• Tidak ada hasil yang ditemukan

No Teks Halaman

1. Hasil analisis uji reliabilitas terhadap kuesioner yang digunakan... 107 2. Korelasi Variabel X dan Y ……….. … 108 3. Leaflet PTT Padi …….………... ... 109

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai program penelitian dan pengembangan. Namun, penerapannya di tingkat petani seringkali sulit dilakukan. Salah satu penyebab lemahnya tingkat adopsi di tingkat petani disebabkan oleh lemahnya proses diseminasi (Sumardjo 2007). Hasil kajian lingkup Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa proses transfer teknologi dari sumber ke pengguna dinilai lamban, sehingga untuk mempercepat proses transfer teknologi dan aplikasinya di tingkat petani, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2005 telah menyusun dan mencoba membuat model percepatan transfer teknologi pertanian melalui Program Primatani.

Program Primatani adalah suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Model Primatani tersebut kini telah ditetapkan sebagai salah satu instrumen program Departemen Pertanian. Program Primatani mulai diterapkan pada tahun 2005 di 22 lokasi yang tersebar di beberapa desa di Indonesia, kemudian pada tahun 2006 dikembangkan di 33 lokasi dan pada tahun 2007 diperluas di 201 lokasi. Di Jawa Barat dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut dan Kabupaten Karawang.

Suatu bentuk kekhasan dari media Primatani sebagai media transfer percepatan teknologi adalah: (1) media dikemas dan disampaikan langsung oleh para peneliti dari badan litbang melalui berbagai media dan penyuluh di lapangan, (2) isi materi dari media merupakan inovasi dari lembaga-lembaga penelitian yang terdiri dari inovasi teknis dan inovasi kelembagaan yang diapklikasikan langsung di lahan petani, (3) melibatkan semua sektor terkait guna memecahkan permasalahan dan mengembangkan potensi lokal sesuai dengan hasil PRA

(Participatory Rural Appraisal) sesuai dengan paradigma pemberdayaan

2 Agar tidak menimbulkan perbedaan pendapat dan persepsi tentang Primatani, maka perlu ditegaskan bahwa Primatani bukanlah institusi, lembaga atau organisasi, tetapi merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian. Makna atau filosofi dari Program Primatani ada tiga hal pokok, yaitu: (1) Program berarti bahwa Primatani merupakan kegiatan yang terencana dan dilaksanakan secara sistematik sebagai salah satu program Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran inovasi teknologi pertanian pada tahun 2005-2009, (2) Rintisan dan akselerasi pemasyarakatan berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian dan (3) Inovasi teknologi pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian yang mutakhir (Litbang Deptan 2004).

Dalam konteks komunikasi pembangunan, Melkote (2002) mengkategorikan pendekatan komunikasi pembangunan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok paradigma dominan (modernisasi) dan kelompok paradigma alternatif (pemberdayaan). Pendekatan pemberdayaan khususnya di lingkup Departemen Pertanian dikemukakan oleh Syahyuti (2007) berkembang pada awal 1990-an. Setelah sebelumnya isu pembangunan di Deptan mengikuti kecenderungan pemikiran yang sedang berkembang di tingkat dunia. Pada era 1960-an, pendekatan pembangunan pertanian lebih banyak berpedoman kepada pendekatan wilayah atau pedesaan. Pada era selanjutnya (1970-an dan 1980-an) pendekatan pengembangan komoditas sangat mendominasi, terutama padi yang menjadi target utama pemerintah (Bimas sampai Supra Insus). Pada awal 1990-an, isu kemiskinan mewarnai aktivitas di Dept1990-an, yang dilanjutkan dengan isu gender. Terakhir, sejak akhir 1990-an hingga awal 2000-an, isu “pemberdayaan” telah mewarnai berbagai kegiatan di Departemen Pertanian seperti kegiatan P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil) tahun 1979, PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area) tahun 2001, P4MI (Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi) tahun 2003 dan terakhir Primatani tahun 2005.

Penyebarluasan informasi pada program Primatani dilakukan dari sumber informasi (peneliti) kepada para petani dilakukan melalui penggunaan media

3 komunikasi. Meskipun denikian, penggunaan media tersebut sebelumnya telah disesuaikan dengan kebutuhan petani. Penggunaan media dapat lebih mempermudah dan memperjelas petani untuk mengerti materi yang disampaikan. Seperti dikemukakan oleh Berlo (1960) bahwa media sebagai salah satu dari elemen komunikasi merupakan alat atau segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima pesan. Penyebaran informasi melalui media merupakan mata rantai dari rangkaian kegiatan timbal-balik dan tidak terpisahkan dalam upaya menyebarluaskan inovasi.

Daniel Lerner dalam Sarwititi (2005) menekankan peran media dalam modernisasi.Lerner menemukan bahwa media merupakan agen modernisasi yang ampuh untuk menyebarkan informasi dan pengaruhnya kepada individu-individu dalam menciptakan iklim modernisasi. Orang-orang yang terdedah oleh pesan-pesan media akan memiliki kemampuan berempati dengan kehidupan masyarakat yang dibaca atau ditontonnya. Kemampuan berempati ini penting agar orang bisa bersikap fleksibel dan efisien dalam menghadapi kehidupan yang berubah.

Pentingnya perantaraan media juga dikemukakan dalam teori difusi inovasi Rogers (1962). Teori ini beranggapan bahwa pembangunan terjadi melalui penyebaran (difusi) inovasi dari agen pembangunan di tingkat lokal melalui berbagai saluran (media massa, interpersonal dan lain-lain). Pengembangan lebih jauh adalah dari pendekatan pemasaran sosial dimana pendekatan ini dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa media sangat efektif dalam meningkatkan tingkat kognisi khalayak mengenai kejadian-kejadian yang spektakuler dan media berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan khalayak termasuk hiburan dan informasi sesuai dengan teori uses and gratification.

Rumusan Masalah Penelitian

Pendekatan sentralisitik pada masa lalu sangat mendominasi program pembangunan pertanian yang cenderung tingginya intervensi dan dominasi pemerintah. Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil menghadirkan kesejahteraan bagi petani dalam arti yang sesungguhnya. Isu pemberdayaan yang berkembang di Departemen pertanian telah menjadi indikasi adanya itikad baik dari pemerintah terhadap suatu pola

4 perubahan paradigma yang memihak kepada para petani. Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia.

Sejak tahun 2005, Departemen pertanian telah mengembangkan Primatani secara nasional. Proses pemberdayaan masyarakat dalam Primatani dititikberatkan pada fasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat di tingkat pedesaan. Konsep pemberdayaan dipercayai mampu menjembatani partisipasi petani dalam proses pembangunan.

Primatani sebagai konsep baru diseminasi diharapkan dapat mempercepat proses penyampaian informasi dan inovasi teknologi pertanian yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna. Lemahnya sumberdaya manusia petani dalam penguasaan teknologi cenderung dipengaruhi oleh mutu layanan sumber informasi, media komunikasi yang kurang tepat (Sumardjo et al. 2007).

Primatani sebagai media pemberdayaan petani seharusnya memilih dan menggunakan media-media yang memang mampu memberdayakan petani. Dalam Primatani penyebaran inovasi dilakukan melalui berbagai media baik dalam format media tercetak, media percontohan lapangan, maupun melalui sumberdaya manusia penyuluhan yang ada di lapangan. Pemanfaatan media tersebut, lebih lanjut perlu diteliti pengaruhnya terhadap pemberdayaan petani. Kajian dilakukan sejalan dengan pengembangan model program Primatani dengan basis kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian di pedesaan.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian dilakukan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik media cetak, media gelar teknologi dan sumberdaya manusia penyuluh pada program Primatani?

2. Bagaimana proses pemberdayaan dan tingkat keberdayaan petani pada

program Primatani?

3. Bagaimana efektivitas media cetak, media gelar teknologi dan media penyuluh terhadap keberdayaan dan partisipasi petani?

5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi karakteristik media komunikasi yang digunakan dalam

Primatani.

2. Mengidentifikasi proses pemberdayaan dan tingkat keberdayaan petani peserta program Primatani.

3. Menganalisis efektifitas penggunaan media komunikasi terhadap keberdayaan dan partisipasi petani pada program Primatani.

Kegunaan Penelitian

Secara praktis, penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga penyuluhan pertanian/instansi penelitian dan pengambil kebijakan di sektor pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengembangan inovasi dan diharapkan menjadi bahan masukkan dalam upaya perbaikan, penyusunan dan perumusan program serta pengembangannya. Secara rinci kegunaan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Deskripsi persepsi petani terhadap media informasi pertanian yang digunakan. 2. Deskripsi kredibilitas penyuluh yang sesuai dengan harapan petani.

3. Umpan balik perbaikan media dan penyuluh yang sesuai dengan harapan dan keinginan petani.

4. Perbaikan pada program-program pemerintah yang memanfaatkan media

informasi pertanian dan penyuluh sebagai saluran komunikasi.

Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran tentang pengaruh terpaan media terhadap pemberdayaan petani. Bagi masyarakat pembaca, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber pengetahuan dan acuan dalam melakukan aktivitas penyebarluasan informasi melalui media yang sesuai dengan keinginan petani.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Program Primatani di Kabupaten Karawang

BPTP Jawa Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang mempunyai misi menemukan atau menciptakan inovasi pertanian (teknologi, kelembagaan dan kebijakan) maju dan strategis, mengadaptasikannya menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi serta menginformasikan dan menyediakan materi dasarnya. Salah satu program yang dijalankannya adalah Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian).

Prima Tani merupakan salah satu upaya untuk mempercepat sampainya informasi dan adopsi inovasi teknologi di tingkat petani. Secara operasional mengkaitkan antara penelitian dan penyuluhan bukan semata-mata hanya penyuluhan yang diberikan (BPTP Jawa Barat 2007).

Penerimaan perubahan-perubahan oleh suatu masyarakat menurut Wiriaatmadja (1982) dapat dipercepat secara teratur (akselerasi) dengan cara: (1)Peniruan (imitation) secara sengaja atau aktif karena pengaruh demonstratif

(demonstrative effect) yang disebabkan oleh adanya hubungan sosial.

(2)Pendidikan (education), yaitu usaha mengadakan perubahan perilaku manusia secara teratur sejak lahir sampai mati. Pendidikan dianggap sebagai kewajiban setiap generasi untuk menjadikan angkatan kemudiannya lebih sempurna. (3)Pembujukan (persuasion), yaitu usaha merubah perilaku dengan janji imbalan

jasa atau dengan pemberian bantuan. Perubahan akan lebih cepat terjadinya tetapi akan cepat pula kembali kepada keadaan asalnya bila bantuan tadi dihentikan.

(4)Propaganda, yaitu usaha merubah perilaku orang dengan mempengaruhi

emosinya sehingga orang tersebut akan memihak kepada orang atau golongan pengusaha propaganda itu.

(5)Perintah (instruction), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasarkan kelebihan wewenang dari orang yang memerintah (pemerintah, atasan, guru, orang tua dan lain-lain). Sifatnya hanya satu arah dari atas ke bawah dan biasanya ada sanksi.

7 (6)Paksaan (coercion), yaitu usaha mengatur perilaku orang lain berdasar

kekuasaan yang dipunyai orang yang memaksa dan ada terkandung ancaman badan.

Kegiatan Primatani di Kabupaten Karawang menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: (1) agro-ekosistem; (2) agribisnis; (3) wilayah; (4) kelembagaan, (5) kesejahteraan (Litbang Deptan 2004). Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Primatani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi biofisik lahan sawah intensif yang meliputi aspek sumberdaya lahan, air, wilayah komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasinya Primatani memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pasca panen dan pengolahan, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan).

Pendekatan kelembagaan berati pelaksanaan Primatani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma dan aturan yang berlaku di lokasi Primatani. Pendekatan kesejahteraan menekankan bahwa pelaksanaan Primatani berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di lokasi Primatani. Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu unit agribisnis industrial pedesaan (AIP).

Primatani di Kabupaten Karawang dilaksanakan di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya pada agro-ekosistem lahan sawah irigasi. Kegiatan diawali dengan pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA) dengan melibatkan semua pihak yang terkait. Keluaran dari kegiatan PRA adalah: 1) pemahaman masalah pengembangan agribisnis di wilayah Primatani, 2) rancangan model agribisnis dan jenis-jenis inovasi yang dapat dilakukan, dan 3) tahapan kegiatan inovasi selama 5 tahun (Litbang Deptan 2004).

Tahap selanjutnya dilakukan survey pendasaran (baseline survey) yang bertujuan untuk membandingkan kondisi awal atau sebelum dan sesudah kegiatan dilakukan (exante vs expost analysis). Dengan mengetahui dan memahami kondisi awal pada variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kegiatan agribisnis dan

8 sistem agribisnis pedesaan, maka dapat diketahui bagaimana perubahan variabel-variabel tersebut setelah dilakukan kegiatan (Litbang Deptan 2004).

Implementasi inovasi teknologi dilakukan melalui sistem dan usaha agribisnis. Dalam penerapan sistem ini petani didorong untuk melakukan usahataninya tidak hanya pada tahap on farm tetapi juga pada tahap off farm. Penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi dilaksanakan sesuai dengan keunggulan sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi setempat (farmer”s circumtances), serta penumbuhan kelembagaan agribisnis yang sedang berjalan. Hal ini merupakan kunci keberhasilan keseluruhan proses sistem dan usaha agribisnis.

Model sistem dan usaha agribisnis, pada awalnya dilakukan melalui pendekatan model farm untuk mengkaji kelayakan teknis, ekonomis dan sosial budaya. Pendekatan ini diperlukan karena keberhasilan suatu program pengembangan usahatani tidak hanya ditentukan oleh teknologi maju, tetapi juga faktor sosial ekonomi petani, dukungan kelembagaan yang ada di pedesaan, dan kebijaksanaan pemerintah. Selain itu partisipasi aktif dari semua pihak yang terkait sejak perencanaan hingga monitoring dan evaluasi mendukung keberlanjutan penerapan teknologi anjuran secara luas di tingkat petani.

Program Primatani pada lahan sawah di Kabupaten Karawang diimplementasikan dalam model laboratorium agribisnis yang dirancang, dibangun, dan dikembangkan dalam jangka waktu lima tahun (2005-2009). Primatani pada intinya adalah membangun laboratorium agribisnis yang merupakan model percontohan agribisnis industrial pedesaan (AIP) berbasis sumberdaya lokal yang memadukan sistem inovasi teknologi dan kelembagaan pedesaan. Dalam model ini, Badan Litbang Pertanian tidak hanya berfungsi sebagai produsen teknologi sumber/dasar, tetapi juga aktif terlibat dalam memfasilitasi penggandaan, penyaluran dan penerapan teknologi inovatif yang dihasilkannya.

Inovasi yang dikembangkan dalam Primatani di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang terdiri dari dua jenis inovasi yaitu; inovasi teknis dan inovasi kelembagaan.

9

¾ Inovasi Teknologi

Implementasi inovasi teknologi masih dilakukan secara terbatas. Inovasi teknologi yang dikembangkan pada lahan sawah irigasi intensif di Kabupaten Karawang merupakan penyempurnaan teknologi pada Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) yang sebelumnya telah dilaksanakan. Teknologi yang dikembangkan adalah pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) padi sawah. Adapun komponen teknologi PTT yang dikembangkan pada lahan sawah intensif di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan varietas unggul dan padi hibrida. 2. Perlakuan benih (seed treatment).

3. Penggunaan bibit muda (10-15 hss) 1-3 batang per rumpun. 4. Cara tanam jajar legowo dengan jarak tanam 50 x 25 x 12,5 cm. 5. Pemberian pupuk N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). 6. (Pupuk Urea akan diberikan pada tanaman padi, apabila warna daun

menunjukkan angka di bawah 4 pada BWD, dosis yang diberikan 45 kg N (100 kg Urea/ha pada setiap aplikasi).

7. Pemberian bahan organik (kompos kotoran sapi) dengan dosis 1,5-2,0 ton/ha). 8. Pemberian pupuk P dan K berdasarkan hasil analisa tanah .

9. Pengendalian OPT melalui konsep PHT. 10.Penggunaan teknologi panen dan pasca panen.

¾ Inovasi Kelembagaan

Keberhasilan usahatani tidak hanya didukung oleh penerapan inovasi teknologi, akan tetapi terkait erat dengan sistem kelembagaan pendukung usahatani. Kelembagaan yang berkembang dan berjalan sesuai tugas dan fungsinya akan memacu peningkatan produksi yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan nilai tambah ekonomi rumah tangga petani yang ada di wilayah tersebut (BPTP Jawa Barat 2005).

Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) merupakan suatu model kelembagaan usaha pertanian sekaligus model kelembagaan inovasi yang dikembangkan melalui Primatani guna mempercepat proses adopsi inovasi teknologi dan mewujudkan usaha pertanian yang berorientasi pasar, bernilai

10 tambah tinggi, berdaya saing, sharing system yang proporsional diantara pelaku agribisnis, serta berdampak pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal, peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan (Litbang Deptan 2004).

Suatu sistem dan usaha agribisnis dilakukan secara terpadu di setiap subsistem yang ada di Kecamatan Tirtamulya karena pembangunan salah satu subsistem saja tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Dalam AIP di Kecamatan Tirtamulya terjadi suatu kesatuan rantai pasok vertikal dalam suatu kawasan, meliputi: 1). penumbuhan seluruh elemen lembaga agribisnis yang meliputi lembaga produksi pertanian, sarana produksi, jasa alsintan, penyuluhan, klinik agribisnis, pemasaran, industri pengolahan pertanian, dan permodalan di pedesaan, dan 2) penumbuhan keterkaitan kerjasama yang saling menguntungkan di antara pelaku usaha agribisnis, terutama antara petani dan pelaku usaha agribisnis lainnya. Seluruh elemen lembaga saling terkait satu sama lain dan membentuk suatu unit AIP di lokasi Prima Tani.

Saluran/Media Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang berlangsung face to face, tatap muka) dan dengan media (Dhani 2007). Media dimaksud adalah media komunikasi. Media merupakan alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Termsuk di dalammnya media personal (Penyuluh). Seperti dikemukakan oleh McQueil dalam Littlejohn (2001) yang mengatakan bahwa media merupakan penterjemah yang membantu memahami, landasan atau pembawa yang menyajikan informasi, penyaring yang menyaring bagian-bagian dari pengalaman. Lebih lanjut Littlejohn (2001) mengemukakan bahwa sebelum media cetak ditemukan, manusia merupakan penghantar pesan yang berorientasi pada pendengaran; mendengar adalah untuk mempercayai. Jadi, media personal merupakan media komunikasi sebagai perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja.

Penggunaan media dan pemanfaatan informasi teknologi pertanian oleh petani dikemukakan Setiabudi (2004) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

11 : a) karakteristik individu, b) kebutuhan terhadap media dan informasi, serta c) motivasi itu sendiri terhadap informasi. Ditegaskan pula bahwa suatu media informasi akan digunakan jika media informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhan informasi sesuai dengan motivasi penggunaan media informasi dan pemanfaatannya. Disisi lain, suatu media akan digunakan dan dimanfaatkan tergantung kepada: 1) ketersediaan media, 2) kualitas media, 3) kesesuaian media (Eko et al. 2000). Penggunaan informasi tergantung pada kredibilitas suatu media informasi. Tingkat kredibilitas media tersebut sangat bergantung pada tingkat kemanfaatan informasi bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.

Pemilihan media yang akan diteliti dalam penelitian dilihat dari target komunikannya termasuk dalam saluran komunikasi dengan menggunakan media massa yang bersifat non periodik. Media leaflet termasuk di dalamnya peragaan gelar teknologi biasanya digunakan pada waktu-waktu tertentu. Dapat dijelaskan bahwa manusia (penyuluh) adalah mempunyai kedudukan sebagai media. Dimana informasi teknologi yang disampaikan dari sumber informasi (peneliti badan litbang) terlebih dahulu disampaikan melalui pelatihan para petugas penyuluh di lapangan sebelum sampai kepada petani.

Media Cetak

Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan media cetak dapat diartikan segala barang cetak seperti surat kabar, majalah, brosur, pamflet, buletin dan lain-lain (Cangara, 2002).

Media cetak disediakan untuk memenuhi bahan kebutuhan para petani dan masyarakat lain yang memerlukan dan mengambil manfaat dari adanya informasi. Seorang yang menyiapkan informasi untuk petani melalui media cetak hendaknya bertanya pada diri sendiri tentang; (a) untuk siapa media cetak ini disiapkan, (b) apakah calon pembaca mengetahui pokok yang dibahas, (c) informasi apa yang dapat disampaikan untuk menambah pengetahuan calon pembaca, (d) kebijaksanaan apakah yang dapat membawa perubahan, (e) apakah keputusan itu mungkin dapat diterapkan (Deptan, 1995). Untuk menjawab pertanyaan ini maka perencanaan pembuatan leaflet yang baik sangat diperlukan; (1) harus

12 menentukan dengan pasti tingkat umur, latar belakang, dan jenis kepentingan calon pembaca, (2) mempersiapkan outline termasuk rencana ilustrasinya, (3) mengumpulkan bahan yang akan disajikan, (4) mengembangkan dan mengorganisasi ide dan informasi ke dalam bentuk cetak.

Mengingat masyarakat pedesaan dalam kehidupannya sehari-hari mempunyai banyak keterbatasan antara lain, pendidikan, kemampuan baca tulis yang rendah, cara berpikir yang sederhana dan sebagainya. Oleh karena itu media yang disampaikan harus dibuat sesuai dengan kondisi dan kemampuan mereka. Untuk itu media yang dibuat harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Sederhana, mudah dimengerti dan dikenal, (b) menarik, (c) mengesankan ketelitian, (d) menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, (e) mengajak sasaran untuk memperhatikan, mengingatkan, dan menerima ide-ide yang dikemukakan (Deptan, 1995).

Tulisan yang efektif hendaknya mempunyai syarat (a) bersih; kata-katanya jelas, mudah dimengerti, kalimatnya sederhana, dan paragrafnya pendek, (b) pola; organisasikan ide dan pertanyaan kedalam bagian-bagian yang masing-masing bahan mudah dicerna. Alinea yang tidak terlalu panjang atau pendek, setiap alinea hanya mengandung satu maksud, urutan kronologi yang mudah dimengerti (Deptan, 1995).

Media cetak (seperti brosur, leaflet, surat kabar dan majalah pertanian merupakan visualaid) berfungsi sebagai bahan publikasi untuk menyebarluaskan informasi pertanian, khususnya kepada masyarakat tani dan masyarakat ramai yang menaruh minat terhadap pembangunan pertanian (Samsudin 1994). Leaflet dan folder dimaksudkan untuk mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan sasaran pada tahap menilai, mencoba, dan menerapkan (Mardikanto 1993).

Jahi (1988) mengemukakan beberapa keunggulan media cetak yaitu (a) sifat permanen pesan-pesan yang telah dicetak, (b) keleluasan pembaca mengontrol keterdedahannya (exposure) dan (c) mudah disimpan serta diambil kembali. Lozare (Jahi 1988) menjelaskan sifat-sifat yang menguntungkan ini mengakibatkan media cetak dianggap sebagai tulang punggung komunikasi.

Selanjutnya menurut Kelsey dan Hearne dalam Kushartanti (2001) menyatakan bahwa untuk meningkatkan keefektifan media cetak disarankan agar

13 media: (a) menyajikan topik yang sesuai dengan kebutuhan yang dianggap penting dan mendesak serta dapat diterapkan oleh masyarakat, (b) menyajikan materi yang sesuai dengan masalah, minat dan tingkat pendidikan pembaca, (c) menghindari konsep yang sukar, (d) menyusun fakta secara logis sehingga pembaca dapat mengikuti secara bertahap, (e) menggunakan ilustrasi foto dan gambar yang sesuai.

Selain itu menurut Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa agar publikasi teknis media cetak yang diterbitkan oleh dinas-dinas penyuluhan efektif bagi sasaran/penggunanya, media tersebut harus dikemas dalam bentuk yang mudah dimengerti (comprehensive), artinya dengan menggunakan bahasa yang sederhana, menyusun dan merangkaikan perbedaan pendapat dengan jelas dan hal-hal pokok dinyatakan dengan singkat dan jelas. Isi pesan ditulis sesuai dengan kemampuan daya serap pembaca, bahasa yang setingkat dengan pengertian

Dokumen terkait