2). Nilai kedalaman tersebut dibagi dua kemudian dikalikan 100 persen. Pengukuran kedalaman dengan melihat depth gauge pada peralatan SCUBA.

Contoh air untuk pengukuran secara ex situ dilakukan dengan menggunakan botol contoh pada kedalaman 1-4 meter, kemudian air contoh disimpan dalam cool box yang diberi es batu lalu dianalisis di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Salinitas diukur dengan hand refractometer. Kekeruhan dengan turbidimeter dan nutrient diukur dengan spektrofotometri. Laju sedimentasi diukur dengan cara menyaring partikel-partikel tersuspensi yang terdapat di dalam sediment trap dengan menggunakan kertas millipore dibantu dengan vacuum pump, lalu di oven pada suhu 1050C untuk mendapat berat kering partikel tersuspensi.

(32)

19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika kimia perairan yang diukur pada penelitian ini meliputi kecerahan, suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), ammonia (NH3-N), nitrat (NO3 -N), nitrit (NO4-N) dan ortofosfat (PO4-P). Nilai parameter fisika kimia perairan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter fisika-kimia perairan di area transplantasi karang Pulau Karya

No. Parameter Satuan

Bulan pengamatan Baku Mutu* September 2010 Januari 2011 Mei 2011 Juli 2011 I FISIKA : 1 Kecerahan M 5 5 5 5 > 5 2 Suhu ºC 31,7 28,0 30,0 29,0 28 – 32 3 Kekeruhan NTU 3,50 0,43 0,23 0,75 <5 4 Kecepatan Arus m/s 0,12 0,15 0,20 0,09 II KIMIA : 1 Salinitas PSU 28 30 30 30 33 – 34 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 7,1 6,7 7,2 - > 5 3 Ammonia (NH3-N) mg/l 0,181 0,131 0,006 0,048 <0,3 4 Nitrat (NO3-N) mg/l <0,001 0,639 <0,001 0,007 0,008 5 Ortofosfat (PO4-P) mg/l <0,010 0,013 <0,005 <0,005 0,002 *) Baku mutu menurut KepMen LH No. 51/2004 untuk Biota Laut

Salah satu faktor pembatas pertumbuhan karang adalah suhu. Perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-60C di bawah atau di atas ambang batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat mematikan (Supriharyono 2007). Kisaran nilai suhu yang teramati di Pulau Karya berada pada kisaran nilai 28-31,70C dan kisaran nilai tersebut termasuk dalam kisaran nilai baku mutu (28-320C) berdasarkan KepMen LH 51/2004. Kisaran nilai suhu di lokasi penelitian sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan suhu optimal karang yang berkisar

(33)

antara 25-280C (Nybakken 1992). Meskipun begitu karang juga mampu mentolerir suhu pada kisaran 36-400C (Nybakken 1992).

Selain suhu, faktor pembatas pertumbuhan karang adalah salinitas. Kisaran nilai salinitas yang diamati pada lokasi penelitian berada pada kisaran 28-30 PSU. Kisaran nilai salinitas yang diamati lebih rendah daripada standar baku mutu KepMen LH No.51/2004 yang berkisar 33-34 PSU. Kisaran nilai salinitas yang diamati juga lebih rendah jika dibandingkan dengan kisaran optimum salinitas pertumbuhan karang, yaitu 32-35 PSU (Nybakken 1992). Hal ini diduga oleh tingginya curah hujan di lokasi penelitian sehingga nilai salinitas dapat menurun. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kadar salinitas menurun yaitu pasokan air tawar, badai, dan hujan. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di daerah pesisir pada salinitas 30-35 PSU meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas di luar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibanding pada salinitas normal.

Nilai pengamatan kecerahan yang diambil pada lokasi pengamatan memiliki kecerahan 100% dan kedalam lokasi penelitain berkisar 3 meter, hal ini membuat intensitas cahaya matahari 100% pada lokasi penelitian. Hal ini berarti penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga alga zooxanthellae dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik. Keadaan tersebut menunjukan kecerahan pada lokasi penelitian memiliki kecerahan yang cukup bagi terumbu karang tumbuh secara optimal.

Kisaran nilai kekeruhan di Pulau Karya diperoleh kisaran nilai antara 0,23-3,50 NTU. Kekeruhan tertinggi terdapat pada bulan September 2010 dan yang terendah terdapat pada bulan Mei 2011. Tingginya bahan organik dan limpasan dari darat diduga menjadi penyebab tingginya nilai kekeruhan. Air keruh yang mengandung banyak lumpur atau pasir maka hewan karang akan mengalami kesulitan membersihkan dirinya. Hanya beberapa jenis yang mampu membersihkan dirinya dari endapan-endapan lumpur atau pasir yang menutupinya (Nontji 2007).

Kecepatan arus yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,09-0,2 m/s. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik

(34)

21

dengan arah timur sampai tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0,5-1,175 m dan musim timur 0,5-1,0 m (Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2005in Estradivari et al. 2009). Arus diperlukan oleh karang untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga untuk membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas. Pertumbuhan karang lebih baik ditempat airnya yang selalu teraduk daripada di perairan tenang dan terlindung (Nontji 2007).

Kadar oksigen terlarut (DO) yang diperoleh masih sesuai dengan standar baku mutu (>5 mg/l) KepMenLH No. 51/2004. Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua makhluk hidup akuatik untuk proses pembakaran tubuh. Oksigen terlarut dihasilkan oleh proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan.

Masukan nutrien yang ditambah dengan pemupukan sedimen diduga memiliki efek yang serius terhadap pertumbuhan karang (Cortes & Fisk 1992 in Koop et al. 2001). Nilai amonia yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,006-0,181 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa nilai amonia tersebut masih dalam batas standar baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu <0,3 mg/l. Kisaran nilai nutrien yang berada diatas nilai aman juga teramati pada unsur ortofosfat dan kandungan nitrat di lokasi penelitian hanya pada bulan Januari yang melebihi standar baku mutu KepMen LH No. 51/2004 (Tabel 3). Meningkatnya tingkat nutrien akibat masukan dari darat dapat menimbulkan keberadaan makroalga di sekitar terumbu karang atau dekat pantai. Pada pengamatan di lapang telah terjadi pertumbuhan makroalga. Alga yang pertama kali ditemukan pada kebanyakan area terbuka terumbu karang seringkali berupa alga hijau berfilamen yang bertumbuh cepat dan alga biru kehijauan yang berbentuk “alga turf” yang kemudian diikuti perkembangan suksesi oleh berbagai alga lainnya (McClanahan 1997). Hal ini diduga terjadi karena kandungan nitrat dan ortophosphat di lokasi transplantasi sempat melebihi kadar baku mutu yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut.

Kandungan nutrien dapat dilihat dari unsur nitrat, fosfat dan ammonia yang terkandung di lokasi penelitian. Dapat dikatakan bahwa di lokasi penelitian

(35)

memiliki kandungan nutrien yang tidak mendukung pertumbuhan terumbu karang. Koop et al. (2001) menyatakan tingginya tingkat nutrien memberikan efek yang besar pada tingkat organisme (meningkatnya mortalitas, mengurangi tingkat reproduksi karang).

4.2. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Karang 4.2.1. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan

Tingkat pencapaian pertumbuhan karang merupakan pertambahan ukuran karang baik panjang maupun lebar karang dari mulai pengambilan data pertama sampai pengambilan data terakhir. Pertumbuhan lebar dan tinggi akan berbeda-beda tergantung pada jenis karang, bentuk koloni dan percabangannya, ukuran awal fragmen awal, kondisi lingkungan perairan dan sifat pertumbuhan dari masing-masing spesies. Dalam penelitian ini pengambilan pertama dilakukan pada bulan September 2010 dan terakhir Juli 2011 dengan jumlah pengambilan sebanyak empat kali.

Tabel 4. Tingkat pencapaian pertumbuhan karang jenis Acropora nobilis, dan

Montipora altasepta

Jenis Karang

Ukuran (mm)

Waktu Pengukuran Tingkat

Pencapaian (mm) September

2010 Januari 2011 Mei 2011 Juli 2011 A.nobilis Lebar

106,73±69,86 141,86±104,02 162,91±103,47 170,50±104,44 63,77±52,29

Tinggi 96,68±58,07 121,32±70,64 141,68±68,73 152,00±64,14 55,32 ± 30,61

M.altasepta Lebar 153,67±54,31 163,33±58,72 183,89±75,57 190,67±76,13 37,00± 26,81

Tinggi 111,67±20,68 126,56±34,54 134,11±33,31 138,33±33,57 26,67 ± 19,39

Pertumbuhan yang dicapai fragmen Acropora nobilis dari September 2010 hingga Juli 2011 tingkat pencapaian pertumbuahan Acropora nobilis adalah sebesar 63,77 ± 52,29 untuk lebar dan 55,32 ± 30,61 untuk tinggi. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan Acropora nobilis cenderung melebar. Untuk pertumbuhan yang dicapai fragmen Montipora

altasepta untuk pencapain pertumbuhan adalah sebesar 37,00 ± 26,81 untuk lebar

dan 26,67 ± 19,39 untuk tinggi. Hasil pengamatan tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan Montipora altasepta cenderung melebar. Hal ini diduga karena

(36)

23

kebutuhan karang akan cahaya matahari untuk keperluan fotosintesis, sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari yang maksimal, maka karang itu berusaha untuk memperluas jaringan karangnya.

Gambar 4. Tingkat pencapaian pertumbuan karang jenis Acropora nobilis, dan

Montipora altasepta selama pengamatan (September 2010-Juli

2011).

Selama pengamatan Acropora nobilis, memiliki pertumbuhan mutlak sebesar 55,32±30,61 mm untuk tinggi dan 63,77±52,29 mm untuk lebar (Gambar 4). Acropora nobilis merupakan karang yang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang. Pada karang jenis Acropora nobilis di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Yarmanti (2002) melakukan penelitian terhadap Acropora nobilis di kedalaman 3 meter dan 10 meter selama 5 bulan. Pada kedalaman 3 meter tingkat pencapaian panjang Acropora nobilis sebesar 3,57 cm dan 5,53 cm untuk pencapain lebar. Pada kedalaman 10 meter tingkat pencapaian panjang Acropora nobilis sebesar 1,92 cm dan 1,12 cm untuk pencapaian lebar. Hal tersebut mengindikasikan karang Acropora nobilis tumbuh lebih baik pada perairan dangkal. Hasil penelitian ini juga memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan hasil penelitian Yarmanti (2002) pada kedalaman 3 meter dimana pertumbuhan lebar lebih besar

63.77 37.00 55.32 26.67 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

Acropora nobilis (n=22) Montipora altasepta (n=9)

mm

(37)

daripada pertumbuhan tinggi (Yarmanti mengangapnya sebagai panjang). Penelitian lain yang juga mengenai Acropora spp yang telah dilakukan Iswara (2010) di Pulau Kelapa selama enam bulan, dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil pertumbuhan mutlak sebesar 59 mm untuk panjang dan 42 mm untuk tinggi.

Montipora altaseptamemiliki pertumbuhan mutlak yaitu sebesar

26,57±19,39 mm untuk tinggi dan 37±26,61 mm untuk lebar (Gambar 4).

Montipora altasepta merupakan karang yang memiliki bentuk pertumbuhan

bercabang. Hasil penelitian di Pulau Karya ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian terhadap Montipora sp oleh Bramandito (2011) menyatakan bahwa selama 6 bulan penelitian pertumbuhan Montipora sp mencapai 8,5 cm untuk tinggi dan 7,15 cm untuk panjang. Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Bramandito (2011) dimana pertumbuhan tinggi lebih besar daripada pertumbuhan lebar (Bramandito menganggapnya sebagai panjang). Pola pertumbuhan yang berbeda ini diduga karena spesies

Montipora yang berbeda, dan life form Montipora yang diteliti juga berbeda.

Pola pertumbuhan karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta yang cenderung melebar diduga karena intensisitas cahaya yang cukup dan lokasi transplantasi karang yang dangkal yang berkisar 3 meter sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari di dapat maksimal, maka karang berusaha untuk memperluas jaringannya.

Lokasi penelitian yang berada pada zona intertidal, yaitu zona perairan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hal ini menyebabkan pada lokasi penelitian pengaruh pasang surut dan adanya gelombang dan arus sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Rachmawati (2010) menjelaskan bahwa pada daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang massif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Berdasarkan hal tersebut, maka pengaruh yang diberikan oleh adanya pasang surut air laut serta adanya arus dan gelombang menyebabkan perumbuhan karang cenderung melebar.

Faktor kedalaman perairan juga mempengaruhi terhadap pola pertumbuhan karang. Menurut Nybakken (1992), pada daerah yang dangkal,

(38)

25

memiliki pasokan cahaya yang cukup dan terkena gelombang yang besar akan menyebabkan pertumbuhan karang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul. Kedalaman lokasi penelitian untuk kegiatan transplantasi ini cenderung dangkal dengan kedalaman yang berkisar 3 meter, sehingga pada kedalaman ini karang yang tumbuh cenderung memiliki percabangan yang pendek dan tumpul, dan pola pertumbuhan yang cenderung melebar.

4.2.2. Laju Pertumbuhan Karang

Laju pertumbuhan karang yang diukur meliputi laju pertumbuhan lebar fragmen karang dan laju pertumbuhan tinggi fragmen karang setiap pengamatan. Laju perumbuhan lebar dan tinggi dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai laju pertumbuhan rata-rata setiap pengamatan. Laju pertumbuhan transplantasikan karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta yang ditransplantasikan di Pulau Karya berdasarkan periode waktu, dari awal hingga akhir pengamatan disajikan pada grafik dibawah ini.

Gambar 5. Laju pertumbuhan Acropora nobilis

5.83 5.01 5.16 8.68 5.28 3.80 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Sep 2010-Jan 2011(n=25) Jan 2011-Mei 2011 (n=24) Mei 2011-Juli 2011 (n=22) m m /b u la n Tinggi Lebar

(39)

Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan September 2010–Januari 2011, pertumbuhan Acropora nobilis memiliki laju pertumbuhan lebar sebesar 8,68 mm/bulan dan 5,83 mm/bulan untuk tinggi. Pada pengamatan di bulan Januari 2011–Mei 2011 terjadi penurunan laju pertumbuhan baik lebar maupun tinggi. Untuk laju pertumbuhan karang yaitu sebesar 5,28 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,01 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Laju pertumbuhan Acropora

nobilis kembali menurun pada bulan Mei 2011-Juli2011 yaitu 3,80 mm/bulan

untuk pertumbuhan lebar dan 5,16 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Dari hasil pengamatan selama 10 bulan di dapat rata-rata pertumbuhan yang terjadi adalah 6,38 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,53 mm/ bulan untuk pertumbuhan tinggi.

Penelitian lain mengenai Acropora telah dilakukan oleh Iswara (2010), dari penelitian tersebut diperoleh rata-rata pertumbuhan yang terjadi adalah sebesar 19mm/2 bulan untuk panjang dan 14 mm/2 bulan. Adanya perbedaan pertumbuhan antara kedua Acropora yang ditransplantasikan diduga oleh perbedaan kondisi lingkungan perairan.

Gambar 6. Laju pertumbuhan Montipora altasepta 4.09 1.89 2.11 6.50 4.39 3.39 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Sep 2010-Jan 2011 (n=11) Jan 2011-Mei 2011 (n=9) Mei 2011-Juli 2011 (n=9) m m /b u la n Tinggi Lebar

(40)

27

Montipora altasepta memiliki laju pertumbuhan di bulan September

2010–Januari 2011 adalah 6,50 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 4,09 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Pada pengamatan di bulan Januari 2011-Mei 2011 pertumbuhan Montipora altasepta menurun baik lebar maupun tinggi, untuk laju pertumbuhan didapat 4,39 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 1,89 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Pada bulan Mei 2011–Juli 2011 pertumbuhan Montipora altasepta kembali menurun, laju pertumbuhan adalah 3,39 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 2,11 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Dari hasil selama penelitian 10 bulan diperoleh pertumbuhan rata-rata

Monipora altasepta adalah 3,70 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 2,66

mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi.

Yudasakti (2009) dalam skripsinya menyatakan laju pertumbuhan

Montipora sp di Pulau Kelapa sebesar 1,29 cm/2 bulan untuk panjang fragmen

dan 0,7 cm/ 2 bulan untuk laju pertumbuhan tinggi frgamen.

Laju pertumbuhan lebar karang Acropora nobilis dan Montipora

altasepta relatif menurun setiap pengamatan, sedangkan untuk pertambahan tinggi

menurun pada pengamatan kedua kemudian meningkat lagi pada pengamatan ketiga. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lokasi transplantasi yang kurang mendukung untuk pertumbuhan optimal dari fragmen karang tersebut. Salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan dapat mengganggu dan menghambat dari kehidupan karang adalah sedimentasi. Sedimentasi yang tinggi pada tubuh polip dapat mengganggu proses fotosintesisyang terjadi pada polip karang dan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karang.

Pengaruh sedimen terhadap pertumbuhan binatang karang dapat secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen dapat langsung mematikan karang, yaitu apabila sedimen tersebut ukurannya cukup besar atau banyak sehingga menutupi polip (mulut) karang (Hubbard & Pocock 1972; Bak & Elgershuizen 1976; Bak 1978; in Supriharyono 2007). Pengaruh tidak langsung adalah melalui turunnya penetrasi cahaya matahari yang penting untuk fotosintesis alga symbion karang, yaitu zooxanthellae, dan banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang untuk menghalau sedimen tersebut, yang berakibat turunnya laju

(41)

pertumbuhan karang (Pastorok & Bilyard 1985; Supriharyono 1986; in Supriharyono 2007).

Pengaruh lain yang menyebabkan pertumbuhan dari Acropora nobilis dan Montipora altasepta menurun pada pengamatan kedua, hal ini di duga disebabkan oleh nitrat, ortofosfat yang melebihi baku mutu KepMen LH No. 51/2004 (Gambar 5). Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga dan dapat dimanfaatkan secara langsung (Effendi 2003). Pada pengamatan kedua dilihat secara visual pada lokasi penelitian terdapat makroalga jenis Padina dan

Halimeda. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi

dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen di perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003).

Beberapa penelitian lain mengenai karang genus Acropora dan

Montipora (Tabel 5).

Tabel 5. Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia.

Lokasi Spesies Lama

Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan Pulau Pari (Sadarun 1999) A. tenuis 5 bulan 32,6-33,3 90 Pertambahan tunas dan perambatan pada substrat keramik Substrat keramik, patok bambu. Fragmen dibersihkan. A. formosa 45,8-46,3 83,33 A. hyachintus 43,8-44,4 100 A. divaricata 31,9-32,2 100 A. nasuta 47,9-48,1 100 A. yongei 48,8-49,1 100 A. aspera 33,0-33,3 100 A. digitifera 21,1-24,3 100 A. valida 49,0-41,2 100 Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000) A. formosa 6 bulan 3,7 89 Jumlah cabang dan perambatan pada substrat keramik Substrat keramik. Fragmen dibersihkan. A. donei 1,6 97 A. acuminata 4,2 90

(42)

29

Lokasi Spesies Lama

Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan SR (%) Pengamatan Substrat dan Perlakuan Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001) A. micropthalma 5 bulan P = 90 ; L = 139 / 83,3/ 66,67 Posisi penanaman (vertikal dan horizontal) Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. P = 103 ; L = 82,2 A. intermedia P = 104 ; L = 154 / P = 127 ; L = 213 83,3/ 79,17 Selatan Pulau Pari (Aziz 2001) A. intermedia 6 bulan T = 2,5 ; P = 2,5 66,67 Rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. T = 2,8 ; L = 4,7 100 Pulau Kelapa (Muhidin 2012) A.nobilis 10 bulan T=5,2 ; L=10,6 71 Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Substrat semen. Pulau Karya (Bramandito 2011) Montipora sp 6 bulan P=1,8 T=3,0 62 Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Substrat semen

Laju pertumbuhan yang dicapai beberapa genus karang Acropora memiliki nilai yang berbeda. Perbedaan tempat, waktu dan teknik transplantasi yang digunakan maupun ukuran fragmen yang digunakan memberikan dampak yang berbeda terhadap keberhasilan transplantasi dan laju pertumbuhan karang tersebut.

4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Selama pengamatan 4 kali, tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis hingga akhir pengamatan tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis adalah sebesar 81,48%. Kelangsungan hidup Acropora nobilis adalah sebesar 92,59% pada bulan Januari 2011, 88,89 % pada bulan Mei 2011, dan 81,48% pada akhir pengamatan di bulan Juli 2011. Kematian terbesar karang ini terjadi pada bulan Januari 2011 dan bulan Juli 2011.

(43)

Selama pengamatan tingkat kelangsungan hidup Montipora altasepta hingga akhir pengamatan adalah sebesar 60%. Kelangsungan hidup Montipora

altasepta adalah sebesar 73,33% pada bulan Januari 2011, 60% pada bulan Mei

2011, dan 60% pada akhir pengamatan di bulan Juli 2011. Kematian terbesar karang ini terjadi pada bulan Januari 2011.

Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis dan Montipora altasepta

Astuti (2003) melakukan penelitian terhadap Acropora pulchra,

Acropora latistella, dan Acropora acuminata, selama pengamatan 6 bulan di

Pulau Payung, Kepulauan Seribu. Tingkat keberhasilan hidup karang yang ditransplantasikan berkisar antara 62,5 - 100%.

Bramandito (2011) melakukan penelitian terhadap Montipora sp di Pulau Karya selama 6 bulan, tingkat keberhasilan hidup fragmen transplantasi karang hingga akhir penelitian mencapai 62%.

Melihat kisaran nilai di atas dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan tergolong berhasil, karena menurut Harriot dan Fisk (1988), kegiatan

92.59 (n=25) 88.89 (n=24) 81.48 (n=22) 73.33 (n=11) 60.00 (n=9) 60.00 (n=9) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 September 2010-Januari 2011 Januari 2011-Mei 2011 Mei 2011-Juli 2011 %

(44)

31

transplantasi dapat dikatakan berhasil jika tingkat keberhasilan hidup antara 50 hingga 100%.

Gambar 8. Gambar Fragmen Karang yang lepas

Peningkatan kematian fragmen karang tiap pengamatan disebabkan lepasnya framen karang dari modul. Tingkat kematian untuk Acropora nobilis yang disebabkan lepasnya fragmen karang yaitu dari 5 kematian fragmen karang dari 27 fragmen, 2 diantaranya mati dikarenakan lepas dari modul (Gambar 8). Sedangkan untuk tingkat kematian Montipora altasepta yang disebabkan lepasnya fragmen dari modul yaitu dari 6 kematian framen karang dari 15 jumlah fragmen karang, 2 diantaranya mati dikarenakan lepas dari modul (Gambar 8). Clarck dan Edwards (1995) dalam jurnalnya menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kematian adalah pengikat fragmen transplan.

Gambar

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 2. Konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi
Tabel 3. Parameter fisika-kimia perairan di area transplantasi karang Pulau Karya
Tabel  4.  Tingkat  pencapaian  pertumbuhan  karang  jenis  Acropora  nobilis,  dan  Montipora altasepta
+4

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas laporan keuangan IAI Wilayah DKI Jakarta dibagi atas penerimaan dan pengeluaran tidak terikat meliputi Keanggotaan, Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL),

Berdasarkan transaksi terhadap penjualan semen yang sudah dikemukakan di atas, maka harga pasar sebanding atas barang yang sama adalah semen yang dijual kepada pihak

d) Perbedaan yang menyolok antara hak-hak majikan dan pekerja akan menyebabkan masyarakat terbelah menjadi 2 kelompok yang bersaing yang mempunyai

Pendayagunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SD Swasta Lembah Jaya efektif dalam pembiayaan mutu pendidikan, hal ini juga sesuai dengan program pembiayaan yang

Alhamdulillah Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

Penelitian ini bertujuan antara lain: 1) Mendeskripsikan kemampuan mahasiswa laki-laki dalam memecahkan masalah trigonometri, dan 2) Mendeskripsikan kemampuan

Pencemaran logam berat seperti kobalt (Co) dan besi (Fe) yang berasal dari limbah industri dapat terjadi melalui beberapa media seperti udara, tanah, tanaman, air

[r]