• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Populasi Biota Langka Kima (Tridacnidae) Di Kepulauan Spermonde Oleh : Andi Niartiningsih, Anshar Amran dan SyafyuddinYusuf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemetaan Populasi Biota Langka Kima (Tridacnidae) Di Kepulauan Spermonde Oleh : Andi Niartiningsih, Anshar Amran dan SyafyuddinYusuf"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pemetaan Populasi Biota Langka Kima (Tridacnidae) Di Kepulauan Spermonde

Oleh :

Andi Niartiningsih, Anshar Amran dan SyafyuddinYusuf

(Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar)

ABSTRAK

Populasi kima (Tridacnidae) di alam sudah semakin menurun, bahkan diduga sudah hampir punah. Keberadaan populasi kima di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan semakin mengkhawatirkan. Spesies terbesar seperti Tridacna gigas, T. derasa sudah tidak ditemukan lagi di habitat alamnya, demikian halnya dengan jenis Hippopus hippopus yang hidup di paparan pasir dangkal. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kepadatan populasi jenis kima di sekitar terumbu Karang Kepulauan Spermondae, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan pada empat zona (zona I diwakili 5 pulau, zona II diwakili 10 pulau, zona III diwakili 10 pulau dan zona IV diwakili 8 pulau.) Metode penelitian menggunakan belt transect pada dua stratifikasi kedalaman habitat terumbu karang, yakni pada tubir dan lereng terumbu. Setiap lokasi terdiri dari dua titik sampling sesuai dengan sebaran terumbu secara horizontal. Pembuatan peta dilakukan dimulai dari Pembuatan peta dasar yang meliputi seluruh wilayah penelitian, Plotting koordinat stasiun lapangan yang telah diukur dengan GPS, Input parameter sebaran, komposisi jenis dan kondisi habitat kima, Pengaturan tataletak (lay out) peta dan Pencetakan peta. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa populasi kima tersebar pada lokasi habitat terumbu karang pada semua zona dan pulau-pulau di kepulauan Spermonde dan sebaran jenis-jenis kima terbatas pada zonasi habitat (reef flat, reef slope dan reef base). Ke tujuh jenis kima masih ditemukan di kepulauan Spermonde, dan jenis kima yang melekat pada karang batu yakni Tridacna crocea dan T. maxima memiliki populasi dan kepadatan individu yang tertinggi, sedangkan jenis kima lainnya memiliki kepadatan individu atau populasi yang rendah, kecuali T. Squamosa.

Kata kunci : Pemetaan, populasi, biota langka, kima

1. Latar Belakang

Kima adalah sejenis kerang raksasa, masuk dalam phylum Moluska yang populasinya dilaporkan semakin menurun terutama dari jenis yang besar seperti T.gigas dan T.derasa. Penurunan populasinya di alam disebabkan eksploitasinya yang berlebihan karena daya tarik komersial kima yang menggiurkan.

Terdapat 7 (tujuh) jenis kima di Indonesia dari sepuluh jenis yang hidup di perairan dunia. Ke tujuh jenis tersebut adalah kima raksasa (T.gigas), kima air (T.derasa), kima sisik (T.squamosa), kima besar (T.maxima), kima lubang (T.crocea), kima pasir (H. hippopus), dan kima cina (H.porcelanus) (Romimohtarto, 1987 dalam Pasaribu, 1988). Sedangkan tiga jenis

(2)

kima lainnya adalah kima hantu (T.tevoroa) ditemukan di kepulauan Fiji, T.rosewateri ditemukan di lautan Hindia (Ellis, 1995) dan T.costata ditemukan di laut merah (Niartiningsih, 2011). Ke tiga jenis kima yang disebutkan terakhir tidak terdapat di Indonesia. Walaupun tujuh jenis kima diperkirakan masih ada di Indonesia, namun beberapa lokasi diduga telah mengalami penurunan jumlah populasi dan kehilangan jenis kima akibat eksploitasi. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan khususnya di Kepulauan Spermonde seperti dilaporkan oleh Niartiningsih (2007a, b dan c) menunjukkan bahwa populasinya terindikasi telah mengalami overeksploitasi, terutama jenis-jenis yang berukuran besar seperti T.gigas, T.derasa dan

H.porcelanus. Dugaan ini makin diperjelas oleh hasil penelitian Niartiningsih, dkk., (2010)

dimana hanya menemukan 4 (empat) species kima yaitu T.squamosa, T.maxima, T.crocea dan

H.hyppopus , sedangkan 3 (tiga) jenis yang disebutkan sebelumnya sudah tidak ditemukan lagi di

Kepulauan Spermonde.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan belum memberikan gambaran kepadatan populasi kima secara menyeluruh pada masing-masing pulau di Kepulauan Spermonde, padahal informasi ini sangat diperlukan untuk mengetahui lokasi, distribusi dan penyebaran biota laut langka kima, agar dapat dilakukan upaya konservasi dengan memproduksi juvenil beberapa species kima yang lebih berkualitas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk memetakan kepadatan populasi kima di Kepulauan Spermonde dan dan memproduksi juvenil kima hasil persilangan antara induk dari zona yang berbeda sebagai upaya untuk mengefektifkan program konservasi biota langka ini.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Spermonde pada empat zona berdasarkan pengaruh daratan dan massa air dari lautan lepas (Moll, 1983). Zona I (zona pinggir) yang berbatasan langsung dengan daratan yang diwakili oleh 5 pulau, Zona II (zona dalam) habitat terumbu karang yang masih dipengaruhi oleh sedikit partikel tersuspensi dari zona pinggir, diwakili oleh 10 pulau. Zona III (zona tengah) dimana terumbu karang tumbuh subur dengan pengaruh lautan lepas yang dominan, juga diwakili oleh 10 pulau dan Zona IV (zona luar) diwakili oleh 8 pulau.

Pengamatan jenis dan jumlah kima serta penyebaran pada masing-masing pulau dilakukan dengan penyelaman dengan menggunakan metode sweept area (penyapuan wilayah) yang disebut dengan belt transect yakni penyelam mengamati biota target dalam luasan areal

(3)

tertentu. Transek dibuat empat persegi panjang dengan menarik garis meteran sepanjang 100 m, kemudian penyelam mencacah jenis-jenis kima yang ditemukan sepanjang transek dengan membatasi ruang pengamatan 2,5 m sebelah kiri dan 2,5 m kanan transek. Pengamatan populasi tiap jenis kima dilakukan pada tiga stratifikasi zona terumbu secara vertikal, yakni : zona rataan-tubir terumbu (reef flat-reef edge), zona lereng terumbu (reef slope) dan zona dasar terumbu (reef base). Pada terumbu karang yang dangkal, transek dilakukan pada sekitar rataan terumbu mendekati ujung lereng (reef edge). Transek berikutnya pada terumbu karang yang lebih dalam yakni pada lereng terumbu antara kedalaman 5-10 m atau 7-12 m sesuai dengan keberadaan terumbu karang. Pada setiap titik pengamatan dicatat posisi dengan menggunakan GPS. Proses pemetaan dimulai dengan pembuatan peta dasar yang meliputi seluruh wilayah penelitian, selanjutnya dilakukan plotting koordinat stasiun lapangan yang telah diukur dengan GPS, input parameter sebaran, komposisi jenis dan kondisi habitat kima, pengaturan tataletak (lay out) peta dan pencetakan peta. Data hasil pengamatan berupa jumlah, jenis dan kepadatan kima disajikan dalam bentuk tabel, peta dan grafik.

3. Hasil Dan Pembahasan 3.1.Pembuatan Peta Dasar

Citra ALOS AVNIR-2 yang digunakan adalah citra multispektral yang terdiri atas 4 band. Citra satelit tersebut digunakan karena dapat mendeteksi obyek dasar perairan termasuk hamparan terumbu karang yang menjadi habitat kima. Langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan citra tersebut adalah koreksi atmosferik untuk menghilangkan pengaruh kondisi atmosfer pada saat perekaman citra, khususnya pada band-1 dengan nilai koreksi = 62, band-2= 16 dan band-3 = 11. Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan radiansi yang terekam pada citra sebagai akibat dari hamburan atmosfer (path radiance). Hamburan atmosfer bervariasi menurut panjang gelombang, oleh karena itu nilai koreksi atmosferik saling berbeda pada masing-masing kanal citra. Koreksi atmosferik yang digunakan adalah metode penyesuaian histogram.

Langkah berikutnya adalah koreksi geometrik untuk meletakkan setiap pixel citra pada koordinat yang sebenarnya. Koreksi geometrik merupakan proses perujukan titik-titik pada citra ke titik-titik yang sama di lapangan ataupun di peta, yang diketahui persis koordinatnya. Pasangan titik-titik tersebut kemudian digunakan untuk membangun fungsi matematik yang

(4)

menyatakan hubungan antara posisi sembarang titik pada citra dengan titik obyek yang sama di lapangan.

Koreksi geometrik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode transformasi koordinat polinomial orde satu. Penyesuaian proyeksi dilakukan sesuai dengan sistem proyeksi UTM, dengan menggunakan GCP yang koordinatnya ditentukan dari lapangan melalui pengukuran dengan GPS. Transformasi koordinat orde satu mensyaratkan jumlah titik kontrol GCP sekurang-kurangnya 3 titik. Posisi titik-titik kontrol tersebut tersebar pada wilayah liputan citra. Proses selanjutnya adalah interpolasi nilai spektral bagi masing-masing pixel dengan menggunakan proses resampling tetangga terdekat (nearest neighbour resampling). Proses ini dipilih karena tidak merubah nilai pixel yang bersangkutan, melainkan hanya mengambil kembali nilai dari pixel terdekat yang telah tergeser ke posisi yang baru.

Langkah berikutnya adalah penyusunan citra komposit RGB. Citra komposit warna merupakan paduan citra dari tiga kanal yang berbeda. Penyusunan citra komposit warna dimaksudkan untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik sehingga pengenalan obyek dan pemilihan sampel dapat dilakukan.

3.2. Kepadatan Populasi Kima

Tabel 1 menunjukkan kepadatan kima pada 33 lokasi penelitian yang dikonversi kedalam

100 m2 untuk semua jenis pada setiap zona kepulauan Spermonde. Hasil survei menunjukkan

bahwa pada zona 2 dan zona 3 kepadatan individu kima lebih tinggi dibanding zona 1 dan zona 4. Kepadatan tersebut berbeda antara kelompok zona 2 dan 3 dengan kelompok zona 1 dan 4. Antara zona 1 dan zona 4, kepadatan kima juga berbeda nyata. Namun untuk zona 2 dan zona 3 tidak berbeda nyata. Standar deviasi kepadatan kima pada zona 2 dan zona 3 cukup tinggi dibanding zona 1 dan zona 4. Hal ini berarti bahwa pada zona 2 dan zona 3, dinamika keberadaan populasi kima cukup tinggi, ada yang jumlah populasinya sangat tinggi dan sangat rendah pada setiap lokasi sampling. Pada beberapa lokasi sampling kepadatan kima sangat rendah dan ada pula lokasi sampling yang memiliki kepadatan kima yang sangat tinggi.

Tabel 1. Kepadatan rata-rata individu kima setiap zona Kepulauan Spermonde Zona Kep. Spermonde Ʃ lokasi sampling Kepadatan (rata-rata ± sd /100 m2) Zona 1 4 3,50 ± 1,99 a Zona 2 11 41,85 ± 44,28 b Zona 3 10 38,36 ± 33,07 b

(5)

Zona 4 8 19,70 ± 11,87 c

Kepadatan setiap jenis kima dalam luas areal 100 m2 secara keseluruhan ditampilkan

pada Tabel 2. Kepadatan jenis tertinggi pada jenis kima T.crocea 7,62 ind./100 m2 yang empat

kali lebih besar dibanding kepadatan jenis T.maxima. Sementara T.maxima dengan kepadatan

1,93 ind./100 m2 memiliki kepadatan dua kali lebih banyak dibanding jenis Tridacna squamosa.

Kepadatan jenis kima terendah yakni dari Hippopus porcellanus sebesar 0,048 ind/100 m2

setelah jenis H.hippopus 0,181 ind./100 m2. Tingginya kepadatan individu jenis kima T.crocea

terkait dengan cara hidup kima ini yang menancapkan secagian cangkangnya dalam batu karang sehingga jenis ini sangat sulit untuk dieksploitasi disamping ukurannya yang lebih kecil dibanding kima lainnya.

Demikian halnya dengan jenis T.maxima hidup melekat dalam substrat batu karang, namun karena daya reproduksi dan kelangsungan hidup larvanya rendah, sehingga kepadatan jenis ini di Kepulauan Spermonde lebih rendah empat kali dibanding T.crocea. Untuk jenis T.

gigas dan T.derasa kepadatannya hampir sama yakni 0,24 dan 0,18 ind/ 100 m2. Tabel 2. Kepadatan jenis kima dari 33 lokasi sampling di Kepulauan Spermonde

Jenis Kima Kepadatan (#/100 m2) Hippopus hippopus 0,181818182 Hippopus porcellanus 0,048484848 Tridacna crosea 7,618181818 Tridacna derasa 0,181818182 Tridacna gigas 0,242424242 Tridacna maxima 1,927272727 Tridacna squamosa 1,260606061

Data pada Tabel 2 makin menunjukkan bahwa beberapa jenis kima sudah semakin jarang ditemukan di alam. Khusus sekitar terumbu karang Kepulauan Spermonde, jenis kima yang paling banyak dieksploitasi terutama yang berukuran besar dan tidak melekatkan byssusnya pada substrat. Jenis-jenis kima tersebut adalah T.gigas, T. derasa, Hippopus porcellanus, dan H.

hippopus. Jenis-jenis tersebut menjadi target eksploitasi oleh para nelayan penyelam dan

(6)

Kepulauan Spermonde Makassar dan Pangkep. Daging kima disamping sebagai bahan alternatif

pangan keluarga, juga sebagai bahan pangan hajatan rakyat atau pesta perkawinan.

4.3. Peta Sebaran Kepadatan Kima

Kepadatan kima di Kepulauan Spermonde yang mewakili zona 1, 2, 3 dan zona 4 dapat dilihat pada Gambar 1-10. Zona 1 atau disebut zona pinggir dari kepulauan Spermonde diwakili oleh stasiun P. Balang Caddi, P. Langkadea dan Gs. Langkadea. Pulau Langkadea dan Gs. Langkadea tidak berpenghuni, sementara penduduk bermukim di pulau Balang Caddi dan Balang Lompo. Pulau dan Gs Langkadea berpeluang mendapat tekanan eksploitasi sumberdaya laut karena tidak berpenghuni sehingga tanpa pengawasan.

Gambar 1. Peta Kepadatan Kima di Zona 1 (P. Balangcaddi, P. Langkadea, Gs. Langkadea) Gambar 2. Peta Kepadatan Kima di Zona 2 (P. Bonebatang, P.Barranglompo, P.Barrangcaddi,

(7)

Gambar 3. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 2 (P. Bontosua, P.Panambungang)

Gambar 4. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 2 (P.Karanrang, P.Podangpodanglompo)

Gambar 5. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 3 (P.Bonetambung, P.Kodingarengkeke)

Gambar 6. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 3 (P. Sarappolompo, P.Sarappokeke)

Gambar 7. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 3 (P. Lumulumu, P.Badi) Gambar 8. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 3

(8)

Gambar 9. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 4 (P. Kapopposang, P.Papandangang, P.Kondongbali, P.Tambakulu)

Gambar 10. Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 4 (P. Lanjukang, P.Langkai)

Grafik pada Gambar 11 menggambarkan sebaran kepadatan kima secara detail pada 33

stasiun penelitian. Dalam transek 100 m2 tercatat rentang kepadatan kima 1,6 – 155,6 individu/

100 m2. Lokasi sampling yang memiliki kepadatan kima tertinggi adalah di Pulau Barrang

Lompo. Sepuluh lokasi yang memiliki kepadatan kima tertinggi yakni P. Barrang Lompo, P. Bone Tambu, P. Panambungan, P. Badi, P. Bontosua, P. Sarappo Lompo, P. Bone Battang dan P. Lanjukang. Sedangkan lokasi sampling yang memiliki kepadatan kima terendah adalah Gusung

Langkadea. Lokasi sampling yang tercatat kepadatan kima kurang dari 10 individu/100 m2

terdapat pada habitat terumbu karangnya Gs. Langkadea, P. Ballang Caddi, P. Tambakulu, P. Kodingareng, P. Pala, P. Salemo, P. Langkadea, P. Gondongbali, dan P. Karanrang.

Gambar 11. Sebaran kepadatan rata-rata kima (#/100 m2) di Kepulauan Spermonde

1.6 2 2.4 3.2 4 4 4.8 5.6 5.6 7.2 12.8 14.4 14.4 15.2 16 17.6 20.8 20.8 21.6 22.4 28.8 29.6 32.8 33.6 38 54.4 55.2 63.2 64.8 67.2 73.6 102.4 155.6 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Gs . L an gka d ea P . B all an g C ad d i P. Ta mb aku lu P. K o d in ga re n g K eke P. Ba rr an g C ad d i P. Pa la P. Sa le mo P. La n gka d ea P. K o n d o n gb ali P. K ar an ra n g P. K o d in ga re n g K eke P. Sa ma lo n a P. C an gke P.L an gka i P. Ba rr an g C ad d i P. Pa p an d an ga n P. Ba rr an g Lo mp o P. La n gka i P. Sa ra p p o K eke P. Po d an g Lo mp o P. Ba rr an g L o mp o P. K ap o p o sa n g (Timu r) P . K ap o p o sa n g (U ta ra ) P. La n ju ka n g P. Sa ra p p o L o mp o P. Bo n e Ba tt an g P. Sa ra p p o L o mp o P. Bo n to su a P. Ba d i P. Lu mu -L u mu P. Pa n amb u n ga n P. Bo n e Ta mb u P. Ba rr an g Lo mp o keli mpah an ( ind/ 1 0 0 m 2)

Sebaran Kepadatan Kima Kep. Spermonde

(9)

4. Kesimpulan Dan Saran 4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini tahap (Tahun) I, yakni :

1. Berdasarkan hasil peta masing-masing lokasi habitat terumbu karang bahwa populasi kima tersebar pada semua zona (Z.1, Z.2, Z.3, dan Z.4) dan pulau-pulau berhabitat terumbu karang di kepulauan Spermonde. Sebaran jenis-jenis kima terbatas pada zonasi habitat (reef flat dan reef slope).

2. Kepadatan kima cenderung lebih padat pada zona 2 dan zona 3 dibanding zona 1 dan zona 4 Kepulauan Spermonde.

3. Terdapat tujuh jenis kima yang tercatat di kepulauan Spermonde, yakni Tridacna crosea,

T. maxima, T. squamosa, T. derasa, T. gigas, Hippopus hippopus dan H.

porcellanus. Jenis kima yang melekat pada batuan karang (karang batu) yakni Tridacna crocea dan T. maxima masih memiliki populasi dan kepadatan individu yang tertinggi.

Sedangkan jenis kima lainnya yang tidak melekat pada substrat memiliki kepadatan individu atau populasi yang rendah, kecuali T. squamosa masih memiliki kepadatan yang lebih besar dibanding jenis lain yang tidak melekat.

4.2.SARAN

Sebagai biota laut yang sudah langka dan dilindungi undang-undang, maka harus ada upaya yang serius untuk melindungi kima agar tidak tereksploitasi terus-menerus. Upaya restocking di suatu lokasi harus dilakukan agar terjadi perkembangbiakan silang antar individu kima yang sudah langka di alam.

DAFTAR PUSTAKA

Ellis, S., 1995. Spawning and Larval Rearing of Giant Clams (Bivalvia : Tridacnidae). CTSA Publication No.130. Wamanalu, Hawaii, USA, 52 p.

Ilahiyati, N, 2003. Distribusi dan Kepadatan Spesies Serta Variasi Ukuran Kima (Tridacnidae) di Perairan Kepulauan Spermonde. Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.

Moll, H., 1983. Zonation and Diversity of Scleractinia on Reefs off South Sulawesi Indonesia.

(10)

Muchsin, 1993. Distribusi Kimah (Tridacna spp dan Hippopus spp) di Perairan Kepulauan Spermonde Kotamadya Ujung Pandang. Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Universitas Hasanuddin Ujung Pandang.

Niartiningsih, A., 2001. Analisis Mutu Zooxanthella dari Berbagai Inang dan Pengaruhnya Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Juvenil Kima Sisik (Tridacna squamosa). Disertasi S3. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Niartiningsih, A., M.N.Nessa, dan S.Yusuf, 2007a. Kondisi dan Permasalahan Populasi Kima di Kepulauan Spermonde. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Moluska , Semarang 17 Juli 2007

Niartiningsih, A., S.Yusuf dan Ira, 2007b. Kepadatan Zooxanthella yang berasosiasi dengan Kima (Tridacnidae) pada Berbagai Kedalaman di Kepulauan Spermonde. Disampaikan pada Musyawarah Nasional Terumbu Karang, di Jakarta, 10 – 11 September 2007.

Niartiningsih, A., S.Yusuf dan I.Andriani, 2007c. Keragaman dan Hubungan Kekerabatan Induk Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde : Suatu Upaya Konservasi dan Perbaikan Mutu Benih. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Genetika, Breeding dan Bioteknologi Perikanan . Inna Kuta Beach Bali, 12 November 2007.

Niartiningsih, A., M.Litaay, E. Suryati dan I.Prasetiawan, 2008. Pemeliharaan Juvenil Kima Sisik (Tridacna squamosa) dan Lola (Trochus niloticus) Secara Monokultur dan Polikultur Pada Kedalaman berbeda Di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Makalah Disampaikan pada Musyawarah Nasional Terumbu Karang II, Jakarta 18-20 November 2008.

Niartiningsih,A., Syafiuddin dan S.Yusuf, 2010. Inventarisasi Potensi Biota Laut Langka Kima (Tridacnidae) Di Kepulauan Spermonde. Laporan Hasil Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategi Nasional, Dirjen Dikti., 2010

Niartiningsih, A., 2011. Strategi Konservasi Dan Rehabilitasi Biota Langka Untuk Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Laut Dan Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Pesisir Dan Kepulauan(Studi Kasus : Kima (Tridacnidae) Dan Kuda Laut (Singnathidae). Disampaikan pada upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam bidang Perbenihan dan Penangkaran Biota Laut Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddindi depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa UniversitaHasanuddin Pada hari Kamis, 01 Desember 2011 di Makassar.

Pasaribu, B.P., 1998. Giant Clams in Asia and Pacific : Status of Giant Clams in Indonesia. ACIAR Canberra-Australia.

(11)

Gambar

Gambar 1.   Peta Kepadatan Kima di Zona 1 (P. Balangcaddi, P. Langkadea, Gs. Langkadea)  Gambar 2
Gambar  3.   Peta Kepadatan Kima Kepulauan Spermonde Zona 2                        (P
Grafik pada Gambar 11 menggambarkan sebaran kepadatan kima secara detail pada 33  stasiun penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada biaya pencegahan. Terdapat biaya untuk mengevaluasi dan memilih alat untuk mengendalikan polusi dalam aktivitas pencegahan, pada akun yang terdapat dalam laporan

Dari hasil perhitungan peran produktivitas faktor produksi dan peran tehnologi dalam membentuk tingkat pertumbuhan output industri manufaktur di Jawa Timur, maka strategi dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden, mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan

Skripsi berjudul “ Studi Optimasi Proses Biosolubilisasi Batubara oleh Isolat Kapang dari Pertambangan Batubara Sumatera Selatan Berdasarkan Karakteristik Enzim

5. 80% pedagang menyatakan bahwa mereka setuju bisnis online itu penting Berdasarkan data- data statistik diatas maka pertumbuhan pasar e-commerce di Indonesia

Implikasi Program Pengelolaan Zakat di Rumah Zakat dalam pengembangan UMKM perspektif maqashid syariah Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang Berdasarkan hasil penelitian

Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari subjek yang diteliti maupun dari pihak-pihak lain yang terkait yang dapat memberikan informasi

Penelitian ini bertujuan untuk menguji fotostabilitas produk imobilisasi ekstrak pigmen bixin pada bentonit yang diawali dengan aktivasi bentonit dengan larutan