• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan beberapa inovasi yang cenderung mengarah. kehandalan sistem. Salah satu diantaranya adalah penggunaan media satelit.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. melahirkan beberapa inovasi yang cenderung mengarah. kehandalan sistem. Salah satu diantaranya adalah penggunaan media satelit."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi yang dinamis, telah melahirkan beberapa inovasi yang cenderung mengarah pada peningkatan kehandalan sistem. Salah satu diantaranya adalah penggunaan media satelit. Diantaranya adalah aplikasi penggunaan Satellite News Gathering (SNG) pada program siaran langsung dalam bidang pertelevisian.

Penelitian dan pengembangan yang dapat dilakukan untuk memajukan teknologi adalah Telekomunikasi dengan menggunakan media satelit. Satelit banyak dimanfaatkan terutama karena penggunaannya fleksibel dalam jaringan sehingga dapat diakses dalam area yang luas, baik dikota besar maupun dipedalaman yang sulit dipasang media teresterial. Komunikasi satelit pada televisi memberikan nilai tambah, karena satelit mampu menghadirkan siaran langsung dengan waktu yang relatif singkat dalam area penerimaan yang luas.

Jaringan televisi yang menggunakan perantaraan satelit harus melakukan perhitungan link budget agar mendapatkan kualitas transmisi yang baik, dilihat berdasarkan standar parameter Bit Error Rate (BER) dan Signal-to-Noise ratio ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N S

Faktor - faktor yang turut menentukan dalam link budget termasuk spesifikasi peralatan stasiun bumi dan satelit, serta kerugian-kerugian yang timbul akibat temperatur, cuaca, dan saluran transmisi.

(2)

PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) menggunakan Satelit Telkom-1 pada program siaran langsung dengan Satellite News Gathering (SNG) sebagai stasiun bumi pemancar. Karena SNG bersifat portable, maka lokasi penempatan SNG sangat berpengaruh pada setiap perhitungan link budget. Dengan transmisi digital, kualitas siaran dilihat dari nilai parameter BER yang dihasilkan oleh sistem.

II.

Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dan pemecahan masalah dapat dilakukan maka diberikan batasan pada permasalahan yang ada. Batasan-batasan tersebut adalah :

1. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus link budget sesuai data masukan, kondisi dan peralatan yang digunakan pada saat pengamatan.

2. Pengamatan dan data yang diperoleh berdasarkan pada siaran langsung dengan menggunakan SNG milik PT. RCTI.

III.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dari Tugas Akhir ini adalah :

1. Menganalisis permasalahan kualitas performasi gambar yang timbul pada siaran langsung dengan menggunakan SNG.

2. Membandingkan kualitas sistem pada hasil pengamatan dengan hasil perhitungan link budget.

(3)

IV. Metode Penulisan

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan proses pengumpulan data dan menganalisis permasalahan dengan beberapa metode, yaitu:

1. Pengamatan langsung, dilakukan dengan melakukan observasi langsung pada proses siaran langsung di lokasi dan data-data yang diperoleh dari perusahaan. 2. Literatur, diambil dari bahan-bahan yang berhubungan dengan perhitungan link

budget komunikasi satelit pada media televisi, berupa buku, diktat seminar dan sumber internet yang menunjang.

V. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan hal-hal mengenai Tugas Akhir secara umum seperti latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TEORI DASAR

Menjelaskan teori - teori dasar yang mendukung dalam pengolahan data dan pemecahan masalah, yaitu yang berkaitan dengan link budget komunikasi satelit dan siaran televisi.

(4)

BAB III PERHITUNGAN LINK BUDGET DENGAN PERANGKAT SATELLITE NEWS GATHERING

Pada bab ini dipaparkan hasil pengamatan siaran langsung dan dilakukan perhitungan link budget berdasarkan data-data berupa data perangkat pemancar, penerima, data carrier, data satelit, dan sebagainya.

BAB IV ANALISIS LINK BUDGET

Pada bab ini dilakukan penganalisaan atas hasil penganalisaan dengan hasil perhitungan, kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan BER sesuai dengan standar yang berlaku.

BAB V KESIMPULAN

Pada bab ini diberikan kesimpulan atas analisis dan perhitungan yang telah dilakukan, serta usulan yang berguna bagi perusahaan dan ilmu pengetahuan.

(5)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Pendahuluan

Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari satu tempat ke tempat lain. Informasi ini terdiri dari tiga jenis, yaitu suara, data, dan video. Komunikasi memerlukan bantuan dari media pendukung yang akan memudahkan proses pengiriman dan penerimaan informasi.

Jenis media pendukung tergantung dari jenis macam informasi yang dikirimkan. Misalnya saja untuk informasi suara, tersedia telepon kabel, telepon selular, telepon internet (Voice over internet protocol-voip), dan telepon satelit. Informasi data dapat dikirimkan melalui media kabel telepon biasa (dial-up), kabel televisi, fiber optic, microwave, wireless 2.4 GHz, dan satelit. Informasi video dapat melalui media kabel, radio dan satelit. Dari tiga jenis informasi tersebut, dapat dicermati bahawa satelit selalu mampu ambil bagian dalam proses komunikasi.

Informasi dikirimkan dalam bentuk simbol-simbol analog atau digital (diskrit). Informasi analog, contohnya seperti suara manusia dan musik, biasa digunakan pada telepon dan televisi. Sedangkan informasi digital seperti kode biner dan simbol grafik. Kualitas transmisi analog dilihat berdasarkan parameter Signal-to-Noise ratio ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N S

yaitu perbandingan daya sinyal yang diinginkan terhadap daya

noise yang muncul. Untuk transmisi digital dilihat berdasarkan kualitas parameter Bit Error Rate (BER), yaitu perbandingan data salah/cacat yang diterima terhadap semua

(6)

data yang diterima oleh sistem. Tabel di bawah ini merupakan besar N

S

dan BER yang distandarkan oleh FCC (Federation Communications Commission) sebagai badan yang menjadi penghubung peraturan antar negara dalam komunikasi internasional di bidang radio, kabel, televisi, satelit dan telegram. Nilai

N S

atau BER jauh di luar standar ini mengakibatkan gambar yang ditransmisikan terlihat cacat dan patah-patah. Jaringan yang akan dibahas pada bab berikutnya menggunakan transmisi digital sehingga kualitas sistem dilihat dari parameter BER.

Tabel 2.1 Standar

N S

pada Transmisi Analog

Service N S (dB) Direct to home 40-45 Rebroadcast 52-54

Tabel 2.2 Standar BER pada Transmisi Digital

Service BER Video 10-5 - 10-7 Voice 10-4 - 10-7

(7)

2.2 Komunikasi Satelit

Secara umum satelit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu satelit alam dan satelit buatan. Satelit alam adalah batuan di angkasa dengan ukuran yang beraneka ragam dan mengitari primary celestial bodies, contohnya bulan yang mengelilingi bumi. Satelit buatan adalah sebuah pesawat ruang angkasa yang ditempatkan pada orbit di sekeliling bumi dan membawa peralatan-peralatan penerima, penguat dan pemancar informasi berupa gelombang elektromagnetik, dan mampu merelay sinyal-sinyal dari satu tempat ke tempat lain di bumi.

Keuntungan penggunaan satelit sebagai media komunikasi adalah: 1. mempunyai bandwidth yang lebar,

2. mudah dalam instalasi,

3. rendahnya biaya perawatan dibandingkan pada perawatan media terrestrial, 4. ideal penggunaannya untuk area komunikasi yang luas,

5. maintenance dilakukan secara sentral oleh stasiun bumi pengendali. 6. unggul dalam hal jaringan komunikasi, yaitu:

a. point to point

Satelit dapat menghubungkan komunikasi dari 1 tempat ke tempat lain.

(8)

b. point to multipoint

Satelit dapat menghubungkan komunikasi dari 1 tempat ke beberapa tempat.

Gambar 2.2 Jaringan Satelit Point to Multipoint

c. multipoint to point

Satelit dapat menghubungkan komunikasi dari beberapa tempat ke sebuah tempat.

Gambar 2.3 Jaringan Satelit Multipoint to Point

Disamping memiliki keuntungan, penggunaan satelit sebagai media komunikasi juga memiliki kelemahan, diantaranya meliputi:

1. Biaya awal pembangunan dan penempatan satelit yang mahal.

2.Delay propagasi ( penundaan ) yang cukup besar untuk satu arah, dari stasiun bumi ke satelit atau dari satelit ke stasiun bumi.

(9)

Pencetus ide menggunakan satelit sebagai media komunikasi adalah Arthur C. Clark yang menulis sebuah artikel pada “Wireless World” edisi bulan Oktober 1945. Ia mengusulkan adanya pesawat komunikasi yang mengelilingi bumi dalam satu orbit dan berada pada suatu titik di atas bumi. Satelit dapat mengorbit di sekeliling bumi tetap pada longitude yang ditentukan akibat adanya keseimbangan gaya antara gaya sentrifugal satelit dengan gaya gravitasi bumi. Pilihan orbit adalah hal yang penting dan mendasar karena dapat menentukan lama waktu pengiriman/penerimaan informasi, menentukan luas daerah lingkup bumi, dan selang waktu di mana satelit dapat telihat dari setiap daerah tertentu pada bumi.

Ada 3 buah posisi orbit satelit, yaitu Low Earth Orbit (LEO), Medium Earth Orbit (MEO) dan Geostationary Earth Orbit (GEO). Orbit satelit LEO yang berada

pada ketinggian 200-3000 km memiliki periode orbit selama 1,5 jam sehingga dapat tampak di suatu titik bumi setiap 15 menit sekali. Orbit satelit MEO dengan ketinggian orbit 6000-12000 km berperiode orbit selama 5-12 jam dan tampak 2-4 jam sekali pada satu titik di bumi. Apabila bidang orbit tepat dengan bidang garis khatulistiwa (ketinggian ± 36000 km), maka disebut orbit GEO, berperiode orbit 24 jam.

GEO memerlukan minimal tiga satelit untuk dapat mencakup seluruh permukaan bumi, dengan jarak posisi antara satelit minimal sebesar 120° sehingga sebuah satelit diharapkan dapat mencakup ⅓ bagian bumi. Satelit GEO terbagi menurut tiga cakupan utama yang dibagi dan dikendalikan oleh badan internasional bernama INTELSAT. Daerah cakupan tersebut adalah Atlantic Ocean Region (AOR), Indian Ocean Region (IOR) dan Pasific Ocean Region (POR).

(10)

Namun ketiga region ini pada kenyataannya tidak membagi dunia sama rata, tetapi terjadi overlap di beberapa tempat. Contohnya Indonesia yang termasuk dalam daerah cakupan satelit POR sekaligus IOR.

Satelit GEO sering digunakan untuk keperluan komunikasi karena sifatnya yang memiliki periode orbit 24 jam dan memiliki arah yang sama seperti rotasi bumi, sehingga satelit akan tampak diam (stasioner) bagi seorang pengamat di permukaan bumi dan berarti komunikasi tidak akan dapat terputus.

Telekomunikasi dengan media satelit menggunakan frekuensi yang berkisar antara 1-300GHz. Mulai dari X-band ke atas, proses transmisi sangat terpengaruh oleh keadaan cuaca. Indonesia umumnya memakai frekuensi C-band karena curah hujan di Indonesia cukup besar.

Frekuensi uplink (proses transmisi dari stasiun bumi ke satelit) dengan frekuensi downlink (proses transmisi dari satelit ke stasiun bumi) berbeda nilainya untuk meminimalkan interferensi sinyal pengirim dan penerima. Dan karena lebih mudah meningkatkan frekuensi oleh transmitter daripada oleh satelit, maka frekuensi uplink dipilih lebih tinggi dari pada frekunsi downlink.

Tabel 2.3 Alokasi Spektrum Frekuensi

Band L S C X Ku K Ka milimeter

(11)

Suksesnya peluncuran satelit Telkom-1 milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk pada 12 Agustus 1999 lalu dari pusat peluncuran satelit Kourou, Guyana Prancis, telah menandai babak baru sektor pertelekomunikasian di Indonesia. Satelit Telkom-1 mempunyai ukuran kira-kira 1,8m x 1,8m x 3.0m dan dindingnya terbuat dari bahan graphite epoxy composite. Pada kedua sisinya yang saling berhadapan (Timur dan Barat) terpasang masing-masing antena parabola dari bahan kevlar dengan diameter 2,159m, sedangkan pada kedua sisi lainnya (utara dan selatan) tergantung dua panel surya masing-masing empat sektordari bahan Gallum Arsenid dan Silikon effisiensi tinggi yang secara total dapat memberikan daya sebesar 4,5 kW pada akhir umurnya.

Dengan sistem stabilisasi tiga sumbu, satelit tersebut tak henti-hentinya berfungsi sebagai repeater di atas ekuator pada posisi 108 derajat BT, menerima dari menggirimkan kembali jutaan bit informasi per detik ke puluhan ribu stasiun bumi VSAT (Very Small Apperture Terminal) yang terletak dalam cakupannya. Satelit Telkom-1 melaju dengan kecepatan 10.728 km/jam tetapi dengan ketinggian orbit sekitar 36000 km, satelit tersebut serasa diam relatif terhadap bumi.

Konsep satelit Telkom-1 dirancang untuk menjawab kebutuhan pelanggan yang siap bertarung dan bersaing dalam era informasi, dimana kesuksesan bisnis saat ini bisa diukur dari seberapa jauh kemampuan aksesnya terhadap informasi. Satelit Telkom-1 memiliki banyak kelebihan, terutama dalam teknologi, kapasitas, kekuatan, luas jangkauan dan masa hidupnya. Keunggulan jaringan satelit ini adalah dapat digunakan untuk komunikasi dengan daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan kabel atau teresterial. Sehingga dapat memudahkan pada saat proses siaran langsung televisi.

(12)

Daerah cakupan satelit atau yang disebut juga daerah kontur merupakan area teresterial yang dirancang untuk dijangkau satelit. Setiap satelit memiliki daerah kontur yang berbeda tergantung rancangan luas area yang akan dilayani. Daerah kontur satelit Telkom-1 meliputi seluruh Asia Tenggara, Hongkong, Taiwan, Papua Nugini dan Australia.

Transponder, kependekan dari transmitter dan responder, adalah perangkat satelit yang merupakan gabungan transmiter dan receiver. Transponder terdiri atas Bandpass Filter (BPF), wideband receiver, demux, power gain blocks, dan mux.

Bandwidth sebuah transponder biasanya frekuensinya 36 MHz atau 40 MHz, sudah termasuk guard band. Bandwidth ini dapat dibagi menjadi beberapa bandwidth yang kecil sesuai kebutuhan dan alokasi dana penyewaan.

Bagan di dalam transponder dapat ditunjukkan seperti pada gambar berikut:

(13)

2.3 Siaran Televisi Digital

Siaran televisi dapat dikategorikan dalam dua jenis berdasarkan proses pengambilan gambarnya, yaitu siaran rekaman (recorded) dan siaran langsung (live). Siaran rekaman merupakan siaran yang gambarnya diambil sebelum dilakukan proses transmisi ke pemirsa, berbeda dengan siaran langsung yang gambarnya diambil tepat pada saat proses transmisi. Siaran langsung menghadirkan data yang up-to-date sehingga pemirsa dapat segera tahu perkembangan yang sedang terjadi.

Alur transmisi siaran langsung adalah sebagai berikut, yaitu gambar yang diambil dari tempat pengambilan gambar ditransmisikan ke stasiun televisi pusat, kemudian baru dipancarkan ke televisi-televisi pemirsa. Siaran langsung ini pada teknisnya dapat menggunakan suatu microwave link atau satelit.

Dengan sistem microwave, gambar yang telah diambil ditransmisikan melalui antena microwave satu ke sebuah atau beberapa antena microwave lain untuk diterima antena penerima. Biasanya antena-antena microwave ini diletakan di atas gedung tinggi. Sedangkan dengan link satelit, gambar ditransmisikan langsung dari transmitter ke receiver melalui media satelit. Diperlukan perangkat transmisi yang

portable dan ukurannya tidak besar karena perangkat ini harus dimasukkan ke dalam

sebuah kendaraan. Istilah yang digunakan untuk menyebut perangkat ini adalah stasiun bumi bergerak atau Satellite News Gathering (SNG). Faktor penting dalam penggunaan microwave adalah yang ditransmisikan tidak terhalang suatu gedung atau gangguan fisik lainnya, sedangkan dalam penggunaan satelit walaupun ada penghalang atau gangguan fisik proses transmisi tetap bisa dilakukan, karena menggunakan perantara satelit yang letaknya jauh diatas langit.

(14)

Oleh karena itu pada proses siaran langsung jauh diluar kota pihak stasiun televisi lebih memilih memakai sistem satelit karena dengan menggunakan sistem satelit jarak maupun halangan bukanlah menjadi suatu masalah. Namun perlu diketahui biaya operasional penggunaan satelit jauh lebih mahal dibandingkan biaya operasional dengan menggunakan microwave.

Satellite

Gambar 2.5 Alur Siaran Live dengan SNG

SNG dilengkapi oleh seperangkat alat seperti encoder, modulator, upconverter, High Power Amplifier (HPA) dan antena. Gambar yang diambil oleh

kamera sebagai sinyal video dan suara yang terekam sebagai sinyal audio analog diubah menjadi data digital di encoder. Hasil pencampuran sinyal video dan audio ini disebut sebagai sinyal komposit, dimana video berspektrum 0-6 MHz sedangkan sinyal audio adalah 0-15 KHz. Proses pencampuran antara sinyal video dengan sinyal audio sering disebut sebagai sound programing.

(15)

Sinyal komposit ini dimodulasikan di modulator dengan frekuensi carrier 70 MHz (Intermediate Frequency/IF), kemudian frekuensinya dinaikan dengan upconverter ke sinyal level RF (Radio Frequency) sesuai frekuensi kanal yang

diinginkan, kemudian dayanya ditingkatkan oleh HPA agar dapat diterima oeh satelit sebelum dipancarkan antena pemancar. Antena SNG lebih dikhususkan untuk mengirimkan sinyal video ke satelit daripada sebagai antena penerima karena personel di tempat pengambilan gambar tidak perlu melihat keadaan di stasiun televisi pusat. Komunikasi audio berjalan secara interaktif dengan menggunakan line telepon.

(16)

Pada sisi penerima, dalam hal ini stasiun televisi, sinyal RF yang diterima antena reciever di-filter sinyal noise-nya dan dikuatkan kembali oleh Low Noise Amplifier (LNA), frekuensinya diturunkan menjadi sinyal IF oleh downconverter,

kemudian didemodulasikan menjadi sinyal komposit kembali di demodulator. Sinyal komposit ini dibagi oleh divider untuk diambil sinyal video dan audionya.

Gambar 2.7 Peralatan pada Stasiun Penerima Televisi

Pengembangan ke arah televisi digital merupakan alih teknologi dimana dengan teknologi ini dapat lebih efisien menggunakan transponder (cukup dengan transponder untuk melakukan transmisi). Televisi dengan sistem transmisi analog mempunyai bit rate hingga 34 Mbps sedangkan digital cukup sampai 8Mbps, karena teknologi digital telah menggunakan sistem kompresi data sehingga dapat menghemat bandwidth yang diperlukan.

Teknik kompresi data yang standar digunakan adalah MPEG (Motion Picure Expert Groups). MPEG merupakan standar yang digunakan dalam pengkodean

Audio-Video (pada film, video, atau lagu) dalam format digital yang terkompresi. Teknik kompresi MPEG yang paling baru saat ini adalah MPEG-4 dengan

(17)

kemampuan kompresi yang lebih baik dari pada teknik kompresi tertentu. Sedangkan yang sekarang ini sedang populer adalah MPEG-3 atau yang lebih dikenal sebagai MP3. Sedangkan untuk VCD biasanya menggunakan teknik kompresi MPEG-2 dan kadang-kadang menggunakan MPEG-1.

Dengan adanya teknik kompresi MPEG memungkinkan adanya siaran televisi digital. Hal ini sudah digunakan pada televisi swasta di Indonesia untuk siaran-siaran yang melalui satelit, karena dengan format digital dapat menghemat biaya siaran yaitu penghematan sewa bandwidth di satelit. Jika dengan menggunakan format konvesional maka paling tidak dibutuhkan bandwidth sebesar 1MHz sedangkan dengan format televisi digital ini hanya diperlukan 100 KHz saja.

(18)

Tugas utama sistem MPEG adalah menggabungkan satu atau lebih bit video dan audio yang akan dikompres menjadi satu bit saja. Bit terdiri dari perintah yang disediakan untuk timing control dan untuk sinkronisasi antara bit video dan audio. Jadi pada dasarnya lapisan sistem MPEG terdiri dari lapisan sistem dan lapisan data terkompres. Lapisan sistem menyediakan sebuah tempat bagi lapisan data terkompres dan menyediakan kontrol untuk men-demultiplex lapisan data terkompres.

Gambar 2.9 Lapisan Sistem MPEG

Data stream seperti Gambar 2.10 di bawah pada blok sistem decoder dipisahkan antara audio data stream dan video data stream melalui informasi waktu. Lapisan paling luar data sistem MPEG adalah lapisan data stream untuk video. Semua aliran video dibagi menjadi beberapa kumpulan gambar dan masing-masing kelompok gambar dibagi menjadi satu atau lebih gambar dengan tiga tipe I,P dan B. Ketika MPEG me-request sebuah data stream yang baru maka MPEG mengeluarkan request kode dalam suatu data stream dimana instruksi menentukan gambar yang

(19)

Gambar 2.10 Kumpulan Gambar Dalam Video Data Stream

2.4

Link Budget

Link budget adalah perhitungan dari rencana daya yang akan dipancarkan ke

satelit dari pemancar untuk mendapat nilai Signal-to-noise ratio ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N S

atau BER dari

suatu link. Link budget akan menentukan performa sistem terbaik yang mungkin didapatkan dengan beberapa faktor lain yang mungkin dapat dipertimbangkan seperti redaman, losses dan noise.

Dalam mengkalkulasi link budget ini besarnya daya yang dipancarkan akan tergantung dari jenis carrier, ukuran antena pemancar dan penerima, daya yang diberikan, karakteristik satelit, lokasi pemancar dan servis yang diharapkan.

Bagan link budget melalui proses uplink dan proses downlink dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini:

(20)

Gambar 2.11 Analisis Link Budget

2.5 Uplink Link Budget

Uplink link budget berarti perhitungan yang dilakukan untuk hubungan SNG

ke satelit. Dimulai dari perhitungan besar bandwidth yang akan terpakai, ditentukan oleh besar Symbol Rate (SR) yang tergantung pada informasi yang akan ditransmisikan.

Data rate harus diawali dengan Overhead (OH) untuk keperluan sirkuit

pelayanan teknis didalam koordinasi antara SNG dengan stasiun televisi penerima. Ketentuan banyak OH adalah:

1. DR kurang dai 1543 Kbps, OH sebanyak ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 15 IR Kbps.

2. DR lebih dari 1543 Kbps, diperlukan 96 Kbps OH.

Besar SR dipengaruhi oleh jenis coding, besar Forward Error Correction (FEC) dan jenis modulasi yang digunakan. Biasanya digunakan Reed-solomon coding dan modulasi QPSK (Quaternary Phase Shift Keying).

(21)

1. FEC

FEC digunakan pada transmisi digital, yaitu suatu metode untuk memperbaiki kesalahan dan mengoptimalkan kapasitas transponder. Penerima akan mendeteksi kesalahan akibat proses transmisi dan mengoreksi kesalahan tersebut tanpa membutuhkan adanya pengulangan transmisi. Coding rate FEC biasanya sebesar ½, ⅔, ¾, jadi misalnya FEC=¾, berarti dalam 4 bit masukan akan disisipkan 3 bit error correction.

2. Kode Reed-Solomon

Kode Reed-Solomon merupakan bagian dari strategi FEC dalam mentransmisikan sinyal televisi digital. Kode ini dapat memperbaiki simbol yang merusak simbol-simbol asli, tanpa memperhatikan ada berapa banyak bit pada masing-masing simbol yang rusak itu selama error rate tidak melebihi kemampuan koreksi.

3. Modulasi QPSK

QPSK adalah phase-shift keying dengan waveform 4 buah simbol, yang masing-masing pergeseran sudut dibedakan sebesar 90°. Data biner dikonversikan ke dalam simbol-simbol 2 bit yang kemudian digunakan untuk memodulasi-fasa carrier. Karena 4 buah kombinasi memuat 2 bit dari sebuah alphabet biner (logik 1

dan 0), fasa carrier dapat digeser ke salah 1 dari 4 statement tadi. Maka besar Symbol Rate (SR) adalah:

SR = m FEC RS OH IR . . + ... (2.1)

(22)

dimana:

IR = Information Rate (bps) OH = Overhead (bps)

RS = Reed-Solomon coding (0,9175) m = Faktor modulasi (QPSK m = 2)

Besar bandwidth dalam satuan hertz (Hz) yang digunakan (bandwidth occupied-Bocc) menurut standar Satelindo, adalah sebesar:

Bocc = SR x 1,2 ...(2.2)

Bandwidth ini akan bertambah seiring dengan adanya noises tak terduga dari luar sistem selama proses transmisi, sehingga perlu diperkirakan bandwidth lebih yang disebut bandwidth allocated (Ball), dengan persamaan

Ball = Bocc x 1,125 ...(2.3)

2.5.1 High Power Amplifier (HPA)

HPA berfungsi sebagai penguat daya sinyal RF yang akan dipancarkan ke satelit. Perhitungan dilakukan mulai dari daya yang dihasilkan oleh HPA (PHPA).

Karakteristik SNG adalah antenanya yang kecil, sehingga diperlukan power gain HPA yang besar. Namun daya yang terlalu besar akan membuat lifetime HPA cepat berkurang. Maka data harus dikompres dengan encoder agar menjadi digital yang hanya membutuhkan daya HPA kecil.

(23)

2.5.2 Antena SNG

Antena adalah faktor komponen utama dalam mendesain suatu link budget karena antena ini berhubungan dengan kemampuan pengiriman sinyal dan sangat berpengaruh terhadap kualitas transmisi. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan titik lokasi penempatan antena dan alas antena rata dan kokoh (agar tidak berkurang apabila terjadi guncangan), dan lokasi itu mudah dalam mendapatkan level sinya frekuensi yang digunakan. Parameter antena terdiri dari pola radiasi (antenna pattern), rapat daya radiasi, directivity (keterarahan), gain, efficiency, polarization, input impedance dan temperatur. Antenna pattern adalah grafik besar gain sebagai fungsi sudut azimuth terhadap sumbu utama (boresight) antena.

Sorot (lobe) yang memberikan intensitas radiasi maksimal disebut mainlobe atau mainbeam, sementara lobe-lobe lainnya disebut sidelobes. Karakteristik antenna pattern yang diinginkan umumnya adalah mainlobe yang cukup sempit dengan harga gain yang tinggal dan sidelobes yang sekecil mungkin. Sidelobes antena yang besar tidak diharapkan karena mengakibatkan gangguan (interferensi) ke satelit lain sehingga akan mengurangi besar gain yang diterima oleh satelit tujuan. Makin kecil sidelobes yang timbul akan mengurangi noise temperature serta mengurangi interferensi dari atau ke sinyal satelit lain.

Diameter antena digunakan akan sangat berpengaruh pada gain dan daya yang harus disediakan untuk mengirimkan sinyal ke satelit, karena jarak dari SNG dan satelit sangat jauh dan sinyal yang diterima menjadi sangat lemah, sehingga digunakan antena berbentuk parabola yang mempunyai faktor penguatan. Faktor penguatan ini disebut Antenna Gain. Secara umum gain antenna dapat dirumuskan sebagai berikut:

(24)

1 G = η. 2 . . ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c f d π

= 20 Log d + 20 Log f + 20 Log η – 159,6 ...(2.4)

Dimana:

G = antenna gain (dBi) η = efisiensi antena

π = phi (3.14158956)

f = frekuensi (Hz) d = diameter antena (m)

c = cepat rambat gelombang di udara (3x108 sm ) - 159,6 = 20 Log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c π

Diameter antena SNG berukuran 1 sampai 2,6 m. Untuk mendapatkan gain yang besar diperlukan antena berefisiensi tinggi. Efisiensi antena (η) adalah suatu performasi antena yang dapat mempengaruhi besar gain antena. Efisiensi yang baik adalah lebih dari 60%, diambil dari pencobaan manual RCTI selama ini.

Sinyal yang dikuatkan oleh HPA ke antena pemancar dilewatkan melalui bumbung gelombang (waveguide). Waveguide yang dipakai adalah tipe rectangular flexible waveguide karena dapat menyalurkan gelombang elektromagnetik dengan

polarisasi linier (horizontal polarization atau vertical polarization). Seringkali SNG ditempatkan pada area kerja yang sempit sehingga beberapa perangkat harus ditumpuk dan menyebabkan adanya lengkungan pada waveguide. Maka diperlukan

(25)

waveguide dengan fleksibelitas yang tinggi untuk mengurangi losses yang timbul.

Biasanya besar losses tidak lebih dari 1dB, tergantung dari panjang dan mutu.

Untuk dapat mengakseskan satelit secara baik maka antena SNG yang digunakan harus tepat mengarah (pointing) ke antena satelit, namun berkat kemajuan teknologi maka pointing tidak menjadi masalah yang sangat berarti lagi. Ada dua parameter dalam penentuan pointing yang baik, yaitu dilihat dari bidang horizontal adalah sudut azimuth dan secara vertikal disebut sudut elevasi.

Kedua parameter tersebut dapat terpengaruh oleh letak antena transmitter dan antena stasiun bumi receiver terhadap antena satelit, karena antena dapat tidak bisa tepat mengarah disebabkan halangan-halangan fisik berupa pohon, gedung, dan sebagainya, sehingga antena harus digeser namun masih berada pada mainlobe antena satelit.

Sudut Azimuth yang biasa digunakan pada saat siaran langsung adalah 50°, sedangkan sudut elevasi yang biasa digunakan pada saat siaran langsung 80°, maka jarak antara SNG dengan satelit (uplink) maupun jarak satelit ke stasiun penerima (downlink) dapat diketahui. Jarak berpengaruh pada waktu tunda (delay time) informasi tiba di stasiun penerima. Ketetapan delay time maksimal menurut Intelsat adalah 250 ms, lebih dari itu akan menyebabkan terganggunya keaslian komunikasi. Untuk transmisi televisi yang videonya dikirimkan melalui link satelit sedangkan audionya melalui link yang lain, bisa jadi suaranya dahulu yang terdengar sebelum gambarnya. Waktu tunda dirumuskan menurut persamaan berikut:

c d d

dt= u + d ... (2.5)

(26)

dimana:

dt = delay time (second)

du = jarak uplink (km)

dd = jarak downlink (km)

c = cepat rambat gelombang di udara (3 x 108

sm )

Besar daya yang dibutuhkan untuk proses transmisi atau biasa disebut dengan Uplink Equivalent Isotropic Radiated Power (EIRPu) adalah:

EIRPu = PHPA – LWG + GSNG ... (2.6)

dimana:

EIRPu =Uplink Equivalent Isotopic Radiator Power (dBW)

PHPA = Daya HPA (dB)

LWG = Waveguide Loss (dB)

GSNG = Gain Antena SNG (dB)

Daya HPA yang terlalu besar juga akan mengakibatkan sistem menjadi panas sehingga dapat menggangu transmisi. Maka untuk mendapatkan EIRPu maksimal

adalah dengan memiliki efisiensi antena yang baik, yang membuat gain antenna menjadi besar. Sehingga kualitas perangkat SNG yang baik merupakan salah satu dari faktor penting dalam SNG.

Kehilangan daya yang disebabkan oleh jarak antena SNG dengan satelit disebut Uplink Free Space Loss (FSL), dapat dicari nilainya dengan persamaan:

(27)

2 FSLu = 20 Log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c d fu. u . 4π ... (2.7) dimana:

FSLu = Uplink Free Space Loss (dB)

fu = Frekunsi Uplink (Hz) du = jarak uplink (km)

c = cepat rambat gelombang di udara (3 x 108

sm ) Noise power uplink (NU) dihitung melalui:

NU = K x TU X BW ...(2.8)

dimana:

K = Konstantan Boltzman (1,38 x 10-23 W/HZ)

TU = Noise temperatur satelit (K)

Bw = Noise bandwidth kanal satelit (Hz)

2.5.3 Satelit

Transponder satelit memiliki perangkat untuk memperkuat sinyal yang akan dipancarkan ke antena receiver bumi kembali. Sifat dari perangkat penguat adalah nonlinear. Terlihat bahwa ada suatu titik dimana bila input ditingkatkan maka output-nya tidak mengalami perubahan atau tidak ada peningkatan lagi (maximum TWTA output power), Titik tersebut dinamakan Titik Saturasi.

Dengan adanya daerah saturasi ini, bila perangkat penguat harus memperkuat beberapa sinyal carrier sekaligus, maka akan terjadi Intermodulasi. Untuk mencegah

(28)

intermodulasi yang tinggi, maka level daya pancar dari antena bumi haruslah diatur sehingga berada jauh di bawah titik saturasi.

2.5.4 Uplink Carrier-to-Noise Ratio

Perbandingan carrier terhadap noise (Carrier-to-Noise Ratio) untuk uplink diketahui melalui persamaan: 3 U u u u u u L IBO Bw K T G c d f EIRP N C − − − − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 4 . . 10log 10log log 20 π ...(2.9) dimana: u u T G

= Uplink Gain-to-Noise Temperature Ratio (dB/K)

Lu = Uplink loss (dB)

IBO = Input Back Off (dB)

2.6

Downlink Link Budget

Untuk hal ini maka downlink link budget adalah hubungan antara satelit dengan stasiun penerima RCTI. Downlink Free Space Loss (FSLd) dalam dB dapat

dicari nilainya dengan persamaan:

FSLd = 20 Log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c d fd. d . 4π ...(2.10)

FSLd = Downlink Free Space Loss (dB)

fd = Frekunsi Downlink (Hz)

(29)

dd = jarak Downlink (km)

c = cepat rambat gelombang di udara (3 x 108 sm )

2.6.1 Downlink Gain-to-Noise Temperature Ratio ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G

Adalah perbandingan penguatan sinyal suatu sistem penerima dibandingkan dengan temperatur noise sistem tersebut. Karena daya yang diterima banyak terkontaminasi oleh noise dari berbagai sumber, maka perlu dikuatkan kembali dengan Low Noise Amplifier (LNA). Parameter yang diperlukan dari LNA dalam perhitungan link budget adalah equivalent noise temperature (TLNA) dan gain (GLNA).

Sehingga (dBK) T G d d = .

2.6.2 Downlink Carrier-to-Noise Ratio

d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

Didapat perbandingan Carrier-to-Noise ratio dengan persamaan:

d d d d d SAT d L OBO Bw K T G c d f EIRP N C ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 4 . . 10log 10log log 20 π ...(2.11) dimana: d d T G

= Downlink Gain-to-Noise Temperature Ratio (dB/K)

Ld = Downlink loss (dB)

(30)

2.6.3 Overall Carrier-to-Noise Ratio ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C Sehingga nilai N C

sistem keseluruhan (overall link) adalah:

N C = 1 1 1 − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ d u N C N C ...(2.12)

2.7 Faktor-Faktor Lain

2.7.1 Attenuation

Attenuation atau redaman juga mengakibatkan berkurangnya kualitas transmisi yang diterima. Redaman atmosfer (Atmospheric Loss).

2.7.2 Interferensi

Interferensi adalah energi elektromagnetik yang berubah-ubah secara random, yang mengganggu dan meredam sinyal yang diinginkan. Sumber-sumber interferensi di antaranya:

1. jaringan teresterial

Biasanya interferensi ini diakibatkan oleh antena yang mempunyai elevasi rendah sehingga arahnya mendekati arah teresterial. Sistem teresterial ini dapat diidentikkan dengan sistem microwave karena beroperasi pada frekuensi C-band. 2. Adjacent satellite / satelit yang berdekatan

Interferensi ini diakibatkan oleh jarak antara satelit yang satu dengan yang lainnya terlalu berdekatan (normalnya adalah 2°), antenna pattern tidak baik, satelit mempunyai daerah cakupan yang sama, serta beroperasi pada frekuensi yang sama, sehingga sidelobenya masuk ke antena satelit lain yang letaknya bersebelahan.

(31)

2.8

No Eb

dan BER

Kualitas jaringan yang biasanya diterapkan untuk link analog biasa diungkapkan dalam

N S

(Signal-to-Noise Ratio) dan No Eb

(Energy Bit per Noise

Density Ratio). N

S

dapat dianggap sama dengan N C karena N C merupakan perkiraan awal perhitungan N S . o b N E diketahui melalui : N C B T N E b o b = . . ...(2.13)

Dimana Tb = Bit duration =

IR 1

(32)

BAB III

PERHITUNGAN LINK BUDGET DENGAN PERANGKAT

SATELLITE NEWS GATHERING

3.1 Parameter Input

Data peralatan diambil dari equipment technical books milik RCTI, data carrier merupakan konstanta dari sistem yang digunakan, dan data satelit diambil dari keterangan Satelindo.

3.1.1 Parameter SNG

Antena Continental

Diameter : 1,8 m

Transmission Gain (GSNG) : 39,8 dBi

Rectangular Flexible Waveguide Microtech MTPS Twistable Size 137

Waveguide Loss (LWG) : 0,07 dB/feet

HPA TWTA Xicom XTRD-400C

Frequency Range : 5,850 – 6,425GHz

Maximum Output Power (PHPA) : 400 W ( = 26,021 dB)

Saturation Output Power : 350 W ( = 25,441 dB)

Temperature Range : - 10°C sampai + 50°C

( = 263 - 323°K )

(33)

Sudut Elevasi (E) : 80°

Jarak SNG ke Satelit (du) : 35882,743 km 3.1.2 Parameter Carrier

Carrier Frequency (fc) : 70 MHz

Modulasi (m) : QPSK (m = 2)

Sistem Kompresi : MPEG – 2

Sistem Coding : Reed-Solomon

FEC : 5/6

Reed-Solomon Coding Rate (RS) : 0,9175

LO Frequency : 2,225 GHz

BER yang diharapkan : 10 -5 – 10 -7 (tabel 2.2)

3.1.3 Parameter Satelit Telkom-1

Longitude (θs) : 113°BT

EIRP Transponder (EIRPSAT) : 39 dBW

Input Back Off (IBO) : 6 dB

Output Back Off (OBO) : 4,5 dB

r Transponde Bandwidth : 36 MHz SFD (Ω) : - 95 dBW /m2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ t u G G : - 1dB /K Gain : 39,54 dB

(34)

3.1.4 Parameter Stasiun Pusat RCTI

Antena Cassegrain SatCom 551CF

Diameter : 5,5 m

Receive Gain (G) : 45,5 dBi

Temperature Range : - 10°C sampai + 70°C (= 263 - 343°K) LNB (LNA & Downconverter ) Alabama

Frequency Range : 3,450 – 4,425GHz

Gain (GLNB) : 65 dB

Temperature Range : 0 - 50°C (= 273 - 323°K)

Sudut Azimuth (A) : 50°

Sudut Elevasi (E) : 80°

Jarak Satelit ke stasiun RCTI (dd) : 35882,743 km

3.1.5 Keterangan Tambahan

Cuaca : Clear sky

attenuation atmosphere = 0 dB Ketinggian Jakarta : + 8 m di atas permukan laut.

(35)

3.2 Data Hasil Pengamatan

Data yang didapat dari pihak RCTI berdasarkan tiga kali siaran langsung, yaitu tanggal 14 Juli, 21 Juli, dan 28 Juli 2006 pada siaran langsung acara Indonesian Idol, di Gedung Balai sarbini, Semanggi setiap hari Jum’at malam jam 20.00-21.00 dan acara result show Indonesian Idol jam 22.00-23.00 dengan hari yang sama dan dengan kondisi cuaca yang cerah.

Siaran langsung acara Indonesian Idol menggunakan sistem siaran langsung dengan perangkat SNG (Satellite News Gathering), Peralatan yang digunakan pada setiap siaran diatas sesuai dengan subbab 3.1. dan data carrier diperoleh dari hasil setting perangkat yang digunakan pada saat siaran berlangsung serta hasil koordinasi pihak RCTI dengan Satelindo. Ditunjukkan dengan tabel 3.1. nilai rata-rata yang diperoleh merupakan nilai hasil penjumlahan ketiga data hasil siaran langsung dibagi dengan jumlah banyak pengamatan.

(36)

Tabel 3.1 Data Hasil Tiga Kali Siaran Langsung u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C

(37)
(38)
(39)

Rata-rata Besar Data Rate (Kbps) 6185 6180 6175 6170 6145 6150 6155 6160 6165 Be sa r D at a R ate Tanggal Pengamatan

14 Juli 2006 21 Juli 2006 28 Juli 2006 Data Rate (Kbps) 6160 6167 6183 6183 6158 Symbol Rate (Mbps) 3.66 3.74 3.72 3.70 3.6 3.62 3.64 3.68 Tanggal Pengamatan

14 Juli 2006 21 Juli 2006 28 Juli 2006 Rata-rata Symbol Rate (Mbps)

Bes ar Symbol Rate 3.71 3.658 3.70 3.658 3.732

(40)

Frekuensi Do

(41)

Temper

atur An

(42)

3.3 Hasil Perhitungan

Subbab ini akan menghitung link budget sesuai persamaan-persamaan pada bab 2 dengan menggunakan data rata-rata hasil pengamatan. Tujuannya adalah untuk dapat mengetahui apakah siaran televisi tersebut sesuai dengan hasil perhitungan atau tidak.

3.3.1 Lebar Bandwidth (Bw)

Link budget berarti perhitungan yang dilakukan untuk hubungan SNG ke

Satelit. Dimulai dari perhitungan besar Bandwidth yang akan terpakai, ditentukan oleh symbol rate yang terkandung pada informasi yang akan ditransmisikan. Data rate harus diawali dengan overhead untuk keperluan sirkuit pelayanan teknis di dalam koordinasi antara SNG dengan stasiun penerima RCTI.

Apabila Data Rate (DR) lebih dari 1543 Kbps, maka banyak Overhead (OH) yang diperlukan adalah 96 Kbps. Dengan data carrier sesuai data diatas, besar symbol Rate (SR) menurut persamaan 2.1 adalah :

SR = 2 6 5 9175 , 0 10 ). 96 6167 ( . . 3 x x m FEC RS OH IR + = + = 4.095.695 bps = 4,096 Mbps

Besar bandwidth yang digunakan sistem (occupied bandwidth) menurut persamaan 2.2 adalah:

Bocc = SR x 1,2

= 4,096 Mbps x 1,2 = 4,915 MHz

(43)

Sedangkan bandwidth yang harus dialokasikan sistem dalam menghadapi timbulnya noise adalah (persamaan 2.3):

Ball = Bocc x 1,125

= 4,915 MHz x 1.125 = 5.529 MHz

Sehingga bandwidth sistem di transponder satelit dalam satuan desibel adalah: Bw = 10 Log 5,529

= 67,43 dB

3.3.2 Sudut Azimuth (A) dan Elevasi (E) SNG terhadap Satelit Telkom-1

Berdasarkan letak latitude dan longitude baik dari SNG maupun dari longitude satelit Telkom-1, berdasarkan keadaan dilapangan selama siaran langsung dan data yang diperoleh dari pihak RCTI, besar sudut Azimuth 50° dan sudut Elevasi 80°.

3.3.3 Uplink EIRP (EIRPu)

Total Waveguide Loss (LwG) : 0,07 feet

db x 3feet= 0,21 dB

Karena tidak diketahui nilai dari effisiensi antena, maka digunakan gain antena yang maksimal ( 39,8 dBi ). Dan dengan besar power HPA yang digunakan pada saat dilakukan siaran sebesar 20 dB, maka didapat EIRP:

EIRPu = PHPALWG +GSNG = 20 - 0,21 + 39,8 = 59,59 dB

(44)

3.3.4 Uplink Free Space Loss ( FSLu )

Kehilangan-kehilangan daya akibat sinyal melalui media udara sesuai dengan persamaan 2.7: FSLu = 20 Log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c d fu. u . 4π FSLu = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 8 3 9 10 . 3 10 . 743 , 35882 . 10 . 983 , 5 . 4 20Log π FSLu = 199.078 dB

3.3.5 Uplink Carrier-to-Noise Ratio

u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

Karena sistem bekerja pada kondisi clear sky, maka Lu = 0 dB. Maka besar u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

sesuai dengan persamaan 2.9:

u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

= EIRPu – 20 Log LogK LogBw IBO Lu

Tu Gu c d fu u − − − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛4π. . 10 10 = 59,59 - 199,078 – 1 + 228,6 – 67,43 – 6 – 0 = 14,673 dB = anti log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 673 , 14 = 29,329

3.3.6 Sudut Azimuth (A) dan Elevasi (E) RCTI terhadap Satelit Telkom-1

Berdasarkan letak latitude dan longitude baik dari stasiun penerima RCTI maupun dari longitude Satelit Telkom-1, maka sesuai data yang diperoleh maupun

(45)

hasil pengamatan, pihak RCTI menggunakan sudut azimuth 50º dan Sudut elevasi 80° untuk acara siaran langsung tersebut.

3.3.7 Delay Time (dt)

Dari jarak yang telah diketahui, maka sesuai persamaan 2.5 dapat diketahui waktu tunda siaran, yaitu:

4 8 0,00024 2,4.10 10 . 3 743 , 35882 743 , 35882 + = = − = + = c d d dt u d second

3.3.8 Downlink Free Space Loss (FSLd)

Kehilangan – kehilangan daya akibat sinyal melalui media udara sesuai persamaan 2.10 dapat diketahui yaitu:

FSLd = 20 Log ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ c d fd. d . 4π ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 9 8 3 10 . 3 10 . 743 , 35882 . 10 . 758 , 3 . 4 20Log π = 195,039 dB

3.3.9 Gain-to-Noise Temperature Ratio ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G

Stasiun penerima RCTI Mengunakan Low Noise Blok (LNB) yaitu perangkat gabungan LNA dan downconverter. Dengan antena jenis cassegrain besar (berdiameter 5,5 m), memungkinkan LNB dapat langsung ditempatkan di bawah antena. Maka tidak diperlukan waveguide antara antena dengan NLB sehingga tidak timbul loss waveguide (LWG = 0). Dimana Td adalah noise temperatur yang menjadi Input LNB, senilai:

(46)

Td = TA + TLNB = 322 + 293 = 615 °K Antenna LNB TA GLNB, TLNB Td

Maka gain yang masuk ke LNB adalah: Gd = G – LWG

= 45,5 – 0 = 45,5 dB

Dan Gain-to-Noise Temperature Ratio:

d d T G = Gd– 10 Log Td d d T G = 45,5 – 10 Log 615 d d T G = 17,112 dB/K

3.3.10 Downlink Carrier-to-Noise Ratio

d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

Sistem bekerja pada kondisi clear sky, maka Ld = 0 dB. Maka downlink carrier – to –

Noise ratio d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

(47)

d d d d d sat d L OBO LogBw LogK T G c d f Log EIRP N C − − − − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 4 . . 10 10 20 π = 39 – 195,81 + 17,112 + 228,6 – 67,43 – 4,5 – 0 = 16,963 dB = antilog ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 963 , 16 = 49,694

3.3.11 Overall Carrier -to-Noise Ratio

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C

Carrier -to-Noise Ratio untuk link secara keseluruhan sebesar: 1 1 1 − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = d u N C N C N C =

[

29,329−1 + 49,694−1

]

−1 = 18,444 = 10 log 18,444 = 12,658 dB 3.3.12 Perhitungan No Eb dan BER Tb = IR 1 = 3 10 . 6167 1 = 1,622.10 -7

Maka sesuai dengan persamaan:

No Eb = Tb x Bw x ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C = 1,622. 10-7 x 5,529.106 x 18,444 No Eb = 16,540 = 10 log 16,540 = 12,185 dB

(48)

Sesuai dengan besar No Eb

= 12,158 dB dan sistem menggunakan modulasi QPSK

(4 level PSK), maka akan didapat Probability of error ( Pe ) sebesar 6,5 x 10-7. ( BER = 6,5 x 10-7 ).

(49)

BAB IV

ANALISIS LINK BUDGET

4.1 Perbandingan Hasil Pengamatan dengan Perhitungan

Nilai rata-rata dari data yang diperoleh dan hasil pengamatan (berdasarkan tabel 3.1) dapat dibandingkan dengan hasil perhitungan subbab 3.3 yang ditunjukkan oleh tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Pengamatan dengan Hasil Perhitungan

N C

N C

(50)

Berdasarkan nilai rata-rata dari hasil tiga kali pengamatan, perhitungan di subbab 3.3.1 menunjukkan bahwa saat siaran langsung dengan menggunakan SNG sebagai transmitter ini membutuhkan Data Rate (DR) 6167 Kbps (dengan besar FEC yang tetap

sebesar 6 5

), idealnya akan menghasilkan Symbol Rate (SR) sebesar 4,096 Mbps. Dengan besar SR ini sistem akan memerlukan lebar bandwidth 5,529 MHz sedangkan hasil yang didapat dari pengamatan yaitu sebesar 4,736 MHz. bandwidth hasil pengamatan lebih lebar daripada hasil perhitungan dapat terjadi akibat banyak noise pada proses transmisi. Namun demikian informasi data tetap dapat diterima oleh receiver karena jaringan menggunakan sistem koreksi Forward Error Correction (FEC) dan Reed-Solomon coding. Dengan ini maka kesalahan yang terjadi akibat proses encoding / decoding atau

akibat pengkompresian data akan dapat diperbaiki lagi tanpa perlu transmisi ulang.

Sudut azimuth antena SNG sebesar 50 º dan sudut elevasi sebesar 80 º berdasarkan data yang diberikan oleh pihak RCTI pada saat proses siaran langsung dilaksanakan, dengan membangkitkan daya HPA sebesar 100 W dan loss waveguide, pada waveguide antara HPA dan antena sebesar 0,21 dB, maka akan menghasilkan EIRPu sebesar 59,59 dB, ditunjukkan pada perhitungan di subbab 3.3.3 Pada jarak 35882,743 km dan pada frekuensi uplink 5,983 GHz didapat uplink FSL sebesar 199,078 dB (perhitungan di subbab 3.3.4

Dari hasil perhitungan subbab 3.3.5 sinyal uplink transmisi yang diterima Satelit Telkom-1 memiliki u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

sebesar 14,673 dB atau berarti daya sinyal transmisi lebih besar

(51)

Dari pengamatan didapat harga u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

sebesar 42 dB atau berarti daya sinyal carrier

transmisi 15848,932 kali lebih besar daripada besar daya noise.

Sudut azimuth dan elevasi downlink menunjukkan hasil yang tetap yaitu uplink (Azimuth= 50 º dan Elevasi= 80 º ),karena lokasi receiver memiliki longitude dan latitude yang sama dengan lokasi transmitter, yaitu berada di Jakarta yang memiliki latitude (θ1) = 6 º LS dan longitude (θL) = 106 º BT. Pengamatan mendapatkan hasil sudut downlink azimuth sebesar 50 º dan sudut elevasi antena penerima RCTI terhadap Satelit Telkom-1 adalah 80 º. hal tersebut berlaku juga pada jarak downlink yang sama dengan jarak uplink, yaitu 35882,743 km.

Karena frekuensi downlink (3,758 GHz) lebih rendah dibanding frekuensi uplink (5,983 GHz), perhitungan subbab 3.3.8 memperlihatkan bahwa downlink FSL = 195,039 dB, lebih kecil daripada uplink FSL (199,078 dB). Sekali lagi ditekankan di sini, seperti yang telah disebutkan pada subbab 2.2, bahwa frekuensi uplink dengan frekuensi downlink berbeda nilainya, hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan interferensi antara sinyal pengiriman dan penerimaan, dan karena alasan lebih mudah meningkatkan frekuensi oleh transmitter daripada oleh satelit, maka frekuensi uplink dipilih lebih tinggi daripada frekuensi downlink.

Dengan menganalisis lebih jauh pada rangkaian peralatan dengan tidak adanya waveguide antara penerima RCTI ke LNB, maka

d d T G didapat 17,112 dB/K (subbab 3.3.9. Besar d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

(52)

yang diterima adalah 49,694 kali lebih besar daripada daya noise yang dapat timbul. ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C

pada jaringan menjadi sebesar 12,658 dB, atau dapat dikatakan bahwa daya sinyal carrier adalah 18,44 kali lebih besar daripada daya sinyal noise dan interferensi yang mengganggu jaringan. ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C

pengamatan lebih bagus daripada hasil perhitungan karena

ternyata tidak banyak noise yang mengganggu jaringan uplink pada pengamatan.

Dengan transmisi digital yang diterapkan pada sistem ini, maka berdasarkan hasil pengamatan didapatkan BER = 3,3 x 10-3. Angka tersebut jauh dari hasil perhitungan di subbab 3.3.12 yaitu sebesar 6,5 x 10-7 dan jauh di luar dari BER yang distandarkan (tabel 2.2) sebesar 10-5 sampai 10-7.

4.2 Mendapatkan BER Sesuai Standar

BER yang didapat dari pengamatan sebesar 3,3 x 10-3 berada di luar standar

Satelindo sebesar 10-5 sampai 10-7 dan bahkan jauh dari hasil perhitungan (BER = 6 x 10-7). Walaupun pada saat pengamatan secara visual, gambar yang diterima

oleh monitor stasiun penerima RCTI tidak cacat dan patah-patah dalam arti sinyal yang diterima masih termasuk baik, tetap perlu dilakukan perubahan terhadap sistem agar mencapai BER di dalam range yang diharapkan.

Perlu diketahui dalam melakukan perhitungan link budget untuk mendapatkan BER yang sesuai dengan standar berikut ini ada beberapa hal yang dapat menjadi acuan dalam melakukan proses siaran langsung dengan menggunakan Satellite News Gathering.

(53)

1. Jenis dan diameter antena

Untuk transmitter SNG menggunakan antena parabola merk Continental dengan diameter 1,8 meter. Stasiun penerima RCTI menggunakan antena parabola cassegrain merk SatCom tipe 551CF berdiameter 5,5m.

2. Jenis dan loss waveguide

SNG menggunakan waveguide jenis rectangular flexible merk Microtech MTPS Twistable dengan size 137 dan insertion loss sebesar 0,21 dB/K untuk total pemakaian

waveguide sepanjang 3 feet (loss 0,07 dB

/K per feet). Pada stasiun penerima RCTI tetap

tidak menggunakan waveguide untuk menghubungkan antena dengan LNB dengan alasan kepraktisan (LNB dapat dihubungkan langsung dengan antena penerima yang ukurannya besar tersebut).

3. Jenis HPA dan LNB

Jenis HPA dalam perhitungan mencapai titik BER standar untuk SNG adalah tetap menggunakan HPA TWTA merk XICOM tipe XTRD-4400C dan jenis LNB merk Alabama untuk stasiun penerima RCTI.

4. Besar Frekuensi carrier, jenis modulasi, sistem encoding dan sistem kompresi

Besar frekuensi carrier (fc) = 70 MHz, frekuensi transmisi (fu) 5,983 GHz, frekuensi downlink (fd) 3,758 GHz, Data Rate (DR) = 6167 Kbps, sesuai nilai rata-rata hasil tiga kali pengamatan. Jenis modulasi yang digunakan tetap QPSK (m = 2), sistem encoding Reed Solomon (dengan coding rate 0,9175) dan sistem kompresi MPEG-2.

(54)

5. Longitude

Satelit yang digunakan dalam jaringan adalah Telkom-1 pada longitude 113° BT dan latitude 6° LS.

6 Lokasi SNG dan stasiun penerima RCTI

Lokasi SNG sebagai transmitter adalah tetap di Balai Sarbini, Jakarta dengan sudut

latitude ( θ l ) = 06° 13’ 144’’LS dan longitude ( θL ) = 106° 48’ 899’’BT.

.Sedangkan lokasi stasiun penerima RCTI adalah di Kebon Jeruk Jakarta dengan latitude ( θ l ) = 06° 11’ 31’’LS dan longitude ( θL ) = 106° 45’ 53’’BT.

Sesuai dengan perhitungan bab 3 didapat Symbol Rate (SR) = 4,096 Mbps dan bandwidth transmisi adalah 5,529 MHz. Maka besar sudut azimuth dan elevasi baik pada uplink maupun pada downlink tetap menggunakan data yang diberikan sebesar 50° (azimuth) dan 80° (elevasi) didasarkan pada letak longitude dan latitude yang sudah pasti dan dianggap kedua lokasi transmitter maupun receiver bebas dari hambatan fisik berupa gedung atau pohon.

Jarak uplink dan downlink masing-masing sebesar 35882,743 km. dengan frekuensi uplink 5,983 GHz didapatkan uplink FSL = 199,078 dB dan frekuensi downlink 3,758 GHz didapatkan downlink FSL = 195,039 dB. Redaman atmosfer = 0 dB karena kondisi clear sky.

Sedangkan parameter yang berubah yaitu daya HPA yang dibangkitkan serta noise temperatur peralatan di SNG dan stasiun penerima RCTI. Usaha untuk adanya perbaikan pada sistem ini dilakukan dengan melakukan perhitungan dalam dua kondisi,

(55)

yaitu dalam kondisi minimal (terburuk) untuk mencapai BER standar minimal dan dalam kondisi maksimal (tebaik) untuk mencapai BER standar maksimal.

4.2.1 Perhitungan dalam Kondisi Minimal

Perhitungan untuk mendapatkan nilai BER minimal ini juga tergantung dari nilai daya minimal yang akan dibangkitkan oleh HPA. Jika EIPR u , ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C , u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ , d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ , ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ o b N E

, diketahui, maka besar daya minimal yang perlu dibangkitkan oleh HPA (PHPA)

akan didapat, karena sistem perlu mempertimbangkan lifetime dari HPA juga.

a. Overall link

BER yang diharapkan = 10-5 (tabel 2.2) BER = 10-5 dapat dicapai bila ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ o o N E = 9,615 dB

atau sama dengan

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 615 , 9 log anti = 9,152.

Dengan Tb = 1,622.10-7 (hasil perhitungan pada subbab 3.3.12)dan lebar bandwidth (Bw) = 5,529 MHz (hasil perhitungan pada subbab 3.3.1), maka besar Carrier-to-noise

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C

dicari dengan persamaan 2.13: ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C x Bw x Tb N E b b . . . . . . = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Bw x Tb No Eb N C . . . 7 6 10 . 529 , 5 622 , 1 152 , 9 x

(56)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C = 10,205 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C = 10 Log 10,205 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C = 10,888 dB. • Downlink

Perhitungan dalam kondisi minimal berarti perhitungan yang dilakukan dalam kondisi paling buruk yang mungkin dapat terjadi, termasuk salah satu faktornya karena noise temperatur peralatan yang mencapai nilai maksimal. Dengan mengacu data pada subbab 3.1.4, didapat :

Noise temperature antenna stasiun penerima RCTI (TA) = 70° C = 343° K

Noise temperature LNB (TLNB) = 50° C = 323° K

Maka noise temperatur yang menjadi input LNB (Td) adalah :

Td = TA + TLNB

TA = 343 + 323 = 666 °K

Gain yang masuk ke LNB (Gd) = 45,5 dB, sehingga Gain-to- Noise Temperature ratio ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G adalah : ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G = Gd – 10 Log Td ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G = 45.5 – 10 Log 666 = 17.265 dBK

(57)

Dengan EIRPsat = 39 dB (data pada subbab 3.1.3), FSLd = 195,81 dB (hasil perhitungan

subbab 3.3.10), OBO = 4,5 dB (data pada subbab 3.1.3) dan Ld = 0 dB (data pada subbab

3.1.5), maka komponen untuk mendapatkan

d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

telah terpenuhi melalui persamaan

2.13. d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= EIRPsat- 20 Log ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ d d d d T G c d f . . 4π

10 Log K – 10 Log Bw – OBO - Ld

d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 38 – 195,81+17,265 + 228,6 – 67,43 – 4,5 – 0 d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 16.116 dB d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = anti Log 40,888 10 116 , 16 = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ • Uplink

Dengan mengetahui besar

d N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 40,888 dan ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C = 11,878 maka besar u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ sesuai persamaan maka : 1 1 1 − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ d u N C N C N C 1 1 1 − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ d u N C N C N C

(58)

u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

[

11,878−1−40,888−1

]

−1 u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 16,742=10 Log16,742 = 12,238dB

Dengan FSLU = 199,078 dB (hasil perhitungan pada subbab 3.3.5) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ u u T G = 1dB, IBO = 6

dB (data pada subbab 3.3.1 dan Lu = 0 dB (data pada subbab 3.1.5)maka EIRPU

berdasarkan persamaan 2.9 adalah :

u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= EIRPU – 20 Log LogK LogBw IBO Lu

Tu Gu c d fu u ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 10 . . 4π EIRPU = u N C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

+ 20 Log LogK LogBw IBO Lu

Tu Gu c d fu u + + + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 10 . . 4π EIRPU = 12,238 + 199,078 – 1 + 67,43 + 6 + 0 EIRPU = 55,155dB

Maka besar daya HPA (PHPA) sesuai persamaan 2.11 dengan waveguide loss (LWG) =

0,21 dB (hasil perhitungan pada subbbab 3.6) dan gain SNG (GSNG) = 39,8 dB (sesuai data

pada subbab 3.1.1) adalah :

EIRPU = PHPA - L WG + G SNG

PHPA = EIRPU + LWG - G SNG

PHPA = 55,155 + 0,21 – 39,8

(59)

PHPA = anti log ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 10 565 , 15 PHPA = 36,016W

(60)

Tabel 4.2 Perhitungan dalam Kondisi Minimal

Overall Link

BER yang diharapkan 10-5

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ b b N E 9,152 9,615 dB Tb Bandwidth 1,622. 10-7 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C Plus Interference 10,205 10,888dB ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ I C 5,529 MHz 67,43 dB 91,187 19,599 dB ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C Overall 11,878 10,748 dB DOWNLINK TA LNA T Td 70° C 50° C 343° K 323° K 666° K Gd ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ d d T G EIRPSAT FSLd OBO Ld ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C d UPLINK ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ N C U FSLU ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ U U T G IBO LU EIRPU LWG GSNG P HPA 45,5 dB 17,265 dBK 39 dB 195,81 dB 4,5 dB 0 dB 16,742 12,238 dB 199,078 dB 1 dB 0 dB 55,155 dB 0,21 dB 39,8 dB 6 dB 36,016 W 15,565 dBW 40,888 16,116 dB 393° C

(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto, Budi. Link Budget Calculation & Satellite Transponder Management. Bahan Pelatihan PT. Satelindo, 22 – 29 Oktober 2002, Anyer. PT. Satelindo. Jakarta: 2002.

2. Lewis, Geoffrey E. Communication Services via Satellite. A Handbook for Design, Installation & Service Engineers. 2nd Edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Oxford: 1992.

3. Stallings, William. Data & Computer Communication. 6th Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey: 2000.

4. Tomasi, Wayne. Advance Electronic Communication Systems. 3rd Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey: 2001

5. Ha, Tri T. Digital Satellite Communication. 2nd Edition. McGraw-Hill. New York : 1990.

Gambar

Tabel 2.2 Standar BER pada Transmisi Digital                           Service              BER         Video        10 -5 - 10 -7        Voice        10 -4  - 10 -7
Gambar 2.3 Jaringan Satelit Multipoint to Point
Tabel 2.3 Alokasi Spektrum Frekuensi
Gambar 2.4 Diagram Blok Transponder
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sesuai dengan PM 122 Tahun 2018 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan mencakup bidang

1) Pasal 8 ayat (1) mengatur negara pantai dan negara yang menangkap ikan di laut lepas, sesuai dengan UNCLOS, 1982, melakukan kerja sama terkait dengan stok ikan

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan gelombang mikro (microwave), pertama daun nilam sebanyak 100 gram ditambahkan pelarut atau steam untuk variabel daun

Hambatan pasar memainkan peran penting dalam mengambil keputusan bagi Starbucks untuk masuk dalam pasar suatu negara.. Potensi Pasar Potensi Pasar mengacu pada

Sistem pencatatan periodik merupakan kuantitas persediaan ditangan ditentukan, seperti yang tergambarkan oleh namanya secara periodik. Semua pembelian persediaan

daun, macam pupuk berpengaruh nyata terhadap semua parameter untuk pertumbuhan vegetatif baik tinggi tanaman maupun jumlah daun mulai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5,

Hasil dari penelitian ini adalah User Interface berbasis mobile yang dapat digunakan untuk kontrol dan monitor sistem otomatisasi rumah dengan memanfaatkan internet

(1) Sebelum terbentuknya Senat Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1), maka Senat Akademik sebagai organ ITB sesuai Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2012