• Tidak ada hasil yang ditemukan

hukum jual beli dengan uang muka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "hukum jual beli dengan uang muka"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM JUAL BELI

MENGGUNAKAN UANG MUKA

YANG DISYARATKAN AKAN

DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI

DIBATALKAN

MAKALAH

Ditulis Sebagai Syarat Lulus Ma’had Al-Islam Surakarta

Tingkat ‘Aliyah

Oleh:

Ahmad Musthofa bin Sehono NM : 26006

(2)

PENGESAHAN

Makalah dengan judul HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN ini disetujui dan disahkan oleh Dewan Pembimbing Penulisan Makalah Ma’had Al-Islam Surakarta, pada tanggal:

01 Rabi’ul Akhir 1436 H 22 Januari 2015 M

PEMBIMBING UTAMA

Al-Ustadz K.H. Mudzakir

PEMBIMBING I

Al-Ustadzah Ummi Mawaddah, Al.

PENAHKIK I

Al-Ustadzah Zakiyyatul Ummah, Al.

(3)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Ahmad Musthofa 26006 Penjual jika Jual Beli Dibatalkan

KATA

PENGANTAR

ِمْيِح ّرلا ِنمْح ّرلا ِهللا ِمْسِب

ىَلَع ُمَلّسلا َو ُةَلّصلا َو َنْيِمَلاَعْلا ّب َر ِهلل ُدْمَحْلا

:ُدْعَب َو ،َنْيِعَمْجَأ ِهِبْحَصَو ِهِلآ َو ِنْيِمَلْا ّيِبّنلا

Dengan perkenan Allah Ta'ala, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penulisan makalah ini bukan semata-mata karena usaha penulis, melainkan dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan jazakumullah khairan katsiran kepada:

1. Al-Ustadz K.H. Mudzakir, selaku pendiri dan pengasuh Ma’had Al-Islam yang telah mendidik penulis serta memfasilitasi penulisan makalah ini.

2. Ustadzah Ummi Mawaddah, Al., Ustadzah Zakiyyatul Ummah, Al., Ustadzah Ayu Fathonah, Al., Ustadz Abu Bakar Faqihuddin, Al., serta Al-Ustadzah Fashihah Asy-Syahirah, Al., selaku pembimbing, penahkik, dan para editor naskah makalah ini sebelum dimunaqasyah.

3. Al-Ustadz Abu Abdillah, Al-Ustadz Rahmat Syukur, Al-Ustadz Ahmad F., Al., Al-Ustadz Joko Wahyudi, Al., Al-Ustadzah Nur Hayati, Al., dan Al-Ustadzah Fathimah Shadiqin, Al., selaku dewan penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.

4. Segenap Asatidz Ma‘had Al-Islam, yang telah mendidik dan menjadi perantara sampainya ilmu kepada penulis.

5. Bapak, Ibu, kakak, serta adik-adik yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan nasihat kepada penulis.

6. Segenap teman-teman Ma‘had Al-Islam, yang telah berkenan membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

Semoga Allah menerima jerih payah mereka sebagai amal shalih dan

memberi balasan yang berlipat ganda, Amin

.

َو

ُدْمَحْلا

َنْيِمَلاَعْلا ّب َر ِهلل

(4)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006

BAB II : PENGERTIAN JUAL BELI DENGAN UANG MUKA...5

BAB III : DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN...6

... 1. Surat An-Nisa` (4): 29...6

2. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar...6

3. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka...7

4. Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN...10

1. Haram...10 ...

(5)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 V Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

2. Mubah...10

... BAB V : ANALISIS...11

1. Analisis Dalil-Dalil yang Berkaitan dengan Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan...11

1.1 Surat An-Nisa`(4): 29...11

1.2 Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar...12

1.3 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka...13

1.4 Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli...14

1.5 Atsar ‘Umar bin Al-Khattab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu...15

2. Analisis Pendapat Ulama tentang Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan...16

2.1 Haram...16

2.2 Mubah...17

BAB V : PENUTUP...19

1. Simpulan...19

... 2. Saran...19

... DAFTAR PUSTAKA...20

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Ayah salah seorang teman penulis pernah membeli sebuah tanah dengan menggunakan uang muka. Dalam transaksi tersebut, terdapat persyaratan bahwa uang muka tidak dikembalikan jika pembeli membatalkan jual beli, sedangkan jika pembeli tidak membatalkan jual beli, uang muka dianggap bagian dari harga tanah.

Setelah membaca kitab Al-Fiqhul Islami 1, penulis mendapati bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan diambil penjual ketika jual beli dibatalkan. Sebagian mengatakan jual beli tersebut boleh dan yang lain mengatakan tidak boleh.

Karena adanya fakta tersebut, penulis termotivasi untuk meneliti masalah ini, kemudian menulisnya dalam sebuah karya ilmiah dengan judul: HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah: Apa hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

4.1Memberikan wawasan kepada muslimin tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

4.2Untuk menambah khazanah perpustakaan islami dalam bidang fiqh.

(7)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 2 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

5. Metodologi Penelitian 5.1 Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian literatur karena data-data yang ada dalam makalah ini diperoleh dari perpustakaan.

5.2 Metode Pengumpulan Data

Penulis mengumpulkan data dengan cara membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan bahasan makalah ini, kemudian mencatat data yang diperlukan.

5.3 Sumber Data

Data-data makalah ini diperoleh dari beberapa macam kitab, antara lain: kitab-kitab tafsir, hadits, syarah, dan fiqh.

5.4 Jenis Data

Data-data yang penulis kumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya; diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. 2 Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. 3

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan data primer adalah data yang penulis peroleh dari kitab asal, bukan nukilan seseorang dari kitab lain yang kemudian dimuat dalam kitabnya sendiri. Contoh data primer dalam makalah ini adalah hadits 4 yang diriwayatkan oleh Malik, penulis menukilnya dari kitab Al-Muwatha` susunan Malik (hlm. 7).

Adapun data sekunder adalah data yang penulis peroleh bukan dari kitab asal. Contoh data sekunder dalam makalah ini adalah pendapat Al-‘Utsaimin, yang penulis nukil dari Tamamul Minnah susunan ‘Adil Al-‘Azzazi (hlm. 10).

Data primer dan data sekunder dapat dibandingkan dengan hadits ‘ali dan hadits nazil dalam ilmu Mushthalah Hadits.

Hadits ‘ali adalah hadits yang sanadnya lebih pendek daripada sanad lain pada hadits yang sama. 5 Sedangkan hadits nazil adalah

2 Marzuki, Metodologi Riset, hlm. 60.

3 Marzuki, Metodologi Riset, hlm. 60.

4 Hadits adalah perkataan, perbuatan, penetapan, atau sifat yang disandarkan kepada Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 14).

(8)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 3 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

hadits yang sanadnya lebih panjang daripada sanad lain pada hadits yang sama.6

Penulis menggunakan metode reflective thinking dalam menganalisis data.

Reflective thinking adalah menerapkan cara berpikir deduktif dan induktif secara bergantian. 7

Analisis deduksi ialah proses berpikir yang menggunakan sesuatu yang umum sebagai dasar untuk menetapkan sesuatu yang khusus. 8 Sedangkan analisis induksi ialah proses berpikir yang berdasarkan atas sesuatu yang khusus untuk menentukan sesuatu yang umum. 9

Contoh penggunaan metode reflective thinking dalam penelitian ini adalah dalam menganalisis hadits Abu Hurairah tentang larangan jual beli gharar yang diriwayatkan oleh Muslim. Dalam menentukan derajat hadits tersebut, penulis menggunakan kaidah dalam ilmu Mushthalah Hadits tentang shahihnya hadits Muslim yang diriwayatkan dalam kitab shahihnya. 10. Kemudian dalam menentukan definisi gharar pada hadits tersebut penulis mengumpulkan beberapa pernyataan ulama tentang makna gharar, kemudian dari pernyataan-pernyataan tersebut penulis menyimpulkan definisi gharar.

Langkah pertama (dalam menganalisis kedudukan hadits) yang penulis tempuh itu termasuk cara berfikir deduktif, sedangkan langkah kedua (dalam menentukan definisi gharar pada hadits tersebut) termasuk cara berfikir induktif.

6 Lihat Qawa’idut Tahdits susunan Al-Qasimi, hlm. 128.

7 Lihat Metodologi Riset susunan Marzuki, hlm. 6.

8 Lihat Keterampilan Dasar Menulis susunan Mohamad Yunus, hlm. 1.41.

9 Lihat Keterampilan Dasar Menulis susunan Mohamad Yunus, hlm. 1.41.

(9)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 4 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Metode deduksi dan metode induksi hampir sama dengan idkhalul khashsh ilal ‘amm dan idkhalul ‘amm ilal khashsh dalam ilmu Ushul Fiqh.

Idkhalul khashsh ilal ‘amm maksudnya adalah memahami lafal khusus berdasarkan lafal umum. Pengambilan pemahaman dalam idkhalul khashsh ilal ‘amm hampir sama dengan pengambilan simpulan dalam metode deduksi, karena berdasarkan data umum. Adapun idkhalul ‘amm ilal khashsh maksudnya adalah memahami lafal umum berdasarkan lafal khusus. Pengambilan pemahaman dalam idkhalul ‘amm ilal khashsh hampir sama dengan pengambilan simpulan dalam metode induksi, karena berdasarkan data khusus.

6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut:

Bagian awal terdiri dari halaman judul, pengesahan, kata pengantar, dan daftar isi.

Bagian tengah terdiri dari beberapa bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi pengertian uang muka dan pengertian jual beli dengan uang muka. Bab ketiga berisi dalil-dalil yang berkaitan dengan hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Bab keempat berisi pendapat ulama tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Bab kelima berisi analisis dalil-dalil dan pendapat ulama tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Adapun bab keenam berisi simpulan dan saran.

(10)

BAB II

PENGERTIAN JUAL BELI DENGAN UANG MUKA

Dalam kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah penulis mendapatkan pengertian jual beli dengan uang muka sebagai berikut:

ِعِئاَََبْلا ىَلِإ َعَفْدَََيَو ، َةَعْلَََ ّسلا َيِرَت ْ

ََشَي ْنَأ

، َةَعْلَََّسلا َذَخَأ ْنِإ ُهّنَأ ىَلَع ، َرَثَْكَأ ْوَأ اًمَه ْرِد

اََََهْذُخْأَي ْمَل ْنِإَو ، ِنََََمّثلا َنِم ِهََِب َب َََسَتْحا

. ِعِئاَبْلِل َوُهَف

11

Artinya:

(Seseorang) membeli barang dagangan dan membayarkan satu dirham atau lebih kepada penjual, atas dasar jika dia mengambil (jadi membeli) barang dagangan itu, dia menghitungnya sebagian dari harga; dan jika dia tidak mengambilnya (tidak jadi membelinya), (dirham) itu menjadi milik penjual.

Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa pada jual beli dengan uang muka terdapat hak pilih pembeli. Hak pilih pembeli itu ialah jika pembeli jadi membeli, uang muka terhitung sebagian dari harga, dan bila tidak, uang muka tersebut hilang darinya. 12

Ibnul Jauzi menjelaskan, jika pembeli membatalkan jual beli tersebut, pembeli tidak menagih uang muka dari penjual. 13

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa jual beli dengan uang muka adalah jual beli yang dilakukan dengan membayarkan uang muka kepada penjual dengan adanya hak pilih pembeli; jika pembeli meneruskan pembelian, uang muka terhitung sebagian dari harga, dan jika tidak, uang muka dimiliki penjual.

11 Wizaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, jld. 9, hlm. 94.

12 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 219.

(11)

BAB III

DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM JUAL

BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN

AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN

1. Surat An-Nisa` (4): 29 sesama kalian dengan bathil, kecuali dengan perniagaan atas dasar sama rela di antara kalian. Dan janganlah kalian bunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah itu adalah Dia Maha Pengasih kepada kalian. (S. An-Nisa`(4): 29).

1.2 Maksud ayat

Maksud ayat yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang orang beriman untuk memakan harta sesama mereka dengan cara yang bathil.

2. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli

Dari Abu Hurairah dia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli (dengan lemparan) kerikil dan jual beli gharar. Muslim telah meriwayatkannya.

2.2 Maksud hadits

Maksud hadits yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar. Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko yang

14

Muslim, Shahihu Muslim, jld. 3, hlm. 333, k. 21, Al-Buyu’, b. 2 Buthlanu Bai’il Hashati wal Bai’il

(12)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 7 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

akan menimpa salah satu dari dua orang yang bertransaksi, dan menyebabkan hartanya hilang 15.

Jumhur ulama mengatakan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan merupakan jual beli yang mengandung gharar.16

3. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka

3.1 Lafal dan Arti Hadits bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli (dengan) uang muka.

Malik telah meriwayatkannya.

Imam Malik menjelaskan bahwa

ِناَب ْرُعْلا

adalah seseorang

membeli barang dagangan kemudian dia mengatakan kepada penjual,

“Aku memberimu satu dinar atau satu dirham, jika aku jadi membeli, maka

dinar atau dirham ini termasuk dalam harga barang dagangan dan jika

aku membatalkan, maka dinar atau dirham ini untukmu.” 18

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud 19, Al-Baihaqi 20, dan Ibnu ‘Adi 21.

3.2 Maksud Hadits

Maksud hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 22

15 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 199.

16 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 220.

17 Malik, Al-Muwaththa’, jld. II, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h. 1.

18 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jz. II, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban.

19 Lihat Sunanu Abi Dawud susunan Abu Dawud, jld. 3, hlm. 283, k. Al-Buyu’, b. Fil ‘Urban, h.

3502.

20 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 5, hlm. 559-560, k. Al-Buyu’, b. (87) An-Nahyu

‘an Bai’il ‘Urban, h. 10874-10877.

21 Lihat Al-Kamilu fi Dlu’afa`ir Rijal susunan Ibnu ‘Adi, jld. 4, hlm. 153.

22 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jld. 2, hlm. 609, k. 31- Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h.

(13)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 8 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

4. Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli 4.1 Lafal dan Arti Hadits

Dari Zaid bin Aslam bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan uang muka dalam jual beli.

Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkannya.

4.2 Maksud Hadits

Maksud hadits ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan adanya uang muka dalam jual beli.

5. Atsar 24 ‘Umar bin Al-Khaththab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian

Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu 5.1 Lafal dan Arti Hadits

Dari Abdurrahman bin Farrukh (dia berkata) bahwa Nafi’ bin Abdil Harits membeli rumah untuk tahanan dari Shafwan bin Umayyah dengan (harga) empat ribu dirham. Jika ‘Umar rela, jual beli ini untuk ‘Umar, tetapi jika dia tidak rela, empat ratus untuk Shafwan. Telah meriwayatkannya Ibnu Abi Syaibah. Atsar ini juga diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq 26 dan Al-Baihaqi 27.

5.2 Maksud Atsar

23 Lihat Al-Mushannaf susunan Ibnu Abi Syaibah, jld 5, hlm. 7, k.-13-Al-Buyu’u wal Aqdliyyah,

b.-552-fil ‘Urbani fil Bai’, h. 23185.

24 Atsar adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada shahabat (lihat Taisiru

Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 15).

25 Ibnu Abi Syaibah, Al-Kitabul Mushannaf , jld. 5, hlm. 7, k.-13-Al-Buyu’u wal Aqdliyyah,

b.-552-Fil ‘Urbani fil Bai’, h. 23191.

26 Lihat Al-Mushannaf susunan ‘Abdur Razzaq, jld. 5, hlm. 147-148, k. Al-Manasik, b. Al-Kira’u fil

Haram, h. 9213.

27 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 6, hlm. 57, k. Al-Buyu’, b. 153-Ma Ja`a fi Duri

(14)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 9 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Maksud atsar ini adalah Nafi’ bin ‘Abdil Harits membeli sebuah rumah untuk dijadikan penjara dari Shafwan bin Umayyah dengan syarat jika ‘Umar rela, Nafi’ membelinya, dan jika tidak rela, Nafi’ tidak membelinya; dan Shofwan diberi empat ratus dirham.

Ahmad menggunakan atsar ini sebagai dalil tentang bolehnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 28

(15)

BAB IV

PENDAPAT ULAMA TENTANG HUKUM JUAL BELI

MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN

AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN

1. Haram

Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama, baik dari kalangan madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i, dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali. Berikut ini pernyataan mereka:

ِةّيِكِلاَمْلاَو ِةّيِفَنَحْلا َنِم ْمُه ُروََََََََََََََُهْمُجَف

َنْو َرَي ِةَلِباَنَحْلا َنِم ِباّطَخْلا ْوُب

َأَو ِةّيِعِفا ّشلاَو

. ّحِصَي َل ُهّنَأ

29

Artinya:

Mayoritas mereka dari kalangan madzhab Hanafi, madzhab Maliki, dan madzhab Syafi’i, serta Abul Khaththab dari madzhab Hanbali berpendapat bahwa (jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan) itu tidak sah.

Al-Qurthubi 30, As-Syaukani 31, dan Al-Jaza`iri 32 juga berpendapat bahwa jual beli ini dilarang.

2. Mubah

Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad. Berikut pendapatnya yang dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam karyanya I’lamul Muwaqqi’in:

ّنَل ِنْوََُب ْرُعْلا ِعْيَبِب َس

ْأَب َل ُدَمْحَأ ُماَمِلْا َلَاق

dengan uang muka (yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan) karena ‘Umar melakukannya.

Para ulama madzhab Hanbali 34 dan Al-‘Utsaimin 35 juga berpendapat bahwa jual beli ini boleh.

29 Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, jld. 9, hlm. 94.

30 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Quran susunan Al-Qurthubi jld. 3, hlm. 131.

31 Lihat Nailul Authar susunan Asy-Syaukani, jld. 5, hlm. 251.

32 Lihat Minhajul Muslim susunan Al-Jaza`iri, hlm. 283.

33 Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in, jld. 3, hlm. 401.

34 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 275.

(16)

BAB V

ANALISIS

1. Analisis Dalil-Dalil yang Berkaitan dengan Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan

1.1 Surat An-Nisa`(4): 29(hlm. 6)

Lafal ayat yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini

ialah

ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوََْم

َأ اْوُلُكْأَََت َل اْوُنَمَأ َنْيِذّلا اَهّيَأاَي

ِلِطاَبْلاِب

(Hai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan harta

sesama kalian dengan bathil).

Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

اْوُلُكْأَت َل

adalah

اْوُذُخْأَت َل

(janganlah kalian mengambil); dalam ayat ini, “mengambil” dinyatakan dengan kata

لْكَلْا

(memakan)

karena tujuan terpenting dari mengambil adalah untuk memakan. 36

Adapun maksud

لِطاَبْلِاب

(dengan bathil) adalah

ما َرَحْلِاب

(dengan cara haram), seperti riba, judi, dan semua cara yang dilarang

syariat.37 Ath-Thabari 38, Al-Baghawi 39, Az-Zamakhsyari 40, Ibnu Katsir 41,

An-Nasafi 42, dan Abu Su’ud 43 juga berpendapat demikian.

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa makna lafal ayat

لِطاَبْلِاب ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوْمَأ اْوُلُكْأَت َل

adalah janganlah kalian mengambil harta sesama kalian dengan cara haram seperti judi, riba, dan

semua cara yang telah dilarang.

Dalam kitab Al-Jami`u li Ahkamil Qur`an, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini. 44

36 Lihat At-Tafsirul Munir susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 5, hlm. 30.

37 Lihat At-Tafsirul Munir susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 5, hlm. 30.

38 Lihat Jami’ul Bayan susunan Ath-Thabari, jld. 4, hlm. 20.

39 Lihat Ma’alimut Tanzil susunan Al-Baghawi, jld. 2, hlm. 53.

40 Lihat Al-Kasysyaf susunan Az-Zamakhsyari, jld. 1, hlm. 521-522.

41 Lihat Tafsirul Quranil ‘Adhim susunan Ibnu Katsir, jld. 1, hlm. 593.

42 Lihat Madarikut Tanzili wa Haqa`iqut Ta`wil susunan An-Nasafi, jld. 1, hlm. 248.

43 Lihat Irsyadul ‘Aqlis Salimi ila Mazayal Kitabil Karim susunan Abus Su’ud, jld. 1, hlm. 513.

(17)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 12 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Penulis sependapat dengan Al-Qurthubi karena jual beli tersebut merupakan jual beli yang mengandung unsur judi 45 dan gharar. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh mayoritas ulama Hijaz dan Iraq 46. Unsur judi dalam jual beli tersebut adalah adanya uang yang dijadikan sebagai taruhan, sebab uang muka dapat hilang sehingga merugikan pembeli. Adapun unsur ghararnya adalah juali beli tersebut ada unsur ketidakjelasan yaitu ada kemungkinan terjadi pembelian dan ada kemungkinan tidak terjadi pembelian yang dapat menimbulkan hilangnya uang muka. Dengan demikian jual beli ini termasuk dalam larangan ayat ini.

Dengan demikian ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini karena adanya unsur judi dan gharar dalam jual beli tersebut.

1.2 Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar (hlm. 6)

Hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu ini berderajat shahih. 47 Hadits shahih dapat dijadikan hujah. 48

Maksud hadits yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.

Mushthafa Al-Bugha menjelaskan bahwa jual beli gharar adalah setiap jual beli yang mengandung ketidakjelasan yang menyebabkan jual beli tersebut ada kemungkinan untung dan rugi. 49

Adapun menurut Wahbah Az-Zuhaili, jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko yang akan menimpa salah satu dari dua orang

45 Judi adalah suatu akad yang berdasarkan atas pertaruhan (lihat Al-Mausu’atul Fiqhiyyah

susunan Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, jld. 16 hlm. 168).

46 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an susunan Al-Qurthubi, jld. 3, hlm. 131.

47 Lihat lampiran, hlm. 25.

48 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 31.

(18)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 13 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

yang bertransaksi, dan menyebabkan hilangnya harta salah satu dari keduanya. 50

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko hilangnya harta pembeli atau penjual karena ketidakjelasan jual beli tersebut dan ada kemungkinan untung dan rugi.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, Jumhur ulama mengatakan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan merupakan jual beli yang mengandung gharar.51

Dengan demikian, hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

1.3 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka (hlm. 7)

Maksud hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 52

Jumhur ulama menyatakan bahwa hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini menunjukkan pengharaman jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 53

Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa hadits tersebut dla’if karena

sanadnya terputus. 54

Menurut Asy-Syaukani, hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma ini memiliki beberapa sanad yang dapat saling menguatkan. 55

50 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 199.

51 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm.220.

52 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jld. 2, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h. 1.

53 Lihat Nailul Authar susunan Asy-Syaukani, jld. 5, hlm. 251.

54 Lihat Ma’alimus Sunan susunan Al-Khaththabi, jld. 3, hlm. 119.

(19)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 14 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Penulis sependapat dengan Asy-Syaukani karena jalur-jalur periwayatan pada hadits ini merupakan jalur-jalur periwayatan dla’if yang bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi 56. Ath-Thahhan menjelaskan bahwa jika suatu hadits mempunyai jalur periwayatan yang berbilang sedang kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi, hadits tersebut adalah hadits hasan li ghairihi.57 Dengan demikian hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma ini berderajat hasan li ghairihi karena hadits ini mempunyai beberapa jalur yang kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi.

Dengan demikian hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini berderajat hasan li ghairihi 58.

Hadits hasan li ghairihi dapat dijadikan sebagai hujah. 59

Walhasil, hadits ini dapat dijadikan sebagai hujah untuk melarang jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

1.4 Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli (hlm. 8)

Maksud hadits ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan adanya uang muka dalam jual beli.

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa hadits Zaid bin Aslam merupakan dalil yang membolehkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 60

Pada hadits ini, Zaid bin Aslam meriwayatkan langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Zaid bin Aslam adalah rawi thabaqah ketiga (thabaqah para tabi’i).61 Dalam ilmu Mushthalah Hadits disebutkan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa perantara shahabat adalah hadits mursal 62. Dengan demikian hadits Zaid bin Aslam ini merupakan hadits mursal.

56 Lihat lampiran, hlm. 25-31.

57 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43.

58 Hasan li ghairihi adalah hadits dlaif yang jalan periwayatannya berbilang, dan sebab

kedlaifannya bukan kefasikan atau kebohongan rawi (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43).

59 Lihat Taisirul Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43.

60 Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid susunan Ibnu Rusyd, jld. 5, hlm. 8-9.

61 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar jld. 1, hlm. 326, no. 2123.

(20)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 15 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Menurut jumhur ahli hadits, hadits mursal termasuk hadits dla’if. 63 Dengan demikian, hadits Zaid bin Aslam ini tidak dapat dijadikan sebagai hujah tentang mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

1.5 Atsar ‘Umar bin Al-Khaththab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu (hlm. 8)

Maksud atsar ini adalah Nafi’ bin ‘Abdil Harits membeli sebuah rumah untuk dijadikan penjara dari Shafwan bin `Umayyah dengan syarat jika ‘Umar rela, Nafi’ membelinya, dan jika tidak rela, Nafi’ tidak membelinya dan Shafwan diberi empat ratus dirham.

Al-‘Utsaimin menyatakan bahwa empat ratus dirham yang akan diberikan kepada Shafwan merupakan uang muka;dan beliau menjadikan atsar ini sebagai dalil bolehnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.64

Adapun Ibnu Hajar, beliau menjelaskan bahwa empat ratus dirham yang akan diberikan kepada Shafwan bisa jadi merupakan imbalan dari pemanfaatan rumah tersebut selama penantian jawaban ‘Umar radliyallahu ‘anhu. 65 Berdasarkan penjelasan inilah, ‘Adil Al-‘Azzazi mengatakan bahwa berdalil dengan atsar ini untuk membolehkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan itu perlu diteliti ulang. 66

Selama penelitian, penulis tidak mendapati riwayat yang mendasari penjelasan tentang empat ratus dirham di atas, apakah merupakan uang muka atau imbalan dari pemanfaatan rumah tersebut.

Dengan demikian, penjelasan tentang empat ratus dirham di atas hanya merupakan kemungkinan, karena tidak ada dalil yang mendasari keduanya.

Dalam ilmu Ushul Fiqh terdapat kaidah bahwa peristiwa-peristiwa yang terkandung padanya suatu hukum, sedang peristiwa tersebut masih mengandung dua kemungkinan atau lebih, dan tidak ada riwayat yang

63 Lihat Taisiru Musthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 60.

64 Lihat Tamamul Minnah susunan ‘Adil Al-’Azzazi, jld. 3, hlm. 340.

65 Lihat Fathul Bari susunan Ibnu Hajar, jld. 2, hlm. 5.

(21)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 16 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

menjelaskan kemungkinan mana yang terjadi pada peristiwa tersebut, maka hal tersebut merupakan peristiwa yang masih mengandung kemujmalan 67 dan tidak dapat dijadikan dalil. 68

Dengan demikian, atsar ini tidak dapat dijadikan dalil. Selain permasalahan di atas, atsar ini berderajat dla’if 69.

Dengan demikian atsar ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.

2. Analisis Pendapat Ulama tentang Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan 2.1 Haram (hlm. 10)

Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i, dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali. Al-Qurthubi, Asy-Syaukani, dan Al-Jaza`iri juga berpendapat demikian.

Jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali berdalil dengan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7). Selain itu, mereka menyatakan bahwa jual beli tersebut mengandung gharar dan termasuk dalam hal memakan harta orang lain dengan bathil. 70

Al-Jaza`iri juga berdalil dengan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7). 71

Asy-Syaukani berpendapat bahwa pendapat jumhur ulama yang mengharamkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan itu lebih kuat daripada pendapat Ahmad bin Hanbal yang membolehkannya karena hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7) mempunyai sanad yang saling menguatkan, dan hadits tersebut merupakan larangan, sedangkan larangan itu lebih kuat daripada pembolehan. 72

67 Mujmal adalah lafal yang masih mengandung dua pengertian atau lebih tanpa adanya dalil

yang menguatkan salah satu dari dua pengertian tersebut (lihat Ma’alimu `Ushulil Fiqhi ‘inda Ahlis Sunnati wal Jama’ah susunan Al-Jaizani, hlm. 388).

68 Lihat Kitabul Furuq susunan Al-Qarafi, jld. 2, hlm. 519, pada catatan kaki yang ditulis oleh Prof.

Dr. Muhammad Ahmad Saraj dan Prof. Dr. ‘Ali Jum’ah Muhammad.

69 Lihat lampiran hlm. 31-32.

70 Lihat Al-Mausu’atul Fiqhiyyah susunan Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, jld. 9, hlm. 94.

71 Lihat Minhajul Muslim susunan Al-Jaza`iri, hlm. 283.

(22)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 17 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Penulis sependapat dengan ulama-ulama di atas karena hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma dapat dijadikan hujah dan menunjukkan haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14). Selain itu, penulis juga sependapat dengan mereka bahwa jual beli tersebut mengandung unsur gharar, dan termasuk dalam hal memakan harta orang lain dengan bathil (lihat Analisis no. 1.1, hlm. 11-12).

Adapun Al-Qurthubi, beliau berdalil dengan ayat 29 surat An-Nisa’ (hlm. 6), menurut beliau jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini.73

Penulis setuju dengan pendapat Al-Qurthubi di atas karena:

Pertama, jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan mengandung unsur yang haram, yaitu unsur judi dan gharar (lihat Analisis no. 1.1, hlm. 11-12).

Kedua, jual beli tersebut merupakan cara yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallahu ‘anhu (hlm. 7), dan hadits tersebut dapat dijadikan hujah (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14).

Dengan demikian, pendapat tentang haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan dapat diterima, wallahu a’lam bi shawab.

2.2 Mubah(hlm. 10)

Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad bin Hanbal, para ulama madzhab Hanbali, dan Al-‘Utsaimin.

Ahmad bin Hanbal 74 dan Al-‘Utsaimin 75 berdalil dengan atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu (hlm. 8-9).

Penulis tidak sependapat dengan kedua ulama di atas karena atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu mengandung kemujmalan dan atsar tersebut berderajat dla’if (lihat Analisis, no. 1.5, hlm. 15-16).

73 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an susunan Al-Qurthubi, jld. 3, hlm. 131.

74 Lihat I’lamul Muwaqqi’in susunan Ibnul Qayyim, jld. 3, hlm. 401.

(23)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 18 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Adapun para ulama madzhab Hanbali, mereka berdalil dengan hadits Zaid bin Aslam yang menghalalkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan (hlm. 8). 76

Penulis tidak sependapat dengan mereka karena hadits tersebut dla’if (lihat Analisis, no. 1.4, hlm. 14-15). Selain itu, hadits tersebut bertentangan dengan hadits yang lebih kuat darinya, yaitu hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7) yang berderajat hasan li ghairihi tentang haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan, (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14).

Dengan demikian, pendapat tentang mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan tidak dapat diterima.

Berdasarkan analisis dalil-dalil dan pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan adalah haram, wallahu a’lam bi shawab.

(24)

BAB V

PENUTUP

1. Simpulan

Hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan adalah haram.

2. Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

A. Mushaf Al-Qur`an

B. Kitab Tafsir

1. Abus Su’ud, Al-Allamah, Irsyadul ‘Aqlis Salimi ila Mazayal Kitabil Karim, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

2. Al-Baghawi, Al-Husain bin Mas’ud Al-Farra` Asy-Syafi’i, Abu Muhammad, Al-Imam, Ma’alimut Tanzil, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1415 H / 1995 M.

3. Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, Abu ‘Abdillah, Al-Jami’u li Ahkamil Qur`an, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, 1414 H / 1993 M.

4. An-Nasafi, ‘Abdullah bin Ahmad bin Mahmud, Al-Imam, Madarikut Tanzili wa Haqa`iqut Ta`wil, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1415 H / 1995 M.

5. Az-Zamakhsyari, Mahmud bin ‘Umar Al-Khawarizmi, Jarullah, Abul Qasim, Al-Kasysyafu ‘an Haqa`iqit Tanzili wa ‘Uyunil Aqawili fi Wujuhit Ta`wil, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

6. Ibnu Katsir, Abul Fida`, Al-Imam, Al-Hafidh, Ad-Damsyiqi, Tafsirul Qur`anil Adzim, Darul Fikr, Beirut, Libanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1412 H / 1992 M.

7. Wahbatuz Zuhaili, Al-Ustadz, Dr., At-Tafsirul Muniru fil ’Aqidati wasy Syari’ati wal Manhaj, Darul Fikr Al-Mu’ashir, Beirut, Lebanon / Darul Fikr, Damsyik, Suriah, Cetakan I, 1411 H / 1991 M.

8. Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir, Abu Ja’far, Jami’ul Bayani fi Tafsiril Qur`an, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1398 H / 1978 M.

C. Kitab Hadits

(26)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 21 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

10. Abu Dawud, Sulaiman bin Asy’ats As-Sijistani Al-Azdi, Al-Mutqin, Al-Mushannif, Al-Hafidh, Al-Imam, Sunanu Abi Dawud, Maktabatu Dahlan, Indonesia, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

11. Al-Baihaqi, Ahmad bin Husain bin ‘Ali, Abu Bakr, Al-Imam, As-Sunanul Kubra, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1424 H / 2003 M.

12. Muslim, Abul Husain, Muslim bin Al-Hajjaj, Al-Qusyairi, An-Naisaburi, Shahihu Muslim, Mu`assasatu ‘Izziddin, Cetakan I, 1407 H / 1987 M.

13. Ibnu Abi Syaibah, Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al-Kufi Al-‘Abasi, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Kitabul Mushannafu fil Ahaditsi wal Atsar, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1416 H/ 1995 M.

14. Malik bin Anas, ‘Alimul Madinah, Imamul A`immah, Al-Muwaththa`, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

D. Kitab Syarah

15. Al-Khaththabi, Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad Busti, Al-Imam, Ma’alimus Sunani Syarhu Sunani Abi Dawud, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1416 H / 1996 M.

16. Al-Munawi, Muhammad ‘Abdurra`uf, Faidlul Qadiri Syarhul Jami’is Shaghir, Darul Hadits, Kairo, Tanpa Nomor Cetakan, 1431 H / 2010 M.

17. Asy-Syaukani, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad, Al-Imam, Nailul Authari Syarhu Muntaqal Akhbari min Ahaditsi Sayyidil Akhyar, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

18. Ibnu ‘Abdil Barr, Yusuf bin ‘Abdillah bin Muhammad An-Namri Al-Qurthubi, Abu ‘Umar, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Istidzkar, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah,Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1427 H / 2006 M.

19. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Al-‘Asqalani, Al-Hafidh, Al-Imam, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1424 H / 2003 M.

(27)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 22 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

20. Al-‘Azzazi, ‘Adil bin Yusuf, Abu ‘Abdirrahman, Tamamul Minnati fi Fiqhil Kitabi wa Shahihis Sunnah, Darul ‘Aqidah, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

21. Al-Bugha, Mushthafa Dib, Dr., At-Tadzhibu fi Adillati Matnil Ghayati wat Taqrib, Toko Kitab Al-Hidayah, Surabaya, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

22. Al-Jaza’iri, Jabir, Abu Bakr, Minhajul Muslim, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1424 H / 2003 M.

23. Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi Al-Andalusi, Abul Walid, Al-Qadli, Al-Imam, Bidayatul Mujtahidi wa Nihayatul Muqtashid, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan IV, 1428 H / 2007 M.

24. Dawabih, Asyraf Muhammad, Dr., Al-Istitsmar fil Islam, Darus Salam, Mesir, Kairo, Cetakan I, 1430 H / 2009 M.

25. Wahbatuz Zuhaili, Al-Ustadz, Dr., Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,

Darul Fikr,Damaskus, Cetakan VI, 1429 H / 2008 M.

26. Wizaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu`atul Fiqhiyyah, Tanpa Nama Penerbit, Kuwait, Cetakan IV, 1414 H / 1993 M.

F. Mushthalah Hadits

27. Al-‘Abdul Lathif, ‘Abdul ‘Aziz Muhammad bin Ibrahim, Dr.,

Dlawabithul Jarhi wat Ta’dil, Al-Jami’atul Islamiyyah, Arab Saudi, Madinah, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

28. Al-Khumaisi, ‘Abdurrahman bin Ibrahim, Dr., Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi, Darubnu Hazm, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1421 H / 2000 M.

29. Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin, Qawa’idut Tahditsi min Fununi Musthalahil Hadits, Darul ‘Aqidah, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, 1425 H / 2004 M.

30. Ath-Thahhan, Mahmud, Dr., Taisiru Mushthalahil Hadits, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

31. Ath-Thahhan, Mahmud, Dr., Ushulut Takhriji wa Dirasatul Asanid,

(28)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 23 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

32. At-Tahanawi, Dhafar Ahmad Al-‘Utsmani, Al-Faqih, Al-Muhaddits, Al-Muhaqqiq, Al-Allamah, Qawa’idu fi ‘Ulumil Hadits, Maktabul Mathbu’atul Islamiyyah, Beirut, Cetakan V, 1404 H / 1984 M.

33. Hasyisy, ‘Ali bin Ibrahim, ‘Ilmu Mushthalahil Haditsit Tathbiqi, Darul ‘Aqidah, Kairo, Cetakan I, 1424 H / 2003 M.

34. Al-‘Auni, Hatim bin ‘Arif, Asy-Syarif, Al-Mursalul Khafi wa ‘Alaqatuhu bit Tadlis, Darul Hijrah, Riyadl, Cetakan I, 1418 H / 1997 M.

G.Kitab Ushul Fiqh

35. Al-Jaizani, Muhammad bin Husain bin Hasan, Ma’alimu Ushulil Fiqhi ‘Inda Ahlis Sunnati wal Jama’ah, Darubnil Jauzi, Tanpa Nama Kota, Cetakan 7, Tahun 1429 H.

36. Al-Qarafi, Ahmad bin Idris bin ‘Abdurrahman Ash-Shanhaji, Abul ‘Abbas, Syihabuddin, Al-Allamah, Al-Imam, Kitabul furuqi Anwarul Buruqi fi Anwa`il Furuq, Darus Salam, Mesir, Kairo, Cetakan III, 1431 H / 2010 M.

H. Kitab Rijal

37. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Mughni fidl Dlu’afa`, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1418 H / 1997 M.

38. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Al-Imam, Siaru A’lamin Nubala`, Al-Maktabatut Taufiqiyyah, Mesir, Kairo, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

39. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad, Abu ‘Abdillah, Al-Imam,

Tadzkiratul Huffadh, Daru Ihya’it Turatsil ‘Arabi, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.

40. Adz-Dzahabi, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Mizanul I’tidali fi Naqdir Rijal, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1382 H / 1923 M.

41. Ibnu ‘Adi, ‘Abdullah Al-Jarjani, Abu Ahmad, Al-Hafidh, Al-Imam,

Al-Kamilu fi Dlu’afa`ir Rijal, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1409 H / 1988 M.

(29)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 24 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

43. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Asqalani, Abul Fadl, Syihabuddin, Al-Hafidz, Al-Imam, Lisanul Mizan, Mu`assasatul A’lami lil Mathbu’at, Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1390 H / 1971 M.

44. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Al-‘Asqalani, Taqribut Tahdzib, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1413 H / 1993 M.

45. Al-Manshuri, Nayif bin Shalah bin ‘Ali, Abuth Thayyib, As-Salsabilun Naqiyyi fi Tarajimi Syuyukhil Baihaqi, Darul ‘Ashimah, Riyadl, Cetakan I, 1432 H / 2011 M.

46. Muhammadbin Thal’at, Mu’jamul Mudallisin, Daru Adlwa`is Salaf, Riyadl, Cetakan I, 1426 H / 2005 M.

I. Kitab-Kitab Lain

47. Ibnul Jauzi, ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali, Abul Faraj, Syaikhul Islam, Al-‘Alimul Auhad, Al-Imam, Asy-Syaikh, Gharibul Hadits, Darul Kutubil ‘llmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I,1405 H / 1985 M.

48. Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abu Bakr, Abu ‘Abdillah, Syamsuddin,

I’lamul Muwaqqi’ina ‘an Rabbil ‘Alamin, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1397 H / 1977 M.

49. Marzuki M.M., Drs., Metodologi Riset, Ekonisia, Yogyakarta, Cetakan I, 2005 M.

(30)

LAMPIRAN

DERAJAT HADITS DAN ATSAR

1. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar (hlm. 6)

Hadits Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya. Ulama menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya merupakan hadits-hadits shahih tingkat ketiga. 77

2. HaditsAbdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka (hlm. 7)

Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma diriwayatkan oleh Malik dan Abu Dawud dengan urutan sanad sebagai berikut:

Abu Dawud ‘Abdullah bin Maslamah

Malik Malik

Orang Tsiqat

‘Amr bin Syu’aib 78 Bapaknya (Syu’aib)

Kakeknya (‘Abdullah bin ‘Amr radliyallahu ‘anhuma)

Rawi-rawi sanad hadits ‘Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash ini adalah

rawi-rawi diterima kecuali seorang rawi-rawi yang mubham. Di samping itu, pada sanad

ini juga terdapat persoalan tentang jalur periwayatan: ‘Amr bin Syu’aib dari

bapaknya dari kakeknya.

Dalam kitab Al-Mu’jamul Mudallisin Amr bin Syu’aib tergolong mudallis

peringkat kedua. 79 Rawi yang tergolong mudallis peringkat kedua, adalah rawi

yang melakukan tadlis akan tetapi ahli hadits masih memasukkan

periwayatannya dalam kitab shahih, meskipun dia tidak meriwayatkan dengan

lafal sima’ (yaitu

يِنَثّدَح

atau

َُتْعِم َََس

) karena keahliannya dan

sedikitnya melakukan tadlis dalam periwayatannya. 80 Dengan demikian hal ini

tidak dapat menyebabkan periwayatannya ditolak, wallahu a’lam bi shawab.

77 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 37.

78 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. V, hlm. 43-48, no. 5940.

79 Lihat Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 352-353, no. 122.

(31)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 26 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Ibnu Hibban mengatakan bahwa apabila yang dimaksud dengan

ِهّدَج

(kakeknya) tersebut adalah kakek Syu’aib (yaitu ‘Abdullah), maka tergolong

munqathi’, karena Syu’aib tidak bertemu dengan ‘Abdullah; dan jika yang

dimaksud dengan

ِهّدَج

(kakeknya) tersebut adalah kakek ‘Amr (yaitu

Muhammad), maka tergolong mursal 81, karena Muhammad bukan seorang

shahabat. 82 ‘Ali bin Al-Madini mengatakan bahwa sanad ‘Amr bin Syu’aib dari

bapaknya dari kakeknya merupakan sanad muttashil 83 dan dapat dijadikan

sebagai hujah. Hal ini disebabkan ‘Amr telah mendengar dari bapaknya,

Syu’aib, dan Syu’aib juga mendengar dari kakeknya ‘Abdullah bin ‘Amr. 84

Adz-Dzahabi mengatakan bahwa maksud

ِهّدَج

pada jalur-jalur periwayatan

‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, tidak lain hanyalah buyut ‘Amr

bin Syu’aib, yaitu ‘Abdullah bin ‘Amr; hal ini sebagaimana telah disebutkan

dengan jelas di banyak hadits

ِِهللا ِدْبَع ِهّدَج

ْنَع

(dari kakeknya,

‘Abdullah); selain itu beliau juga belum mendapati jalur ‘Amr bin Syu’aib

disebutkan secara jelas

ٍدّمَحُم ِهّدَج ْنَع

(dari kakeknya, Muhammad).

85 Al-Munawi mengatakan bahwa maksud

ِهّدَج

pada hadits ini adalah Ibnu

‘Amr bin Al-‘Ash (yaitu ‘Abdullah). 86 Dengan demikian, maksud

ِهّدَج

padab

sanad ‘Amr bin Syu’aib ini adalah ‘Abdullah bin ‘Amr; dan sanad ini bukan

munqathi’ karena Syu’aib mendengar dari kakeknya ‘Abdullah bin ‘Amr.

Ibnu Ma’in menjelaskan bahwa jika ‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan hadits dari bapaknya dari kakeknya maka periwayatan itu merupakan periwayatan dari kitab. 87

Adz-Dzahabi mengategorikan periwayatan ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya termasuk dalam hadits hasan karena ‘Amr bin

81 Mursal adalah hadits yang akhir sanadnya gugur seorang rawi sesudah tabi’in (Lihat Taisiru

Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 59).

82 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. V, hlm. 46-47, no. 5940.

83 Muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung secara marfu’ atau mauquf (Lihat Taisiru

Mushthalahil Hadits susunan Mahmud Ath-Thahhan, hlm. 111).

84 Lihat Al-Istidzkar susunan Ibnu ‘Abdil Barr, jld. VI, hlm. 433.

85 Lihat Siaru A’lamin Nubala` susunan Adz-Dzahabi, jld. VI, hlm. 18, no. 675.

86 LIhat Faidlul Qadir susunan Al-Munawi, jld. VIII, hlm. 462, h. 9479.

(32)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 27 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

Syu’aib berkemungkinan meriwayatkan dengan sima’ 88 atau wijadah 89 . 90

Penulis sependapat dengan beliau karena periwayatan secara wijadah adalah periwayatan yang diterima 91. Hanya saja periwayatan secara wijadah tidak dikategorikan dalam periwayatan yang shahih, namun dikategorikan dalam periwayatan hasan 92.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa periwayatan Syu’aib dari

kakeknya, yaitu ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ini berderajat hasan dan dapat

diterima, wallahu a’lam bi shawab.

Adapun rawi mubham pada sanad ini, Malik menyebutnya dengan lafal

ُةَََقّثلا

(seorang tsiqat), dan sesekali dia menggugurkannya dan

meriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib dengan lafal

ْنَع ُهَغَلَب ُهّن

َأ …

(telah

sampai kepadanya dari …). Dalam kitab Taisiru Musthalahil Hadits

disebutkan bahwa rawi mubham yang dita’dil oleh muridnya, periwayatannya

tidak dapat diterima, karena seorang rawi yang diniliai tsiqat oleh muridnya

berkemungkinan tidak tsiqat dalam penilaian orang lain. 93

Dengan demikian sanad ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya di atas dla’if. Hanya saja sanad ini masih dapat dijadikan mutabi’ 94 karena kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kebohongan atau kefasikan rawi.

Selain sanad di atas, hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ini mempunyai dua sanad yang bukan dari jalur Malik; sanad pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 95 dan yang kedua diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi 96.

Berikut urutan sanad yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi :

88 Sima’ adalah cara periwayatan hadits yang dilakukan dengan mendengar ucapan guru baik

dari hafalannya atau dari kitabnya seperti imla dan semisalnya (lihat Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi susunan Al-Khumaisi, hlm. 127).

89 Wijadah adalah seorang murid mendapatkan beberapa hadits yang ditulis oleh perawi hadits

tersebut sementara perawi tidak hidup semasa dengannya, atau perawi hidup semasa dengannya namun dia tidak pernah mendengar darinya, atau dia pernah mendengar darinya namun si murid tidak mendengar hadits-hadits khusus yang pada tulisan tersebut dan tidak pula mendapat izin darinya (lihat Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi susunan Al-Khumaisi, hlm. 248).

90 Lihat Mizanul I'tidal susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, hlm. 268, no. 6383.

91 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Auni, jld. 2, hlm. 880.

92 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Auni, jld. 2, hlm. 882.

93 Lihat Taisiru mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 100.

94 Mutabi’ adalah hadits yang matannya mencocoki matan hadits lain, secara lafal ataupun makna

dengan kesamaan sahabat (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan hlm. 115).

95 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 5, hlm. 559-560, k. Al-Buyu’, b. (87) An-Nahyu

‘an Bai’il ‘Urban, h. 10874-10877.

(33)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 28 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

1) Al-Baihaqi

2) Abu bakr bin Al-Harits 97

3) Abu Muhammad bin Hayyan, Abusy Syaikh 98

4) Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Wasithi 5) Abu Musa Al-Anshari (Ishaq bin Musa) 99

6) ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz

7) Al-Harits bin ‘Abdirrahman bin Abi Dzubab 8) ‘Amr bin Syu’aib

9) Bapaknya 10) Kakeknya

Rawi-rawi sanad hadits ini adalah rawi-rawi diterima, hanya saja pada sanad ini masih terdapat persoalan perihal Al-Harits bin ‘Abdirrahman, ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz dan Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Wasithi.

Ad-Dzahabi mengatakan bahwa Al-Harits bin ‘Abdirrahman tsiqat. 100 Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia terkenal. Abu Hatim mengatakan bahwa dia

ّيِوَقْلاِب َسْيََل

(bukan orang yang kuat) dan Ad-Darawardi telah meriwayatkan darinya hadits-hadits munkar. Abu Zar’ah mengatakan bahwa dia

ٌس

ْأَََب ِهََِب َسْيََََل

(bahaya tidak ada padanya), Ibnu Hibban menyebutkan namanya pada kitabnya At-Tsiqat dan berkomentar bahwa dia termasuk dari orang-orang yang teliti. 101 Dalam hal ini terdapat kaidah bahwa jika seorang rawi diperselisihkan dalam hal kedla’ifan atau ketsiqatannya maka dia adalah rawi hasan. 102 Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa Al-Harits bin ‘Abdirrahman adalah rawi hasan.

Selanjutnya perihal ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz, Ma’n bin ‘Isa mengatakan bahwa dia tsiqat dan dia menulis haditsnya serta memujinya. An-Nasa`i mengatakan bahwa dia rawi

ّيِوَقْلاِب َسْيََل

(bukan orang yang kuat). Al-Bukhari mengatakan bahwa dia

ٌرَظَن ِهَْيِف

(ada tinjauan padanya).103

Celaan Al-Bukhari bahwa seorang rawi itu

ٌرَََظَن ِهََْيِف

tidak menyebabkan periwayatannya ditinggalkan, hal ini disebabkan celaan

97 Lihat As-Salsabilun Naqiyyi fi Tarajimi Syuyukhil Baihaqi susunan Al-Manshuri, hlm. 227-229,

no. 22.

98 Lihat Tadzkiratul Huffadz susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, hlm. 945-947, no. 896.

99 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 238-239, no. 474.

100 Lihat Al-Mughni Fidl Dlu’afa` susunan Adz-Dzahabi, jld. 1, hlm. 224, no. 1237.

101 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 615, no. 1213.

102 Lihat Qawa’idu fi ‘Ulumil Hadits susunan Dhafar Ahmad At-Tahanawi, hlm. 72.

(34)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 29 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

tersebut hanya celaan yang ringan bukan celaan yang berat, sebagaimana dijelaskan oleh Hatim bin ‘Arif Al-‘Aufi.104 Ibnu Hajar menyatakan bahwa dia

ُمِهَي ٌقْوُدَص

(yang sangat jujur, akan tetapi ragu-ragu). 105 Rawi yang dinilai dengan

ُمِهَي ٌقْوُد َََص

haditsnya dapat dijadikan mutabi’. 106 Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz adalah rawi dla’if yang haditsnya masih dapat dijadikan sebagai mutabi’ karena kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kebohongan atau kefasikan rawi. Adapun perihal Muhammad bin Muhammad Al-Wasithi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Khaitsamah mengatakan bahwa beliau rawi tsiqat yang memiliki banyak hadits 107. Ad-Daraquthni mengatakan bahwa dia mudallis dan suka mencampurkan hadits. Dia mendengar dari temannya kemudian menggugurkan dua orang rawi atau lebih; dan dia juga sering salah. Khathib mengatakan bahwa tidak ada celaan yang benar terhadap Al-Baghindi (Muhammad bin Muhammad Al-Wasithi) kecuali celaan bahwa dia berbuat tadlis, dan semua guru-guru Al-Khathib berhujah dengannya dan Dengan demikian, periwayatannya ini dapat diterima.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sanad yang

104 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Aufi, jld. 1, hlm. 440.

105 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 457, no. 3075.

106 Lihat Ilmu Mushthalahi Hadits Ath-Tathbiqi susunan Hasyisy, hlm. 216.

107 Lihat Siyarul A’lamin Nubala` susunan Adz-dzahabi, jld. 11, hlm. 381-382, no. 2736.

108 Lihat Siyarul A’lamin Nubala` susunan Adz-dzahabi, jld. 11, hlm. 382, no. 2736.

109 Lihat Al-Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 403, no. 143.

110 Lihat Al-Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 42.

(35)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 30

Rawi-rawi sanad hadits ‘Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash ini adalah rawi-rawi diterima kecuali Muhammad bin Hafsh dan Ibnu Lahi’ah.

Perihal Muhmmad bin Hafsh, Ad-Daruquthni mengatakan bahwa dia

ٌفْيِعَض

(lemah). 113

Dalam ilmu Mushthalah Hadits, disebutkan bahwa celaan

ٌفْيِعَض

(lemah) termasuk lafal jarh tingkatan kedua. Rawi yang dicela dengan lafal ini haditsnya tidak dapat diterima, namun haditsnya masih ditulis dan dapat dilakukan i’tibar 114 pada haditsnya. 115

Adapun perihal Ibnu Lahi’ah, Al-Hakim mengatakan bahwa riwayat Ibnu Lahi’ah ini dimuat oleh Muslim dalam kitab Shahihnya sebagai syahid untuk riwayat lain. 116

Ibnu Khirasy mengatakan bahwa Ibnu Lahi’ah mencatat hadits-hadits kemudian kitabnya terbakar, dan setelah itu Ibnu Lahi’ah menerima apapun yang dinyatakan sebagai haditsnya sekalipun itu maudlu’. Menurut Al-Khathib, karena sikap Ibnu Lahi’ah yang menggampangkan inilah banyak didapati hadits-hadits munkar 117 dalam periwayatannya. Al-Hakim menerangkan bahwa Ibnu Lahi’ah tidak bermaksud berdusta, hanya saja dia meriwayatkan hadits berdasarkan hafalannya setelah kitab-kitabnya terbakar, sehingga dia berbuat salah. 118 Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa hadits Ibnu Lahi’ah tidak dapat dijadikan sebagai hujah, namun haditsnya masih ditulis untuk i’tibar karena masih dapat menguatkan sanad lainnya. 119 Ad-Dzahabi menyimpulkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah rawi yang hanya dapat dijadikan

112 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 5, hlm. 332-334, no. 6506.

113 Lihat Mizanul I’tidal susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, 526, no. 7436.

114 I’tibar adalah pemeriksaan sanad suatu hadits yang diduga fard (hanya mempunyai satu

sanad) pada kitab-kitab jami’, musnad, dan juz’, agar diketahui apakah hadits tersebut mempunyai mutabi’ atau tidak (lihat Qawai’idut Tahdits susunan Al-Qasimi, hlm. 129).

115 Lihat Ushulut Takhrij susunan Ath-Thahhan, hlm. 145-146.

116 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 3, hlm. 624, no. 4134.

117 Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dla’if yang menyelisihi riwayat rawi

tsiqat (Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 80).

118 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 3, hlm. 624, no. 4134.

(36)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 31 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

sebagai mutabi’. 120 Berdasarkan pernyataan para ulama di atas, penulis menyimpulkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah rawi dla’if yang masih ditulis hadits-haditsnya sebagai mutabi’. Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu (hlm. 8-9)

Atsar ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Razzaq, Ibnu Abi Syaibah, dan Al-Baihaqi dengan sanad sebagai berikut:

Al-Baihaqi

‘Abdur Razzaq Ibnu Abi Syaibah Nu’man bin ‘Abdussalam

Ats-Tsauri Ibnu ‘Uyainah

Sanad ‘Abdurrazzaq di atas munqathi’, karena Sa’id bin Masruq rawi thabaqah keenam 121 yang tidak pernah bertemu dengan shahabat 122 meriwayatkan langsung dari shahabat, yakni Nafi' bin Abdil Harits 123.

Adapun sanad Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi, ada rawi bernama ‘Abdurrahman bin Farrukh.

Al-Hakim mengatakan bahwa tidak ada rawi yang meriwayatkan hadits dari ‘Abdurrahman bin Farrukh kecuali ‘Amr bin Dinar. 124

Dalam kitab Taisiru Mushthalahil Hadits disebutkan bahwa jika ada seorang rawi yang disebutkan namanya, dan hanya ada seorang rawi saja

120 Lihat Tadzkiratul Huffadz susunan Adz-Dzahabi, jld. 1, hlm. 239, no. 224.

121 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 364, no. 2400.

122 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm.25.

123 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 6, hlm. 516, no. 8327.

(37)

Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 32 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan

yang meriwayatkan darinya, maka dia adalah rawi majhul ‘ain. Riwayat rawi majhul ‘ain tidak dapat diterima kecuali jika dia ditsiqatkan. 125

Selama penelitian, penulis tidak mendapati ulama yang mentsiqatkan ‘Abdurrahman bin Farukh kecuali Ibnu Hibban yang hanya memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqat 126.

Berkaitan dengan pentsiqatan Ibnu Hibban di atas, Al-Kattani menjelaskan bahwa pentsiqatan Ibnu Hibban terhadap seorang rawi dengan hanya menyebut rawi tersebut dalam kitab Ats-Tsiqat itu termasuk pentsiqatan yang paling rendah derajatnya, karena menurut Ibnu Hibban, seorang rawi itu tergolong rawi tsiqat jika tidak ada ulama yang menyebutkan celanya. Cara ini menyelisihi mayoritas ulama. 127

Dengan demikian, penyebutan ‘Abdurrahman bin Farrukh dalam kitab Ats-Tsiqat oleh Ibnu Hibban tidak dapat menghilangkan jahalahnya.

Walhasil, sanad atsar ‘Umar bin Al-Khattab radliyallahu ‘anhu di atas dla’if.

125 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 99.

126 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 4, hlm. 113-114, no. 4652.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Menyikapi masalah-masalah baru dalam bidang politik, para ulama fikih berusaha mencarikan solusinya di antaranya dengan mengidentifikasi beberapa kasus yang mirip dan

Jarak minimum antar carrier pada lintasan lurus harus diperhitungkan jika diprediksi bahwa deretan carrier dalam segmen gerakannya akan melalui lintasan melingkar,

Hal ini berarti bahwa variabel harga, merek, dan kualitas produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian handphone Oppo pada Pazia Phone Kediri Town

Para raja dan intelektual Eropa dibuat bingung, mengapa di tengah badai sahara pasir bisa bermekaran kebun-kebun peradaban yang semakin meluas hingga menyentuh

Menurut Leech (dalam Chaer, 2010:56) maksim penghargaan atau pujian merupakan kaidah kesantunanpeserta tutur memperbanyak pujian kepada orang lain atau mengurangi

Haji Ifrad ialah , berihram untuk haji dari miqat atau dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari tempat lain di daerah miqat bagi yang tinggal disitu,

1) Pelaksanaan Nganting manuk (membawa ayam). 2) Besar mahar bagi pihak keluarga perempuan. Pada umumnya masyarakat Karo mengenal 3 jenis ritual pesta perkawinan adat Karo