• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR IMPERATIF PERAMEDIS TERHADAP PASIEN (KELUARGA PASIEN) DI RSUD DI KABUPATEN BANTAENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK TUTUR IMPERATIF PERAMEDIS TERHADAP PASIEN (KELUARGA PASIEN) DI RSUD DI KABUPATEN BANTAENG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR IMPERATIF PERAMEDIS TERHADAP PASIEN (KELUARGA PASIEN) DI RSUD

DI KABUPATEN BANTAENG

IMPERATIVE SPEECH ACT OF PARAMEDICS TO PATIENT (PATIENT FAMILY)

IN RSUD BANTAENG

Supriadi, Lukman, Nurhayati

Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi : Supriadi

Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Makassar 90245 HP : 085241890177

(2)

Abstrak

Paramedis sebagai petugas kesehatan seyogianya memberikan pelayanan dengan menggunakan tuturan yang santun, namun kenyataannya sebagian paramedis tidak mengindahkan etika penggunaan bahasa tersebut.Tujuan penelitian ini mendeskripsikan tindak tutur imperatif dalam bahasa Indonesia paramedis terhadap pasien (keluarga pasien) dan tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur imperatif dalam bahasa Indonesia paramedis terhadap pasien (keluarga pasien) tersebut di RSUD Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, datanya diperoleh dari paramedis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan teknik rekam, catat, dan wawancara. Pupulasi penelitian ini berupa tindak tutur yang mengandung imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng dan tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur tersebut. Pengambilan sampel penelitian disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Data analisis dengan deskriptif kualitatif. Hasill penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur imperatif paramedis terhadap pasien (keluarga pasien) di RSUD Kabupaten direalisikan dalam jenis tindak tutur. Tidak yang dimaksud adalah imperatif, tindak tutur imperatif dengan konstruksi deklaratif dan tindak tutur imperatif dengan konstruksi introgatif. Ketiga jenis tersebut berdasarkan tanggapan pasien (keluarga pasien) dibagi menjadi dua kelompok yaitu tuturan yang bersifat positif dan tuturan yang bersifat negatif. Sebagian paramedis dalam melakukan pelayanan tidak mengindahkan etika penggunaan bahasa yang santun,sehingga dapat memperparah penyakit yang diderita oleh pasien.

Kata Kunci: Tuturan Imperatif paramedis dengan pasien

Astract

Paramedics should actually give polite services, but the reality shows that some of them don’t respect to the etics of the use of the languange The research is aimed to describe imperative speech act in Indonesian of paramedic to patient (patient family) and patient response to the speech act in Indonesian of paramedic to the patient in RSUD Bantaeng. The research is field research, the data is obtained by paramedc and patient. The method used in the research is observation method with record, note, and interview technique. The population of the research is imperative speech act of paramedic to patient in RSUD Bantaeng and patient response to the speech act. The collecting of research sample is adjusted with analysis need. The data is then analyzed by qualitative descriptive. The result of the research shows that imperative speech act of paramedic to the patient in RSUD Bantaeng is done in form of imperative speech act, imperative speech act with declarative construction and imperative speech act with introgative construction. Those three kinds are based on the patient responses that are divided to two groups; positive utterance and negative utterance

(3)

PENDAHULUAN

Penutur selain mempertimbangkan nilai-nilai kebahasaan, juga seyogianya melihat kepada siapa, di mana, mengenai masalah apa, dan dalam suasana bagaimana ia berbicara. Hal ini memberikan isyarat bahwa tempat bicara dapat menentukan kualitas tuturan penutur kepada mitra petutur. Demikian pula pokok dan isi tuturan dapat mewarnai tuturan yang sedang berlangsung (Wijana dalam Rahardi, 2006)

Berkaitaan dengan hal di atas, terlihat bahwa penelitian bahasa dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang muncul dalam aspek-aspek kebahasaan. Aspek-aspek kebahasaan yang dimaksud adalah fonologi, morfologi, dan sintaksis. Aspek lain di luar kebahasaan berupa tuturan yang didasarkan pada konteks yang menyertainya atau yang melatarinya (Darwis, 2011).

Penelitian di luar aspek kebahasaan berupa tuturan, seperti tindak tutur paramedis hendaknya dilakukan seselektif mungkin. Akan tetapi kenyataannya sebagian paramedis tidak mengindahkan kaidah tersebut. Dalam hal ini, paramedis dalam melakukan pelayanan umumnya menggunakan tuturan imperatif langsung dirasakan kurang santun (Risal, 2010). Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan oleh sebagain paramedis kepada pasien telah dibuktikan oleh Gadi dari fakultas kedokteran. Penelitian tersebut membuktikan bahwa 34% pelayanan menggunakan tuturan yang tidak beretika, dan 31% di ruang obat lambat pelayanannya. Ini membuktikan betapa tingginya penyimpangan penggunakan bahasa oleh sebagian paramedis dalam melakukan pelayanan kepada pasien (Gadi, 2011)

Berdasarkan temuan ini, penulis tertarik mengangkat masalah ini untuk dijadikan bahan penelitian dengan judul: Tindak Tutur Imperatif Paramedis Terhadap Pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng Tujuannya untuk menjadi masukan kepada paramedis, dengan menjelaskan jenis-jenis tuturan yang santun dan yang tidak satun dalam melayanani pasien.

(4)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Adapun pelaksaan penelitian ini adalah dua bulan yakni pada bulan Juni sampai akhir Juli 2013 dan dilakukan di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskrisikan jenis-jenis tindak tutur paramedis dan (2) mendeskripsikan tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur tersebut, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan Pragmatik. Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Bantaeng. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten Bantaeng dipimpin oleh seorang bupati terpilih bukan hanya karena strategi politiknya hebat. Akan tetapi, strata pendidikan yang dimilikinya mengungguli kandidat lain. Ia seorang Doktor dari Jepang sehingga kemampuan menejerial dan kedisplinannya mengelola dan mengatur instansi yang ada di bawahnya tidak perlu diragukan. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa kalau RSUD Kabupaten Bantaeng kurang bagus pelayanan medisnya, apalagi RSUD lain dalam wilayah Sulawesi selatan ini.

Kabupaten Bantaeng adalah salah satu daerah yang dihuni oleh dua etnis penutur bahasa dengan karakter berbeda, yaitu Suku Bugis dan Suku Makassar. Kedua suku tersebut secara kuantitas hampir seimbang. Namun ketidakcocokan dalam berbagai aspek budaya yang berujung pada perselisihan dari kedua suku tersebut tidak pernah terjadi. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Kabupaten Bantaeng kuat dalam memelihara norma-norma dan etika berbahasa sehingga mereka hidup saling berdampingan dengan penuh kedamaian.

Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan dua rumusan masalah, yakni bentuk tindak tutur imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng dan penilaian atau tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur imperatif parameddis di RSUD Kabupaten Bantaeng. Dengan demikian populasinya adalah semua bentuk tindak tutur yang mengandung imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng. semua bentuk tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur imperatif paramedis tersebut.

Ketiga kelompok di atas, diambil sejumlah data sebagai sampel yang dianggap layak dan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Dengan demikian, penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposif atau sesuai dengan kebutuhan penelitian Sudaryanto (2008). Artinya

(5)

data tindak tutur yang berbentuk imperatif paramedis disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Demikian pula penilaian atau tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur imperatif paramedis disesuaikan dengan jumlah kebutuhan.

Metode pengumpulan data

Metode adalah cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu observasi dan wawancara (Participan Obesrvation) (Arikunto, 2010)

Metode Observasi

Pengumpulan data, penulis lakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung (participant observation). Pengamatan ini dilakukan untuk mendengarkan sekaligus mengamati percakapan berupa pertanyaan, anjuran, perintah atau petunjuk dari paramedis, mulai dari pelayanan untuk mendapatkan karcis sampai pasien berada dalam penanganan dokter ahli (Sudaryanto, 2008)

Penelitian ini, selain menggunakan metode pengamatan langsung, juga menggunakan metode simak yaitu melakukan penyimakan terhadap jenis-jenis tindak tutur imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng, dan penilaian pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur tersebut

Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu teknik rekan, teknik catat, dan teknik wawancara. Teknik rekam dilakukan dengan cara merekam sejumlah jenis tindak tutur paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng. Teknik catat dilakukan dengan melakukan pencatatan pada kartu data yang dilanjutkan dengan pengklasifikasian tuturan peramedis terhadap pasien. Teknik wawancara dilakukan dengan cara menyiapkan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng (Bungin, 2008)

Teknik analisis data

Penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis data yang bersifat deskriptif kualitatif dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) Mengklasifikasikan jenis-jenis tindak tutur imperatif paramedis dengan pasien berdasarkan wujudnya (imperatif, deklaratif, introgatif) dari hasil rekaman dan pencatatan. (2) Mengelompokkan jenis-jenis tindak tutur paramedis yang bersifat positif berdasarkan tanggapan pasien atau keluarga pasien yang diperoleh melalui wawancara. (3) Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur imperatif paramedis yang telah dikelompokkan berdasarkan wujudnya. (4) Mendeskripsikan tindak tutur imperatif paramedis yang telah dikelompokkan berdasarkan tanggapan pasien atau keluarga pasien.

(6)

HASIL

Bentuk-bentuk tindak tutur imperatif paramedis dengan asien di RSUD Kabupaten Bantaeng

Berdasarkan hasil penelitian tentang tindak tutur imperatif paramedis di RSUD Kabupaten Bantaeng, ditemukan tiga bentuk tindak tutur meliputi tindak tutur imperatif, tindak tutur imperatif deklaratif, dan tindak tutur imperatif introgatif. Adapun rincian makna dari ketiga bentuk tindak tutur tersebut adalah: Tindak tutur pragmatik imperatif meliputi makna persilahan, permintaan, ajakan, harapan, larangan, desakan, dan suruhan langsung. Tindak tutur pragmatik imperatif yang berkonstruksi deklaratif meliputi makna persilahan, bujukan umpatan, anjuran, penolakan, menginformasi, penunjukan arah, penegasan dan himbauan. Tindak tutur imperatif yang berkonstruksi introgatif meliputi makna suruhan, larangan, bujukan, anjuran, kesanksian, pemberian sugesti, permintaan, dan permintaan kesiapa.

Penilaian atau tanggapan pasien (keluarga pasien) terhadap tindak tutur imperatif paramedis di RSUD Kabupaten Bantaeng

Tindak tutur imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng berdasarkan tanggapan pasien (keluarga pasien) terbagi menjadi dua kelompok yakni (1) jenis tuturan yang benilai positif karena berkadar kesantunan yang tinggi dan (2) jenis tuturan yang bernilai negatif karena berkadar kesantunan yang rendah.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan paramedis dengan menggunakan tuturan yang santun sangat membantu proses pemulihan kesehatan pasien. Bahasa yang santun dapat memulihkan penyakit pasien sampai setengan dari penyakit yang dideritanya. Dengan demikian, penanganan penyakit secara medis tinggal setengahnya pula (Pahrudi, 2007). Dikatakan demikian karena penggunaan bahasa yang santun dapat memberikan sugesti (semangat) bagi pasien, sehingga ia merasa optimis akan sembuh dengan cepat. Penafsiran tentang apa yang dimaksudkan penutur di dalam suatu konteks akan berpengaruh terhadap tuturan pada situasi tertentu. Dengan kata lain, penafsiran makna dalam suatu konteks tertentu dan korelasi konteks dengan tuturan tidak dapat mengabaikan suasana kapan, di mana, kepada siapa, dan dalam keadaan apa penutur menuturkan tuturan tersebut (Murni, 2005). Dalam hubungan ini, tuturan yang santun dapat dilakukan apabila konteks tuturan yang melingkupi pembicaraan dapat deprhatikan secara saksama.

(7)

Sehubungan dengan uraian dalam hasil penelitian di atas, terdapat dua komponen besar terungkap dalam pembahasan berikut yakni: bahwa tindak tutur paramedis dalam meyani pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng dituturkan dalam tiga jenis tuturan, yakni tindak tutur imperatif (perintah langsung), tindak tutur imperatif dengan konstruksi deklaratif dan tindak tutur imperatif dengan konstruksi introgatif. Ketiga jenis tindak tutur tersebut menghasilkan makna persilahan, permintaan, ajakan, harapan, larangan, desakan, suruhan langsung, bujukan, umpatan, anjuran, penolakan, menginformasikan, menunjukkan arah, penegasan, himbauan, kesanksian, pemberian sugesti, meminta kesiapan (Rahardi, 2006)

Berkaitan dengan munculnya makna-makna dari tuturan paramedis disebabkan oleh beberapa hal diantaranya (1) karena penempatan petugas kesehatan tidak didasarkan pada kompetensi keilmuan yang dimiliki (Yule, 2006)). (2) karena kurangnya menerapan nilai-nilai keagamaan sehingga tututran-tuturan yang disampaikan tidak terkotrol dengan baik (3) pelayanan yang didasarkan pada status sosial pasien (berpendidikan, memiliki kekayaan, keturunan terhormat (Watts, 2005).

Tuturan imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng menurut penilaian tanggapan pasien (keluarga pasien) terbagi menjadi dua kategori. (1) Tuturan imperatif paramedis yang berkadar kesantunan yang tinggi dikategorikan sebagai bentuk tuturan yang positif, (2) tuturan imperatif paramedis yang berkadar kesantunan yang rendah dikategorikan sebagai bentuk tuturan yang negatif. Konstruksi pragmatik yang memperlihatkan kadar kesantunan menggunakan pemarkah kesantunan bolehkah, maaf, harap, silakan, wah hebat, dan sebaiknya. Pemarkah-pemarkah kesantunan itu, terlihat dalam jenis tuturan tidak langsung yang diwujudkan dalam kontstruksi imperatif, deklaratif dan introgatif (Murni, 2005).

Tuturan imperatif paramedis dengan pasien, di RSUD yang cenderung meremehkan pasien, bahkan tidak memenuhi segala bentuk permintaan dan harapan bagi pasien. Salah satu penyebabnya adalah karena ada sebagian peramedis merasa berkuasa di tempat kerjanya, merasa sangat dibutuhkan sehingga siapapun yang dilayani harus tunduk dan patuh pada perintahnya (Hartono, 2010).

Tindak tutur yang dilontarkannya tanpa dikontrol dan tidak selektif dalam memilih kata (diksi), tidak dapat menjamin perasaan pasien ((Wira, 2009). Tindak tutur imperatif paramedis ada mencerminkan sifat egoisme yang dinilai oleh pasien sebagai bentuk tindakan yang kurang santun. Tuturan tersebut dapat menurunkan reputasinya sebagai pelayan yang berdedikasi tinggi karena tidak memperhatikan nilai-nilai kesantunan. Dalam

(8)

hubungan ini, pencitraan paramedis di mata masyarakat kurang baik sehingga dapat merusak nama baiknya sebagai orang berilmu (Watts, 2005).

Berkaitan dengan tuturan paramedis yang tidak responsif dalam melakukan pelayanan dapat menimbulkan rasa kebingungan bagi pasien . Dalam kondisi seperti ini pasien bisa kehilangan kesabaran yang berakhir dengan rasa pustus asa. Efeknya (perlokusi) adalah pasien malas berobat sehingga harapan untuk sembuh sangat kecil. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa paramedis dalam melakukan pelayanan kepada pasien yang tidak maksimal (Nurhayati, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Sejalan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, terdapat dua komponen besar yang perlu terungkap pada kesimpulan ini. Dua komponen yang dimaksud dapat dilihat pada uraian berikut. Bentuk-bentuk tindak tutur yang terjadi dalam proses pelayan paremdis kepada pasien antara lain: (1) tindak tutur pragmatik imperatif, (2) tindak tutur imperatif dengan konstruksi deklaratif dan (3) Tindak tutur pragmatik imperatif dengan konstruksi introgatif. Tuturan imperatif paramedis dengan pasien di RSUD Kabupaten Bantaeng menurut penilaian atau tanggapan pasien (keluarga pasien) terbagi menjadi dua kategori, yakni: Tuturan dengan kategori santun dan Tuturan dengan kategori tidak santun. Konstruksi pragmatik memperlihatkan kadar kesaantunan tuturan ditemukan pemarkah berikut: bolehkah, maaf, haraf, silakan, wah hebat, dan sebaiknya.Tuturan paramedis kepada pasien tidak hanya dalam bentuk tuturan imperatif, akan tetapi terdapat bentuk-bentuk pelayan dengan bentuk tuturan nonimperatif. Dalam hubungan ini, penulis menyarankan agar penelitian bentuk-bentuk tuturan nonimperatif yang dimaksud, juga dilakukan dengan segerah. Selain itu, kepada petugas kesahatan agar menggunakan tuturan yang santun dalam melakukan pelayanan di rumah sakit atau puskesmas.

(9)

DAFTAR PUSTAKA.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. (2008). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenader.

Darwis, Muhammad. (2011). Transformasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Makassar : Universitas Hasanuddin..

Gadi. (2011) Prosentase Tingkat Pelayanan yuang Berdampak pada Kepuasan Pasien di

RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Hamiru, M.A. (2012) Kesantunan Imperatif. Fajar, Mei 25 Opini hal. 4.

Hartono, Bambang. (2010). Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Rineka Cipta.

Murni. (2005). Kesantunan Berbahasa dan Penelitian Kebahasaan.”dalam Pelangi

Pendidikan. Vol. 12 Juni 2012

Minda, Murni Sri. (2009). “Kesantunan Linguistik dalam Rana Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Utara”. Disertasi. Medan:Universitas Sumatra Utara.

Nurhayati, dkk. (2008). Ragam Bahasa Perawat Kesehatan (Paramedis) di Kota Makassar:

Kajian Psikososiolinguistik. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: PKP Universitas

Hasanuddin..

Pahrudi, Jhony, Muhammad. (2007). “Analisis Faktor yang Berpengaruh dengan Kualitas Pelayanan Menutut Persepsi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Bayangkara.” Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin..

Rahardi, Kunjana. (2006). Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Risal Khaeruddin. (2010). Form dan Property dalam Visual Basic, (online),

(

http://khairurrijalislami.wordpress.com/2010/02/26/form-dan-properties-visual-basic/, diakses 17 April 2013).

Sudaryanto. 2008. Metode Linguistik Kearah Memahami Metode Linguistik. Yokyakarta: Gajah Mada UniversityPress.

Watts, Dkk. (2005). “Introduction” Politeness in Language. New York: Maunton de Gruyter. Wira Danu. (2009). Modul Pelatihan Visual Basic Access, (online), (http://bangdanu.files.wordpress.com/2009/02/vbasic-access.pdf , diakses 17 April 2012).

Yule, George. (2006). Pragmatik. Terjemahan I.F. Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran, besarnya tingkat konsumsi energi dan

Dari data yang diperoleh menggambarkan, bahwa pemanfaatan kata makian dalam situasi marah atau emosional pada kelompok masyarakat strata sosial bawah,

Kelompok komoditi pada bulan Agustus 2011 seluruhnya memberikan sumbangan/andil inflasi, yaitu: kelompok bahan makanan 0,24 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan

Merancang konsep merupakan dasar pembuatan aplikasi multimedia karena ditahap ini diperlukan dasar- dasar pemikiran yang sesuai dalam perancangan aplikasi, hal yang utama

Peserta didik melakukan analisa kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran hari ini 10 menit PENILAIAN (Terlampir).. Penilaian Sikap : Observasi (Selama PBM)

fisik. Indikator dari dimensi ini adalah: a) jasa yang ditawarkan berkualitas tinggi; b) jasa yang ditawarkan memiliki fitur yang lebih baik dibandingkan pesaing- nya; dan

Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap data kelimpahan relatif yang diperoleh dari tiga rona lingkungan perairan Sungai Banjaran menunjukkan bahwa kelimpahan relatif tidak

Wilayah yang terdapat persebaran penyakit paling banyak di Kabupaten Tanggamus yaitu wilayah timur.