• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI NELAYAN TRADISIONAL DALAM UNCLOS yang mudah mengingat ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, seperti apakah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI NELAYAN TRADISIONAL DALAM UNCLOS yang mudah mengingat ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, seperti apakah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI NELAYAN TRADISIONAL DALAM UNCLOS 1982

2.1 Tentang Nelayan

2.1.1 Pengertian Nelayan

Memberikan definisi terhadap nelayan bukanlah merupakan pekerjaan

yang mudah mengingat ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, seperti apakah

definisi nelayan tersebut mengacu kepada pekerjaan, tempat tinggal ataupun status

pekerjaan.1 Pengertian nelayan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah orang atau masyarakat yang mata pencarian utamanya adalah menangkap

ikan,2 sedangkan menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.31 Tahun 2004

tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencariannya

melakukan penangkapan ikan.

Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) nelayan buruh, (2) nelayan juragan, dan (3) nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.3

1 Mulyadi. S, 2005, Ekonomi Kelautan, PT Grafindo Persada, Jakarta, h. 171 2 http://kbbi.web.id/nelayan

(2)

Berdasarkan penggolongan sosialnya nelayan dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu : Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jarring, dan perlengkapan lainnya), struktur masyarakat ini terbagi menjadi kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenanganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas.4 Kedua, dari skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi menjadi nelayan besar di mana jumlah modal yang diinventasikan dalam usaha perikanan relative banyak, dan nelayan kecil justru sebaliknya.5 Ketiga, dari tingkat teknologi peralatan tangkap ikan, yang terbagi menjadi modern yaitu nelayan yang menggunakan teknologi penangkpan yang lebih canggih dari nelayan tradisional.6

Kemudian dari perbedaan sumber daya, latar belakang sampai ekonomi membuat Nelayan dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut kepemilikan kapalnya yaitu: 7

1. Nelayan pemilik, nelayan yang memiliki kapal perahu atau kapal penangkap ikan dan dia sendiri ikut serta atau tidak ikut ke laut untuk memperoleh hasil laut.

4 Bagong Suyanto, 2013, Anatomi Kemiskinan dan strategi penanganannya, In-Trans Publishing, Surabaya, h.53

5 Ibid 6 Ibid

(3)

2. Nelayan juragan, nelayan yang membawa kapal orang lain tetapi ia tidak memiliki kapal.

3. Nelayan buruh, nelayan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja tanpa memiliki perahu penangkap ikan.

2.2. Nelayan Tradisional

2.2.1 Pengertian Nelayan Tradisional

Di lingkungan masyarakat pesisir, nelayan tradisional adalah kelompok yang

paling menderita, miskin dan acapkali merupakan korban proses marginalisasi akibat

kebijakan modernisasi perikanan. Secara umum, yang disebut nelayan tradisional

adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap

tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif

sederhana.8 Nelayan tradisional juga diartikan sebagai orang yang bergerak di sektor

kelautan dengan menggunakan perahu layar tanpa motor, sedangkan mereka yang

menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern.9

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Asri. Untuk menjawab pertanyaan

klasifikasi nelayan tradisional dan modern, Asri membuat dua kemungkinan jawaban,

yaitu nelayan yang muncul akibat dari kegiatan warisan turun temurun dan nelayan

yang tumbuh didasarkan pada pertimbangan ekonomis semata. Kalangan nelayan

pertama adalah yang termasuk ke dalam kategori nelayan tradisional. Dengan

8 Bagong Suyanto, op.cit, h. 59 9 Mulyadi, 2005, op.cit, h.173

(4)

demikian, kategori sebagai nelayan tradisional menurut Asri, tidak saja mengacu

kepada alat atau teknologi yang dipergunakan untuk menangkap ikan, tetapi juga

adanya faktor kegiatan yang diwariskan secara turun temurun oleh sang nelayan. Hal

tersebut diperkuat dengan adanya data bahwa sekitar 70% dari nelayan yang berusaha

dengan perahu tanpa motor adalah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan

ikan secara turun temurun. Artinya, Nelayan Tradisional muncul sebagai kelanjutan

dari usaha orang tua yang juga memiliki kegiatan utama sebagai nelayan.10

Kemudian menurut Sawit dan Sumiono, nelayan tradisional adalah nelayan

skala kecil yang mempunyai ciri-ciri: (1) kegiatan lebih padat kerja (labour intensive)

dengan alat tangkap sederhana, (2) teknologi penangkapan atau pengelolaan ikan

masih sangat sederhana, (3) tingkat pendidikan dan keterampilan relatif rendah dan

sederhana.11 Berbeda hal dengan Rachmat Safa’at, nelayan tradisional adalah nelayan

yang menggunakan perahu layar tradisional tak bermotor maupun bermotor tempel,

menggunakan peralatan tangkap yang masih tradisional seperti jaring, pancing,

petorosan, atau toros, dan lain sebagainya.12

Sedangkan nelayan tradisional yang dimaksud di dalam skripsi ini dibatasi

pada nelayan tradisional yang daerah operasinya berada sampai ke Negara-Negara

10 Asri, 2000, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Perikanan Laut: Studi

Kasus Kapal Motor di Kota Padang, Tesis Universitas Andalas, Padang, h.78

11 Sawit dan Sumiono dalam Rachmad Safa’at, 1998, “Perlindungan Hukum Hak Adat Kelautan

dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan: Studi Kasus Nelayan Masangan di Kedung Cowek – Surabaya,” Tesis Magister Program Studi Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Indonesia,

Depok, h. 7 12 Ibid

(5)

tetangga. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan tidak

mendefinisikan secara jelas siapa yang dimaksud dengan nelayan tradisional.

Undang-undang tersebut hanya memberikan definisi nelayan pada umumnya saja

sebagai orang yang mata pencariannya melakukan penangkapan ikan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa menjelaskan jenis nelayan apa yang

dimaksud dalam Pasal tersebut. Selanjutnya, di dalam Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009, pengertian nelayan kecil dipersempit dengan memasukan unsur

penggunaan kapal perikanan berukuran paling besar 5 GT, di samping bahwa nelayan

tersebut melakukan penangkapan ikan sebagai mata pencaharian untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.13

Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendefinisikan

nelayan tradisional secara umum, nelayan tradisional adalah nelayan yang hanya

mencari ikan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, biasanya nelayan ini dalam

usahanya menangkap ikan hanya berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada

sejak turun menurun, baik mengenai jenis tangkap dan wilayah tangkapannya. Di

dalam pasal 1 ayat (8) UNCLOS 1982, nelayan tradisional didefinisikan sebagai

nelayan-nelayan yang sumber utama kehidupan secara langsung melakukan

penangkapan ikan tradisional di Daerah Perikanan yang ditetapkan di dalam

perjanjian tersebut. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Memorandum of Understanding

1974 antara Indonesia dan Australia, yang disebut sebagai nelayan tradisional adalah 13 Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Undang-Undang No.. 45 tahun 2009, LN No. 154 Tahun 2009, TLN. 5073, Pasal 1 ayat (11)

(6)

nelayan yang secara tradisional telah melakukan penangkapan ikan maupun berbagai

jenis organisme tidak bergerak di perairan Australia selama beberapa dekade dengan

cara-cara tradisional14

Sedangkan klarifikasi mengenai perikanan tradisional atau perikanan skala

kecil sampai sekarang masih menjadi perdebatan mengingat dimensinya yang cukup

luas. Jika mengacu kepada pendapat Smith, pengklasifikasian tersebut didasarkan

pada ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap, dan jarak daerah

penangkapan dari pantai. Lebih lanjut, Smith mengungkapkan karakteristik skala

perikanan dengan cara membandingkan perikanan berdasarkan

technico-socioeconomic nelayan dan membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu nelayan industri

dan nelayan tradisional.15

Selain itu, Smith juga mengungkapkan karakteristik perikanan kecil, yaitu

sebagai berikut16:

1. Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang

menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali.

2. Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan adakalanya pendapatan

keluarga ditambah dari pendapatan di luar dari kegiatan penangkapan.

3. Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri

14 Najmu Laila, Op.cit h.113

15 Smith dalam Iwan Setiawan, 2008, Keragaan Pembangunan Perikanan Tangkap: Suatu

Analisis Program Pemberdayaan Nelayan Kecil, Institut Pertanian Bogor, Bogor, h. 12-13

(7)

4. Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin.

5. Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan.

6. Hasil tangkapan per-unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai

sangat rendah.

7. Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisir dengan

baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau dijual di laut.

8. Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama

keluarganya.

9. Komunitas nelayan tradisional seringkali terisolasi baik secara geografis

maupun sosial dengan standar hidup keluarga nelayan yang rendah sampai

batas minimal.

2.2.2 Sejarah Nelayan Tradisional di Indonesia

Awal mula kemunculan Nelayan Tradisional di berbagai daerah di Indonesia

ditandai dengan adanya organisasi nelayan tingkat lokal, seperti misalnya Ikatan

Nelayan Saijaan (INSAN) Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan, Solidaritas

Nelayan Kabupaten Bengkalis (SNKB), Forum Komunikasi Nelayan Jakarta (FKNJ).

(8)

sebagai organisasi yang mengerjakan program-program bantuan pemerintah

khususnya dari Departemen Kelautan dan Perikanan.17

Kemudian muncul ancaman dari disahkannya Keputusan Menteri Nomor 06

tahun 2008 yang memperbolehkan penggunaan jaring trawl/pukat harimau/pukat hela

beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara. Sehingga bagi nelayan

tradisional hal ini akan menjadi kemunduran pengelolaan laut serta sumber-sumber

agraria di dalamnya. Maka pada awal tahun 2008 berbagai perwakilan organisasi

nelayan lokal melakukan pertemuan di Jakarta dan mendeklarasikan terbentuknya

KPNNI (Komite Persiapan Organisasi Nelayan Nasional). KPNNI yang akan

mempersiapkan berdirinya sebuah organisasi nelayan tingkat Nasional. Kemudian

pada Tanggal 11-12 Mei 2009 di Manado berlangsunglah Kongres Nelayan

Tradisional Indonesia I bertepatan dengan kegiatan World Ocean Conference (WOC)

Dalam kongres tersebut disepakati bahwa nama organisasi nelayan saat itu yang

berlaku sampai sekarang yakni KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia).18

1.2.3 Karakteristik Sosial Nelayan Tradisional

Nelayan tradisional pada dasarnya adalah salah satu kelompok masyarakat

pesisir yang memiliki kerentanan ekonomi dan secara sosial relatif paling

tertinggal. Dari 200 nelayan tradisional yang diteliti oleh Bagong Suyanto pada

tahun 2004, hanya 1% yang mengaku pernah kuliah, dan 12% mengaku

17 Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, 2014, “Sejarah”, URL : http://knti.or.id/sejarah/ diakses tanggal 5 Mei 2015

(9)

berpendidikan SLTA. Sebagian besar nelayan tradisional hanya berpendidikan SD

(60%), dan bahkan 5% responden mengaku sama sekali tidak mengenal bangku

sekolah.19

Untuk bekal mencari ikan di laut, letar belakang pendididikan seseorang

memang tidak penting. Artinya, karena pekerjaan sebagai nelayan sedikit-banyak

merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan

pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah akan

mempengaruhi kecapakan mereka melaut. Karakteristik sosial mereka yang masih

rendahpun terlihat dari kalangan keluarga nelayan tradisional, mempekerjakan

anak-anak untuk ikut membantu orang tua mencari nafkah dalam usia dini adalah

hal yang paling biasa, sehingga anak-anak merekapun rata-rata tidak sempat

menyelesaikan pendidikan hingga jenjang yang setinggi-tingginya. 20

1.2.4 Karakteristik Ekonomi Nelayan Tradisional

Komunitas desa pantai, khususnya nelayan tradisional pada dasarnya adalah

kelompok masyarakat yang kehidupannya sangat bergantung pada hasil laut.

Seperti juga masyarakat pantai yang kehidupannya tergantung pada irama musim,

pasang surut kelangsungan hidup keluarga nelayan tradisional sangat dipengaruhi

musim panen dan paceklik ikan.21

19 Bagong Suyanto. op.cit, h. 63 20 Ibid

(10)

Bagi nelayan tradisional jelas tidak memiliki alat tangkap ikan yang modern

akan menyebabkan kehidupan mereka semakin terburuk tatkala sumber daya laut

semakin langka. Studi yang dilakukan Suyanto dkk (2004) menyatakan bahwa

Nelayan tradisional dikatakan kelompok masyarakat paling miskin dan tidak

berdaya karena mereka rawan menjadi eksploitasi para tengkulak dan pengijon

dan pendapatan perbulannya hanya berkisar 250-500 ribu dengan jumlah anak 2-3

orang. Seseorang yang bekerja sebagai nelayan tradisional, kondisi ekonominya

bisa dipastikan kurang lebih sama dengan buruh nelayan. Hanya bedanya buruh

nelayan berpenghasilan kecil karena sistem bagi hasil yang timpang, maka untuk

nelayan tradisional penghasilan mereka pas-pasan karena jumlah tangkapan yang

relatif sedikit. 22

2.2.5 Pengertian Hak Penangkapan Ikan Tradisional berdasarkan UNCLOS 1982

Hak penangkapan tradisional merupakan terjemahan bebas dari istilah

traditional fishing right yang dimaksud di dalam UNCLOS 1982 (dan

konvensi-konvensi hukum laut lainnya) ataupun peraturan-peraturan yang menyebutnya

demikian. Hak Penangkapan Ikan tradisional merupakan hak yang diberikan kepada

nelayan-nelayan tradisional Negara tetangga untuk melakukan penangkapan secara

tradisional di Perairan Kepulauan tertentu berdasarkan perjanjian bilateral.23 Hak

22 Bagong Suyanto. loc.cit

23 Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008, Analisis Kebijakan tentang Pembentukan Badan

(11)

tersebut merupakan hak yang diberikan kepada nelayan tradisional Negara tetangga

untuk melakukan penangkapan ikan secara tradisional di Perairan kepulauan tertentu

berdasarkan perjanjian bilateral.24

Pengakuan terhadap hak tersebut diakomodir di dalam Bab IV Pasal 51 ayat

(1) UNCLOS 1982 yang menyebutkan :

“Tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 49, Negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan Negara lain dan harus mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang sah Negara tetangga yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan demikian termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah dimana hak akan kegiatan demikian, berlaku, atas permintaan salah satu Negara yang bersangkutan harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka. Hak demikian tidak boleh dialihkan atau dibagi dengan Negara ketiga atau warga Negaranya.”

Dengan melihat Pasal 51 UNCLOS 1982, hak perikanan tradisional tidak

diperoleh secara langsung. Hak itu dapat diperoleh oleh suatu Negara dengan

berbagai syarat dan ketentuan teknis yang diatur selanjutnya adalam perjanjian

bilateral kedua Negara yang bersangkutan, seperti jenis ikan apa yang boleh diambil,

menggunakan alat tangkap jenis apa, di mana lokasi penangkapan (fishing ground )

harus dilakukan, berapa jumlah nelayan tradisional yang akan melakukan

penangkapan, jenis kapal seperti apa yang boleh digunakan dan lain sebagainya. Oleh

karena hal itulah hak perikanan tradisional tidak serta-merta langsung menjadi hak

setiap nelayan di suatu Negara kepulauan. Hal ini juga diperkuat dengan adanya

syarat adanya perjanjian bilateral yang menjadi alat legitimasi dari negara yang

bersangkutan. 24 Ibid

(12)

2.3 Penyebaran Nelayan Tradisional di Kepulauan Indonesia

Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.000 pulau baik

yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau menyebabkan

Indonesia memiliki garis pantai yang panjangnya sejauh 81.000 km dan merupakan

salah satu garis pantai yang terpanjang di dunia. Adanya garis pantai yang panjang

menguntungkan bagi Negara itu, batas-batas wilayah laut di Indonesia harus diakui

oleh dunia Internasional25

Berdasarkan Pasal 46 UNCLOS 1982, Negara kepulauan adalah

Negara-Negara yang seluruhnya terdiri dari suatu atau lebih kepulauan. Adapun yang di

maksud dengan kepulauan ialah sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling

bersambung (inter-connecting waters), dan karakteristik ilmiah lainnya dalam

pertalian yang demikian eratnya sehingga membentuk satuan instrinsik geografi,

ekonomi, dan politis atau secara historis memang dipandang demikian.26

Negara kepulauan menarik garis pangkal (baseline) dengan menggunakan

metode garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline). Konsekuensi penarikan

garis pangkal dengan cara demikian adalah terjadinya perubahan status bagian-bagian

laut yang tadinya merupakan laut bebas menjadi laut wilayah Negara Kepulauan

tersebut dibarengi dengan berbagai pengaturan lain yang memberikan jaminan

25 Erika J., 2014, Teritorial Kelautan Indonesia, Aryhaeko Sinergi Persada, Surakarta h. 79 26 Mohamed Munavvar, 1995, Ocean States : Archipelagic Regimes in the Law of the Sea, Dordrecht : Martinus Nijhoff, h.5

(13)

terhadap hak lintas damai (right of innocent passage)27 dan hak lintas melalui

alur-alur laut kepulauan (the right of archipelagic sealanes passage), bagi kapal asing

dalam laut pedalaman Negara kepulauan. Selain itu, Negara kepulauan juga harus

menghormati hak-hak penangkapan tradisional dari Negara-Negara tetangga dan

perjanjian-perjanjian yang telah ada dengan Negara lain. 28

Garis pangkal kepulauan juga cara formal diakui eksistensinya dalam

UNCLOS 1982, tegasnya dalam Bab/Bagian IV Pasal 46-54, yang secara khusus

mengatur tentang Negara kepulauan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa

garis pangkal kepulauan ini khususnya hanya diterapkan oleh Negara kepulauan,

meskipun secara geografis Negara itu berbentuk kepulauan, maka Negara yang

demikian tidak menetapkan garis pangkal kepulauan. Negara itu hanya bisa

menerapkan garis pangkal normal dan garis pangkal lurus dalam pengukuran lebar

laut teritorial. 29

Tentang garis pangkal kepulauan secara khusus diatur dalam Pasal 47 ayat 1-9

Ayat (1) UNLCOS 1982, menegaskan hak Negara kepulauan untuk menetapkan garis

pangkal kepulauan. Selanjutnya ditegaskan tentang cara menarik menarik garis

pangkal kepulauan, yakni dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau

terluar. Syarat garis lain adalah seperti yang ditegaskan pada ayat (2) pada UNCLOS

27 Lihat Pasal 18-19 UNCLOS 1982 28 Lihat Pasal 311 (2) UNLOS 1982 29 Wayan Parthana, op.cit.,h.77

(14)

1982, bahwa panjang garis pangkal kepulauan tidak boleh melebihi dari 100 mil laut,

kecuali hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap

kepulauan diperkenankan melebihi dari panjang tersebut hingga pada panjang

maksimum 125 mil laut. 30

Hal inilah yang menyebabkan banyaknya nelayan tradisional yang tersebar di

beberapa titik pulau Indonesia, seperti di Perairan Laut antara Australia-Indonesia,

Papua Nugini dan Malaysia yang bisa bebas menggunakan Hak tradisionalnya untuk

menangkap ikan. Hal ini pula masuk ke dalam wilayah Negara lain sesuai dengan

perjanjian bilateral yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 47 ayat (6)

dalam UNCLOS 1982 yang menegaskan tentang perairan di Negara kepulauan yang

terletak antara dua bagian dari suatu Negara tetangganya yang secara langsung berada

dalam posisi berdampingan. Pada perairan kepulauan itu, Negara tetangga memiliki

hak-hak serta kepentingan-kepentingan lainnya yang secara sah memang ada jauh

sebelumnya, dan secara tradisional dilaksanakan oleh Negara tetangga di dalam

perairan tersebut. 31

30 Ibid

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian RCT yang dilakukan oleh Sinha di India yang menemukan bahwa secara umum rate kegagalan terapi ARV dua kali lebih cepat

transaksi bisnis online yang dilakukan dalam 3 bulan terakhir, jumlah interaksi dengan customer service dalam 3 bulan terakhir, kategori produk atau jasa yang dibeli

Secara geografis Muara Tebo merupakan sebuah muara yang sangat dekat dengan pantai sehingga membuat kepiting bakau jenis Scylla serrata lebih banyak hidup dan

Sebagai ciptaan Allah yang sangat berharga, kehidupan manusia berkembang baik secara fisik, mental maupun spiritual. Kejadian 11 :6 “Apapun  juga yang mereka rencanakan,

Bagaimana dan apa saja yang menjadi kewajiban IAIN harus tercermin pada berbagai unsur lembaga tersebut, termasuk bagaimana memformat dan melahirkan para

Dinas Perindustrian dan Ketahanan Pangan Program Pengembangan Sarana Prasarana Industri Program Perencanaan dan Pembangunan Industri Fasilitasi pengembangan Kawasan

Pemaparan diatas telah menjelaskan bahwa secara umum baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya adalah orang yang memiliki kedewasaan yang telah mempersiapkan

Misal: jika A adalah matrik berukuran m x n dengan vektor kolom yang bebas linear, maka n buah vektor kolom pertama dari Q adalah merupakan himpunan