• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI DAN PERMASALAHAN KERAJINAN ANYAMAN BAMBU DI DESA TRI RUKUN, KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI DAN PERMASALAHAN KERAJINAN ANYAMAN BAMBU DI DESA TRI RUKUN, KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN PERMASALAHAN KERAJINAN ANYAMAN BAMBU DI DESA TRI RUKUN, KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI

GORONTALO Sang Putu Sumardika1

I Wayan Sudana2 Hasmah3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan data dasar tentang potensi dan permasalahan kerajinan anyaman bambu di Desa Tri Rukun, yang berkaitan dengan perajin, bahan baku, proses produksi dan hasil produksi. Dalam penelitian ini memperoleh hasil yang berupa temuan-temuan sebagai berikit: Potensi perajin anyaman bambu adalah adanya perajin yang menekuni kerajinan anyaman dengan keterampilan yang memadai, sedangkan masalahnya perajin yang ada kurang memiliki kreativitas dan belum adanya generasi muda yang menjadi penerus kerajinan tersebut; 2) potensi bahan bakunya adalah ketersediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan perajin dengan kwalitas “baik”, sedangkan masalahnya bahan baku kerajinan kurang diolah dengan baik; 3) potensi proses produksi proses produksi telah dilakukan secara sistematis mulai dari penyediaan bahan baku, pengawetan dan proses anyam, sedangkan masalahnya peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional sehingga menghasilkan olahan bahan baku yang tidak bersifat standar; 4) Potensi hasil produk adalah produk yang dihasilkan perajin telah sesuai dengan fungsi yang diinginkan, sedangkan masalahnya fungsi-fungsi produk itu hanya bisa dimanfaatkan oleh sebagian penduduk terutama penduduk Hindu Bali.

Kata kunci: potensi, permasalahan, kerajinan anyaman bambu Abstract

This study aims to find basic data on the potential and problems of bamboo handicrafts in the village of Tri Pillars, relating to artisans, raw materials, production processes and products. In this study, to obtain the results in the form of findings as berikit: Potential artisan woven bamboo is the craftsman who pursue the craft woven with adequate skills, while the problem of existing artisans lack of creativity and lack of young people who became the successor of the craft; 2) the potential of the raw material is the availability of raw materials to meet the needs of crafters with quality "good", while the problem is less processed raw material with good craft; 3) the potential of the production process production process has been carried out systematically starting from the procurement of raw

(2)

materials, preservation and weaving processes, while the problem is the equipment used to produce a still traditional processed raw materials that are standard; 4) The potential results of a product is a product produced by artisans in accordance with the desired function, while the problem is that the product functions can only be utilized by most of the population is mainly Hindu population of Bali.

Keywords: potential, problems, bamboo craft

PENDAHULUAN

Gorontalo merupakan salah satu daerah yang mengimpor peroduk kerajinan dari luar, produk kerajinan tersebut membuat perajin kita mengabaikan potensi lokal untuk dikelola sebagai produk kerajinan yang bernilai seni, disatu sisi Gorontalo juga memiliki kerajinan anyaman bambu yang terdapat di Desa Tri Rukun. Kerajinan di daerah itu termasuk kerajinan yang kurang berkembang, tetapi ditinjau dari awal tumbuhnya sekitar tahun 1980, kerajinan tersebut tetap eksis sampai kini di kalangan masyarakat di daerah itu. Tentu keeksisan kerajinan tersebut didukung oleh berbagai potensi, dalam kerajinan itu juga tentunya terdapat berbagai permasalahan sehingga kerajinan itu kurang berkembang. Oleh karena itu, jika menginginkan kerajinan ini berkembang maka perlu ditemukannya masalah maupun potensi yang dimiliki kerajinan itu. Berdasarkan hal itulah penelitian ini dilakukan.

Pada tahun 2009, pemerintah Kabupaten Boalemo melalui program posdaya memberikan bantuan dana sebesar Rp. 2.500.000 yang diberikan kepada ketua pengelola posdaya di Desa Tri Rukun. Bantuan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk membantu perajin yang ada di desa tersebut, dalam mengembangkan kerajinan yang mereka produksi. Salah satu bidang kerajinan yang juga mendapatkan bantuan itu adalah kerajinan anyaman bambu.

Meskipun pemerintah telah berupaya membantu perajin untuk mengembangkan kerajinan yang ada di Desa Tri Rukun tersebut seperti di atas, kenyataannya sampai saat ini bantuan itu tidak memberikan dampak pada perkembangan kerajinan anyaman bambu yang ada di desa tersebut. Ternyata bantuan itu tidak sesuai dengan kebutuhan perajin untuk mengembangkan kerajinan anyaman bambu terkait dengan kreativitas perajin dan produk yang mereka hasilkan. Jika hal ini terus berkelanjutan, maka kerajinan anyaman tersebut dikhawatirkan akan punah.

Berdasarkan kenyataan itu, penelitian ini terfokus pada potensi dan permasalahan kerajinan anyaman bambu di desa tersebut sehingga memperoleh data-data yang akurat. Data-data tersebut berguna untuk menemukan strategi yang tepat dalam pengembangan kerajinan, sehingga bantuan-bantuan yang diberikan

(3)

pada perajin akan tepat sasaran dan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan perajin.

KAJIAN TEORETIS

Zebua (2012) menjelaskan bahwa kerajinan adalah keterampilan yang diwariskan secara turun-menurun oleh nenek moyang. Keterampilan lahir dari sifat rajin manusia, yaitu rajin dalam arti mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, dan dapat dikatakan juga sebagai keterampilan yang didapat dari keterampilan kerja.

Pengertian kerajinan menurut Kusnadi menjelaskan, Kunt Nijverheid dalam bahasa Belanda dapat diterjemahkan atau diartikan “seni” (Kunt) yang dilahirkan oleh sifat rajin, (Ijver) dari manusia. Lebih lanjut dijelaskan pembuatan seni kerajinan bukanlah oleh sifat rajin dalam arti Ijver (lawan dari malas), tetapi lahir dari sifat terampil atau kepringgelan tangan manusia. Makna rajin yang sesuai dengan seni kerajinan dalam arti rapi, terampil berdasarkan pengalaman kerja yang menghasilkan keahlian atau kemahiran kerja dalam profesi tertentu (dalam Berata, 2010: 64).

Kajian Tentang Anyaman Bambu

Chairani (dalam Zebua, 2012) menjelaskan bahwa anyaman dapat diartikan dengan setiap pekerjaan yang memakai cara silang atau susup menyusup antara satu iratan ke iratan yang lain. Anyaman merupakan hasil dari kegiatan menganyam. Sedangkan menganyam itu sendiri berarti menyilang-nyilang pita, lidi, pandan atau bahan lain yang dapat dikerjakan untuk menganyam. Dalam pekerjaan manganyam diperlukan adanya keahlian khusus serta kecepatan tangan Si Pembuat.

Menurut Margono (1997: 6), bahan yang digunakan untuk anyaman bambu adalah bambu tali, karena mempunyai ruas panjang berserat padat dan kuat. Bambu yang terlalu tua kurang baik untuk bahan anyaman, karena mudah patah dan pecah. Sedangkan bambu yang terlalu muda juga kurang baik, sebab rautan akan mengkerut, sehingga akan menghasilkan anyaman yang tidak rapat.

Menurut Sulistyowati dkk dalam buku yang berjudul Pengawetan Kayu dan Bambu menjelaskan bahwa, belum ada metode yang baku yang dapat dijadikan standar pengewetan bambu. Kemudian dijelaskan beberapa cara pengawetan bambu yaitu: 1) perendaman bambu dalam air yang bertujuan untuk mencegah serangan kumbang bubuk pada bambu yang digunakan untuk bahan bangunan, dilakukan selama 1-3 bulan dan bahkan mencapai satu tahun; 2) pengawetan bambu menggunakan metode Boucherie yakni menggunakan cairan pengawet untuk melindungi bambu dari serangan kumbang bubuk, dilakukan selama 1-3 jam; 3) pengawetan bambu dengan metode pemanasan (perebusan/pengasapan), perebusan pada suhu 1000C jika dilakukan selama satu

(4)

jam cukup efektif untuk mengurangi serangan kumbang bubuk; 4) pengawetan bambu dengan minyak solar dilakukan dengan cara memasangkan tabung yang berisi minyak solar pada bagian ujung bambu yang telah dipotong dan diberdirikan terbalik, metode ini menggunakan gravitasi untuk membantu solar menekan keluar cairan yang ada pada bambu dan memakan waktu selama satu minggu (Sulistyowati, dkk, 1997: 53-60). Berbagai cara pengawetan dalam buku ini berguna untuk memudahkan peneliti, dalam mengumpulkan data yang terkait tentang pengawetan bambu yang dilakukan oleh perajin di Desa Tri Rukun.

Penelitian sebelumnya tentang sifat-sifat finishing anyaman bambu tali telah dilakukan oleh Gunawan (2008). Dalam penelitian itu sistem finishing yang diaplikasikan adalah: sistem vernis menggunakan copal vernish yang diaplikasikan dengan mesin gun sprayer; sistem nitroselulosa menggunakan

sanding sealer dan meuble lack; sistem melamin menggunakan melamine sanding sealer dan melamine lack. Sehingga menghasilkan tampilan keindahan serat

bambu secara alami. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi acuan dan sangat inspiratif dalam pengembangan produk kerajinan yang dilakukan oleh peneliti, karena produk kerajinan anyaman bambu di Desa Tri Rukun juga perlu diaplikasikan dengan sistem finishing.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertempat di Desa Tri Rukun kecamatan Wonosari kabupaten Boalemo karena di daerah itu mempunyai perajin anyaman bambu yang masih aktif memproduksi produk anyamannya sampai saat ini. Selain itu kerajinan anyaman bambu yang ada di daerah itu belum diketahui keberadannya oleh masyarakat luas, sehingga tempat tersebut dianggap tepat untuk dilakukannya penelitian ini.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan format studi kasus, karena peneliti melibatkan diri untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap subjek dan objek penelitian guna memperoleh data yang lebih akurat.

subjek penelitian adalah seni kerajinan anyaman bambu di Desa Tri Rukun, sementara objek penelitian adalah potensi dan permasalahan pada kerajinan tersebut yang meliputi: 1) Kondisi perajin di desa tersebut dengan variabel: jumlah perajin, umur/usia, pendidikan, keahlian; 2) Bahan baku kerajinan anyaman bambu dengan variabel yang meliputi: Jenis bambu, ketersediaan bambu, dan kwalitas bambu; 3) Proses produksi dengan variabel meliputi: cara pengolahan bahan baku, dan cara menganyam; 4) Hasil produk kerajinan dengan variabel yang meliputi: jenis produk dan cara pemasaran.

(5)

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara : 1) Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang potensi bahan baku yang berupa bambu, data proses produksi, data jenis produk; 2) Wawancara digunakan peneliti untuk mengenali data yang menyangkut: jumlah perajin, umur, pendidikan, keahlian, dan jenis produk yang dihasilkan, serta untuk mengenali permasalahan-permasalahan yang dialami perajin, terkait dengan pengembangan kerajinan anyaman bambu; 3) pengujian digunakan untuk menguji kwalitas bahan (bambu) sebagai bahan baku produk kerajinan anyaman; 4) Metode kepustakaan digunakan untuk menggali data-data sekunder melalui penelusuran terhadap sumber-suumber tertulis, untuk memperkuat hasil analisis. Data-data yang berhasil dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis interaktif, mengikuti model analisis data Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 246-253), yakni reduksi data, display data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan (dalam Sudana, 2011:14). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Desa Tri Rukun adalah tempat keberadaan kerajinan anyaman bambu yang ada di Gorontalo, dengan luas wilayah sekita 456,25 ha/m2 yang terdiri dari dataran tinggi/pegunungan, perbukitan dan dataran rendah (Profil Desa Tri Rukun 2012). Jarak dari kota Gorontalo ke tempat kerajinan anyaman bambu di Desa Tri Rukun sangat jauh, dan memakan waktu yang cukup lama jika ditempuh dengan kendaraan bermotor.

Sebagian besar (501 orang) atau 49,6% dari 1.009 penduduk Desa Tri Rukun berusia antara 19-50 tahun, yang merupakan yang merupakan usi produktif atau usia kerja. Meskipun diantara penduduk berusia produktif itu 249 orang adalah laki-laki, akan tetapi terdapat 252 orang kaum perempuan. Karena profesi kerajinan anyaman bambu sebagian besar ditekuni oleh kaum perempuan, maka jumlah penduduk di Desa Tri Rukun yang tergolong usia produktif tersebut sangat potensial untuk terjun menjadi perajin bambu yang bisa diupayakan melalui pelatihan-pelatihan.

Potensi dan Permasalahan Perajin Anyaman Bambu

Pendidikan bukan faktor penentu seseorang untuk belajar membuat anyaman bambu, melainkan kemauan dan kesungguhan yang mampu menjadikan seseorang sebagai perajin aktif (Ni Ketut Lestari. Wawancara: selasa 11 februari 2014: jam 11.25 wita). Pendapat ini membenarkan bahwa seseorang yang tidak berpendidikan sekalipun dapat menjadi perajin anyaman bambu, berbeda halnya dengan pekerjaan lain seperti perkantoran yang memerlukan ijazah dan skil yang dimiliki dan biasanya melalui proses testing untuk dapat bekerja.

(6)

Terkait dengan tingkat pendidikan para perajin anyaman bambu di Desa Tri Rukun disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1: Daftar Perajin Anyaman Bambu Di Desa Tri Rukun

Sumber: Hasil wawancara (11 Februari 2014)

Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penduduk di Desa Tri Rukun mencapai 1.009 jiwa (Profil Desa Tri Rukun 2012), jika dibandingkan dengan jumlah perajin yang hanya 6 orang saja, dapat disimpulkan bahwa profesi sebagai perajin anyaman bambu masih mempunyai banyak peluang dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti petani ataupun buruh. Selain itu, keberadaan perajin meskipun dalam jumlah kecil merupakan potensi yang mendukung kelestarian kerajinan bambu sampai saat ini.

Dapat digambarkan kondisi perekonomian perajin tersebut masih dalam kategori tidak mampu (miskin), sehingga tidak menutup kemungkinan mereka kesulitan dalam permodalan ataupun pemasaran produk anyamannya. Jika ditinjau dari faktor umur/usia, perajin anyaman bambu yang ada di Desa Tri Rukun sudah tergolong tua (diatas 35 tahun), dampaknya yaitu dapat mengakibatkan kerajinan ini punah karena tidak adanya generasi muda yang menjadi penerus seni kerajinan ini.

Tidak menutup kemungkinan dalam sebuah usaha kerajinan, produk yang dihasilkan dapat diterima dikalangan masyarakat luas yang dapat mengakibatkan perajin berputus asa dan meninggalkan seni kerajinan kemudian memilih pekerjaan lain yang lebih dibutuhkan dikalangan masyarakat. Selain itu, pendidikan para perajin jelas merupakan masalah terhadap kurang berkembangnya kerajinan bambu di Desa Tri Rukun, dalam menumbuhkan kreativitas guna melahirkan produk-produk anyaman yang baru

Nama Jenis kelamin Umur/ usia Tingkat pendidikan Keahlian Ni Nyoman Wage Perempuan 47 Thn SD Membuat anyaman

Sokasi

Ni Nengah Kari Perempuan 62 Thn Tidak sekolah

Membuat anyaman

Sok

Ni Ketut Adi Perempuan 52 Thn SD Membuat anyaman

Sok

Ni Ketut Lestari Perempuan 35 Thn SD Membuat anyaman

Sokasi Sang Guru Taman Laki-laki 72 Thn Tidak sekolah Membuat anyaman Guwungan

I Kadek Mustra Laki-laki 48 Thn SD Membuat anyaman

(7)

Potensi dan Permasalahan Bahan Baku

Seni kerajinan anyaman bambu yang terdapat di Desa Tri Rukun hanya menggunakan bambu tali sebagai bahan baku anyaman, yang pada awalnya merupakan pemanfaatan tanaman yang hidup di pekarangan rumah warga. Dalam arti bahwa pada awalnya pemanfaatan bambu sebagai kebutuhan adat istiadat bertambah fungsi menjadi bahan baku anyaman bambu. Bambu yang tumbuh dan berkembang di Desa Tri Rukun merupakan jenis tumbuhan yang ditanam langsung oleh warga. Berdasarkan hasil observasi, tercatat bahwa di dusun Damai terdapat 17 kepala keluarga yang mempunyai tanaman bambu di area pekarangan rumah warga. Jika dibandingkan dengan jumlah perajin di Desa Tri Rukun yang berjumlah 6 perajin, maka tanaman bambu di dusun Damai saja sudah sangat mencukupi kebutuhan perajin akan bambu.

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara (24 Mei 2014) kepada beberapa masyarakat yang ada di Desa Tri Rukun, terdapat 4 (empat) jenis bambu yang hidup di pekarangan atau di area perkebunan warga. Adapun jenis bambu yang dimaksudkan adalah bambu tali, bambu petung, bambu ampel, dan bambu hutan. Adanya berbagai jenis bambu yang tumbuh di Desa Tri Rukun merupakan potensi besar bagi pengembangan kerajinan bambu di desa itu, beberapa jenis bambu itu bisa dimanfaatkan untuk mengaplikasikan beragam jenis dan fungsi produk kerajinan bambu.

Ni ketut Lestari mengungkapkan bahwa tanaman bambu yang Ia miliki saja sudah mencukupi kebutuhan dalam membuat anyaman bambu, hanya saja bambu kerap kali dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti kebutuhan adat istiadat dan pemanfaatan untuk bangunan rumah. Sehingga jika Ia mendapat pesanan yang banyak, sering meminta bambu kepada tetangganya (Ni Ketut Lestari. Wawancara: selasa 14 Mei 2014: jam 14.34 wita). Dari informasi ini bisa ditegaskan, bahwa keberadaan tumbuhann bambu di Desa Tri Rukun tidak hanya digunakan sebagai bahan baku anyaman, akan tetapi sebagian dimanfaatkan untuk keperluan adat. Hal ini menjadi masalah bagi perajin ketika mereka mendapat pesanan dalam jumlah banyak.

Hasil pengujian terhadap iratan bambu memperoleh data bahwa keseluruhan iratan yang dijadikan sampel dalam pengujian dapat dilengkungkan mencapai 1 cm dan 0,5 cm dan dapat dikategorikan iratan bambu tersebut berkwalitas. Tetapi pada sampel terakhir yakni iratan bambu yang merupakan lapisan bagian dalam buluh bambu, pada saat dilengkungkan mencapai diameter 0,5 cm, kondisi bambu dalam keadaan rusak (patah). Hasil pengujian ini menunjukkan, bahwa tidak semua bagian bambu bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan anyaman yang berkwalitas. Hal ini merupakan masalah, apabila perajin hendak memproduksi produk anyaman yang berkwalitas, karena penggunaan bagian dalam bambu sebagai bahan baku akan menghasilkan kwalitas anyaman yang lebih rendah.

(8)

Potensi dan Masalah Proses Produksi

pengolahan bambu dilakukan secara manual, bambu dipotong-potong pada setiap buku, biasanya panjang ruas buku bambu tali 30 cm sampai 50 cm. Buluh bambu yang telah dipotong-potong kemudian dikupas miyangnya dan dibelah dengan ukuran lebar 0,5 dan 1 cm. Pembelahan buluh bambu dilakukan dua kali, pembelahan kedua disebut dengan nyebit (dibelah halus) oleh perajin yang ada di Desa Tri Rukun. Buluh bambu yang dibelah halus dengan ukuran tebal ≥1 mm, yang biasanya disebut dengan iratan bambu.

Dari hasil pengamatan peneliti dalam proses pembelahan yang dilakukan perajin, iratan yang dibelah tidak mempunyai ketebalan yang sama yang akan berpengaruh pada proses menganyam karena iratan bambu yang terlalu tebal relatif kurang lentur. Buluh bambu yang telah dibelah halus menjadi iratan-iratan bambu, kemudian direbus menggunakan panci selama sekitar 30 menit dengan air dalam keadaan mendidih. Setelah itu iratan bambu dijemur dipekarangan rumah perajin, dengan waktu selama kurang lebih 12 jam. Selanjutnya Perajin anyaman bambu yang ada di Desa Tri Rukun mewarnai iratan hanya setengah dari panjang keseluruhan iratan, untuk mendapatkan kombinasi warna yang indah sehingga warna asli dari bambu tetap terlihat. Warna-warna yang sering dimunculkan adalah warna merah, biru dan hijau.

Setelah bahan baku yang berupa iratan siap anyam seperti yang telah diuraikan dipersiapkan, mulailah pada proses produksi. Beberapa teknik atau cara yang selama ini diterapkan oleh perajin seperti nampak, mucuin, mungkungin dan

ngetepin. Proses yang dilakukan secara tradisional yang merupakan warisan dari

orang tua mereka. Upaya-upaya tersebut tentu merupakan potensi dalam pengembangan kerajinan anyaman bambu untuk menghasilkan produk anyaman yang lebih baik dan berkwalitas.

Dalam proses produksi, perajin kurang teliti dalam melakukan pembelahan sehingga menghasilkan ketebalan iratan yang berbeda. Pewarnaan iratan pada bagian yang diinginkan juga tidak rata sehingga masih terlihat warna dasar bambu, yang dapat menghasilkan produk anyaman yang kurang rapi. Penggunaan iratan yang merupakan lapisan bagian dalam buluh bambu, akan menghasilkan produk anyaman yang relatif mudah diserang kumbang pelapuk. Hal-hal yang dijelaskan di atas adalah masalah dalam proses produksi dan dapat mempengaruhi perkembangan ataupun keeksissan kerejinan tersebut.

Potensi dan Permasalahan Hasil Produksi

Produk anyaman yang dihasilkan perajin beragam, seperti sokasi,

lumpian, wakul dan guwungan. Perajin juga telah menerapkan beberapa motif

seperti motif sasak, ulat sabuk, kekejer mepalu, dan berhasil menciptakan motif baru yaitu motif bunga matahari. Adanya produk yang beragam dan penerapan motif tersebut merupakan potensi yang perlu dikembangkan melalui

(9)

pelatihan-pelatihan yang mendukung pengembangan kerajinan ini, sehingga perajin dapat lebih kreatif untuk menciptakan produk ayaman lainnya. Harga produk yang bervariasi dan proses pemasaran melalui pemesanan juga merupakan potensi karena konsumen dapat memilih produk dan dapat memesan sesuai dengan kemampuan konsumen tentunya berdasarkan kesepakatan.

Produk anyaman yang dihasilkan perajin di Desa Tri Rukun bersifat monoton karena perajin membuat berdasarkan pesanan, produk anyaman yang dipesan konsumen juga hanya merupakan jenis produk yang dipesan sebelumnya. Produk yang dibuatpun tidak lepas dari fungsinya sebagai perlengkapan adat istiadat, hal itu merupakan masalah yang memberi dampak yang menjadikan kerajinan tersebut tidak berkembang. Selain itu, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada proses pemasaran yaitu tidak adanya pasar seni di daerah Gorontalo dan tidak ada tengkulak yang menampung produk anyaman perajin. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Potensi perajin anyaman bambu adalah adanya perajin yang menekuni kerajinan anyaman dengan keterampilan yang memadai, dengan kemauan dan ketekunan yang kuat menjadikan kerajinan tersebut tetap tumbuh di daerah itu. Permasalahan yang terjadi adalah perajin yang ada kurang memiliki kreativitas dan dengan jumlah yang relatif kecil yaitu 6 orang dan belum adanya generasi muda yang menjadi penerus kerajinan tersebut.

Potensi bahan baku adalah ketersediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan perajin dengan kwalitas “baik”. Sedangkan permasalahannya bahan baku yang ada justru sebagian besar dimanfaatkan untuk keperluan adat masyarakat Hindu dan bahan baku kerajinan kurang diolah dengan baik.

Potensi proses produksi adalah proses produksi telah dilakukan secara sistematis mulai dari penyediaan bahan baku, pengawetan dan proses anyam. Masalahnya adalah peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional sehingga menghasilkan olahan bahan baku yang bersifat standar.

Potensi hasil produksi adalah produk yang dihasilkan perajin seperti

sokasi, sok, guwungan, lumpian dan wakul, telah sesuai dengan fungsi yang

diinginkan. Maslahnya adalah fungsi-fungsi produk itu hanya bisa dimanfaatkan oleh sebagian penduduk terutama penduduk Hindu Bali, sedangkan penduduk lainnya kurang mampu menggunakan fungsi itu akibatnya jumlah konsumen menjaddi terbatas.

Dari temuan-temuan tersebut apabila kerajinan tersebut ingin dikembangkan maka kreativitas perajin perlu ditingkatkan dan mendorong generasi muda untuk terjun keindustri kerajinan. Untuk penyediaan bahan baku perlu dibudidayakan pohon bambu untuk memenuhi kebutuhan perajin dan pemanfaatan jenis bambu lainnya. Dari segi proses produksi, perlu diadakan

(10)

peralatan modern baik secara mandiri ataupun melalui pemerintah, fungsi produk perlu diperluas sehingga bisa diapresiasi konsumen, suku dan masyarakat lainnya Saran

Berdasarkan temuan dan simpulan yang telah diuraikan di atas, peneliti mengemukakan saran-saran seperti perajin hendaknya menciptakan produk baru yang lebih kreatif dan pemanfaatannya tidak terikat pada keperluan adat istiadat, sehingga keberadaan anyaman tersebut tetap eksis dikalangan masyarakat luas. Untuk menambah ketertarikan konsumen terhadap produk anyaman. perajin perlu mengaplikasikan bahan finishing yang lebih memberi kesan warna alami yang tidak menutupi warna asli dari bambu. Bahan yang dapat diterapkan seperti vernis dan jenis cat melamin. Pemerintah dalam berupaya membantu untuk mengembangkan kerajinan ini, hendaknya lebih memperhatikan seni kerajinan anyaman bambu yang terdapat di Desa Tri Rukun, serta dalam memberikan bantuan dapat diberikan secara langsung kepada perajin.

DAFTAR PUSTAKA

Berata, I Made. 2010. Macam dan Jenis Seni Kerajinan di Kabupaten Kelungkung. Prabangkara. 13(16): 60-82

Gunawan. 2008. Kajian Sifat-sifat Finishing Bambu Tali. Bandung.

Margono, G. 1997. Keterampilan Anyaman Bambu dan Rotan. PT Pabelan Cerdas Nusantara. Magetan.

Profil Desa Tri Rukun tahun 2012. Dokumen tidak diterbitkan

Sudana, I Wayan. 2011. Potensi dan Permasalahan Kerajinan Keramik Gerabah di Desa Tenilo Kota Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian Dasar Keilmuan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Sulistyowati, Ani., Yanuar Nugroho, dan Anton Waspo. 1997. Pengawetan Kayu

dan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Zebua, Ardin. 2012. Peningkatan Kemampuan Menganyam Dasar Menggunakan Metode Pembelajaran Tutor Sebaya Di Kelas VII SMP Negeri Binjai. Skipsi (Online). http://digilib.unimed.ac.id.

Informan

Gambar

Tabel 1: Daftar Perajin Anyaman Bambu Di Desa Tri Rukun

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga bertujuan men supaya bank syariah dapat meningkatkan kualitas pelayanannya kepada para nasabahnya guji hubungan kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah dengan

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Hal ini dikarenakan profit atau laba yang tinggi menunjukkan bahwa prospek perusahaan baik di masa depan serta akan dianggap investor sebagai jaminan untuk

Berdasarkan aspek yang digunakan dalam pembelajaran jarak jauh mengalami peningkatan di setiap aspek sehingga dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran menggunakan

(1) Jika Kesatuan atau MPP atau sesuatu badan pelajar yang ditubuhkan di bawah seksyen 58 menjalankan urusannya secara yang, pada pendapat Naib Canselor, boleh merosakkan

18 Moh.. peserta didiknya sesuai dengan kondisi dan karakteristiknya mereka masing- masing. Sementara itu, ruangan kelas berfungsi sebagai ruang pembelajaran, sehingga

Linguistik hams lebih banyak memusatkan pada kajian teks-teks yang aktual, teks yang dihasilkan dalam perebutan komunikatif, teks yang selalu terkait dengan

Biasanya firewall akan mencek no IP Address dan juga nomor port yang di gunakan baik pada protokol TCP dan UDP, bahkan bisa dilengkapi software untuk proxy yang akan menerima dan