1 PENGARUH PEMBELAHAN UMBI BIBIT DAN PERENDAMAN DALAM FUNGISIDA TERHADAP PERTUMBUHAN FASE AWAL TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosum Linn)
EFFECT OF SEED CUTTING AND SEED SOAKING IN FUNGICIDES ON EARLY GROWTH PHASE OF POTATO (Solanum tuberosum Linn)
Laelatil Hasanah, Bambang Budi Santoso, Herman Suheri
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Mataram Jalan Majapahit 62 Mataram 83127, Telp. (0370) 640189
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pembelahan umbi bibit dan perendaman umbi bibit dalam larutan fungisida terhadap pertumbuhan fase awal tanaman kentang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Ruang Tumbuh, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yaitu pembelahan umbi bibit dan perendaman fungisida. Pembelahan umbi bibit terdiri dari 2 perlakuan yaitu umbi belah dua (B2) dan umbi belah 4 (B4). Perendaman fungisida terdiri dari 4 perlakuan yaitu perendaman dengan fungisida berbahan aktif Mankozeb (Fs1), Metiram (Fs2), Fungisida nabati lengkuas (Fn1) Fungisida nabati daun sirih (Fn2) dan perendaman tanpa fungisida/kontrol (F0), masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 120 unit percobaan. Berdasarkan hasil analisis keragaman dan uji lanjut BNT, tidak terdapat interaksi antara pembelahan umbi bibit dan perendaman fungisida terhadap pertumbuhan fase awal tanaman. Umbi belah empat menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibanding umbi belah dua dan lapisan suberin yang lebih tebal terdapat pada umbi bibit yang direndam dalam fungisida nabati lengkuas dan daun sirih dibandingkan dengan umbi yang direndam dalam Mankozeb dan Metiram.
Kata kunci : fungisida nabati, pertumbuhan, suberin
Abstract
The aim of this study was to determine the effect of seed cutting and seed soaking in fungicide solution on early growth phase of potato. The study was conducted from February to April 2014 at growth chamber and Laboratory of Microbiology, Faculty of Agriculture, Mataram University. The experimental design used was a factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e: seed cutting and seed soaking in fungicide. Seed cutting consisted of 2 treatments; 2 wedges (B2) and 4 wedges (B4). Soaking in fungicide consisted of 4 treatments, i.e: soaking with Mancozeb fungicide (Fs1), Metiram (Fs2), botanical fungicide from galangal rizhome (Fn1), botanical fungicide from piper leaf (Fn2) and aquadest (F0). Each treatment combination had 4 replications to form 120 experimental units. The results clearly indicated that there was no interaction between seed cutting and seed soaking in fungicides in affecting early growth phase of potato. Plants from 4 wedges produced higher stem than plant from 2 wedges. Suberin layers found in wedges that were soaked in botanical fungicide from rhizome and piper leaves were thicker than suberin layers in wedges that were soaked in Metiram and Mancozeb.
2 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Umbi bibit yang dibutuhkan dalam budidaya kentang varietas Granola sebanyak 1,5 ton per hektar. Sementara itu, harga bibit yang mahal menjadi salah satu kendala dalam budidaya tanaman kentang di Desa Sembalun .Untuk mengatasi mahalnya harga umbi bibit, salah satu cara yang dilakukan adalah membelah umbi bibit yang memiliki diameter antara 5-7 cm atau umbi bibit ukuran LL (Zarka dkk., 2009). Pembelahan umbi bibit dapat mengurangi biaya produksi tetapi dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi patogen pada umbi bibit karena bagian umbi bibit yang dibelah dapat menjadi entry point atau titik masuknya patogen pada umbi kentang terutama patogen tular tanah (soil-borne pathogen). Salah satu patogen yang menyerang tanaman kentang adalah jamur dari genus Fusarium.
Untuk menanggulangi terjadinya gejala serangan jamur Fusarium pada umbi bibit kentang yang dibelah, maka diperlukan adanya seed treatment pada umbi bibit yaitu dengan aplikasi fungisida. Salah satu bahan botani yang dapat digunakan sebagai fungisida adalah lengkuas (Alpinia galanga) dan sirih (Piper betle). Lengkuas memiliki kandungan bahan aktif p-methoksisinamal, benzil benzoat, dan xanthorhizal (Amrullah, 2008). Sedangkan daun sirih memiliki kandungan bahan aktif fenol, kavikol, saponi, flavonida dan polipenol yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap. Artikel ini memaparkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelahan umbi bibit kentang dan perendaman umbi bibit dalam larutan fungisida kimia sintetik dan fungisida nabati terhadap pertumbuhan tanaman kentang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara jumlah pembelahan umbi bibit dan perendaman umbi bibit kentang dalam larutan fungisida
terhadap pertumbuhan fase awal tanaman kentang.
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan perlakuan umbi bibit kentang (seed treatment) sebelum tanam serta menjadi tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Ruang Tumbuh, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, gelas kimia, gelas ukur, pipet mikro, pisau scalpel, jarum ent, jarum preparat, lampu Bunsen, jangka sorong, haemocytometer, kapas steril, kain saring, blender, mikroskop cahaya, laminar air flow cabinet, polybag, kotak plastik, rak kayu, dan ruang pertumbuhan.
Bahan Penelitian
3 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental dengan percobaan di laboratorium.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor yaitu pembelahan umbi bibit dan fungisida. Terdapat 2 perlakuan pembelahan umbi bibit yaitu umbi belah dua (B2) dan umbi belah empat (B4) dan 4 perlakuan fungisida yaitu perendaman dengan fungisida berbahan aktif Mankozeb 80% (Fs1), fungisida berbahan aktif Metiram 55%, fungisida nabati daun sirih dengan konsentrasi 30% (Fn1), fungisida nabati lengkuas dengan konsentrasi 35% (Fn2), dan tanpa perlakuan fungisida atau kontrol (F0) sehingga diperoleh 10 kombinasi perlakuan termasuk kontrol.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Umbi Bibit
a. Persiapan Biakan Fusarium oxysporum b. Pembuatan Fungisida Nabati c. Perlakuan Fungisida pada Umbi Kentang d. Persiapan Media Tanam
e. Inokulasi Jamur f. Penanaman
g. Pemeliharaan Tanaman
Analisis Hasil
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 5%. Apabila ada perlakuan yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Rangkuman analisis ragam dari seluruh variabel pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang asal umbi bibit disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pembelahan umbi bibit berpengaruh terhadap jumlah mata tunas per belahan (Tabel 2), tinggi tanaman (Tabel 5), jumlah tunas tumbuh (Tabel 4), bobot umbi 3 MST, bobot basah dan bobot kering tajuk (Tabel 9), bobot basah dan bobot kering akar, serta rasio tajuk-aka (Tabel 8). Perendaman fungisida berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman 2 MST (Tabel 6), diameter batang tanaman (Tabel 7), susut bobot umbi 3 MST, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk (Tabel 9). Namun, interaksi antara faktor jumlah pembelahan umbi bibit dan perendaman fungisida tidak berpengaruh nyata pada variabel pertumbuhan yang diamati tersebut.
Tabel 1. Hasil Analisis Keragaman Semua Parameter Pengamatan
Parameter Pengamatan Pembelahan Fungi
sida Interaksi Bobot Umbi bibit sebelum
tanam
S NS NS
Ketebalan lapisan suberin NS S NS Jumlah mata tunas per
belahan S NS NS
Jumlah Tunas per belahan S NS NS
Tinggi Tunas NS NS NS
Susut Bobot umbi 14 hari setelah perendaman fungisida
NS NS NS
Jumlah tunas yang tumbuh S NS NS
Tinggi tanaman S NS NS
Jumlah daun NS S NS
Diameter batang NS S NS Bobot basah tajuk S S NS Bobot basah akar S NS NS Bobot kering tajuk S S NS Bobot kering akar S NS NS Rasio bobot kering
Tajuk-Akar S NS NS
4
Tabel 3. Tinggi Tunas dan Susut Bobot Tunas setelah 14 hari Perendaman Fungisida pada Tingkat Belahan Umbi
5 Tabel 6. Jumlah Daun Tanaman, laju
pertumbuhan relatif berdasarkan jumlah daun dan Ketebalan Lapisan Suberin pada masing-masing Perendaman Fungisida pada Tingkat Belahan Umbi
6 Pembahasan
A. Pengaruh Pembelahan Umbi bibit
Perbedaan tingkat belahan mengakibatkan perbedaan bobot pada masing-masing umbi bibit, demikian juga dengan jumlah mata tunas dan jumlah tunas. Mata tunas dan tunas pada umbi belah dua lebih banyak dibanding umbi belah empat. Sejalan dengan pernyataan Bukit (2008), semakin besar bobot umbi, maka jumlah tunas akan semakin banyak.
Pembelahan umbi menyebabkan umbi mengalami luka. Dalam proses penyembuhan luka tersebut, terjadi suberisasi sehingga terbentuk lapisan suberin. Ketebalan lapisan suberin pada masing-masing tingkat belahan umbi tidak berbeda nyata karena tingkat belahan umbi hanya mengakibatkan perbedaan luas permukaan umbi yang mengalami suberisasi. Setelah pecah mata tunas, maka tunas akan terus tumbuh dan berkembang, ditandai dengan bertambahnya tinggi tunas. Tinggi tunas pada umbi yang dibelah tidak dipengaruhi oleh tingkat pembelahan umbi. Tetapi terdapat pertambahan tinggi tunas (laju pertumbuhan relatif), yaitu pada umbi belah dua berkisar antara 0,23-0,33 mm per hari sedangkan laju pertumbuhan relatif berdasarkan tinggi tunas pada umbi belah empat berkisar antara 0,30-0,35 mm per hari.
Selama masa pembentukan lapisan suberin (2 minggu), terjadi susut bobot pada masing-masing umbi yang dibelah. Namun, susut bobot baik pada umbi belah dua maupun umbi belah empat tidak berbeda nyata.
Setelah 2 minggu masa pembentukan lapisan suberin dan kemudian penanaman umbi bibit, hal pertama yang dapat dilihat adalah jumlah tunas yang berhasil tumbuh dan berkembang. Jumlah tunas yang tumbuh pada tanaman dari umbi bibit belah dua lebih banyak dibandingkan dengan yang berasal dari umbi bibit belah empat.
Peningkatan jumlah tunas tumbuh yang signifikan pada tanaman asal umbi belah dua terjadi pada 2 MST yaitu pada 1,9 tunas kemudian 4,3 tunas. Jumlah tunas yang tumbuh berkaitan dengan tinggi tanaman dan bobot basah dan bobot kering tajuk dan akar pada masing-masing belahan.
Pertumbuhan dan perkembangan tunas pada masing-masing tingkat belahan menyebabkan adanya perbedaan tinggi tanaman diantara umbi belah dua dan umbi belah empat. Pada minggu kedua, tinggi tanaman pada umbi bibit belah empat lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari umbi bibit belah dua. Jumlah batang (sink) yang lebih banyak menyebabkan cadangan makanan yang tersimpan dalam umbi harus dialokasikan ke sink tersebut. Tinggi tanaman pada minggu ketiga tidak berbeda nyata antara perlakuan.
Pada penelitian ini terjadi etiolasi karena kurangnya intensitas penyinaran. Pengamatan Photosinteticaly Active Radiation (PAR) pada saat tanaman berumur 2 minggu menunjukkan bahwa nilai PAR di lingkungan penanaman sebesar 20 μmol.m-2s-1 sedangkan tanaman kentang membutuhkan 400-600 μmol.m -2s-1 untuk tumbuh secara optimal (Van der Zaag, 1992). Menurut Taiz dan Zeiger (1990), titik kompensasi cahaya pada sun plant seperti tanaman kentang berkisar antara 10-20 μmol.m-2s-1. Titik kompensasi cahaya merupakan titik dimana laju fotosintesis sama dengan laju respirasi. Hal ini berarti bahwa energi yang digunakan tanaman untuk tumbuh bukan berasal dari fotosintesis melainkan dari cadangan makanan yang tersimpan dalam umbi. Hal ini sesuai dengan penelitian Suryanto dkk. (2005) yang menyatakan bahwa tanaman kentang yang mendapatkan intensitas cahaya rendah akan cenderung mengalami etiolasi.
7 daun tanaman. Diameter batang dan
jumlah daun pada tanaman yang berasal dari umbi bibit belah dua tidak berbeda nyata dengan diameter batang dan jumlah daun asal umbi belah empat. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan tinggi tanaman berkisar antara 0,6-1,2 cm per hari, laju pertumbuhan relatif berdasarkan jumlah daun berkisar antara 1,9-3,2 helai per minggu dan laju pertumbuhan relatif berdasarkan diameter batang sebesar 0,6-1,3 mm per minggu.
Jumlah tunas yang tumbuh pada tanaman asal umbi belah dua lebih banyak menyebabkan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar pada tanaman asal umbi belah dua lebih besar daripada bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar asal umbi belah empat. Bobot kering tajuk dan akar pada tanaman asal umbi belah dua dan belah empat mengalami penurunan yang signifikan dari bobot basahnya.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa rasio tajuk-akar tanaman lebih tinggi pada tanaman asal umbi belah empat (2,6) dibanding umbi belah dua (2,0). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pada tanaman asal umbi belah empat cenderung ke arah tajuk.
Pada akhir minggu ketiga pengamatan, dilakukan pengukuran bobot umbi bibit setelah penanaman (3 MST). Bobot umbi 3 MST lebih kecil dibandingkan bobot umbi sebelum tanam baik pada umbi belah dua maupun umbi belah empat. Ini disebabkan oleh cadangan fotosintat yang disimpan dalam umbi digunakan untuk pembentukan tajuk dan akar pada fase awal pertumbuhan tanaman serta mengalami decay atau pembusukan.
B. Pengaruh Fungisida
Bobot umbi sebelum tanam dan susut bobot umbi pada umbi belah dua tidak berbeda nyata dengan bobot umbi sebelum tanam dan susut bobot umbi pada umbi belah empat. Umbi bibit baik yang
dibelah dua maupun empat serta mendapat perlakuan perendaman fungisida dan tanpa fungisida dapat membentuk lapisan suberin. Pembentukan lapisan suberin diamati 14 hari setelah perendaman umbi bibit dalam fungisida. Lapisan suberin pada umbi yang direndam dengan fungisida nabati lengkuas dan daun sirih lebih tebal dibandingkan lapisan suberin pada umbi yang direndam dalam fungisida Mankozeb, Metiram dan kontrol (Gambar 5). Menurut Schaller (2008), ABA memicu proses biokimia yang berakibat terhadap pembentukan faktor-faktor pemicu suberisasi, yang bertanggung jawab terhadap enzim yang terlibat dalam biosintesis suberin. ABA diketahui dapat meningkatkan aktifitas komponen polimer aromatic dan alifatik pada suberin dan enzim-enzim yang berperan dalam pembentukan suberin.
Mattinen dkk. (2009) menyatakan bahwa suberin mengandung komponen fenolik (0,4 mmol/g) dan polifenol. Suberin terdiri dari susunan susunan fenolik yang mirip dengan lignin. Kompleks tersebut tersedia di dinding sel melalui rangka fenolik dan terbenam dalam susunan lilin. Menurut Kahl dan Schell (1982), Biosintesis suberin meliputi -hydroxylation dan juga hydroxylation dari monomer aromatik, yang menginisiaasi aktifitas retikulum endoplasma. Ribosom pada reticulum endoplasma bertanggung jawab terhadap sintesa enzim mikrosomal, yang akan mengkatalis sintesa suberin. Enzim-enzim yang berperan dalam sintesa suberin antara lain -hydroxyacid dehidrogenase yang muncul 3 hari setelah luka dan -oxo acid dehydrogenase.
8 yang lebih banyak pada tanaman asal
umbi yang direndam dalam fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Metiram menyebabkan peningkatan pada bobot basah dan bobot kering tajuk. Ini sesuai dengan hasil penelitian White (1986) yang menyatakan bahwa umbi bibit yang mendapatkan seed tratment fungisida berbahan aktif Mankozeb memiliki bobot basah dan bobot kering tajuk yang lebih besar dibandingkan dengan umbi bibit yang mendapat seed treatment fungisida berbahan aktif Benomyl. Lopes dkk. (2013) menyatakan bahwa aplikasi fungisida berbahan aktif Methiram+Pyraclostrobin pada tanaman kentang dapat meningkatkan metabolisme tanaman yang berakibat meningkatnya pertumbuhan vegetatif dan produktivitas tanaman.
Pada minggu kedua setelah tanam (2 MST) jumlah daun terbanyak didapatkan pada perendaman umbi bibit pada fungisida berbahan aktif Mankozeb, Metiram, dan kontrol. Jumlah daun kentang pada perlakuan perendaman dengan fungisida nabati lengkuas dan daun sirih terdapat jumlah daun yang lebih sedikit yaitu 2,2 dan 1,9 helai daun.
Susut bobot umbi pada saat 14 hari setelah perendaman yang rendah terdapat pada umbi yang memiliki lapisan suberin paling tebal. Ini dapat terjadi karena lapisan suberin pada umbi yang direndam dalam fungisida lengkuas dan daun sirih dapat mengurangi transpirasi sehingga laju penurunan bobot umbi dapat dikurangi. Umbi bibit belah 2 dan belah 4 yang mendapatkan perlakuan perendaman dengan fungisida berbahan aktif Mankozeb, Metiram serta tanpa fungisida memiliki lapisan suberin yang lebih tipis dibandingkan umbi bibit yang mendapat perlakuan perendaman fungisida nabati lengkuas dan daun sirih.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Tidak terdapat interaksi antara tingkat belahan umbi bibit dengan perendaman umbi dalam fungisida terhadap pertumbuhan fase awal tanaman kentang.
b. Pembelahan umbi bibit berpengaruh nyata terhadap bobot umbi sebelum tanam, jumlah mata tunas, jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah tegakan, bobot basah dan bobot kering tajuk, bobot basah dan bobot kering akar, rasio bobot kering tajuk-akar dan bobot umbi 3 MST.
c. Perendaman umbi bibit dalam fungisida berpengaruh nyata terhadap ketebalan lapisan suberin, diameter batang, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk serta bobot umbi 3 MST.
d. Lapisan suberin pada belahan umbi kentang yang direndam dalam fungisida nabati lengkuas dan daun sirih lebih tebal dibandingkan dengan lapisan suberin pada umbi yang direndam dalam fungisida berbahan aktif Mankozeb, Metiram, dan kontrol. e. Terbatas pada periode fase pertumbuhan awal, tanaman asal umbi belah empat menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman asal umbi belah dua.
Saran
9 DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. 2008. Uji Potensi Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) sebagai Antimikroba terhadap Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Jamur Fusarium oxysporum. Fakultas Sains Universitas Negeri Malang. Malang.
Bukit, A. 2008. Pengaruh Berat Umbi Bibit dan Dosis Pupuk KCl terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Universitas
Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id. [13 Februari 2014]
Kahl, G., J. Schell. 1982. Molecular Biology of Plant Tumors. Academic Press. http: http://books.google.co.id. [9 September 2014]
Lopes, E.C., S.O. Jadoski., L.R. Saito., M.S. de Ramos. 2013. Plant Morphological Characteristic and Yield of Potato cv. Ágata in Function to Fungicides Application. Brazilian Journal of Applied Technology for Agricultural Science.3(1):37-46.
http://revistas.unicentro.br. [27 Agustus 2014]
Mattinen, M.L., I. Filpponen., R. Järvinen., B. Li., H. Kallio., P. Lehtinen., D. Argyropoulos. 2009. Structure of the Polyphenolic Component of Suberin
Isolated from Potato (Solanum tuberosum var. Nikola). Journal of Agriculture and Food Chemistry. 57:9747-9753. http://www4.ncsu.edu. [25 Agustus 2014]
Salisburry,F.B., C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung. Schaller,A. 2008. Induced Plant Resistance to
Herbivory. http://books.google.co.id. [9 September 2014]
Suryanto, A., B. Guritno., Y. Sugito., Y. Koesmaryono. Efisiensi Konversi Energi Surya Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). J. Agromet. 19 (1): 39 – 48.
Taiz, L., E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publishing Company. California.
Van der Zaag, D.E. 1992. Potatoes and Their Cultivation in the Netherlands. Netherlands Potato Consultative Institute. The Hague.
White, M.D. 1986. Potato Seed Piece Carbamate Protectant Effects on Sprouting, Growth and Yield. University of Arizona.
http://arizona.openrepository.com. [27 Agustus 2014]