• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengantar - Pembelj Inovatif – Kontekstual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "A. Pengantar - Pembelj Inovatif – Kontekstual"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN INOVATIF BERNUANSA KONTEKSTUAL

( Dr. Sugiharsono, M.Si.)

A. Pengantar

Secara umum pendekatan pembelajaran bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu pendekatan ekspositori (expository approach) dan penedekatan inquiri (inquiry approach (Gagne, 1982). Pendekatan ekspositori merupakan pedekatan pembelajaran yang bersifat “teacher centered”. Dalam pendekatan ini siswa cenderung berperan sebagai objek belajar, sedangkan guru berperan sebagai “agen” pengetahuan yang akan ditransfer kepada siswa. Interaksi yang terjadi cenderung “one way interaction”, sampai dengan “two ways interaction”. Metode pembelajaran yang banyak digunakan adalah ceramah, dengan kemungkinan variasi tanya jawab. Sementara itu, pendekatan iquiri yang juga sering disebut pendekatan discovery merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat “student centered” Dalam pendekatan ini siswa cenderung berperan sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan sewaktu-waktu bisa berperan sebagai konduktor (penengah dan penyelaras). Interaksi yang terjadi cenderung “multyways interaction”. Metode pembelajaran yang digunakan antara lain, problem solving, diskusi, tanya-jawab, penugasan, studi lapangan, simulasi, dan demonstrasi.

(2)

metode dan strategi pembelajarannya, serta media dan sumber belajarnya yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Menurut Al-Jamali (1995) dalam Nurdin, Muhamad (2008), metode pendidikan (pembelajaran) dalam Al Qur’an mengan-dung makna perbuatan, menyentuh hati dengan perasaan, menggunakan logika, pertanyaan, cerita, masihat, kata-kata hikmah, dan perumpamaan. Sementara itu menurut An-Nahlawi (1995) dalam Nurdin Muhamad (2008), metode pendidikan (pembelajaran) mengandung percakapan (hiwar), cerita (kisah), perumpamaan (ibrah), teladan, serta usaha mengingatkan (mau’idah), menyenangkan (targhib), dan menantang (tarhib). Di samping itu, para pelaku pendidikan juga dituntut untuk bisa mengorganisasi materi yang sesuai dengan karakeristik siswa tersebut. Dengan terpenuhimnya tuntutan tersebut, niscaya proses pembelajaran akan dapat berjalan dengan efektif utuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut para pakar pendidikan telah sepakat bahwa pendekatan yang mengarah pada inquiri lebih cocok diterapkan untuk pembelajaran pada siswa saat ini. Salah satu pendekatan pembelajaran yang condong ke arah pendekatan inquiri adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan ini kemudan melahirkan pembelajaran kontekstual yang dikenal dengan CTL (Contextual Teaching and Learning). Pendekatan kontekstual de-ngan CTL ini juga dipandang sangat relevan dede-ngan teori belajar konstruktivistik yang sedang dikembangkan dan digalakkan dalam dunia pendidikan saat ini.

B. Pembelajaran Kontekstual (CTL)

(3)

mandiri siswa berpeluang untuk memperluas, menguatkan dan menerapkan kemampuan akademiknya dalam berbagai tatanan kehidupan. Felow (1999) menyatakan ”student learn best by actively their own understanding”. Sementara itu John Dewey juga menyatakan bahwa “siswa akan dapat belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajarinya berhubungan dengan pengetahuan/pengalaman yang mereka miliki. Proses pembelajaran juga akan produktif apabila siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.”

Pokok-pokok pembelajaran kontekstual (CTL) harus menekankan pada hal-hal berikut (Nurhadi, dkk., 2004):

1. Belajar berbasis masalah (problem-base learnig).

Belajar harus selalu berakar dari masalah nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk berpikir kritis dan menemukan strategi pemecahannya, sehingga diperoleh suatu pegetahuan / konsep baru.

2. Pengajaran autentik (authentic construction)

Pembelajaran harus memberikan peluang bagi siswa untuk mempelajari konteks kehidupan yang bermakna baginya.

3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-base learning)

Pembelajaran harus menggunakan strategi dan metodologi sains yang bermakna, serta mampu melatih siswa utuk berpikir kritis, dan mampu menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi.

4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-base learning)

Pembelajaran harus bisa mendesain lingkungan siswa agar siswa dapat melakukan penyelidikan/penelitian terhadap objek belajarnya, serta mampu melaksanakan tugas bermakna.

5. Belajar berbasis kerja (work-base learning)

Pemelajaran harus memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi tertentu, agar materi tersebut dapat digunakan kembali di tempat kerja.

6. Belajar berbasis layanan (service learning)

(4)

7. Belajar Kooperatif (coorperative learning)

Belajar memerlukan penggunaan kelompok kecil siwa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar.

Selain itu, pembelajaran kontekstual juga harus memperhatikan faktor:

1. perkembangan mental siswa.

2. pembentukan kelompok belajar siswa.

3. lingkungan yangmendukung pembelajaran mandiri 4. keragaman karakteristik siswa

5. penggunaan teknik bertanya. 6. penerapan penilaian autentik.

Keenam faktor tersebut akan menentukan organisasi materi, metode, media, dan sumber belajar yang harus diterapkan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran kontekstual cenderung ke arah pendekatan individual, bukan pendekatan klasikal ansih.

Untuk mendukung pembelajaran kontekstual diperlukan model–model pembelajaran yang mampu membangkitkan gairah belajar siswa, menantang siswa, dan meningkatkan kreatifitas siswa. Oleh karena itulah guru dituntut untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu menciptakan model-model pembelajaran yang kondusif sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan lingkungan siswa. Dari sinilah akan lahir model-model pembeajaran inovatif.

C. Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Kontekstual

(5)

Jumlah dan ragam model pembelajaran inovatif sangat tidak terbatas tergantung dari kemampuan (kreativitas dan inovasi) guru dalam berkarya untuk menciptakan model-model pembelajaran yang baru. Yang terpenting dalam dunia pendidikan, model pembelajaran inovatif harus mampu memotivasi/ membangkitkan semangat belajar siswa dan mempermudah siswa mencapai tujuan belajar. Di samping itu, model pembelajaran inovatif juga harus mampu membiasakan siswa berperilaku positif dan produktif untuk kepentingan hidup mereka maupun orang lain. Berikut ini disajikan beberapa contoh model pembelajaran inovatif yang mungkin bisa digunakan sebagai landasan bagi para pendidik (guru) untuk melaksanakan pembelajaran maupun untuk mengembangkan model pembelajaran yang baru.

1. Model Numbered Heads Together (Kagan,S., 1998) Langkah-langkah :

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas pada masing-masing untuk didiskusikan. (Tugas yang diberikan kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi yang dipelajari, serta disesuaikan dengan lingkungan siswa)

3. Masing-masing kelompok mendiskusikan tugas untuk mendapatkan jawaban yang benar, dan memastikan tiap anggota kelompok dapat memahami/mengerjakan/mengetahui jawabannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil diskusi mereka.

5. Guru menunjuk nomor siswa yang lain untuk memberikan tanggapan. 6. Guru dan siswa bersama-sama mengambil kesimpulan.

2. Student Team-Achievement Divisions (Slavin, R., 1994) Langkah-langkah :

(6)

2. Guru menyajikan pelajaran

3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, siswa tidak boleh saling membantu.

5. Memberi evaluasi

6. Mengambil kesimpulan secara bersama-sama.

3. Model Tim Ahli – Jigsaw (Aronson, E. & Patnoe, S., 1997) Langkah-langkah :

1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 tim.

2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda untuk dibahas.

3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang menjadi bagia mereka.

4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai, dan anggota lainnya mendengarkan. Bila perlu anggota tim dapat memberikan pedapat untuk memperjelas materi yang dipelajarinya.

5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi dari timnya masing-masing.

6. Guru bersama siswa memberi tanggapan dan evaluasi terhadap presen-tasi dari tiap-tiap tim.

7. Penutup dengan mengambil kesimpulan.

4. Model Debate (Kagan, S., 1998) Langkah-langkah :

(7)

2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas.

3. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara. Kemudian kelompok kontra menanggapi apa yag dikatakan oleh kelompok pro tersebut. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.

4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan. 5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap

6. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

5. Model Role Playing (Kagan, S., 1998) Langkah-langkah :

1. Guru menyusun/menyiapkan skenario kegiatan yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu

beberapa hari sebelum kegiatan pembelajaran.

3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 5 orang siswa. 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk memeragakan skenario yang sudah dipersiapkan.

6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.

7. Setelah selesai peragaan, masing-masing siswa diberi lembar kerja untuk membahas peragaan dari masing-masing kelompok.

8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum

(8)

6. Model Group Investigation (Sharan,S., 1999) Langkah-langkah :

1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. 2. Guru mempersiapkan tugas kelompok.

3. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.

4. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok diberi tugas yang berbeda dari kelompok lain.

5. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif untuk mendapatkan suatu temuan substansi materi.

6. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok.

7. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan. 8. Evaluasi

9. Penutup

7. Model Talking Stick (Kagan, S., 1998) Langkah-langkah :

1. Guru menyiapkan sebuah tongkat dan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang dipelajari.

2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi.

3. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya.

(9)

menjawab pertanyaan guru. Apabila siswa tertunjuk tidak mampu menjawab, tongkat digulirkan kembali dengan nyanyian hingga menunjuk siswa lainnya.

5. Guru bersama siswa merangkum seluruh jawaban siswa dan menyimpulkan substansi pokok materinya.

6. Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas lain untuk siswa.

.8. Model Cooperative Integrated Reading and Composition (Steven, R. dan Slavin, R., 1995)

Langkah-langkah :

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

2. Guru memberikan wacana (bisa dari kliping, surat kabar, majalah atau sumber yang lain) terkait dengan topik pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana tersebut. Tanggapan tiap kelom-pok ditulis pada kertas.

4. Tiap kelompok mempresentasikan/membacakan hasil kerja kelompok, sementara itu kelmpok lain memberikan tanggapan.

5. Guru membuat kesimpulan bersama dengan siswa. 6. Penutup

9. Model Inside – Outside Circle (Kagan, S., 1998)

“Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur”

Langkah-langkah :

1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar. 2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama,

menghadap ke dalam

(10)

4. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.

5. Selanjutnya giliran siswa yang berada di lingkaran besar membagi informasi. Demikian seterusnya.

6. Pertukaran informasi itu akan diterima oleh seluruh siswa, sehigga seluruh siswa memiliki informasi yang sama.

Catatan:

Informasinya harus sudah didisain oleh guru, sesuai dengan materi pembelajaran, sehingga informasi tersebut tidak jauh melenceng dari pokok materi.

DAFTAR PUSTAKA

Aronson, E. & Patnoe, S. (1997), The Jigsaw Classroom, New York: Eddison-Wesley/Longman.

Gagne, Robert., (1982), Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar, Bandung, Alumni

Kagan, S., (1998), Cooperative Learning, San Juan Capistrano, CA Resources for Teachers.

Nurdin, Muhamad., (2008), Kiat Menjadi Guru Profesional, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media.

Nurhadi, Burhan Yasin, dan A.G. Senduk., (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dala KBK, Malang, UMPRESS MALANG.

Sharan, S., (1999), Handbook of Cooperative Learning Methods, New York: Praeger.

Slavin, R., (1994), Using Student Team Learning (4th ed.), Baltimore: Johns Hopkins University.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Skill/Sub-skill Procedure Activities

Nije zbog toga neobično da ta proslava svake godine izaziva i negativne reakcije onih koji drugačije gledaju na događaje iz srpnja 1941.. Vrhunac je takva

Namun, mereka telah menyadari bahwa media masa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan

sedangkan perusahaan yang memiliki risiko finansial yang rendah adalah PT. Risiko finansial yang tinggi mengindikasikan bahwa proporsi hutang PT. Barito pada tahun 2012 lebih

Mesin ini dapat membuat lidi bambu dengan ukuran yang seragam dalam waktu yang singkat, sehingga untuk membuat tirai bambu atau landasan saji akan lebih cepat,

Soewandi (2000: 53)mengutarakan bahwa kalimat-kalimat yang memberi penjelasan lebih lanjut itu disebut sebagai kalimat penjelas, sedangkan ide pokok yang terletak pada

Nur Rafida Herawati. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN IMPROVE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X MIA 1 SMA NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

Berdasarkan hasil pembuatan alat pengukur kadar garam dalam kuah makanan pada proyek akhir ini, dapat disimpulkan bahwa:?. Perubahan tegangan pada dalam air garam dan air murni