PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP
PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI
LAHAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN KARAWANG
DAROJAT PRAWIRANEGARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Media Komunikasi terhadap Pemberdayaan Petani pada Program Primatani Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Karawang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2010
ABSTRACT
DAROJAT PRAWIRANEGARA. The Influence of Communication Media on Farmer’s Empowerment on Irrigation Lowlandrice of Primatani Program in Karawang Distric. Under direction of NINUK PURNANINGSIH and HADIYANTO.
Research was conducted at the Primatani programe in Citarik village, Tirtamulya Sub district, Karawang distric. The research objectives are to (1) know the characteristics of communication media used, (2) identify the farmer’s empowerment, and (3) analyze the effectiveness of using media on farmer’s empowerment on Primatani Program. Research was conducted by using survey method. The results showed that is characterisitics language and contents of leaflet according to the needs of farmers. Factors of media demonstration method (gelar teknologi) was better than other method based on relative advantage, compatibility, complexity, trialability and observability. The use of language and content of the leaflet influence on the intellectual independence of farmers. Factors of media demonstration method (media gelar teknologi) and extension worker influence the empowerment of farmers significantly.
RINGKASAN
DAROJAT PRAWIRANEGARA. Pengaruh Media Komunikasi terhadap Pemberdayaan Petani pada Program Primatani di Kabupaten Karawang. Di bawah bimbingan: NINUK PURNANINGSIH dan HADIYANTO.
Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai program penelitian dan pengembangan. Namun, penerapannya di tingkat petani seringkali sulit dilakukan. Hasil kajian lingkup Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa proses transfer teknologi dari sumber ke pengguna dinilai lamban, maka guna mempercepat proses transfer teknologi dan aplikasinya di tingkat petani, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2005 telah menyusun dan mencoba membuat model percepatan transfer teknologi pertanian melalui Program Primatani. Penyebarluasan informasi dari sumber informasi (Peneliti) kepada para petani dilakukan melalui penggunaan media komunikasi. Meskipun demikian, penggunaan media informasi tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan petani.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui karakteristik media komunikasi yang digunakan, (2) mengidentifikasi proses pemberdayaan tingkat keberdayaan petani, dan (3) menganalisis efektifitas penggunaan media terhadap pemberdayaan petani pada Program Primatani. Penelitian dilakukan dengan metode survey. Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu bulan Mei sampai Juni 2009. Populasi dalam penelitian adalah petani peserta program Primatani yang mendapatkan terpaan media leaflet dan gelar teknologi serta mendapat pembinaan dari para penyuluh Kecamatan Titamulya berjumlah 27 orang. Data dianalisis secara statistik deskriptif menjelaskan data secara umum dengan menggunakan frekuensi, persentase, rataan, rataan skor dan total rataan skor, sedangkan untuk melihat hubungan antar variabel menggunakan analisis statistik inferensial dengan uji rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi petani terhadap media leaflet PTT padi pada program Primatani dilihat dari bahasa dan format penyajian tergolong kurang, sedangkan dari kesesuaian isi materi tergolong cukup baik. Persepsi petani terhadap media gelar teknologi SL-PTT dilihat dari keuntungan relatif, kesesuaian penggunaan media, kemudahan diujicoba, tingkat kerumitan dan kemudahan diamati tergolong baik. Persepsi petani terhadap media penyuluh dilihat dari penguasaan materi, kepercayaan diri, keaktifan dan konsistensi secara keseluruhan tergolong baik.
Proses pemberdayaan petani pada program Primatani tergolong baik. Tingkat keberdayaan petani dilihat dari kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen tergolong baik. Sedangkan kemandirian material petani tergolong cukup. Partisipasi petani pada perencanaan dan pelaksanaan program PTT padi tergolong baik namun partisipasi petani pada tahap evaluasi tergolong rendah.
pelaksanaan. Karakterisitk media gelar teknologi keuntungan relatif, kesesuaian, tingkat kerumitan dan kemudahan diujicoba berkorelasi nyata dengan kemandirian intelektual petani. Kesesuaian, kerumitan dan kemudahan ujicoba media gelar teknologi berkorelasi nyata dengan kemandirian manajemen petani. Tingkat kesesuaian, kemudahan diujicoba dan kemudahan diamati berkorelasi dengan kemandirian material petani. Keuntungan relatif, tingkat kerumitan, kemudahan diujicoba dan kemudahan diamati berkorelasi nyata dengan partisipasi petani pada perencanaan. Keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan dan kemudahan diujicoba media gelar teknologi berkorelasi nyata dengan partisipasi petani pada tahap pelaksanaan. Sedangkan pada tahap evaluasi hanya variabel kemudahan diamati yang berhubungan dengan partisipasi petani pada tahap evaluasi.
Karakterisitik media personal penyuluh yang secara keseluruhan berkorelasi nyata dengan kemandirian intelektual, manajemen dan kemandirian material petani adalah variabel penguasaan materi. Variabel konsistensi berkorelasi nyata dengan kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen petani. Variabel keaktifan berhubungan dengan kemandirian intelektual petani. Sedangkan variabel kepercayaan diri tidak berkorelasi dengan kemandirian intelektual, manajemen maupun kemandirian material. Variabel penguasaan materi dan konsistensi berkorelasi nyata secara keseluruhan dengan partisipasi petani pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Variabel keaktifan berkorelasi nyata dengan partisipasi perencanaan dan pelaksanaan. Variabel kepercayaan diri berkorelasi nyata dengan partisipasi pada tahap pelaksanaan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBERDAYAAN PETANI PADA PROGRAM PRIMATANI LAHAN SAWAH IRIGASI
DI KABUPATEN KARAWANG
DAROJAT PRAWIRANEGARA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
BOGOR 2010
Judul Tesis : Pengaruh Media Komunikasi terhadap Pemberdayaan Petani pada Program Primatani Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Karawang
Nama : Darojat Prawiranegara
NIM : I352070131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Ninuk Purnaningsih, MSi Ketua
Ir. Hadiyanto, MS. Anggota
Diketahui Koordinator Mayor
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Tanggal Ujian : 30 Desember 2009 Tanggal Lulus :
DEDICATION :
To
my soul Rina, Puteri
&
Sarah
Who se lo ve , sup p o rt a nd e nc o ura g e me nt
ma d e the lo ng ho urs o f this writing muc h
sho rte r.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2009 ini ialah Pengaruh Media Komunikasi terhadap Pemberdayaan Petani pada Program Primatani Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Karawang
Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Ir. Hadiyanto, MS sebagai anggota komisi pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu dan keikhlasan selama proses pembimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. H.Sumardjo, MS sebagai dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dan saran.
Ucapan terima kasih penulis, disampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta, Kepala Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian Bogor, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat dan Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian Jakarta yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya kepada penulis selama mengikuti Program Magister.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Meksy Dianawati, MSi. selaku Manajer Kegiatan Primatani Kabupaten Karawang beserta timnya, atas kesempatan yang diberikan untuk penggunaan lokasi penelitian. Kepada Bapak Solihin beserta ketua Gabungan Kelompok Tani penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan atas kerjasama yang baik dan dukungannya kepada teman-teman Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan angkatan 2007 semoga tali persahabatan selalu terjaga dengan baik.
Akhirnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada istriku yang tercinta Rina Noviyanti dan anak-anakku tersayang serta kepada orang tua yang tercinta di Bandung dan mertua tersayang di Bogor atas doa dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi Program Magister di IPB.
Penulis berharap tesis ini dapat memberikan informasi baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang komunikasi pembangunan pertanian dan bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 29 Desember 1974 dari pasangan Bapak Suwarna dan Ibu Yayah rodiah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Rina Noviyanty, SP. pada tanggal 9 Mei 1999 dan telah dikaruniai dua orang putri berusia sembilan tahun bernama Taqiya Puteri dan usia 7 tahun bernama Sarah Puteri Hayya.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Penelitian... 1
Perumusan Masalah Penelitian... 3
Tujuan Penelitian... 5
Kegunaan Penelitian………... 5
TINJAUAN PUSTAKA……….. 6
Program Primatani di Kabupaten Karawang ... 6
Saluran/Media komunikasi... 10
Media Cetak... 11
Media Gelar Teknologi... 14
Media Interpersonal/Penyuluh... 16
Media dalam Pemberdayaan... 19
Pemberdayaan Petani... 20
Keberdayaan Petani... 22
Partisipasi Petani... 26
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS………. 29
Kerangka Berpikir………... 29
Hipotesis……….……….…… 31
METODOLOGI PENELITIAN... 32
Desain Penelitian... 32
Lokasi dan Waktu Penelitian... 32
Populasi dan Sampel Penelitian... 32
Data dan Instrumentasi... 33
Operasional Variabel Penelitian…... 33
Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 37
Analisis Data... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN... 40
Gambaran Umum Lokasi Penelitian………... 40
Struktur Komunitas………...…...… 43
Rutinitas Kegiatan Harian Petani... 44
Kelembagaan Agribisnis... 45
Kelembagaan Penyuluhan... 47
Kelembagaan kelompoktani... 48
Sumber Informasi... 48
Pelaksanaan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu... 50
Karakteristik Petani Responden………...…… 56
Karakteristik Media Komunikasi Primatani………...… 60
Media Cetak Leaflet... 60
Media Gelar Teknologi... 63
Media Interpersonal/Penyuluh... 68
Proses Pemberdayaan dan Tingkat Keberdayaan Petani pada Program Primatani... 74
Kemandirian... 75
Partisipasi... 86
Hubungan Media Komunikasi Primatani dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani... 94
Hubungan Karakteristik Media Leaflet dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani... 94
Hubungan Karakteristik Media Gelar teknologi dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani... 95
Hubungan Faktor Media Penyuluh dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani... 97
KESIMPULAN DAN SARAN………..…… 101
Kesimpulan... 101
Saran... 102
DAFTAR PUSTAKA……….………. 103
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Jenis penggunaan lahan di Desa Citarik, 2008……… 41 2. Persentase jenis dan jumlah penduduk di Desa Citarik, 2008…...…..… 42 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Citarik, 2008…. 42 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Citarik, 2008... 43 5. Pola rutinitas kegiatan harian keluargatani di Desa Citarik, 2009.…. 45
6. Jumlah dan fungsi lembaga agribisnis di Desa Citarik, 2008…………. 46
7. Persentase sumber informasi bagi petani di Desa Citarik, 2009……... 49 8. Persentase minat petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan
penyuluh di Desa Citarik, 2009……….. 49 9. Penerapan komponen PTT petani Primatani di Desa Citarik... 51 10. Tingkat penerapan teknologi usahatani padi tahun 2006-2008... 52 11. Tingkat perkembangan produksi padi (ton) petani PTT dan non-
PTT………. 54
12. Nilai BC ratio petani PTT dan non PTT tahun 2005-2007... 55 13. Distribusi responden menurut karakteristik personal yang diamati,
2009……….. 56
14. Persepsi petani terhadap media leaflet di Desa Citarik, 2009………… 60 15. Persepsi petani terhadap bahasa leaflet di Desa Citarik tahun 2009… 61 16. Persepsi petani terhadap kesesuaian materi leaflet di Desa Citarik,
2009……… 62
17. Persepsi petani terhadap format penyajian media leaflet di Desa
Citarik, 2009………... 62 18. Persepsi petani terhadap media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009.. 64 19. Persepsi petani terhadap keuntungan media gelar teknologi di Desa
Citarik, 2009……… 65
20. Persepsi petani terhadap kesesuaian media gelar teknologi,
2009………...………... 66
21. Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan media gelar teknologi, 2009………...
66
22. Persepsi petani terhadap tingkat kemudahan ujicoba media gelar
teknologi di Desa Citarik, 2009………. 67 23. Persepsi petani terhadap tingkat kemudahan diamati media gelar
24. Persepsi petani tentang PPL di Desa Citarik, 2009……..……… 69
25. Persepsi petani tentang penguasaan materi PPL di Desa Citarik, 2009. 70 26. Persepsi petani tentang kepercayaan diri PPL di Desa Citarik, 2009... 71
27. Persepsi petani tentang keaktifan PPL di Desa Citarik, 2009…...……. 72
28. Persepsi petani tentang konsistensi PPL di Desa Citarik, 2009…...….. 73
29. Tingkat keberdayaan petani usahatani padi model Prima Tani, 2009... 75
30. Kemandirian intelektual petani PTT padi di Desa Citarik, 2009... 77
31. Perubahan pola budidaya padi di Desa Citarik, 2009... 80
32. Kemandirian manajemen petani PTT Padi di Desa Citarik, 2009... 81
33. Kemandirian material petani PTT Padi di Desa Citarik, 2009... 83
34. Tingkat partipasi petani dalam kegiatan PTT padi di Desa Citarik, 2009...……...………... 87
35. Tingkat partipasi petani dalam perencanaan PTT, 2009...……...……... 89
36. Frekuensi pertemuan kelompoktani di Desa Citarik, 2009………….... 90
37. Persentase tingkat partipasi petani dalam pelaksanaan PTT padi di Desa Citarik, 2009………....….. 92
38. Persentase tingkat partipasi petani dalam evaluasi PTT padi .……... 93
39. Hubungan karakteristik media leaflet dengan kemandirian petani, 2009……….... 94
40. Hubungan karakteristik media leaflet dengan partisipasi Petani, 2009. 95 41. Hubungan media gelar teknologi dengan kemandirian petani, 2009…. 95 42. Hubungan karakteristik media gelar teknologi dengan partisipasi petani, 2009…………...………. 96
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka pemikiran pengaruh media komunikasi Primatani
terhadap keberdayaan dan partisipasi petani………...……. 30
2. Peta Kecamatan Tirtamulya lokasi Primatani Kabupaten
Karawang………..…. 40
3. Diagram implementasi program dan transfer Primatani Karawang.. 50 4. Perkembangan penerapan PTT padi selama 4 musim tanam……… 53
5. Pendapatan usahatani selama 3 tahun 2005-2007 di Tirtamulya….. 55
6. Pendapatan rumah tanggatani selama 3 tahun di Desa Citarik …... 56
7. Struktur organisasi Gapoktan Sri Tani…………...………... 84
8. Model penyediaan saprodi Primatani Citarik……...………. 85
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
(Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai
program penelitian dan pengembangan. Namun, penerapannya di tingkat petani
seringkali sulit dilakukan. Salah satu penyebab lemahnya tingkat adopsi di tingkat
petani disebabkan oleh lemahnya proses diseminasi (Sumardjo 2007). Hasil kajian
lingkup Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa proses transfer teknologi
dari sumber ke pengguna dinilai lamban, sehingga untuk mempercepat proses
transfer teknologi dan aplikasinya di tingkat petani, Badan Litbang Pertanian
mulai tahun 2005 telah menyusun dan mencoba membuat model percepatan
transfer teknologi pertanian melalui Program Primatani.
Program Primatani adalah suatu model atau konsep baru diseminasi
teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan inovasi
yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Model Primatani tersebut kini telah
ditetapkan sebagai salah satu instrumen program Departemen Pertanian. Program
Primatani mulai diterapkan pada tahun 2005 di 22 lokasi yang tersebar di
beberapa desa di Indonesia, kemudian pada tahun 2006 dikembangkan di 33
lokasi dan pada tahun 2007 diperluas di 201 lokasi. Di Jawa Barat dilaksanakan di
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut dan Kabupaten
Karawang.
Suatu bentuk kekhasan dari media Primatani sebagai media transfer
percepatan teknologi adalah: (1) media dikemas dan disampaikan langsung oleh
para peneliti dari badan litbang melalui berbagai media dan penyuluh di lapangan,
(2) isi materi dari media merupakan inovasi dari lembaga-lembaga penelitian yang
terdiri dari inovasi teknis dan inovasi kelembagaan yang diapklikasikan langsung
di lahan petani, (3) melibatkan semua sektor terkait guna memecahkan
permasalahan dan mengembangkan potensi lokal sesuai dengan hasil PRA
(Participatory Rural Appraisal) sesuai dengan paradigma pemberdayaan
2 Agar tidak menimbulkan perbedaan pendapat dan persepsi tentang
Primatani, maka perlu ditegaskan bahwa Primatani bukanlah institusi, lembaga
atau organisasi, tetapi merupakan Program Rintisan dan Akselerasi
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian. Makna atau filosofi dari Program
Primatani ada tiga hal pokok, yaitu: (1) Program berarti bahwa Primatani
merupakan kegiatan yang terencana dan dilaksanakan secara sistematik sebagai
salah satu program Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran inovasi
teknologi pertanian pada tahun 2005-2009, (2) Rintisan dan akselerasi
pemasyarakatan berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif penyampaian
dan penerapan inovasi teknologi pertanian dan (3) Inovasi teknologi pertanian
adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis hasil temuan atau ciptaan Badan
Litbang Pertanian yang mutakhir (Litbang Deptan 2004).
Dalam konteks komunikasi pembangunan, Melkote (2002)
mengkategorikan pendekatan komunikasi pembangunan menjadi dua kelompok
besar yaitu kelompok paradigma dominan (modernisasi) dan kelompok paradigma
alternatif (pemberdayaan). Pendekatan pemberdayaan khususnya di lingkup
Departemen Pertanian dikemukakan oleh Syahyuti (2007) berkembang pada awal
1990-an. Setelah sebelumnya isu pembangunan di Deptan mengikuti
kecenderungan pemikiran yang sedang berkembang di tingkat dunia. Pada era
1960-an, pendekatan pembangunan pertanian lebih banyak berpedoman kepada
pendekatan wilayah atau pedesaan. Pada era selanjutnya (1970-an dan 1980-an)
pendekatan pengembangan komoditas sangat mendominasi, terutama padi yang
menjadi target utama pemerintah (Bimas sampai Supra Insus). Pada awal
1990-an, isu kemiskinan mewarnai aktivitas di Dept1990-an, yang dilanjutkan dengan isu
gender. Terakhir, sejak akhir 1990-an hingga awal 2000-an, isu “pemberdayaan”
telah mewarnai berbagai kegiatan di Departemen Pertanian seperti kegiatan P4K
(Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil) tahun 1979, PIDRA
(Participatory Integrated Development in Rainfed Area) tahun 2001, P4MI
(Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi) tahun 2003 dan
terakhir Primatani tahun 2005.
Penyebarluasan informasi pada program Primatani dilakukan dari sumber
3 komunikasi. Meskipun denikian, penggunaan media tersebut sebelumnya telah
disesuaikan dengan kebutuhan petani. Penggunaan media dapat lebih
mempermudah dan memperjelas petani untuk mengerti materi yang disampaikan.
Seperti dikemukakan oleh Berlo (1960) bahwa media sebagai salah satu dari
elemen komunikasi merupakan alat atau segala sesuatu yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima pesan. Penyebaran informasi
melalui media merupakan mata rantai dari rangkaian kegiatan timbal-balik dan
tidak terpisahkan dalam upaya menyebarluaskan inovasi.
Daniel Lerner dalam Sarwititi (2005) menekankan peran media dalam
modernisasi.Lerner menemukan bahwa media merupakan agen modernisasi yang
ampuh untuk menyebarkan informasi dan pengaruhnya kepada individu-individu
dalam menciptakan iklim modernisasi. Orang-orang yang terdedah oleh
pesan-pesan media akan memiliki kemampuan berempati dengan kehidupan masyarakat
yang dibaca atau ditontonnya. Kemampuan berempati ini penting agar orang bisa
bersikap fleksibel dan efisien dalam menghadapi kehidupan yang berubah.
Pentingnya perantaraan media juga dikemukakan dalam teori difusi
inovasi Rogers (1962). Teori ini beranggapan bahwa pembangunan terjadi melalui
penyebaran (difusi) inovasi dari agen pembangunan di tingkat lokal melalui
berbagai saluran (media massa, interpersonal dan lain-lain). Pengembangan lebih
jauh adalah dari pendekatan pemasaran sosial dimana pendekatan ini
dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa media sangat efektif dalam
meningkatkan tingkat kognisi khalayak mengenai kejadian-kejadian yang
spektakuler dan media berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan khalayak
termasuk hiburan dan informasi sesuai dengan teori uses and gratification.
Rumusan Masalah Penelitian
Pendekatan sentralisitik pada masa lalu sangat mendominasi program
pembangunan pertanian yang cenderung tingginya intervensi dan dominasi
pemerintah. Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga, bahwa
pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil menghadirkan kesejahteraan bagi petani dalam arti yang
sesungguhnya. Isu pemberdayaan yang berkembang di Departemen pertanian
4 perubahan paradigma yang memihak kepada para petani. Pemberdayaan
masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma
pembangunan yang berpusat pada manusia.
Sejak tahun 2005, Departemen pertanian telah mengembangkan Primatani
secara nasional. Proses pemberdayaan masyarakat dalam Primatani dititikberatkan
pada fasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat di tingkat pedesaan. Konsep
pemberdayaan dipercayai mampu menjembatani partisipasi petani dalam proses
pembangunan.
Primatani sebagai konsep baru diseminasi diharapkan dapat mempercepat
proses penyampaian informasi dan inovasi teknologi pertanian yang dihasilkan
Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna. Lemahnya sumberdaya manusia
petani dalam penguasaan teknologi cenderung dipengaruhi oleh mutu layanan
sumber informasi, media komunikasi yang kurang tepat (Sumardjo et al. 2007). Primatani sebagai media pemberdayaan petani seharusnya memilih dan
menggunakan media-media yang memang mampu memberdayakan petani. Dalam
Primatani penyebaran inovasi dilakukan melalui berbagai media baik dalam
format media tercetak, media percontohan lapangan, maupun melalui sumberdaya
manusia penyuluhan yang ada di lapangan. Pemanfaatan media tersebut, lebih
lanjut perlu diteliti pengaruhnya terhadap pemberdayaan petani. Kajian dilakukan
sejalan dengan pengembangan model program Primatani dengan basis kegiatan
pemberdayaan masyarakat pertanian di pedesaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian dilakukan guna menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik media cetak, media gelar teknologi dan sumberdaya manusia penyuluh pada program Primatani?
2. Bagaimana proses pemberdayaan dan tingkat keberdayaan petani pada
program Primatani?
5 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik media komunikasi yang digunakan dalam
Primatani.
2. Mengidentifikasi proses pemberdayaan dan tingkat keberdayaan petani peserta
program Primatani.
3. Menganalisis efektifitas penggunaan media komunikasi terhadap keberdayaan
dan partisipasi petani pada program Primatani.
Kegunaan Penelitian
Secara praktis, penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga
penyuluhan pertanian/instansi penelitian dan pengambil kebijakan di sektor
pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengembangan inovasi
dan diharapkan menjadi bahan masukkan dalam upaya perbaikan, penyusunan dan
perumusan program serta pengembangannya. Secara rinci kegunaan hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Deskripsi persepsi petani terhadap media informasi pertanian yang digunakan.
2. Deskripsi kredibilitas penyuluh yang sesuai dengan harapan petani.
3. Umpan balik perbaikan media dan penyuluh yang sesuai dengan harapan dan
keinginan petani.
4. Perbaikan pada program-program pemerintah yang memanfaatkan media
informasi pertanian dan penyuluh sebagai saluran komunikasi.
Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan gambaran tentang pengaruh terpaan media terhadap pemberdayaan
petani. Bagi masyarakat pembaca, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai sumber pengetahuan dan acuan dalam melakukan aktivitas
6
TINJAUAN PUSTAKA
Program Primatani di Kabupaten Karawang
BPTP Jawa Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang
Pertanian yang mempunyai misi menemukan atau menciptakan inovasi pertanian
(teknologi, kelembagaan dan kebijakan) maju dan strategis, mengadaptasikannya
menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi serta menginformasikan dan
menyediakan materi dasarnya. Salah satu program yang dijalankannya adalah
Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
Pertanian).
Prima Tani merupakan salah satu upaya untuk mempercepat sampainya
informasi dan adopsi inovasi teknologi di tingkat petani. Secara operasional
mengkaitkan antara penelitian dan penyuluhan bukan semata-mata hanya
penyuluhan yang diberikan (BPTP Jawa Barat 2007).
Penerimaan perubahan-perubahan oleh suatu masyarakat menurut
Wiriaatmadja (1982) dapat dipercepat secara teratur (akselerasi) dengan cara:
(1)Peniruan (imitation) secara sengaja atau aktif karena pengaruh demonstratif
(demonstrative effect) yang disebabkan oleh adanya hubungan sosial.
(2)Pendidikan (education), yaitu usaha mengadakan perubahan perilaku manusia
secara teratur sejak lahir sampai mati. Pendidikan dianggap sebagai kewajiban
setiap generasi untuk menjadikan angkatan kemudiannya lebih sempurna.
(3)Pembujukan (persuasion), yaitu usaha merubah perilaku dengan janji imbalan
jasa atau dengan pemberian bantuan. Perubahan akan lebih cepat terjadinya
tetapi akan cepat pula kembali kepada keadaan asalnya bila bantuan tadi
dihentikan.
(4)Propaganda, yaitu usaha merubah perilaku orang dengan mempengaruhi
emosinya sehingga orang tersebut akan memihak kepada orang atau golongan
pengusaha propaganda itu.
(5)Perintah (instruction), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasarkan
kelebihan wewenang dari orang yang memerintah (pemerintah, atasan, guru,
orang tua dan lain-lain). Sifatnya hanya satu arah dari atas ke bawah dan
7 (6)Paksaan (coercion), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasar
kekuasaan yang dipunyai orang yang memaksa dan ada terkandung ancaman
badan.
Kegiatan Primatani di Kabupaten Karawang menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu: (1) agro-ekosistem; (2) agribisnis; (3) wilayah; (4)
kelembagaan, (5) kesejahteraan (Litbang Deptan 2004). Penggunaan pendekatan
agroekosistem berarti Primatani diimplementasikan dengan memperhatikan
kesesuaian dengan kondisi biofisik lahan sawah intensif yang meliputi aspek
sumberdaya lahan, air, wilayah komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan
agribisnis berarti dalam implementasinya Primatani memperhatikan struktur dan
keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pasca panen dan pengolahan,
pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi
penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan).
Pendekatan kelembagaan berati pelaksanaan Primatani tidak hanya
memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu
yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial,
norma dan aturan yang berlaku di lokasi Primatani. Pendekatan kesejahteraan
menekankan bahwa pelaksanaan Primatani berorientasi pada upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat di lokasi Primatani. Resultan dari kelima pendekatan di
atas adalah terciptanya suatu unit agribisnis industrial pedesaan (AIP).
Primatani di Kabupaten Karawang dilaksanakan di Desa Citarik
Kecamatan Tirtamulya pada agro-ekosistem lahan sawah irigasi. Kegiatan diawali
dengan pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural
Appraisal/PRA) dengan melibatkan semua pihak yang terkait. Keluaran dari
kegiatan PRA adalah: 1) pemahaman masalah pengembangan agribisnis di
wilayah Primatani, 2) rancangan model agribisnis dan jenis-jenis inovasi yang
dapat dilakukan, dan 3) tahapan kegiatan inovasi selama 5 tahun (Litbang Deptan
2004).
Tahap selanjutnya dilakukan survey pendasaran (baseline survey) yang
bertujuan untuk membandingkan kondisi awal atau sebelum dan sesudah kegiatan
dilakukan (exante vs expost analysis). Dengan mengetahui dan memahami kondisi
8 sistem agribisnis pedesaan, maka dapat diketahui bagaimana perubahan
variabel-variabel tersebut setelah dilakukan kegiatan (Litbang Deptan 2004).
Implementasi inovasi teknologi dilakukan melalui sistem dan usaha
agribisnis. Dalam penerapan sistem ini petani didorong untuk melakukan
usahataninya tidak hanya pada tahap on farm tetapi juga pada tahap off farm. Penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi dilaksanakan sesuai dengan
keunggulan sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi setempat (farmer”s
circumtances), serta penumbuhan kelembagaan agribisnis yang sedang berjalan. Hal ini merupakan kunci keberhasilan keseluruhan proses sistem dan usaha
agribisnis.
Model sistem dan usaha agribisnis, pada awalnya dilakukan melalui
pendekatan model farm untuk mengkaji kelayakan teknis, ekonomis dan sosial budaya. Pendekatan ini diperlukan karena keberhasilan suatu program
pengembangan usahatani tidak hanya ditentukan oleh teknologi maju, tetapi juga
faktor sosial ekonomi petani, dukungan kelembagaan yang ada di pedesaan, dan
kebijaksanaan pemerintah. Selain itu partisipasi aktif dari semua pihak yang
terkait sejak perencanaan hingga monitoring dan evaluasi mendukung
keberlanjutan penerapan teknologi anjuran secara luas di tingkat petani.
Program Primatani pada lahan sawah di Kabupaten Karawang
diimplementasikan dalam model laboratorium agribisnis yang dirancang,
dibangun, dan dikembangkan dalam jangka waktu lima tahun (2005-2009).
Primatani pada intinya adalah membangun laboratorium agribisnis yang
merupakan model percontohan agribisnis industrial pedesaan (AIP) berbasis
sumberdaya lokal yang memadukan sistem inovasi teknologi dan kelembagaan
pedesaan. Dalam model ini, Badan Litbang Pertanian tidak hanya berfungsi
sebagai produsen teknologi sumber/dasar, tetapi juga aktif terlibat dalam
memfasilitasi penggandaan, penyaluran dan penerapan teknologi inovatif yang
dihasilkannya.
Inovasi yang dikembangkan dalam Primatani di Desa Citarik Kecamatan
Tirtamulya Kabupaten Karawang terdiri dari dua jenis inovasi yaitu; inovasi
9
¾ Inovasi Teknologi
Implementasi inovasi teknologi masih dilakukan secara terbatas. Inovasi
teknologi yang dikembangkan pada lahan sawah irigasi intensif di Kabupaten
Karawang merupakan penyempurnaan teknologi pada Program Peningkatan
Produktivitas Padi Terpadu (P3T) yang sebelumnya telah dilaksanakan. Teknologi
yang dikembangkan adalah pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu
(PTT) padi sawah. Adapun komponen teknologi PTT yang dikembangkan pada
lahan sawah intensif di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang
adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan varietas unggul dan padi hibrida.
2. Perlakuan benih (seed treatment).
3. Penggunaan bibit muda (10-15 hss) 1-3 batang per rumpun.
4. Cara tanam jajar legowo dengan jarak tanam 50 x 25 x 12,5 cm.
5. Pemberian pupuk N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD).
6. (Pupuk Urea akan diberikan pada tanaman padi, apabila warna daun
menunjukkan angka di bawah 4 pada BWD, dosis yang diberikan 45 kg N
(100 kg Urea/ha pada setiap aplikasi).
7. Pemberian bahan organik (kompos kotoran sapi) dengan dosis 1,5-2,0 ton/ha).
8. Pemberian pupuk P dan K berdasarkan hasil analisa tanah .
9. Pengendalian OPT melalui konsep PHT.
10.Penggunaan teknologi panen dan pasca panen.
¾ Inovasi Kelembagaan
Keberhasilan usahatani tidak hanya didukung oleh penerapan inovasi
teknologi, akan tetapi terkait erat dengan sistem kelembagaan pendukung
usahatani. Kelembagaan yang berkembang dan berjalan sesuai tugas dan
fungsinya akan memacu peningkatan produksi yang akhirnya berpengaruh pada
peningkatan nilai tambah ekonomi rumah tangga petani yang ada di wilayah
tersebut (BPTP Jawa Barat 2005).
Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) merupakan suatu model
kelembagaan usaha pertanian sekaligus model kelembagaan inovasi yang
dikembangkan melalui Primatani guna mempercepat proses adopsi inovasi
10 tambah tinggi, berdaya saing, sharing system yang proporsional diantara pelaku agribisnis, serta berdampak pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal,
peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan (Litbang Deptan
2004).
Suatu sistem dan usaha agribisnis dilakukan secara terpadu di setiap
subsistem yang ada di Kecamatan Tirtamulya karena pembangunan salah satu
subsistem saja tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Dalam AIP di
Kecamatan Tirtamulya terjadi suatu kesatuan rantai pasok vertikal dalam suatu
kawasan, meliputi: 1). penumbuhan seluruh elemen lembaga agribisnis yang
meliputi lembaga produksi pertanian, sarana produksi, jasa alsintan, penyuluhan,
klinik agribisnis, pemasaran, industri pengolahan pertanian, dan permodalan di
pedesaan, dan 2) penumbuhan keterkaitan kerjasama yang saling menguntungkan
di antara pelaku usaha agribisnis, terutama antara petani dan pelaku usaha
agribisnis lainnya. Seluruh elemen lembaga saling terkait satu sama lain dan
membentuk suatu unit AIP di lokasi Prima Tani.
Saluran/Media Komunikasi
Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk
sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator sampai ke
komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang berlangsung face to face, tatap muka) dan dengan media (Dhani 2007). Media dimaksud adalah media komunikasi. Media merupakan alat perantara yang sengaja dipilih
komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Termsuk
di dalammnya media personal (Penyuluh). Seperti dikemukakan oleh McQueil
dalam Littlejohn (2001) yang mengatakan bahwa media merupakan penterjemah
yang membantu memahami, landasan atau pembawa yang menyajikan informasi,
penyaring yang menyaring bagian-bagian dari pengalaman. Lebih lanjut Littlejohn
(2001) mengemukakan bahwa sebelum media cetak ditemukan, manusia
merupakan penghantar pesan yang berorientasi pada pendengaran; mendengar
adalah untuk mempercayai. Jadi, media personal merupakan media komunikasi
sebagai perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja.
Penggunaan media dan pemanfaatan informasi teknologi pertanian oleh
11 : a) karakteristik individu, b) kebutuhan terhadap media dan informasi, serta c)
motivasi itu sendiri terhadap informasi. Ditegaskan pula bahwa suatu media
informasi akan digunakan jika media informasi tersebut mampu memenuhi
kebutuhan informasi sesuai dengan motivasi penggunaan media informasi dan
pemanfaatannya. Disisi lain, suatu media akan digunakan dan dimanfaatkan
tergantung kepada: 1) ketersediaan media, 2) kualitas media, 3) kesesuaian media
(Eko et al. 2000). Penggunaan informasi tergantung pada kredibilitas suatu media informasi. Tingkat kredibilitas media tersebut sangat bergantung pada tingkat
kemanfaatan informasi bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan
disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.
Pemilihan media yang akan diteliti dalam penelitian dilihat dari target
komunikannya termasuk dalam saluran komunikasi dengan menggunakan media
massa yang bersifat non periodik. Media leaflet termasuk di dalamnya peragaan
gelar teknologi biasanya digunakan pada waktu-waktu tertentu. Dapat dijelaskan
bahwa manusia (penyuluh) adalah mempunyai kedudukan sebagai media. Dimana
informasi teknologi yang disampaikan dari sumber informasi (peneliti badan
litbang) terlebih dahulu disampaikan melalui pelatihan para petugas penyuluh di
lapangan sebelum sampai kepada petani.
Media Cetak
Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan media cetak
dapat diartikan segala barang cetak seperti surat kabar, majalah, brosur, pamflet,
buletin dan lain-lain (Cangara, 2002).
Media cetak disediakan untuk memenuhi bahan kebutuhan para petani dan
masyarakat lain yang memerlukan dan mengambil manfaat dari adanya informasi.
Seorang yang menyiapkan informasi untuk petani melalui media cetak hendaknya
bertanya pada diri sendiri tentang; (a) untuk siapa media cetak ini disiapkan, (b)
apakah calon pembaca mengetahui pokok yang dibahas, (c) informasi apa yang
dapat disampaikan untuk menambah pengetahuan calon pembaca, (d)
kebijaksanaan apakah yang dapat membawa perubahan, (e) apakah keputusan itu
mungkin dapat diterapkan (Deptan, 1995). Untuk menjawab pertanyaan ini maka
12 menentukan dengan pasti tingkat umur, latar belakang, dan jenis kepentingan
calon pembaca, (2) mempersiapkan outline termasuk rencana ilustrasinya, (3)
mengumpulkan bahan yang akan disajikan, (4) mengembangkan dan
mengorganisasi ide dan informasi ke dalam bentuk cetak.
Mengingat masyarakat pedesaan dalam kehidupannya sehari-hari
mempunyai banyak keterbatasan antara lain, pendidikan, kemampuan baca tulis
yang rendah, cara berpikir yang sederhana dan sebagainya. Oleh karena itu media
yang disampaikan harus dibuat sesuai dengan kondisi dan kemampuan mereka.
Untuk itu media yang dibuat harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a)
Sederhana, mudah dimengerti dan dikenal, (b) menarik, (c) mengesankan
ketelitian, (d) menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, (e) mengajak sasaran
untuk memperhatikan, mengingatkan, dan menerima ide-ide yang dikemukakan
(Deptan, 1995).
Tulisan yang efektif hendaknya mempunyai syarat (a) bersih; kata-katanya
jelas, mudah dimengerti, kalimatnya sederhana, dan paragrafnya pendek, (b) pola;
organisasikan ide dan pertanyaan kedalam bagian-bagian yang masing-masing
bahan mudah dicerna. Alinea yang tidak terlalu panjang atau pendek, setiap alinea
hanya mengandung satu maksud, urutan kronologi yang mudah dimengerti
(Deptan, 1995).
Media cetak (seperti brosur, leaflet, surat kabar dan majalah pertanian
merupakan visualaid) berfungsi sebagai bahan publikasi untuk menyebarluaskan informasi pertanian, khususnya kepada masyarakat tani dan masyarakat ramai
yang menaruh minat terhadap pembangunan pertanian (Samsudin 1994). Leaflet
dan folder dimaksudkan untuk mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan
sasaran pada tahap menilai, mencoba, dan menerapkan (Mardikanto 1993).
Jahi (1988) mengemukakan beberapa keunggulan media cetak yaitu (a)
sifat permanen pesan-pesan yang telah dicetak, (b) keleluasan pembaca
mengontrol keterdedahannya (exposure) dan (c) mudah disimpan serta diambil
kembali. Lozare (Jahi 1988) menjelaskan sifat-sifat yang menguntungkan ini
mengakibatkan media cetak dianggap sebagai tulang punggung komunikasi.
Selanjutnya menurut Kelsey dan Hearne dalam Kushartanti (2001)
13 media: (a) menyajikan topik yang sesuai dengan kebutuhan yang dianggap
penting dan mendesak serta dapat diterapkan oleh masyarakat, (b) menyajikan
materi yang sesuai dengan masalah, minat dan tingkat pendidikan pembaca, (c)
menghindari konsep yang sukar, (d) menyusun fakta secara logis sehingga
pembaca dapat mengikuti secara bertahap, (e) menggunakan ilustrasi foto dan
gambar yang sesuai.
Selain itu menurut Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa agar
publikasi teknis media cetak yang diterbitkan oleh dinas-dinas penyuluhan efektif
bagi sasaran/penggunanya, media tersebut harus dikemas dalam bentuk yang
mudah dimengerti (comprehensive), artinya dengan menggunakan bahasa yang
sederhana, menyusun dan merangkaikan perbedaan pendapat dengan jelas dan
hal-hal pokok dinyatakan dengan singkat dan jelas. Isi pesan ditulis sesuai dengan
kemampuan daya serap pembaca, bahasa yang setingkat dengan pengertian
mereka, dengan pilihan pesan yang diminati dan menggunakan media yang
mereka kenal dan menarik pesan.
Berkaitan dengan efek dari media cetak akan sangat tergantung dari
sasaran atau penggunaanya. Sebab efek tidak ada seandainya sasaran atau
pengguna tidak menyukai media tersebut, meskipun media itu sarat dengan
informasi dan pengetahuan. Karakteristik media cetak (bahasa yang mudah
dipahami, sesuai kebutuhan, dan penyajian yang menarik) merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi perubahan perilaku petani (Syafruddin 2003).
Hasil penelitian Syafruddin (2003) menunjukkan bahwa karakteristik
media cetak brosur (bahasa yang mudah dipahami) berpengaruh terhadap
pengetahuan dan sikap peternak. Sedangkan kesesuaian isi materi brosur dengan
kebutuhan peternak dan format penyajian tidak berpengaruh terhadap
pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak.
Media cetak yang telah diterpakan kepada petani dalam Program Primatani
adalah media cetak dalam bentuk leaflet. Dimana media ini merupakan media
yang paling banyak digunakan dalam penyebaran informasi secara luas kepada
setiap petani peserta program Primatani. Berdasarkan pustaka dan hasil penelitian
14 adalah karakterisitik media leaflet dilihat dari bahasa, format penyajian dan
kesesuaian isi materi dengan kebutuhan petani.
Media Gelar Teknologi
Gelar teknologi adalah uji terap teknologi pertanian hasil penelitian dan
pengkajian untuk mendapatkan kepastian kesesuaian teknologi tersebut dengan
kondisi biofisik dan sosial eknomi setempat. Tujuannya adalah Mempercepat
penyampaian atau difusi teknologi pertanian spesifik lokasi hasil penelitian dan
pengkajian (Litbang Deptan 1999).
Gelar teknologi merupakan suatu metode penyampaian informasi
teknologi pertanian yang disampaikan melalui peragaan uji terap teknologi
hasil-hasil penelitian yang diujicobakan pada lahan petani. Peragaan berarti
menunjukkan sesuatu dengan memberikan bukti atau contoh yang nyata. Media
ini merupakan media yang baik bagi sasaran penyuluhan karena petani
dihadapkan pada bukti nyata berupa contoh yang dapat dilihat dan dapat diamati
sendiri mengenai segala sesuatu yang direkomendasikan.
Pelaksanaan gelar teknologi dilaksanakan secara koordinatif oleh petani,
penyuluh, aparat pertanian setempat, aparat instansi terkait dan tokoh masyarakat.
Persiapan dilakukan bersama antara peneliti, penyuluh, dan petani dengan
prosedur dan teknik identifikasi yang sesuai dengan kondisi setempat. Dari hasil
identifikasi, kemudian ditentukan alternatif teknologi yang akan digelar
disesuaikan dengan penelusuran hasil-hasil penelitian yang sudah ada,
penelusuran data dasar wilayah dan sumber informasi lainnya yang meliputi
masalah dan teknologi yang akan digelar dan pengalaman-pengalaman dari
lapangan baik dari petani, penyuluh pertanian lapangan (PPL) maupun tokoh
masyarakat.
Beberapa persyaratan dalam pelaksanaan gelar teknologi (Litbang Deptan
1999) antara lain : 1) penerapan teknologi di lapangan harus dalam skala
operasional sehingga dapat diukur dampak sosial ekonominya, 2) teknologi yang
digelar harus teknologi unggul yang siap dikomersialkan yang merupakan bagian
dari penelitian dan perakitan teknologi maupun pengkajian, 3) gelar teknologi
dilaksanakan di lahan petani oleh petani-nelayan dan anggotanya di bawah
15 4) petani pelaksana/kooperator gelar teknologi harus membuat catatan lengkap
tentang: biaya produksi (saprotan, tenaga kerja) dan keragaan usahataninya
sehingga memudahkan dalam melakukan analisis kelayakannya dan 5) hasil gelar
teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi serta
menguntungkan petani-nelayan, dapat menjadi teknologi spesifik lokasi dan
materi penyuluhan.
Peragaan gelar teknologi pada Primatani secara prinsip dilaksanakan
sendiri oleh petani dengan bantuan penyuluh dan peneliti dari Badan Litbang
Pertanian. Pengelolaan gelar teknologi dipimpin oleh seorang manager lapangan
dari BPTP setempat dan dilaksanakan di lahan petani. Salah satu kekhasan
pelaksanaan gelar teknologi pada lokasi Primatani di Kabupaten Karawang adalah
dilaksanakan dengan pendekatan sekolah lapang (SL-PTT Padi), dimana para
petani dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan gelar teknologi diikutsertakan.
Mulai dari tahap pemilihan lokasi sampai pada tahap evaluasi. Dengan kata lain
gelar teknologi dilaksanakan oleh petani sendiri mulai tahap perencanaan sampai
tahap evaluasi kegiatan. Lokasi yang dipilih merupakan lokasi contoh yang
mewakili sebagian besar lahan petani dan letaknya strategis agar mudah dilihat
oleh petani dan masyarakat pada umumnya yang diharapkan dapat mengambil
manfaat dari peragaan gelar teknologi tersebut. Petani peserta gelar teknologi
merupakan perwakilan dari kelompoktani peserta Primatani.
Peragaan gelar teknologi pada Primatani bertujuan yakni memperkenalkan
sesuatu kegiatan atau inovasi baru dan memperbaiki praktek-praktek usahatani
yang sudah lama atau yang sudah biasa dilaksanakan oleh petani. Dalam
mempraktekan teknologi, media gelar teknologi dengan pendekatan SL-PTT
merupakan suatu metoda baru dimana media tersebut sebelumnya belum pernah
dilakukan, media tersebut baru diperkenalkan setelah adanya program Primatani.
Berbeda dengan media demontrasi lainnya seperti demontrasi plot dan demontrasi
area, perbedaan terletak pada keterlibatan petani mulai tahap awal kegiatan
/perencanaan sampai tahap evaluasi kegiatan. Semua tahapan kegiatan melibatkan
petani peserta dalam bentuk sekolah lapang.
Suatu cara baru (inovasi) dalam memperkenalkannya haruslah
16 atau karakteristik inovasi dapat dilihat dari aspek keuntungan relatif pelaksanaan
gelar teknologi, kemudahan diujicoba/dipraktekan oleh petani, tingkat kesesuaian
media tersebut dengan situasi lapangan, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan
media gelar teknologi untuk diamati haruslah menjadi perhatian dalam
pelaksanaannya.
Media Interpersonal/Penyuluh
Penyuluh pertanian adalah aparatur pertanian yang berfungsi sebagai
pendidik non formal pada masyarakat tani (Abbas 1995). Penyuluh sebagai
sumber informasi berkewajiban menyampaikan informasi kepada petani. Seorang
penyuluh dapat mencari dan mendapatkan informasi yang untuk seterusnya
dikomunikasikan kepada petani dan keluarganya untuk maksud meningkatkan
kesejahteraan petani serta masyarakat sekeliling (Soekartawi 2005). Penyuluh
memiliki peran antara lain sebagai sumber informasi, pendidik, penghubung,
katalisator dan dinamisator, penasehat dan pelatih dalam keterampilan khusus
(Rogers dan Shoemaker 1995).
Penyuluh pertanian merupakan suatu bagian dari delivery system dalam penyampai jasa informasi pertanian. Dalam sistim ini penyuluh berperan sebagai
penyampai jasa terhadap petani sebagai custumers, yang harus melakukan interaksi baik ke penghasil teknologi (provider) maupun kepada petani sebagai
custumers (Syahyuti et al. 1999). Penyuluh sebagai bagian dari delivery system harus mampu meyakinkan petani sebagai customers. Keyakinan petani kepada penyuluh sangat dipengaruhi oleh kredibilitas penyuluh. Kemampuan penyuluh
dalam menyampaikan informasi dalam rangka meningkatkan sumberdaya
manusia petani menurut Levis (1995) akan tercermin dalam; (a) kesesuaian
materi dan metoda penyampaian informasi dengan kebutuhan dan kondisi sosial
ekonomi petani, (b) menguasai dan terampil dalam menggunakan teknologi, (c)
mampu memotivasi petani untuk berusaha lebih baik dan menguntungkan.
Effendy (2000) mengatakan bahwa dalam proses komunikasi seorang
komunikator akan sukses apabila ia berhasil menunjukkan source credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan. Kepercayaan komunikan
kepada komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas
17 mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan kepada komunikan dianggap
olehnya sebagai benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang
dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti oleh khalayak atau penerima
(Cangara 2000). Kredibilitas diartikan sebagai suatu tingkat sampai sejauhmana
sumber pesan dapat dipercaya oleh penerima (Verdeber dan Rudolph 1990).
Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang terlebih dahulu
akan memperhatikan siapa yang membawa pesan, sebelum ia mau menerima
pesan yang dibawanya. Apabila kredibilitas sumber rendah, maka bagaimanapun
baiknya pesan yang disampaikan, penerima tidak akan ikut berpartisipasi dan
tidak akan menerimanya.
Iskandar (1999) menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan terhadap sumber
sangat tergantung sejauhmana informasi itu bermanfaat bagi pengguna, mampu
memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran. Jika petani
menilai bahwa penyuluh pertanian mempunyai kredibilitas yang tinggi dari
beberapa sumber lain, maka apa yang disampaikan baik berupa informasi ataupun
ajakan untuk menerapkan teknologi oleh penyuluh akan lebih bermakna dan
mudah diterima daripada sumber lainnya. Sedangkan penilaian keahlian
didasarkan pada apakah sumber benar-benar menguasai materi yang disampaikan
atau apakah penyuluh konsisten dengan apa yang diucapkan (Devito 1997).
Gobbel dalam Cangara (2000) menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas
dapat diukur melalui keahlian penyuluh dan kepercayaan sasaran terhadap
penyuluh. Keahlian penyuluh dapat dilihat dari 1) pengetahuannya tentang materi
yang akan disampaikan, 2) penguasaan bahasa dalam hal ini penyuluh mampu
menggunakan bahasa yang dapat dipahami dengan baik oleh sasaran (Widjaja
2000); 3) pendidikan, semakin tinggi pendidikan seorang penyuluh maka
diharapkan semakin tinggi keahliannya (Iskandar 1999). Sedangkan kepercayaan
dapat dinilai dari sejauhmana informasi yang disampaikan bermanfaat bagi petani.
Penyuluh mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap petani, bukan
saja dilihat dari kemampuan dia menyampaikan pesan, namun juga menyangkut
18 bahwa ketika sumber berkomunikasi, yang berpengaruh kepada audiens bukan saja yang ia katakan, tetapi juga keadaan ia secara keseluruhan. Jadi ketika suatu
pesan disampaikan, audiens tidak hanya mendengar apa yang dikatakan source tetapi ia juga memperhatikan siapa yang mengatakan dan kadang-kadang “siapa,
lebih penting dari pada “apa”.
Menurut pendapat Berlo (1960), kredibilitas ada 2 faktor yaitu attitude dan kognitif dari source yang mendukung proses komunikasi yang dilakukan. Faktor attitude dan kognitif merupakan faktor inti yang sangat berperan dalam menentukan kredibilitas sumber, namun jika sumber hanya memiliki kedua faktor
tersebut saja dalam berkomunikasi pada setiap situasi yang berbeda, mungkin saja
kredibilitas sumber tersebut akan turun.
DeVito (1997) memahami kredibilitas komunikator sebagai hal penting
untuk menjadikan orang lain (komunikan) percaya atau tidak percaya terhadap
apa yang disampaikan komunikator. Kredibilitas penting bagi penyuluh karena
akan mempengaruhi petani dalam menjalankan program-program pemberdayaan.
Lebih lanjut DeVito (1997) mengidentifikasi tiga aspek kualitas utama dari
kredibilitas. 1) Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang
menurut khalayak dimiliki oleh komunikator dengan indikator penguasaan
informasi, kepercayaan diri dan tingkat pengalaman, 2) Karakter, mengacu pada
i’tikad dan perhatian pembicara kepada khalayak dengan indikator konsistensi,
perhatian dan netralitas dan 3) Kharisma, mengacu pada kepribadian dan
kedinamisan pembicara dengan indikator ketegasan, keaktifan dan semangat.
Kredibilitas tidak berdiri sendiri tetapi disusun oleh beberapa komponen
kredibilitas seperti keahlian, kepercayaan, sifat-sifat source dan lain-lain. Selain itu, kredibilitas sumber merupakan persepsi audiens terhadap source yang diukur berdasarkan komponen-komponen kredibilitas tersebut, jadi kredibilitas tidak
inheren atau tidak terletak dalam diri sumber, yang terletak pada diri sumber adalah komponen kredibilitas tersebut yang akan mempengaruhi persepsi audiens terhadap tinggi rendahnya kredibilitas sumber tersebut. Dengan kata lain,
19 Seorang komunikator yang memiliki kredibilitas tentunya mempunyai
kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku.
Partisipasi dan kemandirian masyarakat (petani) akan dapat dicapai apabila
komunikator (penyuluh) mempunyai tingkat kredibilitas yang tinggi di mata
masyarakat. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan
tingkat kredibilitas tinggi akan lebih banyak memberikan pengaruh pada
perubahan sikap dalam menerima pesan dari pada jika disampaikan oleh source
dengan tingkat kredibilitas rendah. Keahlian seorang komunikator apakah
keahlian itu bersifat khas atau umum akan menimbulkan daya pengaruh yang kuat
dan besar. Dengan demikian kredibilitas komunikator merupakan aset penting
bagi seorang komunikator.
Kredibilitas komunikator merupakan aset penting bagi seorang
komunikator dalam mencapai tujuan komunikasi. Tujuan komunikasi tidak akan
tercapai tanpa kredibilitas komunikator. Seperti dikemukakan diatas bahwa
kredibitas merupakan persepsi terhadap komunikator maka kredibilitas dapat
diubah dan berubah, dapat terjadi dan dijadikan.
Media dalam Pemberdayaan
Media menjadi penghubung semua elemen masyarakat, media memiliki
arti penting dalam kehidupan bermasyarakat seperti dikemukakan oleh Althaeide
dalam Wisnu (2006) media dapat menjembatani kesenjangan informasi antar pihak, mengurangi jumlah informasi asimetris. Kesenjangan informasi sendiri erat
kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat. Salah satu cara memberdayakan
suatu masyarakat adalah dengan membuka akses informasi seluas-luasnya, agar
mereka bisa mendapatkan informasi yang sekiranya berguna dan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup.
Dengan kemampuan membantu masyarakat, media memiliki potensi
pembebas yang meluaskan cakrawala pemikiran agar tidak terpenjara dalam
batas-batas ketidaktahuan dan keterbatasan lain yang umum ditemui pada
masyarakat yang belum maju terutama di pedesaan. Media diketahui memiliki
kekuatan mengendalikan pengetahuan khalayaknya melalui apa-apa yang
ditampilkan. Karena itu dengan mengorganisir sedemikian rupa isi pesan yang
20 perhatian pada masalah-masalah pembangunan, termasuk kedalamnya mengenai
sikap-sikap baru yang diperlukan dan keterampilan yang harus dimiliki untuk
mengubah keadaan suatu bangsa yang sedang membangun (Nasution 1990).
Penelitian-penelitian kaitan media dengan pemberdayaan di Indonesia
masih jarang dilakukan, untuk itu perlu kiranya dilakukan suatu langkah baru
guna meneliti pengaruh media tersebut terhadap pemberdayaan. Merujuk pada
jurnal-jurnal internasional diperoleh informasi bahwa media dalam konteks
pemberdayaan adalah media yang dapat membantu masyarakat menjadi melek
huruf bagi petani-petani dan membangun kapasitas mereka sehingga mereka
dengan segenap kemampuan dapat menghadapi pengembangan-pengembangan
baru di dalam pertanian, media juga membantu menyadarkan masyarakat untuk
dapat berkembang atas kemampuan dan peluang potensi lokal yang ada
(Shivarama 2007), membuka wawasan dan pengetahuan inovasi baru dan
membantu membuat keputusan yang tepat (Vimala et al. 2005), media yang membantu komunikasi menjadi efektif antara sumber informasi dengan penerima
(Onasanya 2006), media yang membuat masyarakat menjadi aktif (Tacchi 2005).
Dengan demikian, merujuk pada literatur bacaan tersebut maka terdapat pengaruh
media terhadap pemberdayaan.
Pemberdayaan Petani
Terminologi pemberdayaan atau yang dikenal dengan istilah empowerment berawal dari kata daya (power). Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam
tetapi dapat diperkuat dengan unsur–unsur penguatan yang diserap dari luar
(Prijono dan Pranarka 1996).
Payne (1997) mengemukakan bahwa pemberdayaan sebagai kegiatan
membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk
mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya.
Secara konseptual, Prijono dan Pranarka (1996) mengemukakan
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
21 diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Secara harfiah, pemberdayaan diartikan sebagai penguatan daya
(empowering), dari kondisi tidak berdaya (powerless) menjadi berdaya
(powerfull). Pemberdayaan dapat dipahami sebagai upaya untuk menolong yang
lemah atau tidak berdaya (powerless) agar menjadi mampu/berdaya (powerfull)
baik secara fisik, mental dan pikiran untuk mencapai kesejahteraan hidupnya
(optimalisasi potensi).
Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996),
manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang
menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar
menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi
kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa
menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak
yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang
memberdayakan.
Dalam pemberdayaan terjadi proses di mana masyarakat didorong dan
diyakinkan untuk memperoleh keterampilan, kemampuan, dan kreativitas. Seperti
dikemukakan oleh Ife (1995) memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya
penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa
depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan
komunitas mereka.
Pemberdayaan mengacu kepada pentingnya proses sosial selama program
berlangsung. Jadi, pemberdayaan lebih berorientasi pada proses. Penerapan
pemberdayaan dalam kegiatannya terlihat setidaknya dari empat aspek. Pertama, menempatkan proses sebagai prinsip utama dibandingkan dengan hasil kegiatan.
22 peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Keempat, penguatan kelembagaan lokal (Syahyuti 2007).
Menurut Nasdian (2003) secara operasional pemberdayaan merupakan
suatu proses perubahan dengan menempatkan kreativitas dan prakarsa warga
komunitas yang sadar diri dan terbina. Lebih lanjut Tony mengemukakan bahwa
pemberdayaan mengandung elemen pokok yaitu kemandirian. Dengan demikian
upaya pemberdayaan merupakan suatu upaya menumbuhkan kemandirian
sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok maupun komunitas
memiliki tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki
akses pada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan
pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang
dilakukan di lingkungannya.
Keberdayaan Petani
Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan
bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut
meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka
lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh
masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta
melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan beberapa definisi pemberdayaan yang dikemukakan
sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan berarti usaha untuk
membuat sesuatu berdaya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya
itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Upaya
tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Sedangkan keberdayaan lebih bermakna pada suatu
keadaan daya yang dimiliki.
Kartasasmita (2005) mengemukakan bahwa keberdayaan dalam konteks
masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan
23 sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, tentunya
memiliki keberdayaan yang tinggi. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur
dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang
dinamis mengembangkan kreatifitas diri dalam mencapai kemajuan.
Membangun kreatifitas dan kemandirian petani adalah membangun
temuan dalam proses pembelajaran (discovery learning), membangun lingkungan
kerja yang memberdayakan dan inspiratif untuk memungkinkan petani
mengaktualisasikan dirinya.
Kemandirian diterjemahkan dari kata autonomy. Sejarah autonomy ini berasal dari akar kata bahasa Yunani autos dan nomos yang merujuk pada hak atau kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri. Menurut Kant diacu
dalam Agussabti (2002) meninjau autonomy yang kemudian mengkaitkannya dengan hukum moral, bahwa kemandirian seseorang itu terkait dengan kebebasan
dan tanggung jawab. Kemandirian mempunyai nilai-nilai moral yang harus ditaati.
Seseorang yang merasa dirinya mandiri, dia akan bertanggung jawab terhadap
keputusannya dan akan menerima segala konsekwensinya. Orang yang mandiri
sadar bahwa tindakannya harus dapat menggambarkan hak dan kewajibannya
terhadap orang lain dalam kehidupan sosial.
Apabila dikaitkan dengan pembangunan pertanian, pembangunan
pertanian yang tangguh dan berkelanjutan tidak mungkin akan berhasil dengan
baik tanpa melalui penumbuhan kemandirian petani dalam mengembangkan
bisnis usahataninya. Menurut Kant diacu dalam Agussabti (2002) ciri individu
yang mandiri antara lain : mempunyai keyakinan diri, kepercayaan moral, visi
yang jelas dan fokus serta bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (1998) mengemukakan bahwa untuk menumbuhkan dan membina
kemandiriannya, petani perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan
kemampuannya berupaya untuk bekerjasama guna mencapai segala yang
dibutuhkan dan diinginkan. Oleh sebab itu, pemberdayaan perlu diarahkan pada
peningkatan kemandirian petani dalam mengembangkan bisnis usahataninya.
Sumardjo (1999) mengemukakan bahwa ciri-ciri petani mandiri adalah petani
24 keputusan secara cepat dan tepat dalam mengelola usahatani tanpa tersubordinasi
oleh pihak lain, serta mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam situasi yang
saling menguntungkan.
Ismawan (1999) mengungkapkan bahwa kemandirian adalah suatu sikap
yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah
demi mencapai tujuannya, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan
kerjasama yang saling menguntungkan.
Kemandirian dalam konteks kini (global) menuntut adanya kondisi saling
ketergantungan (interdependency) antara lokal-global, traditional-modern,
desa-kota, rakyat-pemerintah, pertumbuhan-pemerataan, serta antar lembaga sesuai
fungsinya. Kemandirian dengan demikian adalah paham pro-aktif dan bukan
reaktif atau defensif (Kartasasmita 2005). Lebih lanjut, Kartasasmita (2005)
mengemukakan bahwa tidak ada suatu kemandirian tanpa proses pemberdayaan.
Pemberdayaan berarti memampukan masyarakat dan pemerintah daerah dalam
aspek material, intelektual, moral dan manajerial.
Proses kemandirian tidak lahir dengan sendirinya pada setiap orang, tetapi
merupakan hasil kerja keras individu dalam mengembangkan potensinya melalui
proses belajar dan proses pemberdayaan yang berkelanjutan. Masyarakat yang
mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan
secara mandiri.
Pembentukan masyarakat yang memiliki kemampuan yang memadai
untuk memikirkan dan menentukan solusi yang terbaik dalam pembangunan
tentunya tidak selamanya harus dibimbing, diarahkan dan difasilitasi. Berkaitan
dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa pemberdayaan tidak
bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri,
dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak
jatuh lagi. Berdasarkan pendapat Sumodiningrat berarti pemberdayaan melalui
suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri.
Sulistiyani (2004) mengemukakan bahwa proses belajar dalam rangka
pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap, yaitu: (1) tahap
25 sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, (2)
tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir atau pengetahuan,
kecakapan-keterampilan agar dapat mengambil peran di dalam pembangunan, dan
(3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga
terbentuk inisiatif, kreatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada
kemandirian.
Menurut Nasdian (2003) kemandirian dapat dikategorikan sebagai; (1)
kemandirian material, (2) kemandirian intelektual dan (3) kemandirian
manajemen. Pada penelitian ini keberdayaan petani dilihat dari indikator tingkat
kemandirian material, kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen.
Kemandirian material tidak sama dengan konsep sanggup mencukupi kebutuhan
sendiri. Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi
kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada
waktu krisis. Kemandirian material merupakan kemampuan petani untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) serta mampu mencadangkan kebutuhan
dasar tersebut dan mempunyai strategi dalam me