HUKUM JUAL BELI
MENGGUNAKAN UANG MUKA
YANG DISYARATKAN AKAN
DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI
DIBATALKAN
MAKALAH
Ditulis Sebagai Syarat Lulus Ma’had Al-Islam Surakarta
Tingkat ‘Aliyah
Oleh:
Ahmad Musthofa bin Sehono NM : 26006
PENGESAHAN
Makalah dengan judul HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN ini disetujui dan disahkan oleh Dewan Pembimbing Penulisan Makalah Ma’had Al-Islam Surakarta, pada tanggal:
01 Rabi’ul Akhir 1436 H 22 Januari 2015 M
PEMBIMBING UTAMA
Al-Ustadz K.H. Mudzakir
PEMBIMBING I
Al-Ustadzah Ummi Mawaddah, Al.
PENAHKIK I
Al-Ustadzah Zakiyyatul Ummah, Al.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Ahmad Musthofa 26006 Penjual jika Jual Beli Dibatalkan
KATA
PENGANTAR
ِمْيِح ّرلا ِنمْح ّرلا ِهللا ِمْسِب
ىَلَع ُمَلّسلا َو ُةَلّصلا َو َنْيِمَلاَعْلا ّب َر ِهلل ُدْمَحْلا
:ُدْعَب َو ،َنْيِعَمْجَأ ِهِبْحَصَو ِهِلآ َو ِنْيِمَلْا ّيِبّنلا
Dengan perkenan Allah Ta'ala, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penulisan makalah ini bukan semata-mata karena usaha penulis, melainkan dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan jazakumullah khairan katsiran kepada:
1. Al-Ustadz K.H. Mudzakir, selaku pendiri dan pengasuh Ma’had Al-Islam yang telah mendidik penulis serta memfasilitasi penulisan makalah ini.
2. Ustadzah Ummi Mawaddah, Al., Ustadzah Zakiyyatul Ummah, Al., Ustadzah Ayu Fathonah, Al., Ustadz Abu Bakar Faqihuddin, Al., serta Al-Ustadzah Fashihah Asy-Syahirah, Al., selaku pembimbing, penahkik, dan para editor naskah makalah ini sebelum dimunaqasyah.
3. Al-Ustadz Abu Abdillah, Al-Ustadz Rahmat Syukur, Al-Ustadz Ahmad F., Al., Al-Ustadz Joko Wahyudi, Al., Al-Ustadzah Nur Hayati, Al., dan Al-Ustadzah Fathimah Shadiqin, Al., selaku dewan penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.
4. Segenap Asatidz Ma‘had Al-Islam, yang telah mendidik dan menjadi perantara sampainya ilmu kepada penulis.
5. Bapak, Ibu, kakak, serta adik-adik yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan nasihat kepada penulis.
6. Segenap teman-teman Ma‘had Al-Islam, yang telah berkenan membantu dan memberikan semangat kepada penulis.
Semoga Allah menerima jerih payah mereka sebagai amal shalih dan
memberi balasan yang berlipat ganda, Amin
.
َو
ُدْمَحْلا
َنْيِمَلاَعْلا ّب َر ِهلل
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006
BAB II : PENGERTIAN JUAL BELI DENGAN UANG MUKA...5
BAB III : DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN...6
... 1. Surat An-Nisa` (4): 29...6
2. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar...6
3. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka...7
4. Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN...10
1. Haram...10 ...
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 V Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
2. Mubah...10
... BAB V : ANALISIS...11
1. Analisis Dalil-Dalil yang Berkaitan dengan Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan...11
1.1 Surat An-Nisa`(4): 29...11
1.2 Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar...12
1.3 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka...13
1.4 Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli...14
1.5 Atsar ‘Umar bin Al-Khattab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu...15
2. Analisis Pendapat Ulama tentang Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan...16
2.1 Haram...16
2.2 Mubah...17
BAB V : PENUTUP...19
1. Simpulan...19
... 2. Saran...19
... DAFTAR PUSTAKA...20
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Ayah salah seorang teman penulis pernah membeli sebuah tanah dengan menggunakan uang muka. Dalam transaksi tersebut, terdapat persyaratan bahwa uang muka tidak dikembalikan jika pembeli membatalkan jual beli, sedangkan jika pembeli tidak membatalkan jual beli, uang muka dianggap bagian dari harga tanah.
Setelah membaca kitab Al-Fiqhul Islami 1, penulis mendapati bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan diambil penjual ketika jual beli dibatalkan. Sebagian mengatakan jual beli tersebut boleh dan yang lain mengatakan tidak boleh.
Karena adanya fakta tersebut, penulis termotivasi untuk meneliti masalah ini, kemudian menulisnya dalam sebuah karya ilmiah dengan judul: HUKUM JUAL BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah: Apa hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini antara lain:
4.1Memberikan wawasan kepada muslimin tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
4.2Untuk menambah khazanah perpustakaan islami dalam bidang fiqh.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 2 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
5. Metodologi Penelitian 5.1 Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian literatur karena data-data yang ada dalam makalah ini diperoleh dari perpustakaan.
5.2 Metode Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data dengan cara membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan bahasan makalah ini, kemudian mencatat data yang diperlukan.
5.3 Sumber Data
Data-data makalah ini diperoleh dari beberapa macam kitab, antara lain: kitab-kitab tafsir, hadits, syarah, dan fiqh.
5.4 Jenis Data
Data-data yang penulis kumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya; diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. 2 Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. 3
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan data primer adalah data yang penulis peroleh dari kitab asal, bukan nukilan seseorang dari kitab lain yang kemudian dimuat dalam kitabnya sendiri. Contoh data primer dalam makalah ini adalah hadits 4 yang diriwayatkan oleh Malik, penulis menukilnya dari kitab Al-Muwatha` susunan Malik (hlm. 7).
Adapun data sekunder adalah data yang penulis peroleh bukan dari kitab asal. Contoh data sekunder dalam makalah ini adalah pendapat Al-‘Utsaimin, yang penulis nukil dari Tamamul Minnah susunan ‘Adil Al-‘Azzazi (hlm. 10).
Data primer dan data sekunder dapat dibandingkan dengan hadits ‘ali dan hadits nazil dalam ilmu Mushthalah Hadits.
Hadits ‘ali adalah hadits yang sanadnya lebih pendek daripada sanad lain pada hadits yang sama. 5 Sedangkan hadits nazil adalah
2 Marzuki, Metodologi Riset, hlm. 60.
3 Marzuki, Metodologi Riset, hlm. 60.
4 Hadits adalah perkataan, perbuatan, penetapan, atau sifat yang disandarkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 14).
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 3 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
hadits yang sanadnya lebih panjang daripada sanad lain pada hadits yang sama.6
Penulis menggunakan metode reflective thinking dalam menganalisis data.
Reflective thinking adalah menerapkan cara berpikir deduktif dan induktif secara bergantian. 7
Analisis deduksi ialah proses berpikir yang menggunakan sesuatu yang umum sebagai dasar untuk menetapkan sesuatu yang khusus. 8 Sedangkan analisis induksi ialah proses berpikir yang berdasarkan atas sesuatu yang khusus untuk menentukan sesuatu yang umum. 9
Contoh penggunaan metode reflective thinking dalam penelitian ini adalah dalam menganalisis hadits Abu Hurairah tentang larangan jual beli gharar yang diriwayatkan oleh Muslim. Dalam menentukan derajat hadits tersebut, penulis menggunakan kaidah dalam ilmu Mushthalah Hadits tentang shahihnya hadits Muslim yang diriwayatkan dalam kitab shahihnya. 10. Kemudian dalam menentukan definisi gharar pada hadits tersebut penulis mengumpulkan beberapa pernyataan ulama tentang makna gharar, kemudian dari pernyataan-pernyataan tersebut penulis menyimpulkan definisi gharar.
Langkah pertama (dalam menganalisis kedudukan hadits) yang penulis tempuh itu termasuk cara berfikir deduktif, sedangkan langkah kedua (dalam menentukan definisi gharar pada hadits tersebut) termasuk cara berfikir induktif.
6 Lihat Qawa’idut Tahdits susunan Al-Qasimi, hlm. 128.
7 Lihat Metodologi Riset susunan Marzuki, hlm. 6.
8 Lihat Keterampilan Dasar Menulis susunan Mohamad Yunus, hlm. 1.41.
9 Lihat Keterampilan Dasar Menulis susunan Mohamad Yunus, hlm. 1.41.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 4 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Metode deduksi dan metode induksi hampir sama dengan idkhalul khashsh ilal ‘amm dan idkhalul ‘amm ilal khashsh dalam ilmu Ushul Fiqh.
Idkhalul khashsh ilal ‘amm maksudnya adalah memahami lafal khusus berdasarkan lafal umum. Pengambilan pemahaman dalam idkhalul khashsh ilal ‘amm hampir sama dengan pengambilan simpulan dalam metode deduksi, karena berdasarkan data umum. Adapun idkhalul ‘amm ilal khashsh maksudnya adalah memahami lafal umum berdasarkan lafal khusus. Pengambilan pemahaman dalam idkhalul ‘amm ilal khashsh hampir sama dengan pengambilan simpulan dalam metode induksi, karena berdasarkan data khusus.
6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut:
Bagian awal terdiri dari halaman judul, pengesahan, kata pengantar, dan daftar isi.
Bagian tengah terdiri dari beberapa bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi pengertian uang muka dan pengertian jual beli dengan uang muka. Bab ketiga berisi dalil-dalil yang berkaitan dengan hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Bab keempat berisi pendapat ulama tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Bab kelima berisi analisis dalil-dalil dan pendapat ulama tentang hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. Adapun bab keenam berisi simpulan dan saran.
BAB II
PENGERTIAN JUAL BELI DENGAN UANG MUKA
Dalam kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah penulis mendapatkan pengertian jual beli dengan uang muka sebagai berikut:
ِعِئاَََبْلا ىَلِإ َعَفْدَََيَو ، َةَعْلَََ ّسلا َيِرَت ْ
ََشَي ْنَأ
، َةَعْلَََّسلا َذَخَأ ْنِإ ُهّنَأ ىَلَع ، َرَثَْكَأ ْوَأ اًمَه ْرِد
اََََهْذُخْأَي ْمَل ْنِإَو ، ِنََََمّثلا َنِم ِهََِب َب َََسَتْحا
. ِعِئاَبْلِل َوُهَف
11
Artinya:
(Seseorang) membeli barang dagangan dan membayarkan satu dirham atau lebih kepada penjual, atas dasar jika dia mengambil (jadi membeli) barang dagangan itu, dia menghitungnya sebagian dari harga; dan jika dia tidak mengambilnya (tidak jadi membelinya), (dirham) itu menjadi milik penjual.
Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa pada jual beli dengan uang muka terdapat hak pilih pembeli. Hak pilih pembeli itu ialah jika pembeli jadi membeli, uang muka terhitung sebagian dari harga, dan bila tidak, uang muka tersebut hilang darinya. 12
Ibnul Jauzi menjelaskan, jika pembeli membatalkan jual beli tersebut, pembeli tidak menagih uang muka dari penjual. 13
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa jual beli dengan uang muka adalah jual beli yang dilakukan dengan membayarkan uang muka kepada penjual dengan adanya hak pilih pembeli; jika pembeli meneruskan pembelian, uang muka terhitung sebagian dari harga, dan jika tidak, uang muka dimiliki penjual.
11 Wizaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, jld. 9, hlm. 94.
12 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 219.
BAB III
DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM JUAL
BELI MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN
AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN
1. Surat An-Nisa` (4): 29 sesama kalian dengan bathil, kecuali dengan perniagaan atas dasar sama rela di antara kalian. Dan janganlah kalian bunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah itu adalah Dia Maha Pengasih kepada kalian. (S. An-Nisa`(4): 29).
1.2 Maksud ayat
Maksud ayat yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang orang beriman untuk memakan harta sesama mereka dengan cara yang bathil.
2. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli
Dari Abu Hurairah dia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli (dengan lemparan) kerikil dan jual beli gharar. Muslim telah meriwayatkannya.
2.2 Maksud hadits
Maksud hadits yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar. Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko yang
14
Muslim, Shahihu Muslim, jld. 3, hlm. 333, k. 21, Al-Buyu’, b. 2 Buthlanu Bai’il Hashati wal Bai’il
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 7 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
akan menimpa salah satu dari dua orang yang bertransaksi, dan menyebabkan hartanya hilang 15.
Jumhur ulama mengatakan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan merupakan jual beli yang mengandung gharar.16
3. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka
3.1 Lafal dan Arti Hadits bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli (dengan) uang muka.
Malik telah meriwayatkannya.
Imam Malik menjelaskan bahwa
ِناَب ْرُعْلا
adalah seseorangmembeli barang dagangan kemudian dia mengatakan kepada penjual,
“Aku memberimu satu dinar atau satu dirham, jika aku jadi membeli, maka
dinar atau dirham ini termasuk dalam harga barang dagangan dan jika
aku membatalkan, maka dinar atau dirham ini untukmu.” 18
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud 19, Al-Baihaqi 20, dan Ibnu ‘Adi 21.
3.2 Maksud Hadits
Maksud hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 22
15 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 199.
16 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 220.
17 Malik, Al-Muwaththa’, jld. II, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h. 1.
18 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jz. II, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban.
19 Lihat Sunanu Abi Dawud susunan Abu Dawud, jld. 3, hlm. 283, k. Al-Buyu’, b. Fil ‘Urban, h.
3502.
20 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 5, hlm. 559-560, k. Al-Buyu’, b. (87) An-Nahyu
‘an Bai’il ‘Urban, h. 10874-10877.
21 Lihat Al-Kamilu fi Dlu’afa`ir Rijal susunan Ibnu ‘Adi, jld. 4, hlm. 153.
22 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jld. 2, hlm. 609, k. 31- Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 8 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
4. Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli 4.1 Lafal dan Arti Hadits
Dari Zaid bin Aslam bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan uang muka dalam jual beli.
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkannya.
4.2 Maksud Hadits
Maksud hadits ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan adanya uang muka dalam jual beli.
5. Atsar 24 ‘Umar bin Al-Khaththab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian
Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu 5.1 Lafal dan Arti Hadits
Dari Abdurrahman bin Farrukh (dia berkata) bahwa Nafi’ bin Abdil Harits membeli rumah untuk tahanan dari Shafwan bin Umayyah dengan (harga) empat ribu dirham. Jika ‘Umar rela, jual beli ini untuk ‘Umar, tetapi jika dia tidak rela, empat ratus untuk Shafwan. Telah meriwayatkannya Ibnu Abi Syaibah. Atsar ini juga diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq 26 dan Al-Baihaqi 27.
5.2 Maksud Atsar
23 Lihat Al-Mushannaf susunan Ibnu Abi Syaibah, jld 5, hlm. 7, k.-13-Al-Buyu’u wal Aqdliyyah,
b.-552-fil ‘Urbani fil Bai’, h. 23185.
24 Atsar adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada shahabat (lihat Taisiru
Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 15).
25 Ibnu Abi Syaibah, Al-Kitabul Mushannaf , jld. 5, hlm. 7, k.-13-Al-Buyu’u wal Aqdliyyah,
b.-552-Fil ‘Urbani fil Bai’, h. 23191.
26 Lihat Al-Mushannaf susunan ‘Abdur Razzaq, jld. 5, hlm. 147-148, k. Al-Manasik, b. Al-Kira’u fil
Haram, h. 9213.
27 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 6, hlm. 57, k. Al-Buyu’, b. 153-Ma Ja`a fi Duri
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 9 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Maksud atsar ini adalah Nafi’ bin ‘Abdil Harits membeli sebuah rumah untuk dijadikan penjara dari Shafwan bin Umayyah dengan syarat jika ‘Umar rela, Nafi’ membelinya, dan jika tidak rela, Nafi’ tidak membelinya; dan Shofwan diberi empat ratus dirham.
Ahmad menggunakan atsar ini sebagai dalil tentang bolehnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 28
BAB IV
PENDAPAT ULAMA TENTANG HUKUM JUAL BELI
MENGGUNAKAN UANG MUKA YANG DISYARATKAN
AKAN DIMILIKI PENJUAL JIKA JUAL BELI DIBATALKAN
1. Haram
Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama, baik dari kalangan madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i, dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali. Berikut ini pernyataan mereka:
ِةّيِكِلاَمْلاَو ِةّيِفَنَحْلا َنِم ْمُه ُروََََََََََََََُهْمُجَف
َنْو َرَي ِةَلِباَنَحْلا َنِم ِباّطَخْلا ْوُب
َأَو ِةّيِعِفا ّشلاَو
. ّحِصَي َل ُهّنَأ
29
Artinya:
Mayoritas mereka dari kalangan madzhab Hanafi, madzhab Maliki, dan madzhab Syafi’i, serta Abul Khaththab dari madzhab Hanbali berpendapat bahwa (jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan) itu tidak sah.
Al-Qurthubi 30, As-Syaukani 31, dan Al-Jaza`iri 32 juga berpendapat bahwa jual beli ini dilarang.
2. Mubah
Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad. Berikut pendapatnya yang dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam karyanya I’lamul Muwaqqi’in:
ّنَل ِنْوََُب ْرُعْلا ِعْيَبِب َس
ْأَب َل ُدَمْحَأ ُماَمِلْا َلَاق
dengan uang muka (yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan) karena ‘Umar melakukannya.Para ulama madzhab Hanbali 34 dan Al-‘Utsaimin 35 juga berpendapat bahwa jual beli ini boleh.
29 Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, jld. 9, hlm. 94.
30 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Quran susunan Al-Qurthubi jld. 3, hlm. 131.
31 Lihat Nailul Authar susunan Asy-Syaukani, jld. 5, hlm. 251.
32 Lihat Minhajul Muslim susunan Al-Jaza`iri, hlm. 283.
33 Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in, jld. 3, hlm. 401.
34 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 275.
BAB V
ANALISIS
1. Analisis Dalil-Dalil yang Berkaitan dengan Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan
1.1 Surat An-Nisa`(4): 29(hlm. 6)
Lafal ayat yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini
ialah
ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوََْم
َأ اْوُلُكْأَََت َل اْوُنَمَأ َنْيِذّلا اَهّيَأاَي
ِلِطاَبْلاِب
(Hai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan hartasesama kalian dengan bathil).
Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
اْوُلُكْأَت َل
adalahاْوُذُخْأَت َل
(janganlah kalian mengambil); dalam ayat ini, “mengambil” dinyatakan dengan kataلْكَلْا
(memakan)karena tujuan terpenting dari mengambil adalah untuk memakan. 36
Adapun maksud
لِطاَبْلِاب
(dengan bathil) adalahما َرَحْلِاب
(dengan cara haram), seperti riba, judi, dan semua cara yang dilarang
syariat.37 Ath-Thabari 38, Al-Baghawi 39, Az-Zamakhsyari 40, Ibnu Katsir 41,
An-Nasafi 42, dan Abu Su’ud 43 juga berpendapat demikian.
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa makna lafal ayat
لِطاَبْلِاب ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوْمَأ اْوُلُكْأَت َل
adalah janganlah kalian mengambil harta sesama kalian dengan cara haram seperti judi, riba, dansemua cara yang telah dilarang.
Dalam kitab Al-Jami`u li Ahkamil Qur`an, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini. 44
36 Lihat At-Tafsirul Munir susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 5, hlm. 30.
37 Lihat At-Tafsirul Munir susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 5, hlm. 30.
38 Lihat Jami’ul Bayan susunan Ath-Thabari, jld. 4, hlm. 20.
39 Lihat Ma’alimut Tanzil susunan Al-Baghawi, jld. 2, hlm. 53.
40 Lihat Al-Kasysyaf susunan Az-Zamakhsyari, jld. 1, hlm. 521-522.
41 Lihat Tafsirul Quranil ‘Adhim susunan Ibnu Katsir, jld. 1, hlm. 593.
42 Lihat Madarikut Tanzili wa Haqa`iqut Ta`wil susunan An-Nasafi, jld. 1, hlm. 248.
43 Lihat Irsyadul ‘Aqlis Salimi ila Mazayal Kitabil Karim susunan Abus Su’ud, jld. 1, hlm. 513.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 12 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Penulis sependapat dengan Al-Qurthubi karena jual beli tersebut merupakan jual beli yang mengandung unsur judi 45 dan gharar. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh mayoritas ulama Hijaz dan Iraq 46. Unsur judi dalam jual beli tersebut adalah adanya uang yang dijadikan sebagai taruhan, sebab uang muka dapat hilang sehingga merugikan pembeli. Adapun unsur ghararnya adalah juali beli tersebut ada unsur ketidakjelasan yaitu ada kemungkinan terjadi pembelian dan ada kemungkinan tidak terjadi pembelian yang dapat menimbulkan hilangnya uang muka. Dengan demikian jual beli ini termasuk dalam larangan ayat ini.
Dengan demikian ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini karena adanya unsur judi dan gharar dalam jual beli tersebut.
1.2 Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar (hlm. 6)
Hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu ini berderajat shahih. 47 Hadits shahih dapat dijadikan hujah. 48
Maksud hadits yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.
Mushthafa Al-Bugha menjelaskan bahwa jual beli gharar adalah setiap jual beli yang mengandung ketidakjelasan yang menyebabkan jual beli tersebut ada kemungkinan untung dan rugi. 49
Adapun menurut Wahbah Az-Zuhaili, jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko yang akan menimpa salah satu dari dua orang
45 Judi adalah suatu akad yang berdasarkan atas pertaruhan (lihat Al-Mausu’atul Fiqhiyyah
susunan Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, jld. 16 hlm. 168).
46 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an susunan Al-Qurthubi, jld. 3, hlm. 131.
47 Lihat lampiran, hlm. 25.
48 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 31.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 13 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
yang bertransaksi, dan menyebabkan hilangnya harta salah satu dari keduanya. 50
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung risiko hilangnya harta pembeli atau penjual karena ketidakjelasan jual beli tersebut dan ada kemungkinan untung dan rugi.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, Jumhur ulama mengatakan bahwa jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan merupakan jual beli yang mengandung gharar.51
Dengan demikian, hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
1.3 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka (hlm. 7)
Maksud hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 52
Jumhur ulama menyatakan bahwa hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini menunjukkan pengharaman jual beli dengan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 53
Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa hadits tersebut dla’if karena
sanadnya terputus. 54
Menurut Asy-Syaukani, hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma ini memiliki beberapa sanad yang dapat saling menguatkan. 55
50 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm. 199.
51 Lihat Al-Fiqhul Islami susunan Wahbah Az-Zuhaili, jld. 4, hlm.220.
52 Lihat Al-Muwaththa’ susunan Malik, jld. 2, hlm. 609, k. 31-Al-Buyu’, b. Ma Ja`a fi Bai’il ‘Urban, h. 1.
53 Lihat Nailul Authar susunan Asy-Syaukani, jld. 5, hlm. 251.
54 Lihat Ma’alimus Sunan susunan Al-Khaththabi, jld. 3, hlm. 119.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 14 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Penulis sependapat dengan Asy-Syaukani karena jalur-jalur periwayatan pada hadits ini merupakan jalur-jalur periwayatan dla’if yang bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi 56. Ath-Thahhan menjelaskan bahwa jika suatu hadits mempunyai jalur periwayatan yang berbilang sedang kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi, hadits tersebut adalah hadits hasan li ghairihi.57 Dengan demikian hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma ini berderajat hasan li ghairihi karena hadits ini mempunyai beberapa jalur yang kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kefasikan atau kebohongan seorang rawi.
Dengan demikian hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma ini berderajat hasan li ghairihi 58.
Hadits hasan li ghairihi dapat dijadikan sebagai hujah. 59
Walhasil, hadits ini dapat dijadikan sebagai hujah untuk melarang jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
1.4 Hadits Zaid bin Aslam tentang Penghalalan Uang Muka dalam Jual Beli (hlm. 8)
Maksud hadits ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan adanya uang muka dalam jual beli.
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa hadits Zaid bin Aslam merupakan dalil yang membolehkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan. 60
Pada hadits ini, Zaid bin Aslam meriwayatkan langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Zaid bin Aslam adalah rawi thabaqah ketiga (thabaqah para tabi’i).61 Dalam ilmu Mushthalah Hadits disebutkan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa perantara shahabat adalah hadits mursal 62. Dengan demikian hadits Zaid bin Aslam ini merupakan hadits mursal.
56 Lihat lampiran, hlm. 25-31.
57 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43.
58 Hasan li ghairihi adalah hadits dlaif yang jalan periwayatannya berbilang, dan sebab
kedlaifannya bukan kefasikan atau kebohongan rawi (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43).
59 Lihat Taisirul Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 43.
60 Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid susunan Ibnu Rusyd, jld. 5, hlm. 8-9.
61 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar jld. 1, hlm. 326, no. 2123.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 15 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Menurut jumhur ahli hadits, hadits mursal termasuk hadits dla’if. 63 Dengan demikian, hadits Zaid bin Aslam ini tidak dapat dijadikan sebagai hujah tentang mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
1.5 Atsar ‘Umar bin Al-Khaththab Radliyallahu ‘anhu tentang Pembelian Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu (hlm. 8)
Maksud atsar ini adalah Nafi’ bin ‘Abdil Harits membeli sebuah rumah untuk dijadikan penjara dari Shafwan bin `Umayyah dengan syarat jika ‘Umar rela, Nafi’ membelinya, dan jika tidak rela, Nafi’ tidak membelinya dan Shafwan diberi empat ratus dirham.
Al-‘Utsaimin menyatakan bahwa empat ratus dirham yang akan diberikan kepada Shafwan merupakan uang muka;dan beliau menjadikan atsar ini sebagai dalil bolehnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.64
Adapun Ibnu Hajar, beliau menjelaskan bahwa empat ratus dirham yang akan diberikan kepada Shafwan bisa jadi merupakan imbalan dari pemanfaatan rumah tersebut selama penantian jawaban ‘Umar radliyallahu ‘anhu. 65 Berdasarkan penjelasan inilah, ‘Adil Al-‘Azzazi mengatakan bahwa berdalil dengan atsar ini untuk membolehkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan itu perlu diteliti ulang. 66
Selama penelitian, penulis tidak mendapati riwayat yang mendasari penjelasan tentang empat ratus dirham di atas, apakah merupakan uang muka atau imbalan dari pemanfaatan rumah tersebut.
Dengan demikian, penjelasan tentang empat ratus dirham di atas hanya merupakan kemungkinan, karena tidak ada dalil yang mendasari keduanya.
Dalam ilmu Ushul Fiqh terdapat kaidah bahwa peristiwa-peristiwa yang terkandung padanya suatu hukum, sedang peristiwa tersebut masih mengandung dua kemungkinan atau lebih, dan tidak ada riwayat yang
63 Lihat Taisiru Musthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 60.
64 Lihat Tamamul Minnah susunan ‘Adil Al-’Azzazi, jld. 3, hlm. 340.
65 Lihat Fathul Bari susunan Ibnu Hajar, jld. 2, hlm. 5.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 16 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
menjelaskan kemungkinan mana yang terjadi pada peristiwa tersebut, maka hal tersebut merupakan peristiwa yang masih mengandung kemujmalan 67 dan tidak dapat dijadikan dalil. 68
Dengan demikian, atsar ini tidak dapat dijadikan dalil. Selain permasalahan di atas, atsar ini berderajat dla’if 69.
Dengan demikian atsar ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan.
2. Analisis Pendapat Ulama tentang Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Dimiliki Penjual jika Jual Beli Dibatalkan 2.1 Haram (hlm. 10)
Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i, dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali. Al-Qurthubi, Asy-Syaukani, dan Al-Jaza`iri juga berpendapat demikian.
Jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, maupun madzhab Syafi’i dan Abul Khaththab dari madzhab Hanbali berdalil dengan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7). Selain itu, mereka menyatakan bahwa jual beli tersebut mengandung gharar dan termasuk dalam hal memakan harta orang lain dengan bathil. 70
Al-Jaza`iri juga berdalil dengan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7). 71
Asy-Syaukani berpendapat bahwa pendapat jumhur ulama yang mengharamkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan itu lebih kuat daripada pendapat Ahmad bin Hanbal yang membolehkannya karena hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7) mempunyai sanad yang saling menguatkan, dan hadits tersebut merupakan larangan, sedangkan larangan itu lebih kuat daripada pembolehan. 72
67 Mujmal adalah lafal yang masih mengandung dua pengertian atau lebih tanpa adanya dalil
yang menguatkan salah satu dari dua pengertian tersebut (lihat Ma’alimu `Ushulil Fiqhi ‘inda Ahlis Sunnati wal Jama’ah susunan Al-Jaizani, hlm. 388).
68 Lihat Kitabul Furuq susunan Al-Qarafi, jld. 2, hlm. 519, pada catatan kaki yang ditulis oleh Prof.
Dr. Muhammad Ahmad Saraj dan Prof. Dr. ‘Ali Jum’ah Muhammad.
69 Lihat lampiran hlm. 31-32.
70 Lihat Al-Mausu’atul Fiqhiyyah susunan Wuzaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, jld. 9, hlm. 94.
71 Lihat Minhajul Muslim susunan Al-Jaza`iri, hlm. 283.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 17 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Penulis sependapat dengan ulama-ulama di atas karena hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma dapat dijadikan hujah dan menunjukkan haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14). Selain itu, penulis juga sependapat dengan mereka bahwa jual beli tersebut mengandung unsur gharar, dan termasuk dalam hal memakan harta orang lain dengan bathil (lihat Analisis no. 1.1, hlm. 11-12).
Adapun Al-Qurthubi, beliau berdalil dengan ayat 29 surat An-Nisa’ (hlm. 6), menurut beliau jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan termasuk dalam larangan ayat ini.73
Penulis setuju dengan pendapat Al-Qurthubi di atas karena:
Pertama, jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan mengandung unsur yang haram, yaitu unsur judi dan gharar (lihat Analisis no. 1.1, hlm. 11-12).
Kedua, jual beli tersebut merupakan cara yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallahu ‘anhu (hlm. 7), dan hadits tersebut dapat dijadikan hujah (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14).
Dengan demikian, pendapat tentang haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan dapat diterima, wallahu a’lam bi shawab.
2.2 Mubah(hlm. 10)
Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad bin Hanbal, para ulama madzhab Hanbali, dan Al-‘Utsaimin.
Ahmad bin Hanbal 74 dan Al-‘Utsaimin 75 berdalil dengan atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu (hlm. 8-9).
Penulis tidak sependapat dengan kedua ulama di atas karena atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu mengandung kemujmalan dan atsar tersebut berderajat dla’if (lihat Analisis, no. 1.5, hlm. 15-16).
73 Lihat Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an susunan Al-Qurthubi, jld. 3, hlm. 131.
74 Lihat I’lamul Muwaqqi’in susunan Ibnul Qayyim, jld. 3, hlm. 401.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 18 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Adapun para ulama madzhab Hanbali, mereka berdalil dengan hadits Zaid bin Aslam yang menghalalkan jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan (hlm. 8). 76
Penulis tidak sependapat dengan mereka karena hadits tersebut dla’if (lihat Analisis, no. 1.4, hlm. 14-15). Selain itu, hadits tersebut bertentangan dengan hadits yang lebih kuat darinya, yaitu hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radliyallahu ‘anhuma (hlm. 7) yang berderajat hasan li ghairihi tentang haramnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan, (lihat Analisis no. 1.3, hlm. 13-14).
Dengan demikian, pendapat tentang mubahnya jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan tidak dapat diterima.
Berdasarkan analisis dalil-dalil dan pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan adalah haram, wallahu a’lam bi shawab.
BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
Hukum jual beli menggunakan uang muka yang disyaratkan akan dimiliki penjual jika jual beli dibatalkan adalah haram.
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Mushaf Al-Qur`anB. Kitab Tafsir
1. Abus Su’ud, Al-Allamah, Irsyadul ‘Aqlis Salimi ila Mazayal Kitabil Karim, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
2. Al-Baghawi, Al-Husain bin Mas’ud Al-Farra` Asy-Syafi’i, Abu Muhammad, Al-Imam, Ma’alimut Tanzil, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1415 H / 1995 M.
3. Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, Abu ‘Abdillah, Al-Jami’u li Ahkamil Qur`an, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, 1414 H / 1993 M.
4. An-Nasafi, ‘Abdullah bin Ahmad bin Mahmud, Al-Imam, Madarikut Tanzili wa Haqa`iqut Ta`wil, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1415 H / 1995 M.
5. Az-Zamakhsyari, Mahmud bin ‘Umar Al-Khawarizmi, Jarullah, Abul Qasim, Al-Kasysyafu ‘an Haqa`iqit Tanzili wa ‘Uyunil Aqawili fi Wujuhit Ta`wil, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
6. Ibnu Katsir, Abul Fida`, Al-Imam, Al-Hafidh, Ad-Damsyiqi, Tafsirul Qur`anil Adzim, Darul Fikr, Beirut, Libanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1412 H / 1992 M.
7. Wahbatuz Zuhaili, Al-Ustadz, Dr., At-Tafsirul Muniru fil ’Aqidati wasy Syari’ati wal Manhaj, Darul Fikr Al-Mu’ashir, Beirut, Lebanon / Darul Fikr, Damsyik, Suriah, Cetakan I, 1411 H / 1991 M.
8. Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir, Abu Ja’far, Jami’ul Bayani fi Tafsiril Qur`an, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1398 H / 1978 M.
C. Kitab Hadits
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 21 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
10. Abu Dawud, Sulaiman bin Asy’ats As-Sijistani Al-Azdi, Al-Mutqin, Al-Mushannif, Al-Hafidh, Al-Imam, Sunanu Abi Dawud, Maktabatu Dahlan, Indonesia, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
11. Al-Baihaqi, Ahmad bin Husain bin ‘Ali, Abu Bakr, Al-Imam, As-Sunanul Kubra, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1424 H / 2003 M.
12. Muslim, Abul Husain, Muslim bin Al-Hajjaj, Al-Qusyairi, An-Naisaburi, Shahihu Muslim, Mu`assasatu ‘Izziddin, Cetakan I, 1407 H / 1987 M.
13. Ibnu Abi Syaibah, Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al-Kufi Al-‘Abasi, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Kitabul Mushannafu fil Ahaditsi wal Atsar, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1416 H/ 1995 M.
14. Malik bin Anas, ‘Alimul Madinah, Imamul A`immah, Al-Muwaththa`, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
D. Kitab Syarah
15. Al-Khaththabi, Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad Busti, Al-Imam, Ma’alimus Sunani Syarhu Sunani Abi Dawud, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1416 H / 1996 M.
16. Al-Munawi, Muhammad ‘Abdurra`uf, Faidlul Qadiri Syarhul Jami’is Shaghir, Darul Hadits, Kairo, Tanpa Nomor Cetakan, 1431 H / 2010 M.
17. Asy-Syaukani, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad, Al-Imam, Nailul Authari Syarhu Muntaqal Akhbari min Ahaditsi Sayyidil Akhyar, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
18. Ibnu ‘Abdil Barr, Yusuf bin ‘Abdillah bin Muhammad An-Namri Al-Qurthubi, Abu ‘Umar, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Istidzkar, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah,Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1427 H / 2006 M.
19. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Al-‘Asqalani, Al-Hafidh, Al-Imam, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1424 H / 2003 M.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 22 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
20. Al-‘Azzazi, ‘Adil bin Yusuf, Abu ‘Abdirrahman, Tamamul Minnati fi Fiqhil Kitabi wa Shahihis Sunnah, Darul ‘Aqidah, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
21. Al-Bugha, Mushthafa Dib, Dr., At-Tadzhibu fi Adillati Matnil Ghayati wat Taqrib, Toko Kitab Al-Hidayah, Surabaya, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
22. Al-Jaza’iri, Jabir, Abu Bakr, Minhajul Muslim, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1424 H / 2003 M.
23. Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi Al-Andalusi, Abul Walid, Al-Qadli, Al-Imam, Bidayatul Mujtahidi wa Nihayatul Muqtashid, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan IV, 1428 H / 2007 M.
24. Dawabih, Asyraf Muhammad, Dr., Al-Istitsmar fil Islam, Darus Salam, Mesir, Kairo, Cetakan I, 1430 H / 2009 M.
25. Wahbatuz Zuhaili, Al-Ustadz, Dr., Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,
Darul Fikr,Damaskus, Cetakan VI, 1429 H / 2008 M.
26. Wizaratul Auqafi wasy Syu`unil Islamiyyah, Al-Mausu`atul Fiqhiyyah, Tanpa Nama Penerbit, Kuwait, Cetakan IV, 1414 H / 1993 M.
F. Mushthalah Hadits
27. Al-‘Abdul Lathif, ‘Abdul ‘Aziz Muhammad bin Ibrahim, Dr.,
Dlawabithul Jarhi wat Ta’dil, Al-Jami’atul Islamiyyah, Arab Saudi, Madinah, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
28. Al-Khumaisi, ‘Abdurrahman bin Ibrahim, Dr., Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi, Darubnu Hazm, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1421 H / 2000 M.
29. Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin, Qawa’idut Tahditsi min Fununi Musthalahil Hadits, Darul ‘Aqidah, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, 1425 H / 2004 M.
30. Ath-Thahhan, Mahmud, Dr., Taisiru Mushthalahil Hadits, Darul Fikr, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
31. Ath-Thahhan, Mahmud, Dr., Ushulut Takhriji wa Dirasatul Asanid,
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 23 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
32. At-Tahanawi, Dhafar Ahmad Al-‘Utsmani, Al-Faqih, Al-Muhaddits, Al-Muhaqqiq, Al-Allamah, Qawa’idu fi ‘Ulumil Hadits, Maktabul Mathbu’atul Islamiyyah, Beirut, Cetakan V, 1404 H / 1984 M.
33. Hasyisy, ‘Ali bin Ibrahim, ‘Ilmu Mushthalahil Haditsit Tathbiqi, Darul ‘Aqidah, Kairo, Cetakan I, 1424 H / 2003 M.
34. Al-‘Auni, Hatim bin ‘Arif, Asy-Syarif, Al-Mursalul Khafi wa ‘Alaqatuhu bit Tadlis, Darul Hijrah, Riyadl, Cetakan I, 1418 H / 1997 M.
G.Kitab Ushul Fiqh
35. Al-Jaizani, Muhammad bin Husain bin Hasan, Ma’alimu Ushulil Fiqhi ‘Inda Ahlis Sunnati wal Jama’ah, Darubnil Jauzi, Tanpa Nama Kota, Cetakan 7, Tahun 1429 H.
36. Al-Qarafi, Ahmad bin Idris bin ‘Abdurrahman Ash-Shanhaji, Abul ‘Abbas, Syihabuddin, Al-Allamah, Al-Imam, Kitabul furuqi Anwarul Buruqi fi Anwa`il Furuq, Darus Salam, Mesir, Kairo, Cetakan III, 1431 H / 2010 M.
H. Kitab Rijal
37. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Al-Hafidh, Al-Imam, Al-Mughni fidl Dlu’afa`, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1418 H / 1997 M.
38. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Al-Imam, Siaru A’lamin Nubala`, Al-Maktabatut Taufiqiyyah, Mesir, Kairo, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
39. Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad, Abu ‘Abdillah, Al-Imam,
Tadzkiratul Huffadh, Daru Ihya’it Turatsil ‘Arabi, Tanpa Nama Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
40. Adz-Dzahabi, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, Mizanul I’tidali fi Naqdir Rijal, Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1382 H / 1923 M.
41. Ibnu ‘Adi, ‘Abdullah Al-Jarjani, Abu Ahmad, Al-Hafidh, Al-Imam,
Al-Kamilu fi Dlu’afa`ir Rijal, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Cetakan III, 1409 H / 1988 M.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 24 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
43. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Asqalani, Abul Fadl, Syihabuddin, Al-Hafidz, Al-Imam, Lisanul Mizan, Mu`assasatul A’lami lil Mathbu’at, Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1390 H / 1971 M.
44. Ibnu Hajar, Ahmad bin ‘Ali Al-‘Asqalani, Taqribut Tahdzib, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I, 1413 H / 1993 M.
45. Al-Manshuri, Nayif bin Shalah bin ‘Ali, Abuth Thayyib, As-Salsabilun Naqiyyi fi Tarajimi Syuyukhil Baihaqi, Darul ‘Ashimah, Riyadl, Cetakan I, 1432 H / 2011 M.
46. Muhammadbin Thal’at, Mu’jamul Mudallisin, Daru Adlwa`is Salaf, Riyadl, Cetakan I, 1426 H / 2005 M.
I. Kitab-Kitab Lain
47. Ibnul Jauzi, ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali, Abul Faraj, Syaikhul Islam, Al-‘Alimul Auhad, Al-Imam, Asy-Syaikh, Gharibul Hadits, Darul Kutubil ‘llmiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan I,1405 H / 1985 M.
48. Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abu Bakr, Abu ‘Abdillah, Syamsuddin,
I’lamul Muwaqqi’ina ‘an Rabbil ‘Alamin, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Cetakan II, 1397 H / 1977 M.
49. Marzuki M.M., Drs., Metodologi Riset, Ekonisia, Yogyakarta, Cetakan I, 2005 M.
LAMPIRAN
DERAJAT HADITS DAN ATSAR
1. Hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu tentang Larangan Jual Beli Gharar (hlm. 6)
Hadits Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya. Ulama menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya merupakan hadits-hadits shahih tingkat ketiga. 77
2. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radliyallahu ‘anhuma tentang Larangan Jual Beli dengan Uang Muka (hlm. 7)
Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallahu ‘anhuma diriwayatkan oleh Malik dan Abu Dawud dengan urutan sanad sebagai berikut:
Abu Dawud ‘Abdullah bin Maslamah
Malik Malik
Orang Tsiqat
‘Amr bin Syu’aib 78 Bapaknya (Syu’aib)
Kakeknya (‘Abdullah bin ‘Amr radliyallahu ‘anhuma)
Rawi-rawi sanad hadits ‘Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash ini adalah
rawi-rawi diterima kecuali seorang rawi-rawi yang mubham. Di samping itu, pada sanad
ini juga terdapat persoalan tentang jalur periwayatan: ‘Amr bin Syu’aib dari
bapaknya dari kakeknya.
Dalam kitab Al-Mu’jamul Mudallisin Amr bin Syu’aib tergolong mudallis
peringkat kedua. 79 Rawi yang tergolong mudallis peringkat kedua, adalah rawi
yang melakukan tadlis akan tetapi ahli hadits masih memasukkan
periwayatannya dalam kitab shahih, meskipun dia tidak meriwayatkan dengan
lafal sima’ (yaitu
يِنَثّدَح
atauَُتْعِم َََس
) karena keahliannya dansedikitnya melakukan tadlis dalam periwayatannya. 80 Dengan demikian hal ini
tidak dapat menyebabkan periwayatannya ditolak, wallahu a’lam bi shawab.
77 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 37.
78 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. V, hlm. 43-48, no. 5940.
79 Lihat Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 352-353, no. 122.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 26 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Ibnu Hibban mengatakan bahwa apabila yang dimaksud dengan
ِهّدَج
(kakeknya) tersebut adalah kakek Syu’aib (yaitu ‘Abdullah), maka tergolong
munqathi’, karena Syu’aib tidak bertemu dengan ‘Abdullah; dan jika yang
dimaksud dengan
ِهّدَج
(kakeknya) tersebut adalah kakek ‘Amr (yaitu
Muhammad), maka tergolong mursal 81, karena Muhammad bukan seorang
shahabat. 82 ‘Ali bin Al-Madini mengatakan bahwa sanad ‘Amr bin Syu’aib dari
bapaknya dari kakeknya merupakan sanad muttashil 83 dan dapat dijadikan
sebagai hujah. Hal ini disebabkan ‘Amr telah mendengar dari bapaknya,
Syu’aib, dan Syu’aib juga mendengar dari kakeknya ‘Abdullah bin ‘Amr. 84
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa maksud
ِهّدَج
pada jalur-jalur periwayatan‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, tidak lain hanyalah buyut ‘Amr
bin Syu’aib, yaitu ‘Abdullah bin ‘Amr; hal ini sebagaimana telah disebutkan
dengan jelas di banyak hadits
ِِهللا ِدْبَع ِهّدَج
ْنَع
(dari kakeknya,‘Abdullah); selain itu beliau juga belum mendapati jalur ‘Amr bin Syu’aib
disebutkan secara jelas
ٍدّمَحُم ِهّدَج ْنَع
(dari kakeknya, Muhammad).85 Al-Munawi mengatakan bahwa maksud
ِهّدَج
pada hadits ini adalah Ibnu‘Amr bin Al-‘Ash (yaitu ‘Abdullah). 86 Dengan demikian, maksud
ِهّدَج
padabsanad ‘Amr bin Syu’aib ini adalah ‘Abdullah bin ‘Amr; dan sanad ini bukan
munqathi’ karena Syu’aib mendengar dari kakeknya ‘Abdullah bin ‘Amr.
Ibnu Ma’in menjelaskan bahwa jika ‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan hadits dari bapaknya dari kakeknya maka periwayatan itu merupakan periwayatan dari kitab. 87
Adz-Dzahabi mengategorikan periwayatan ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya termasuk dalam hadits hasan karena ‘Amr bin
81 Mursal adalah hadits yang akhir sanadnya gugur seorang rawi sesudah tabi’in (Lihat Taisiru
Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 59).
82 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. V, hlm. 46-47, no. 5940.
83 Muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung secara marfu’ atau mauquf (Lihat Taisiru
Mushthalahil Hadits susunan Mahmud Ath-Thahhan, hlm. 111).
84 Lihat Al-Istidzkar susunan Ibnu ‘Abdil Barr, jld. VI, hlm. 433.
85 Lihat Siaru A’lamin Nubala` susunan Adz-Dzahabi, jld. VI, hlm. 18, no. 675.
86 LIhat Faidlul Qadir susunan Al-Munawi, jld. VIII, hlm. 462, h. 9479.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 27 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
Syu’aib berkemungkinan meriwayatkan dengan sima’ 88 atau wijadah 89 . 90
Penulis sependapat dengan beliau karena periwayatan secara wijadah adalah periwayatan yang diterima 91. Hanya saja periwayatan secara wijadah tidak dikategorikan dalam periwayatan yang shahih, namun dikategorikan dalam periwayatan hasan 92.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa periwayatan Syu’aib dari
kakeknya, yaitu ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ini berderajat hasan dan dapat
diterima, wallahu a’lam bi shawab.
Adapun rawi mubham pada sanad ini, Malik menyebutnya dengan lafal
ُةَََقّثلا
(seorang tsiqat), dan sesekali dia menggugurkannya danmeriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib dengan lafal
ْنَع ُهَغَلَب ُهّن
َأ …
(telahsampai kepadanya dari …). Dalam kitab Taisiru Musthalahil Hadits
disebutkan bahwa rawi mubham yang dita’dil oleh muridnya, periwayatannya
tidak dapat diterima, karena seorang rawi yang diniliai tsiqat oleh muridnya
berkemungkinan tidak tsiqat dalam penilaian orang lain. 93
Dengan demikian sanad ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya di atas dla’if. Hanya saja sanad ini masih dapat dijadikan mutabi’ 94 karena kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kebohongan atau kefasikan rawi.
Selain sanad di atas, hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ini mempunyai dua sanad yang bukan dari jalur Malik; sanad pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 95 dan yang kedua diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi 96.
Berikut urutan sanad yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi :
88 Sima’ adalah cara periwayatan hadits yang dilakukan dengan mendengar ucapan guru baik
dari hafalannya atau dari kitabnya seperti imla dan semisalnya (lihat Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi susunan Al-Khumaisi, hlm. 127).
89 Wijadah adalah seorang murid mendapatkan beberapa hadits yang ditulis oleh perawi hadits
tersebut sementara perawi tidak hidup semasa dengannya, atau perawi hidup semasa dengannya namun dia tidak pernah mendengar darinya, atau dia pernah mendengar darinya namun si murid tidak mendengar hadits-hadits khusus yang pada tulisan tersebut dan tidak pula mendapat izin darinya (lihat Mu’jamu ‘Ulumil Haditsin Nabawi susunan Al-Khumaisi, hlm. 248).
90 Lihat Mizanul I'tidal susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, hlm. 268, no. 6383.
91 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Auni, jld. 2, hlm. 880.
92 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Auni, jld. 2, hlm. 882.
93 Lihat Taisiru mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 100.
94 Mutabi’ adalah hadits yang matannya mencocoki matan hadits lain, secara lafal ataupun makna
dengan kesamaan sahabat (lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan hlm. 115).
95 Lihat As-Sunanul Kubra susunan Al-Baihaqi, jld. 5, hlm. 559-560, k. Al-Buyu’, b. (87) An-Nahyu
‘an Bai’il ‘Urban, h. 10874-10877.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 28 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
1) Al-Baihaqi
2) Abu bakr bin Al-Harits 97
3) Abu Muhammad bin Hayyan, Abusy Syaikh 98
4) Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Wasithi 5) Abu Musa Al-Anshari (Ishaq bin Musa) 99
6) ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz
7) Al-Harits bin ‘Abdirrahman bin Abi Dzubab 8) ‘Amr bin Syu’aib
9) Bapaknya 10) Kakeknya
Rawi-rawi sanad hadits ini adalah rawi-rawi diterima, hanya saja pada sanad ini masih terdapat persoalan perihal Al-Harits bin ‘Abdirrahman, ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz dan Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Wasithi.
Ad-Dzahabi mengatakan bahwa Al-Harits bin ‘Abdirrahman tsiqat. 100 Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia terkenal. Abu Hatim mengatakan bahwa dia
ّيِوَقْلاِب َسْيََل
(bukan orang yang kuat) dan Ad-Darawardi telah meriwayatkan darinya hadits-hadits munkar. Abu Zar’ah mengatakan bahwa diaٌس
ْأَََب ِهََِب َسْيََََل
(bahaya tidak ada padanya), Ibnu Hibban menyebutkan namanya pada kitabnya At-Tsiqat dan berkomentar bahwa dia termasuk dari orang-orang yang teliti. 101 Dalam hal ini terdapat kaidah bahwa jika seorang rawi diperselisihkan dalam hal kedla’ifan atau ketsiqatannya maka dia adalah rawi hasan. 102 Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa Al-Harits bin ‘Abdirrahman adalah rawi hasan.Selanjutnya perihal ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz, Ma’n bin ‘Isa mengatakan bahwa dia tsiqat dan dia menulis haditsnya serta memujinya. An-Nasa`i mengatakan bahwa dia rawi
ّيِوَقْلاِب َسْيََل
(bukan orang yang kuat). Al-Bukhari mengatakan bahwa diaٌرَظَن ِهَْيِف
(ada tinjauan padanya).103Celaan Al-Bukhari bahwa seorang rawi itu
ٌرَََظَن ِهََْيِف
tidak menyebabkan periwayatannya ditinggalkan, hal ini disebabkan celaan97 Lihat As-Salsabilun Naqiyyi fi Tarajimi Syuyukhil Baihaqi susunan Al-Manshuri, hlm. 227-229,
no. 22.
98 Lihat Tadzkiratul Huffadz susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, hlm. 945-947, no. 896.
99 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 238-239, no. 474.
100 Lihat Al-Mughni Fidl Dlu’afa` susunan Adz-Dzahabi, jld. 1, hlm. 224, no. 1237.
101 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 615, no. 1213.
102 Lihat Qawa’idu fi ‘Ulumil Hadits susunan Dhafar Ahmad At-Tahanawi, hlm. 72.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 29 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
tersebut hanya celaan yang ringan bukan celaan yang berat, sebagaimana dijelaskan oleh Hatim bin ‘Arif Al-‘Aufi.104 Ibnu Hajar menyatakan bahwa dia
ُمِهَي ٌقْوُدَص
(yang sangat jujur, akan tetapi ragu-ragu). 105 Rawi yang dinilai dengan
ُمِهَي ٌقْوُد َََص
haditsnya dapat dijadikan mutabi’. 106 Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa ‘Ashim bin ‘Abdul ‘Aziz adalah rawi dla’if yang haditsnya masih dapat dijadikan sebagai mutabi’ karena kedla’ifannya bukan disebabkan oleh kebohongan atau kefasikan rawi. Adapun perihal Muhammad bin Muhammad Al-Wasithi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Khaitsamah mengatakan bahwa beliau rawi tsiqat yang memiliki banyak hadits 107. Ad-Daraquthni mengatakan bahwa dia mudallis dan suka mencampurkan hadits. Dia mendengar dari temannya kemudian menggugurkan dua orang rawi atau lebih; dan dia juga sering salah. Khathib mengatakan bahwa tidak ada celaan yang benar terhadap Al-Baghindi (Muhammad bin Muhammad Al-Wasithi) kecuali celaan bahwa dia berbuat tadlis, dan semua guru-guru Al-Khathib berhujah dengannya dan Dengan demikian, periwayatannya ini dapat diterima.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sanad yang
104 Lihat Al-Mursalul Khafi susunan Hatim bin ‘Arif Al-‘Aufi, jld. 1, hlm. 440.
105 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 457, no. 3075.
106 Lihat Ilmu Mushthalahi Hadits Ath-Tathbiqi susunan Hasyisy, hlm. 216.
107 Lihat Siyarul A’lamin Nubala` susunan Adz-dzahabi, jld. 11, hlm. 381-382, no. 2736.
108 Lihat Siyarul A’lamin Nubala` susunan Adz-dzahabi, jld. 11, hlm. 382, no. 2736.
109 Lihat Al-Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 403, no. 143.
110 Lihat Al-Mu’jamul Mudallisin susunan Muhammad bin Thal’at, hlm. 42.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 30
Rawi-rawi sanad hadits ‘Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash ini adalah rawi-rawi diterima kecuali Muhammad bin Hafsh dan Ibnu Lahi’ah.
Perihal Muhmmad bin Hafsh, Ad-Daruquthni mengatakan bahwa dia
ٌفْيِعَض
(lemah). 113Dalam ilmu Mushthalah Hadits, disebutkan bahwa celaan
ٌفْيِعَض
(lemah) termasuk lafal jarh tingkatan kedua. Rawi yang dicela dengan lafal ini haditsnya tidak dapat diterima, namun haditsnya masih ditulis dan dapat dilakukan i’tibar 114 pada haditsnya. 115Adapun perihal Ibnu Lahi’ah, Al-Hakim mengatakan bahwa riwayat Ibnu Lahi’ah ini dimuat oleh Muslim dalam kitab Shahihnya sebagai syahid untuk riwayat lain. 116
Ibnu Khirasy mengatakan bahwa Ibnu Lahi’ah mencatat hadits-hadits kemudian kitabnya terbakar, dan setelah itu Ibnu Lahi’ah menerima apapun yang dinyatakan sebagai haditsnya sekalipun itu maudlu’. Menurut Al-Khathib, karena sikap Ibnu Lahi’ah yang menggampangkan inilah banyak didapati hadits-hadits munkar 117 dalam periwayatannya. Al-Hakim menerangkan bahwa Ibnu Lahi’ah tidak bermaksud berdusta, hanya saja dia meriwayatkan hadits berdasarkan hafalannya setelah kitab-kitabnya terbakar, sehingga dia berbuat salah. 118 Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa hadits Ibnu Lahi’ah tidak dapat dijadikan sebagai hujah, namun haditsnya masih ditulis untuk i’tibar karena masih dapat menguatkan sanad lainnya. 119 Ad-Dzahabi menyimpulkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah rawi yang hanya dapat dijadikan
112 Lihat Tahdzibut-Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 5, hlm. 332-334, no. 6506.
113 Lihat Mizanul I’tidal susunan Adz-Dzahabi, jld. 3, 526, no. 7436.
114 I’tibar adalah pemeriksaan sanad suatu hadits yang diduga fard (hanya mempunyai satu
sanad) pada kitab-kitab jami’, musnad, dan juz’, agar diketahui apakah hadits tersebut mempunyai mutabi’ atau tidak (lihat Qawai’idut Tahdits susunan Al-Qasimi, hlm. 129).
115 Lihat Ushulut Takhrij susunan Ath-Thahhan, hlm. 145-146.
116 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 3, hlm. 624, no. 4134.
117 Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dla’if yang menyelisihi riwayat rawi
tsiqat (Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 80).
118 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 3, hlm. 624, no. 4134.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 31 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
sebagai mutabi’. 120 Berdasarkan pernyataan para ulama di atas, penulis menyimpulkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah rawi dla’if yang masih ditulis hadits-haditsnya sebagai mutabi’. Sebuah Rumah Tahanan oleh Nafi’ bin ‘Abdil Harits Radliyallahu ‘anhu (hlm. 8-9)
Atsar ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Razzaq, Ibnu Abi Syaibah, dan Al-Baihaqi dengan sanad sebagai berikut:
Al-Baihaqi
‘Abdur Razzaq Ibnu Abi Syaibah Nu’man bin ‘Abdussalam
Ats-Tsauri Ibnu ‘Uyainah
Sanad ‘Abdurrazzaq di atas munqathi’, karena Sa’id bin Masruq rawi thabaqah keenam 121 yang tidak pernah bertemu dengan shahabat 122 meriwayatkan langsung dari shahabat, yakni Nafi' bin Abdil Harits 123.
Adapun sanad Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi, ada rawi bernama ‘Abdurrahman bin Farrukh.
Al-Hakim mengatakan bahwa tidak ada rawi yang meriwayatkan hadits dari ‘Abdurrahman bin Farrukh kecuali ‘Amr bin Dinar. 124
Dalam kitab Taisiru Mushthalahil Hadits disebutkan bahwa jika ada seorang rawi yang disebutkan namanya, dan hanya ada seorang rawi saja
120 Lihat Tadzkiratul Huffadz susunan Adz-Dzahabi, jld. 1, hlm. 239, no. 224.
121 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 364, no. 2400.
122 Lihat Taqribut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 1, hlm.25.
123 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 6, hlm. 516, no. 8327.
Hukum Jual Beli Menggunakan Uang Muka yang Disyaratkan akan Diambil Ahmad Musthofa 26006 32 Penjual ketika Jual Beli Dibatalkan
yang meriwayatkan darinya, maka dia adalah rawi majhul ‘ain. Riwayat rawi majhul ‘ain tidak dapat diterima kecuali jika dia ditsiqatkan. 125
Selama penelitian, penulis tidak mendapati ulama yang mentsiqatkan ‘Abdurrahman bin Farukh kecuali Ibnu Hibban yang hanya memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqat 126.
Berkaitan dengan pentsiqatan Ibnu Hibban di atas, Al-Kattani menjelaskan bahwa pentsiqatan Ibnu Hibban terhadap seorang rawi dengan hanya menyebut rawi tersebut dalam kitab Ats-Tsiqat itu termasuk pentsiqatan yang paling rendah derajatnya, karena menurut Ibnu Hibban, seorang rawi itu tergolong rawi tsiqat jika tidak ada ulama yang menyebutkan celanya. Cara ini menyelisihi mayoritas ulama. 127
Dengan demikian, penyebutan ‘Abdurrahman bin Farrukh dalam kitab Ats-Tsiqat oleh Ibnu Hibban tidak dapat menghilangkan jahalahnya.
Walhasil, sanad atsar ‘Umar bin Al-Khattab radliyallahu ‘anhu di atas dla’if.
125 Lihat Taisiru Mushthalahil Hadits susunan Ath-Thahhan, hlm. 99.
126 Lihat Tahdzibut Tahdzib susunan Ibnu Hajar, jld. 4, hlm. 113-114, no. 4652.