• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mitigasi Bencana Gempa Bumi di Wilayah DIY Melalui Sosialisasi Zonasi Gempa dan Pelatihan Perencanaan serta Pengendalian Mutu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mitigasi Bencana Gempa Bumi di Wilayah DIY Melalui Sosialisasi Zonasi Gempa dan Pelatihan Perencanaan serta Pengendalian Mutu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT REGULER

JUDUL : MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH DIY MELALUI SOSIALISASI ZONASI GEMPA DAN PELATIHAN PERENCANAAN SERTA PENGENDALIAN MUTU STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA DENGAN MENGOPTIMALKAN POTENSI BAHAN LOKAL

A. ANALISIS SITUASI

Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY) dan Jawa Tengah bagian selatan (Klaten) mengalami bencana gempa bumi dahsyat

yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006. Gempa bumi dangkal yang berkekuatan 6,3 skala

Richter tersebut menelan lebih dari 6000 korban jiwa dan menghancurkan ribuan rumah

hunian, bangunan sekolah maupun berbagai infrastruktur penting lainnya.

Wilayah Republik Indonesia memang telah diketahui sebagai daerah rawan gempa,

karena di sepanjang kepulauan nusantara ini terbentang pertemuan tiga lempeng utama

bumi, yaitu: lempeng euroasia, indoaustralia dan lempang pasifik. Aktifitas pergerakan

lempeng-lempeng bumi jelas membuat wilayah Indonesia menjadi daerah yang sangat

rawan dilanda gempa, kondisi ini kian diperparah dengan adanya patahan-patahan

setempat dan tingginya aktifitas vulkanik di Indonesia. Kondisi inilah yang dihadapi

masyarakat DIY dan Jawa Tengah bagian selatan, keberadaaan “garis maut jawa bagian

selatan” atau “Sesar Opak” yang terbentang dari Kecamatan Kretek di Kabupaten Bantul

sampai di Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dan juga keberadaan Gunung Merapi

sebagai salah satu gunung api teraktif di dunia merupakan ancaman berantai yang

sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya gempa bumi.

Banyaknya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang terjadi pada saat terjadinya

Gempa “27 Mei 2006” bukan disebabkan kurangnya standar acuan perencanaan yang

berhubungan dengan perencanaan struktur tahan gempa, melainkan karena kurangnya

pemahaman masyarakat tentang konsep-konsep perencanaan bangunan tahan gempa.

Beton bertulang merupakan jenis struktur bangunan yang paling dominan digunakan di

seluruh wilayah Indonesia mengingat murahnya biaya konstruksi yang harus dikeluarkan,

tetapi teknologi konstruksi ini menjadi bumerang yang memakan banyak korban jiwa dan

(2)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

bertulang yang benar. Diterbitkannya standar-standar perencanaan di Indonesia yaitu SNI

03-1726-2002 tentang peraturan perencanaan beban gempa untuk bangunan gedung dan

SNI 03-2837-2002 tentang peraturan perencanaan struktur beton bertulang tidak diikuti

dengan sosialisasi yang memadai, sehingga sampai saat ini kedua peraturan ini hanya

banyak dibicarakan di jenjang pendidikan tinggi (universitas) khususnya di kalangan para

ahli struktur.

Kesenjangan penguasaan teknologi konstruksi jelas terlihat antara para akademisi

di tingkat perguruan tinggi dengan para pelaksana pekerjaan konstruksi di lapangan

(kontraktor) dan para guru tingkat Sekolah Menengah kejuruan (SMK) yang diharapkan

untuk menghasilkan lulusan yang bekerja sebagai pelaksana di lapangan. Berdasarkan hasil

pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan, ternyata mayoritas para pelaksanan

pekerjaan konstruksi di lapangan dan guru-guru SMK bangunan di DIY belum memahami

bahkan belum mengenal kedua peraturan terbaru tersebut. Teknologi bangunan tahan

gempa sampai saat ini tidak tersentuh dalam kurikulum SMK bangunan, bahkan konsep

praktis bangunan tahan gempa tidak dikuasai dengan benar, sehingga lulusan SMK yang

mestinya bekerja sebagai pelaksana tidak dapat menerjemahkan dengan benar

gambar-gambar detail perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan acuan bangunan tahan gempa.

Berdasarkan kenyataan yang dihadapi saat ini, maka sudah selayaknya jika para staf

akademik di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik,

Universitas Negeri Yogyakarta yang merupakan institusi pendidikan tinggi berakar

kependidikan dengan ditunjang kemampuan sumber daya manusia yang memadai dalam

bidang teknik struktur, diharapkan dapat tampil sebagai pelopor untuk menjembatani

kesenjangan pengusaan teknologi tersebut melalui kegiatan pengabdian kepada

masyarakat.

Sasaran utama program ini adalah para pelaksanan pekerjaan konstruksi di

lapangan dan guru-guru SMK Bangunan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan

penetapan sasaran ini adalah (1) Para pelaksana konstruksi di lapangan (kontraktor)

merupakan pihak yang sangat menentukan kualitas bangunan yang dihasilkan, (2) Guru

merupakan ujung tombak bagi murid khususnya serta masyarakat pada umumnya yang

berkaitan dengan pembelajaran dan penyebarluasan teknologi, (3) Daerah Istimewa

(3)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

penggunaan beton bertulang sebagai struktur utama bangunan sehingga perlu dilakukan

sosialisasi dan transformasi teknologi kegempaan yang memadai, (4) Universitas Negeri

Yogyakarta merupakan sebuah universitas berbasis kependidikan yang harus tampil

sebagai pelopor dalam pemberdayaan dan transfer teknologi bagi dunia industri dan

sekolah menengah kejuruan di Daerah Istimewa Yogyakarta, (5) Universitas Negeri

Yogyakarta perlu menyebarluaskan hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan kualitas bangunan sesuai standar yang diberlakukan.

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Resiko Bencana Gempa Bumi

Pada umumnya penilaian tentang tingkat resiko gempa bumi terhadap keberadaan

struktur bangunan sipil lebih ditujukan pada jenis bangunan tertentu tidak hanya pada satu

bangunan secara individual. Resiko gempa bumi memberikan gambaran tentang kuantitas

yang memberikan gambaran tentang kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi akibat

adanya bencana gempa bumi dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait.

Menurut Gavarini (2001), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penilaian resiko

gempa bumi terdiri dari 3 faktor utama yaitu, tingkat bahaya gempa pada suatu lokasi,

tingkat kerawanan struktur bangunan serta nilai sosial ekonomi yang melekat pada

bangunan tersebut. Bangunan-bangunan sekolah yang merupakan prasarana pendidikan

dalam rangka peningkatan kualitas generasi muda, sangat penting untuk dikaji

keberadaannya terhadap kemungkinan bencana gempa bumi yang sering terjadi di

Indonesia sebagai wilayah kepulauan dengan aktifitas seismic dan vulkanik yang cukup

tinggi.

Menurut Surono (2005), masalah-masalah utama dalam bidang kegempaan yang saat

ini dihadapi oleh masyarakat Indonesia antara lain: (1) Tingkat kerentanan kejadian

dinamika geologi destruktif di suatu wilayah (letusan gunung api, gempa bumi, tsunami

serta gerakan tanah) dapat dipelajari dan diketahui (dengan pasti), tetapi hingga saat ini

belum tersedia teknologi yang mampu menjawab dengan pasti perkiraan waktu kejadian

dan besarnya daya rusak yang dapat ditimbulkan, (2) Tanggapan masyarakat terhadap

bencana alam masih cenderung bersifat reaktif (bereaksi setelah terjadinya bencana) dari

(4)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

Masih banyak masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana, tetapi belum

memahami tata cara penanggulangan dan mitigasinya, (4) Sosialisasi tentang

penanggulangan dan mitigasi bencana (sebelum terjadi bencana) di wilayah yang tergolong

rawan tetapi belum pernah mengalami bencana, kurang mendapatkan respon yang positif

dari masyarakat setempat.

a. Tingkat Bahaya Gempa Bumi

Gambaran tentang aktifitas seismic yang terjadi pada suatu wilayah dapat dilihat

pada peta pembagian wilayah gempa yang dikeluarkan oleh badan yang berkompeten

misalnya Badan Meteorologi dan Geofisika. Peta tersebut membagi-bagi wilayah

berdasarkan satu atau lebih parameter yang menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi

pada suatu lokasi dengan kala ulang tertentu. Tingkat kerusakan akibat bencana gempa

bumi dapat dinyatakan dalam bentuk fenomena kerusakan secara fisik (skala Mercalli,

Modified Mercalli), atau parameter yang mewakili aktifitas getaran tanah. Tinjauan

kekuatan gempa bumi untuk keperluan perancangan struktur mengacu pada percepatan

tanah maksimum atau peak ground acceleration (PGA) sebagai parameter tunggal yang

mewakili tingkat kerusakan terjadi pada sistem struktur, sehingga pemetaan yang

diperlukan adalah pembagian wilayah menurut besarnya PGA dengan kala ulang tertentu.

b. Tingkat Kerawanan Struktur

Tingkat kerawanan yang dimaksud adalah tingkat kerusakan yang mungkin terjadi

pada suatu jenis struktur bangunan akibat pergerakan tanah yang ditimbulkan oleh adanya

gempa bumi. Pada dasarnya struktur bangunan dapat dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu Non Engineered Structures (NES) dan Enginered Structures (ES). NES adalah jenis

bangunan yang didirikan tanpa memperhitungkan beban-beban yang akan bekerja sehingga

kekuatan dan kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, sedangkan ES

merupakan bangunan yang dirancang dan digambar secara detail dengan memperhitungkan

berbagai macam beban struktural termasuk di dalamnya beban gempa, sehingga kelompok

ini memiliki tingkat resiko keruntuhan lebih kecil.

c. Nilai Sosial Ekonomi Bangunan

Faktor resiko yang ketiga ini berhubungan erat dengan jumlah manusia yang

(5)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

dalamnya, baik ditinjau dari sudut pandang ekonomi/material maupun kebudayaan.

Dengan kata lain seberapa besarkah kontribusi bangunan tersebut bagi kepentingan hidup

masyarakat yang ada di sekitarnya ?

2. Dampak Gempa Bumi

Berbagai fenomena alam yang dapat dijumpai sebagai akibat terjadinya gempa bumi,

diantaranya:

a. Getaran Bumi

Pada saat terjadi gempa bumi, gelombang gempa dirambatkan dari sumber kejadian

ke permukaan bumi. Pada saat gelombang ini mencapai permukaan, maka terjadilah

getaran-getaran bumi yang berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit.

Kekuatan dan lamanya getaran pada suatu lokasi tertentu, tergantung dari besaran dan

jaraknya ke pusat gempa serta karakteristik lokasi itu sendiri. Meskipun mayoritas

gelombang itu dirambatkan melalui batuan, tetapi bagian terakhir pada saat mencapai

permukaan, media rambatan yang digunakan adalah tanah sehingga karakteristik tanah

tersebut akan berfungsi sebagai “penyaring” dari gelombang gempa. Pada lokasi yang

berdekatan dengan pusat gempa, getaran-getaran yang terjadi dapat mengakibatkan

kerusakan berat pada struktur sipil di atasnya.

b. Sesar, patahan/Graben

Pada saat gempa dan pelepasan energi, patahan yang telah ada akan bergeser

sehingga struktur di atas patahan akan mengalami deformasi yang amat besar.

Kadang-kadang menimbulkan graben dan amblesan yang cukup dalam sehingga kerusakan

infrastruktur tidak dapat dihindari.

c. Perubahan Morfologi dan Elevasi Muka Bumi

Gempa tidak jarang menimbulkan perubahan morfologi dan elevasi muka bumi.

Terjadinya amblesan dan longsoran besar dapat secara drastis menyebabkan perubahan

bentuk muka tanah.

d. Longsoran

Gempa yang kuat dapat mengakibatkan longsoran pada lereng-lereng yang labil

maupun pada konstruksi tanah yang masih baru. Longsoran ini sangat mungkin terjadi

(6)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

e. Liquefaction

Liquifaksi merupakan fenomena terjadinya pembuburan pada tanah, pada peristiwa

ini getaran akibat gempa menyebabkan naiknya tekanan air pori di dalam tanah sehingga

tanah kehilangan kuat gesernya dengan demikian juga kehilangan daya dukungnya. Tanah

akan mengalir ke permukaan menyebabkan bangunan terangkat dan tenggelam setelah

peristiwa itu, sedangkan lereng akan mengalir. Karena fenomena ini terjadi pada pasir yang

jenuh, maka pada umumnya daerah yang mengalami liquifaksi adalah sekitar sungai atau

pantai. Fenomena liquifaksi biasanya diserta dengn sand boil di permukaan tanah, hal ini

menunjukkan terjadinya tekanan air pori yang sangat tinggi di bawah tanah.

f. Tsunami

Tsunami merupakan fenomena di permukaan bumi dimana air laut naik akibat

pergerakan dasar laut dalam arah vertikal. Pada umumnya saat di laut hanya berkisar satu

meter, tetapi bilamana gelombang ini masuk ke daratan yang dangkal dan menyempit

maka kana terjadilah tsunami. Gempa di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 merupakan

gempa disertai tsunami yang disebabkan pergerakan lempeng di pantai barat sumatra

disertai gelombang pasang air laut yang mengakibatkan jumlah korban jiwa lebih dari

100.000 orang dan merupakan bencana terbesar dalam 100 tahun terakhir ini.

3. Faktor Penyebab Kerusakan Struktur

Penyebab kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan setelah terjadinya gempa

bumi, dapat dikelompokkan ke dalam tiga karakteristik utama yaitu:

a. Kekuatan dan Durasi Gempa

Ukuran gempa yang dapat langsung mempengaruhi struktur bangunan adalah

intensitas lokal gempa, yaitu besarnya percepatan maksimum permukaan tanah (PGA) di

daerah yang dilanda gempa. Besar (intensitas) percepatan tanah pada saat dilanda gempa

tidak sama di satu tempat dengan tempat yang lain, karena semakin jauh dari sumber

gempa percepatan maksimum permukaan tanah akan semakin kecil. Intensitas lokal gempa

di suatu daerah tergantung pada energi gempa dan jarak hiposenter. Terjadinya gempa

bumi yang lebih lama durasinya tentu akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah pada

(7)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

b. Kondisi Geologi dan Tanah Setempat

Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi geologi dan tanah setempat sangat

mempengaruhi gerakan permukaan tanah saat dilanda gempa. Wilayah Indonesia secara

geologis merupakan pertemuan empat lempeng utama lapisan lithosphere yaitu lempeng

Pasifik, India-Australia, Eurasia dan lempeng lautan philipina, selain itu Indonesia juga

menjadi daerah bertemunya dua jalur gempa, yaitu Circum Pasific Earthquake Belt dan

Trans Asiatic Earthquake Belt, dengan tingginya aktifitas seismic dan vulkanik maka

kepulauan Indonesia termasuk salah satu wilayah dengan tingkat resiko gempa cukup

tinggi di dunia. Peta pembagian wilayah gempa di Indonesia disusun berdasarkan

kemungkinan besarnya percepatan tanah maksimum dengan kala ulang tertentu. Dalam

tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (SNI 03-1726-2002),

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, di mana Wilayah Gempa 1 adalah

wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan

paling tinggi. Respon spektrum pada suatu wilayah gempa selain dipengaruhi oleh kondisi

geologis juga sangat tergantung pada kondisi tanahnya, semakin keras lapisan tanah yang

ada maka akan semakin kecil percepatan permukaan tanah yang terjadi sehingga semakin

kecil juga resiko kerusakan pada struktur bangunan.

c. Sistem Struktur dan Kualitas Bangunan

Struktur tahan gempa merupakan struktur yang terletak di daerah rawan gempa yang

dirancang untuk mampu menahan beban lateral-inersial yang mungkin terjadi, dalam

perancangan struktur juga perlu diperhitungkan keseimbangan antara kekakuan dan

pelesapan energi. Filosofi bangunan tahan gempa adalah pada saat terjadi gempa kecil

tidak boleh terjadi kerusakan apapun pada bangunan, pada saat gempa berkekuatan

menengah bagian non struktur boleh terjadi kerusakan tetapi tidak boleh terjadi kerusakan

pada bagian struktural, sedangkan pada saat terjadi gempa besar boleh terjadi kerusakan

pada bagian struktur tetapi tidak boleh terjadi keruntuhan agar tidak terdapat korban jiwa.

Bangunan berbentuk asimetris yang tidak direncanakan dengan baik untuk

menghadapi gempa, bisa dipastikan akan mengalami kerusakan cukup parah. Penambahan

bracing pada suatu bangunan bisa membantu kestabilan bangunan pada saat terjadi gempa,

sedangkan bangunan yang memiliki soft storey terutama pada lantai pertama dapat

(8)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

untuk menahan gaya horisontal yang terjadi. Adanya short columns yang disebabkan

kekangan dalam arah horisontal akan menyebabkan struktur menjadi getas dalam menahan

gaya geser yang terjadi. Kualitas bahan bangunan dan pelaksanaan konstruksi juga perlu

diperhatikan setelah dilakukannya perhitungan dan perancangan struktur secara detail.

Pada struktur beton bertulang penggunaan mutu baja yang lebih tinggi pada saat

pelaksanaan tidak selalu menjamin struktur lebih aman, karena jika melewati batasan

tertentu struktur akan bersifat over reinfoced sehingga beton bertulang menjadi getas dan

mekanisme keruntuhan terjadi secara mendadak, hal seperti ini tidak diinginkan pada

struktur tahan gempa.

4. Potensi Bahan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Beton a. Abu Batu

Abu batu merupakan hasil sampingan dalam produksi batu pecah. Abu batu yang

tergolong cementitious material atau inert filler adalah abu batu yang memiliki diameter

lebih kecil dari 0,125 mm. Agregat halus yang dihasilkan dari lokasi crushing stone kurang

lebih mengandung 17% sampai 25% fraksi abu batu (Celik dan Marar, 1996), sehingga abu

batu memiliki volume produksi yang cukup potensial untuk dimanfaatkan lebih jauh dalam

proses produksi beton. Hasil pengujian menunjukkan penggunaan 10% serbuk abu batu

sebagai bahan substitusi agregat halus dapat meningkatkan kuat tekan dan kuat lentur

beton sekaligus mengurangi besaran serapan air beton.

Menurut Widodo dan kawan-kawan (2003) Penggunaan abu batu sebagai bahan

tambah dalam campuran adukan beton juga dapat meningkatkan kuat tekan beton dengan

nilai maksimum yang dicapai pada penambahan 12,5% abu batu dihitung dari jumlah

semen yang digunakan. Hal ini dapat tejadi mengingat ukuran abu batu yang lebih kecil

dari 125 µm atau lolos ayakan nomor 200 dapat mengisi rongga-rongga yang ada di dalam

beton sehingga menjadi lebih padat dan dapat meningkatkan sifat mekanik beton tersebut.

b. Serbuk Bata Merah

Sebuk bata merah termasuk dalam golongan artificial pozzolan yang telah

digunakan sebagai bahan perekat dalam pelaksanaan konstruksi sejak jaman kekaisaran

Byzantium. Serbuk bata merah yang disebut surkhi juga digunakan sebagai bahan perekat

(9)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

higroskopis (menyerap air) sehingga dapat meningkatkan viskositas beton segar jenis SCC.

Selain itu serbuk bata merah juga merupakan pozolan aktif yang dapat bereaksi dengan

kapur bebas untuk membentuk tobermorite, yang merupakan massa padat di dalam beton.

Serbuk bata merah dapat meningkatkan ketahanan beton terhadap zat agresif seperti air

laut dan sodium sulfat (O’Farrell et. al., 1999).

Menurut Widodo (2004), penggunaan serbuk bata merah sebagai bahan pengisi

(filler) ternyata juga berpotensi untuk meningkatkan kuat tekan beton. Hasil pengujian kuat

tekan beton dengan berbagai variasi persentase substitusi semen dengan serbuk bata merah.

Pada saat umur 28 hari terlihat penggunaan serbuk bata merah dengan takaran 10% berat

semen akan memberikan nilai kuat tekan yang tertinggi. Hal ini terjadi karena serbuk bata

merah tergolong sebagai pozolan aktif yang merupakan latent cementicious material,

sehingga jika semen portland, air, pozolan dan agregat bercampur, maka terjadi reaksi

hidrasi dari senyawa-senyawa semen dan hidrasi dari komponen mineral pozolan dengan

kalsium hidroksida yang dihasilkan oleh hidrasi semen portland. Pada penambahan serbuk

bata merah kapur bebas bereaksi dengan silica oksida (SiO2), Al2O3 dan Fe2O3

menghasilkan tobermorite, sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan kepadatan beton.

C. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

Banyak permasalahan yang terkait dengan perencanaan bangunan struktur beton

bertulang tahan gempa, diantaranya: (1) Seismisitas wilayah Republik Indonesia dan

kondisi geologis Propinsi DIY, (2) Perencanaan beban gempa menurut SNI 03-1726-2002,

(3) Perencanaan struktur beton bertulang menurut SNI 03-2837-2002, (4) Tata cara

rancang campur beton menurut SNI 03-2837-2002, (5) Pengendalian mutu campuran beton

menurut SNI 03-2837-2002, (6) Bagaimana meningkatkan kualitas beton untuk konstruksi

bangunan sipil dengan biaya yang terjangjau? (7) Bagaimana menerapkan program

komputer dalam perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa? dan (8) Bagaimana

muatan teknologi bangunan tahan gempa yang ideal untuk kurikulum SMK?

Beberapa masalah yang menjadi prioritas untuk segera dicari solusinya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah cara pembelajaran yang efektif kepada para pelaksanan (kontraktor) dan

(10)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

Seismisitas wilayah Republik Indonesia dan kondisi geologis Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta

Perencanaan beban gempa menurut SNI 03-1726-2002

Perencanaan struktur beton bertulang menurut SNI 03-2837-2002

Tata cara rancang campur dan pengendalian mutu beton Menurut SNI

03-2837-2002

Potensi bahan lokal untuk meningkatkan kualitas beton berdasarkan hasil penelitian

di Fakultas Teknik UNY

Pelatihan dasar aplikasi program komputer dalam perencanaan struktur beton

bertulang

2. Bagaimanakah kemampuan para pelaksana (kontraktor) dan guru-guru SMK Bangunan

dalam menerima pembelajaran tentang konsep dasar perencanaan dan kendali mutu

struktur beton tahan gempa yang dilakukan oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Negeri Yogyakarta?

2. Apa saja materi yang perlu dikuasai oleh para pelaksana dan guru SMK mengenai

konsep dasar yang dapat diterapkan secara praktis dalam teknologi konstruksi

bangunan tahan gempa?

D. TUJUAN KEGIATAN

Kegiatan program pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Meningkatkan pengetahuan dan penguasaan teknologi bagi para pelaksanan dan

guru-guru SMK Bangunan di DIY dalam bidang teknologi bangunan tahan gempa

2. Melaksanakan sosialisasi SNI 03-1726-2002 tentang peraturan perencanaan beban

gempa untuk bangunan gedung dan SNI 03-2837-2002 tentang peraturan perencanaan

struktur bangunan beton bertulang sebagai bentuk partisipasi dalam proses transfer

teknologi kepada masyarakat

3. Memberikan masukan kepada para pelaksana dan guru SMK mengenai konsep dasar

yang dapat diterapkan secara praktis dalam teknologi konstruksi bangunan tahan

(11)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

E. MANFAAT KEGIATAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada

masyarakat ini adalah: (1) secara teoritis, memberikan sumbangan peningkatan penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru kepada para tenaga pelaksana dan guru-guru SMK

Bangunan di DIY, yang selanjutnya diharapkan dapat disebarluaskan lebih lanjut pada para

tenaga pelaksana lain, para peserta didik di SMK dan masyarakat luas di sekitarnya (2)

secara praktis, membekali para tenaga pelaksana dan guru-guru SMK Bangunan di DIY

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi praktis dalam perencanaan dan kendali mutu

bangunan tahan gempa.

F. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

1. Penyelenggaraan tatap-muka dalam rangka pembelajaran dasar-dasar teknologi

bangunan tahan gempa.

2. Latihan terbimbing dalam bentuk perencanaan bangunan tahan gempa sederhana

dengan acuan SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-2837-2002 sebagai implementasi

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Praktek pembuatan beton dengan memanfaatkan bahan lokal untuk meningkatkan

kualitas beton yang dihasilkan

G. KHALAYAK SASARAN YANG STRATEGIS

Kegiatan ini ditujukan bagi para tenaga pelaksana yang bekerja di berbagai

kontraktor yang memenuhi kualifikasi teknis dalam pekerjaan konstruksi di lapangan dan

guru-guru SMK Bangunan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pengajar yang

mempunyai kualifikasi sebagai pengajar di bidang bangunan. Penetapan pemilihan sasaran

ini merupakan satu upaya agar dalam mengikuti tatap muka dan pelatihan mempunyai rasa

tanggung jawab yang penuh untuk dapat menyerap pengetahuan dan teknologi yang

diberikan.

H. KETERKAITAN

Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Yogyakarta

(12)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

pengabdian pada masyarakat didukung oleh kemampuan sumber daya manusia serta sarana

dan prasarana yang ada, sesuai dengan program pengabdian yang ditawarkan. Potensi yang

dimiliki untuk mendukung program tersebut adalah: (1) Pengabdi adalah dosen Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY dan telah berkompeten dalam

pengembangan bidang keahlian teknik struktur. (2) Standar-standar acuan perencanaan dan

buku-buku referensi telah dipersiapkan dan sangat perlu untuk disosialisasikan untuk

mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi.

I. METODE KEGIATAN

Metode kegiatan yang dipilih dalam program pengabdian pada masyarakat ini

adalah: (1) Metode ceramah. Digunakan untuk menjelaskan teori-teori dasar yang

berkaitan dengan teori dasar dan standar perencanaan struktur beton tahan gempa

berdasarkan standar nasional terbaru yang telah diberlakukan. (2) Latihan mandiri

terbimbing. Untuk mengetahui sejauh mana setiap peserta mampu menyerap materi

pengabdian, maka setiap peserta (bisa sendiri-sendiri atau kelompok) diminta untuk

mencoba merancang dan merencanakan bangunan sederhana tahan gempa. (3) Praktek

pembuatan beton dengan memanfaatkan bahan lokal di laboratorium Bahan Bangunan FT

UNY.

J. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN PPM

Kegiatan PPM ini dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 23 Juli 2007, dan

tanggal 30 Agustus. Kegiatan dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan

Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. Secara ringkas hasil

kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1, di bawah ini.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan PPM

Hari / Tgl Pukul Acara

Senin, 23 Juli 2007

07.30-08.00 WIB Registrasi Peserta Pelatihan di R. Sidang Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FT UNY.

08.00-08.30 WIB Pembukaan dan sambutan Ketua Tim Dosen Pengabdi

08.30-10.30 WIB Sesi 1

(13)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

Konsep Dasar Bangunan Sederhana

Tahan Gempa

Dasar-Dasar Perhitungan Beban Gempa Statik Ekuivalen

10.30-11.00 WIB Istirahat

11.00-12.00 WIB

Sesi 2

Konsep Perencanaan Beton Bertulang Berdasarkan SNI 03-2834-1993 Dasar-Dasar Perencanaan dan Detail Penulangan Struktur Beton

Berdasarkan SNI 03-2834-1993

12.00-13.00 WIB Isoma

13.00-15.00 WIB

Sesi 3

Tata Cara Rancang Campur Beton Berdasarkan SNI 03-2834-1993 Potensi Bahan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Beton

Kamis, 30 Agustus 2007

07.30-08.00 WIB Registrasi Peserta Pelatihan di R. Sidang Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FT UNY.

08.00-09.00 WIB

Sesi 1

Diskusi Hasil Perencanaan Bangunan Sederhana Tahan Gempa dan Rancang Campur Beton

09.00-11.30 WIB

Sesi 2

Praktek Pembuatan Beton dengan Memanfaatkan Bahan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Beton

11.30-12.00 WIB Penutupan Kegiatan

Mengingat cakupan materi yang cukup luas maka pelatihan tersebut meski

dilakukan selama dua hari, yang dibagi menjadi beberapa sesi. Hari pertama dilaksanakan

tanggal 23 Juli 2007 merupakan sesi pemaparan teori, yang membahas tentang resiko

bencana gempa di Indonesia, dampak gempa bumi terhadap bangunan gedung, tata cara

perencanaan bangunan sederhana tahan gempa, rancang campur beton dan cara

meningkatkan kualitas beton dengan memanfaatkan bahan lokal. Pada akhir pemaparan

teori di hari pertama, para peserta diminta melakukan perencanaan bangunan sederhana

tahan gempa, dan rancang campur beton berdasarkan data material yang telah diketahui.

Atas kesepakatan bersama, pelatihan hari kedua dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus

(14)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

pencampuran dan pembuatan benda uji di Laboratorium Bahan Bangunan, Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri

Yogyakarta.

Kegiatan Pengabdian Pada masyarakat ini diikuti oleh 14 guru, yang berasal dari 8

SMK Bangunan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam PPM ini, tanggapan

terhadap materi yang dipresentasikan bila dilihat dari respon guru-guru yang hadir, cukup

baik. Hal ini dapat dilihat dari dinamika interaksi antara pengabdi dan peserta pengabdian.

Terlihat peserta pengabdian sangat antusias mengikuti jalannya presentasi, karena materi

yang dipresentasikan masih baru di lingkungan SMK. Beberapa pertanyaan dilontarkan

oleh peserta pengabdian, dan semuanya dijawab oleh pengabdi dengan baik.

K. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan rancangan dan pelaksanaan kegiatan yang mengambil tema mitigasi

bencana gempa bumi di wilayah DIY melalui sosialisasi zonasi gempa dan pelatihan

perencanaan serta pengendalian mutu struktur beton bertulang tahan gempa dengan

mengoptimalkan potensi bahan lokal dapat disimpulkan bahwa :

1. Kompetensi guru peserta pelatihan dapat meningkat, khususnya kompetensi

untuk melakukan perencanaan bangunan sederhana tahan gempa, dan

peningkatan kualitas beton dengan memanfaatkan bahan lokal.

2. Setelah mengikuti pelatihan, para peserta dapat merencanakan bangunan

sederhana tahan gempa, dan merancang beton struktural dengan memanfaatkan

bahan lokal.

Saran yang dapat disampaikan setelah dilaksanakannya kegiatan PPM ini meliputi:

1. Para guru peserta pelatihan perlu menyebarkan ilmu yang telah didapat kepada

sesama guru-guru SMK di sekolahnya, terutama guru-guru yang belum sempat

mengikuti pelatihan.

2. Perlu dilakukan pelatihan sejenis secara periodik dengan jumlah peserta dan lama

pelatihan yang lebih dikembangkan agar kompetensi guru dapat diupdate.

3. Perlu dilakukan pengembangan kurikulum SMK dengan mengintegrasikan

(15)

e-

m

ai

l:

s

w

id

o

d

o

@

liv

e.

co

m

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996, The Assesment and Improvement of the Structural performance of Earthquake Risk Buildings, New Zealand National Society for Earthquake Engineering.

Anonim, 2002, SNI-1726-2002: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional.

Anonim, 2002, SNI 03-2847-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional.

Benny Puspantoro, 2000, Bahaya Gempa: Resiko dan Penanggulangannya, SIGMA, XX (23), 11-13.

Dott Sampurno dan Paulus P. Rahardjo, 2005, Pokok-Pokok Bahasan Gempa Bumi dan Tsunami Kasus Nanggroe Aceh Darussalam, Prosiding: Diskusi Mitigasi pasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami Aceh, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 18 Januari 2005.

Gavarini, C., 2001, Seismic Risk in Historical Center, Soil Dynamics and Earthquake Engineering, XXI, 459-466.

Kardiyono Tjokrodimuljo, 1997, Teknik Gempa, Naviri, Yogyakarta.

Surono, 2005, Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia, Studi Kasus Hasil Pemeriksaan Bencana Gempa Bumi-Tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tanggal 26 Desember 2004, Prosiding: Diskusi Mitigasi pasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami Aceh, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 18 Januari 2005.

Teddy Boen, 2001, Impact of Earthquake on School Buildings in Indonesia, UNCRD International Workshop and Symposium: Earthquake Safer World in the 21, Kobe.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan naiknya investasi permintaan pembiayaan pada bank syariah juga akan meningkat, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap rasio keuangan bank tetapi bila

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis atribut- atribut produk yang dianggap penting oleh konsumen di Kabupaten Sukabumi terkait dengan beras organik, menganalisis

Sesuai dengan uji coba pengubahan biodata dosen di atas diperoleh data dosen dalam sebuah relasi yang secara logika bisa dibagi menjadi daftar baris terhapus, daftar

This indicate that by together independent variable such as Workers Participation, Carrier Development, Conflict, Communication, Health Work, Safety Work, Safety Environment,

pengendalian dan tujuan yang akan dicapai dalam suatu organisasi atau perusahaan. dapat berjalan

Tetapi yang memperkuat pendirian Dahlan mengapa Indonesia menganut sistem parlemen bikameral karena: pertama, posisi MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemempuan menulis dalam mendeskripsikan binatang dengan media gambar dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa kelas IV SDN

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada saat studi lapangan, maka dilakukan penelitian mengenai “Profil Literasi Sains Peserta Didik Pada Konsep Pembangkit