• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Combat of Poverty in Islamic Economics: Poverty is

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "The Combat of Poverty in Islamic Economics: Poverty is"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM

Akhmad Mujahidin

Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau, Pekanbaru

Abstract

The Combat of Poverty in Islamic Economics: Poverty is one of the causes of the deterioration and destruction in a nation. Islam even regards this as a threat of devils. Therefore, poverty should be pulled out in order to develop advancement and avoid destruction in a nation. In this respect, Islam plays a key role to combat it. There is no question that Islam is a religion with complete rules that is able to overcome any problems in human life including poverty. Clearly, Islam has certain ways to solve poverty problems. It is true that Islamic laws have rules related to poverty problem-solving either poverty in nature, culture or structure that have synergic relationships with other laws.

Keywords: Islam, Poverty, Islamic Economics

Pendahuluan

Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Tak hanya di pedesaan, tetapi juga di perkotaan. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan.

Anehnya, secara statistik jumlah mereka bukan berkurang, tetapi justru terus bertambah. Terlebih lagi setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Jumlah penerima Subsidi Langsung Tunai (SLT) subsidi BBM tahap I dengan jumlah +15 juta KK ternyata setelah didata ulang jumlah penduduk miskin penerima SLT tahap II meningkat 25 juta KK. Disadari atau tidak, semua itu merupakan buah pahit kapitalisme. Sebab memang sistem kapitalislah yang diterapkan saat ini

dan kemiskinan itulah yang terjadi. Bahkan tak sekadar kemiskinan, kesenjangan pun makin lebar antara orang kaya dan miskin.

Harus diakui, kapitalisme memang telah gagal menyelesaikan problem kemiskinan bahkan menciptakan kemiskinan. Jika demikian halnya mengapa umat tidak segera berpaling pada Islam? Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki banyak aturan untuk mengatasi berbagai problem kehidupan, termasuk kemiskinan. Bagaimana Islam mengatasi masalah ini, tulisan ringkas ini mencoba untuk menguraikannya.

Sejarah Penerapan Ekonomi Kerakyatan dalam Islam

Mengapa untuk membahas tentang ekonomi kerakyatan harus merujuk pada masa kejayaan Islam masa lalu? Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa ekonomi kerakyatan ini merupakan salah satu aktivitas yang efektif untuk menunjang program pemerintahan pada waktu itu dalam mensejahterakan masyarakatnya. Sehingga pemerintahan Islam tidak perlu meniru tatanan pemerintahan non-muslim (Romawi dan Persia) yang pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh penguasa zalim dengan mengutamakan kerakusan dan ketamakan, bukan rasa iman dan bakti sosial.

Dalam kajian sejarah dikenal dua teori. Pertama, teori siklus yaitu perubahan babakan sejarah yang dijelaskan sebagai gerak siklus (perulangan). Kedua, teori progress yaitu perubahan yang dijelaskan sebagai gerak maju (progress).1 Dalam teori siklus digambarkan bahwa kelangsungan segala sesuatu berjalan dalam suatu lingkaran untuk kemudian kembali lagi ke titik permulaan. Sementara teori progress menyatakan bahwa kejadian yang ada di muka bumi ini merupakan fenomena unik yang tidak mungkin terulang kembali.

Dalam kaitan dengan ekonomi kerakyatan maka teori siklus nampaknya lebih tepat untuk diterapkan karena melihat fenomena kehidupan masyarakat muslim saat ini yang kesadaran beragamanya

(2)

semakin kuat. Sebagai contoh, saat ini kaum muslim telah mempunyai pilihan dalam menjalankan kegiatan di bidang keuangan. Jika sebelumnya hanya dikenal bank-bank umum dan asuransi yang terlepas dari kaidah-kaidah ajaran Islam, maka sejak lahirnya Bank Muamalat Indonesia, BPR Syari’ah, dan Asuransi Takaful, umat Islam dapat menjalankan kegiatan usahanya yang tidak hanya berdimensi duniawi tetapi juga berdimensi ukhrawi. Fenomena ini sudah dapat dipastikan menimbulkan semangat untuk menggali kembali aktivitas-aktivitas ekonomi yang berbasis kerakyatan pada masa kejayaan Islam masa lalu untuk diterapkan kembali pada saat ini.

Keberhasilan Islam dalam mengatasi kemiskinan, bukanlah sesuatu yang menarik sebatas dalam tataran konsep semata. Perjalanan panjang sejarah kaum muslim, membuktikan bahwa solusi yang ditawarkan benar-benar dapat direalisasikan. Yaitu ketika kaum muslim hidup di bawah naungan negara khilafah yang menerapkan Islam secarakaffah(menyeluruh). .

Dalam sejarah tercatat bahwa Khalifah Umar bin Khathab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan shadaqah: “Jika kamu memberikan shadaqah, maka cukupkanlah”, selanjutnya berkata lagi: “Berilah mereka itu sedekah berulangkali sekalipun salah seorang di antara mereka memiliki seratus onta”.2 Beliau menerapkan politik ekonomi yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau mengawinkan kaum muslim yang tidak mampu; membayar hutang-hutang mereka dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya.

Kondisi politik seperti ini terus berlangsung hingga masa Daulah Umawiyah di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat itu rakyat sudah sampai pada taraf hidup di mana mereka tidak memerlukan bantuan harta lagi. Khalifah kesulitan mencari mustahiq zakat.3Pada tahun kedua masa kepemimpinannya, Umar bin

2 Abdurrahman al-Baghdadi, Ulama dan Penguasa di Masa Kejayaan dan Kemunduran(Jakarta: Gema Insani Press, 1988), hlm. 38.

3 Isma’il Raji al-Faruqi, Cultural Atlas of Islam (New York: Macmillan Publishing Company, 1986), hlm. 10.

Abdul Aziz menerima kelebihan uangbait al-mal secara berlimpah dari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada gubernur tersebut: “Telitilah, barang siapa berhutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya, maka bayarlah hutangnya”. Kemudian gubernur itu mengirim jawaban kepada beliau: “Sesungguhnya aku telah melunasi hutang orang-orang yang mempunyai tanggungan hutang, sehingga tidak ada seorang pun di Irak yang masih mempunyai hutang, maka apa yang harus aku perbuat terhadap sisa harta ini?” Umar bin Abdul Aziz mengirimkan jawaban: “Lihatlah setiap jejaka yang belum menikah, sedangkan dia menginginkan menikah, kawinkanlah dia dan bayar mas kawinnya” Gubernur itu mengirimkan berita lagi bahwa dia sudah melaksanakan semua perintahnya, tetapi harta masih juga tersisa. Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat lagi kepadanya: “Lihatlah orang-orang ahl al-dzimmah yang tidak mempunyai biaya untuk menanami tanahnya, berilah dia apa-apa yang dapat mensejahterakannya.” Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah di antara kalian orang-orang yang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Kemanakah anak-anak yatim?” Ternyata, tidak seorang pun datang memenuhi seruan tersebut.4

Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan kepada kaum muslim, tetapi juga kepada orang non-muslim. Dalam hal ini, orang-orang non-muslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah, mempunyai hak yang sama dengan orang muslim, tanpa ada perbedaan. Sebagai contoh, dalam aqad dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduki Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Dan untuk selanjutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi

(3)

tanggunganbait al-mal kaum muslim.”5 Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra.

Umar bin Khatab ra. pernah menjumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Ketika ditanyakan kepadanya, ternyata usia tua dan kebutuhan telah mendesaknya untuk berbuat demikian. Umar segera membawanya kepada bendahara bait al-maldan memerintahkan agar ditetapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari bait al-mal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaanya. Umar berkata: “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya kala dia masih muda, kemudian menelantarkannya kala dia sudah lanjut usia.6

Demikianlah beberapa gambaran sejarah kaum muslim, yang menunjukkan betapa Islam yang mereka terapkan ketika itu benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Bukan hanya bagi umat muslim tapi juga bagi umat non-muslim yang hidup di bawah naungan Islam.

Kemiskinan dalam Prespektif Islam

Kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari setan. Allah berfirman:

َو ُ ﱠﷲَو ًﻼ ْﻀَﻓَو ُﮫْﻨِﻣ ًةَﺮِﻔْﻐَﻣ ْﻢُﻛُﺪِﻌَﯾ ُ ﱠﷲَو ِءﺎَﺸ ْﺤَﻔْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻛُﺮُﻣْﺄَﯾَو َﺮْﻘَﻔْﻟا ُﻢُﻛُﺪِﻌَﯾ ُنﺎَﻄْﯿﱠﺸﻟا ٌﻊِﺳا

ٌﻢﯿِﻠَﻋ )

268

(

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.7

Karena itulah, Islam sebagai risalah paripurna dan sebuah ideologi yang shahih, sangat consen terhadap masalah kemisikinan dan

5Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim,Kitab al-Kharaj(Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th), hlm. 144.

6Ibid., hlm. 126. 7Al-Baqarah: 268.

upaya-upaya untuk mengatasinya. Dalam fiqih, dibedakan antara istilah Fakir dan Miskin. Menurut pengertian syara’, Fakir adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa. Sedangkan Miskin adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.8 Dari pengertian kedua istilah di atas, nampak bahwa kriteria Fakir sebenarnya telah mencakup kriteria Miskin. Karena itulah dalam pembahasan selanjutnya, kedua istilah tersebut dilebur dalam satu istilah yaitu miskin, dengan pengertian orang-orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, berupa pangan, sandang dan papan.

Syariat Islam telah menetapkan kebutuhan pokok (primer) bagi setiap individu adalah pangan, sandang, dan papan. Allah swt menyatakan bahwa kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.

ﱠﻢِﺘُﯾ ْنَأ َداَرَأ ْﻦَﻤِﻟ ِﻦْﯿَﻠِﻣﺎَﻛ ِﻦْﯿَﻟ ْﻮَﺣ ﱠﻦُھَد َﻻ ْوَأ َﻦْﻌِﺿ ْﺮُﯾ ُتاَﺪِﻟاَﻮْﻟاَو

ُﻗ ْزِر ُﮫَﻟ ِدﻮُﻟ ْﻮَﻤْﻟا ﻰَﻠَﻋَو َﺔَﻋﺎَﺿﱠﺮﻟا

ٌﺲْﻔَﻧ ُﻒﱠﻠَﻜُﺗ َﻻ ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ﱠﻦُﮭُﺗَﻮْﺴِﻛَو ﱠﻦُﮭ

ُﻞْﺜِﻣ ِثِراَﻮْﻟا ﻰَﻠَﻋَو ِهِﺪَﻟَﻮِﺑ ُﮫَﻟ ٌدﻮُﻟ ْﻮَﻣ َﻻَو ﺎَھِﺪَﻟَﻮِﺑ ٌةَﺪِﻟاَو ﱠرﺎَﻀُﺗ َﻻ ﺎَﮭَﻌْﺳُو ﱠﻻِإ

ْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ٍرُوﺎَﺸَﺗَو ﺎَﻤُﮭْﻨِﻣ ٍضاَﺮَﺗ ْﻦَﻋ ًﻻﺎَﺼِﻓ اَداَرَأ ْنِﺈَﻓ َﻚِﻟَذ

ْنِإَو ﺎَﻤِﮭ

ْﻢُﺘْﯿَﺗاَء ﺎَﻣ ْﻢُﺘْﻤﱠﻠَﺳ اَذِإ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ْﻢُﻛَد َﻻ ْوَأ اﻮُﻌِﺿ ْﺮَﺘْﺴَﺗ ْنَأ ْﻢُﺗْدَرَأ

ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang

(4)

lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.9

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal sesuai dengan kemampuanmu

ْﻦِﻣ ْﻢُﺘْﻨَﻜَﺳ ُﺚْﯿَﺣ ْﻦِﻣ ﱠﻦُھﻮُﻨِﻜْﺳَأ

ْنِإَو ﱠﻦِﮭْﯿَﻠَﻋ اﻮُﻘﱢﯿَﻀُﺘِﻟ ﱠﻦُھوﱡرﺎَﻀُﺗ َﻻَو ْﻢُﻛِﺪ ْﺟُو

ْﻢُﻜَﻟ َﻦْﻌَﺿ ْرَأ ْنِﺈَﻓ ﱠﻦُﮭَﻠْﻤَﺣ َﻦْﻌَﻀَﯾ ﻰﱠﺘَﺣ ﱠﻦِﮭْﯿَﻠَﻋ اﻮُﻘِﻔْﻧَﺄَﻓ ٍﻞْﻤَﺣ ِت َﻻوُأ ﱠﻦُﻛ

ْﻢُﻜَﻨْﯿَﺑ اوُﺮِﻤَﺗْأَو ﱠﻦُھَرﻮُﺟُأ ﱠﻦُھﻮُﺗﺂَﻓ

ْﺮُﺘَﺴَﻓ ْﻢُﺗ ْﺮَﺳﺎَﻌَﺗ ْنِإَو ٍفوُﺮْﻌَﻤِﺑ

ُﮫَﻟ ُﻊِﺿ

ىَﺮ ْﺧُأ

)

6

(

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.10

Sebagai kebutuhan primer, ketiga hal tersebut, harus terpenuhi secara keseluruhan. Jika salah satu saja tidak terpenuhi, maka seseorang terkategori sebagai orang miskin. Pangan, sandang, dan papan yang dimaksud di sini, tidak berarti sekedar apa adanya, melainkan harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengannya. Kebutuhan pangan, misalnya, juga termasuk hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti peralatan dapur; kayu bakar, minyak tanah, atau gas; rak piring, lemari makan, meja makan, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian dari kebutuhan pakaian adalah apa-apa yang diperlukan seperti peralatan berhias, parfum, bedak, celak, minyak rambut, lemari pakaian, cermin, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian dari kebutuhan tempat tinggal adalah apa-apa yang diperlukan untuk tempat tinggal, seperti tempat tidur dan perabotan

9Ibid., hlm. 233. 10Al-Thalaq: 6

rumah tangga, menurut yang umum diketahui masyarakat, seperti, meja, kursi, karpet, korden, dan lain-lain.11 Demikianlah tolok ukur kemiskinan menurut Islam.

Dari sini tampak bagaimana Islam memberikan jaminan kepada manusia untuk hidup secara layak sebagai manusia. Tolok ukur kemiskinan ini berlaku untuk semua manusia, kapan pun dan di mana pun mereka berada. Tidak boleh ada pembedaan tolok ukur kemiskinan bagi orang yang tinggal di satu tempat dengan tempat lainnya, atau di satu negeri dangan negeri lainnya. Misalnya, orang yang tinggal di Amerika dikatakan miskin jika tidak memiliki mobil pribadi (walaupun tercukupi pangan, sandang dan papannya). Sementara di Indonesia, orang semacam ini tidak dikatakan miskin. Pandangan semacam ini kurang tepat dan tidak adil. Sebab, Syariat Islam diturunkan untuk menusia sebagai manusia, bukan sebagai individu. Sehingga tidak ada perbedaan dari sisi kemanusiaan antara orang yang tinggal di suatu negeri dengan negeri lainnya. Seandainya sebuah negara memerintah rakyatnya dari berbagai negeri, di Mesir, Yaman, Sudan, Indonesia, Jerman, dan lain-lain; maka tidak sah jika pandangan pemerintah tersebut terhadap kemiskinan berbeda-beda antara rakyat yang satu dengan yang lain.

Lebih dari itu, yang ditetapkan syariat Islam sebagai kebutuhan pokok sebenarnya bukan hanya pangan, sandang, dan papan. Ada hal lain yang juga termasuk kebutuhan pokok yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hanya saja, pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dibebankan kepada individu masyarakat, melainkan langsung menjadi tanggungjawab negara. Dalam membahas kemiskinan, ketiga hal ini tidak dimasukkan dalam perhitungan, karena memang bukan tanggungjawab individu, tetapi negara.

Langkah Islam Mengatasi Kemiskinan

Allah SWT. sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan tidak hanya manusia; seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan

(5)

diciptakan, pasti Allah menyediakan rizki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan berbagai makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rizki bagi mereka.

ُﯾ ﱠﻢُﺛ ْﻢُﻜُﺘﯿِﻤُﯾ ﱠﻢُﺛ ْﻢُﻜَﻗَزَر ﱠﻢُﺛ ْﻢُﻜَﻘَﻠَﺧ يِﺬﱠﻟا ُ ﱠﷲ ْﻢُﻜِﻟَذ ْﻦِﻣ ُﻞَﻌْﻔَﯾ ْﻦَﻣ ْﻢُﻜِﺋﺎَﻛَﺮُﺷ ْﻦِﻣ ْﻞَھ ْﻢُﻜﯿِﯿ ْﺤ

َنﻮُﻛِﺮْﺸُﯾ ﺎﱠﻤَﻋ ﻰَﻟﺎَﻌَﺗَو ُﮫَﻧﺎَﺤْﺒُﺳ ٍء ْﻲَﺷ ْﻦِﻣ )

40

(

Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.12

ْﻮَﺘْﺴُﻣَو ﺎَھﱠﺮَﻘَﺘْﺴُﻣ ُﻢَﻠْﻌَﯾَو ﺎَﮭُﻗ ْزِر ِ ﱠﷲ ﻰَﻠَﻋ ﱠﻻِإ ِض ْرَ ْﻷا ﻲِﻓ ٍﺔﱠﺑاَد ْﻦِﻣ ﺎَﻣَو ﻲِﻓ ﱞﻞُﻛ ﺎَﮭَﻋَد

ٍﻦﯿِﺒُﻣ ٍبﺎَﺘِﻛ )

6

(

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).13

Jika demikian halnya, mengapa terjadi kemiskinan? Seolah-olah kekayaan alam yang ada, tidak mencukupi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah. Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus bertambah. Akibatnya, sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan. Pandangan ini jelas keliru, bathil, dan bertentangan dengan fakta. Secarai’tiqadiy, jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah swt. untuk manusia pasti mencukupi. Hanya saja, apabila kekayaan alam ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan terjadi ketimpangan dalam distribusinya. Jadi, faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya distribusi kekayaan. Di sinilah pentingnya keberadaan sebuah sistem hidup yang shahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut. Oleh karena itu program pemberantasan kemisikan dan kebodohan oleh pemerintah Propinsi Riau dan gerakan seratus desa mandiri oleh pemerintah Kabupaten

12Al-Rum: 40 13Hud: 6

Indragiri Hilir merupakan langkah konkret meretas kemandegan ditribusi “kekayaan” kepada rakyat.

Islam adalah sistem hidup yang shahih. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan; baik kemiskinan alamiyah, kultural, maupun sruktural. Hanya saja, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu. Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Primer

Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhi-tidaknya ketiga kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi penentu miskin-tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini. Adanya jaminan pemenuhan kebutuhan primer bagi setiap individu, tidak berarti negara akan membagi-bagikan makanan, pakaian, dan perumahan kepada siapa saja, setiap saat. Sehingga terbayang, rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah dipenuhi. Ini anggapan yang keliru. Jaminan pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam diwujudkan dalam bentuk pengaturan mekanisme-mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Mekanisme tersebut adalah:

Mewajibkan Laki-laki Memberi Nafkah Kepada Diri dan Keluarganya.

Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah, untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

ِر ْﻦِﻣ اﻮُﻠُﻛَو ﺎَﮭِﺒِﻛﺎَﻨَﻣ ﻲِﻓ اﻮُﺸْﻣﺎَﻓ ًﻻﻮُﻟَذ َض ْرَ ْﻷا ُﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟ يِﺬﱠﻟا َﻮُھ ِﮫْﯿَﻟِإَو ِﮫِﻗ ْز

ُرﻮُﺸﱡﻨﻟا )

15

(6)

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.14

Jadi jelas, kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, pertama kali Islam mewajibkan untuk berusaha sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Adapun terhadap wanita, Islam tidak mewajibkan mereka untuk bekerja, tetapi Islam mewajibkan pemberian nafkah kepada mereka.

Mewajibkan Kerabat Dekat untuk Membantu Saudaranya.

Realitas menunjukkan bahwa tidak semua laki-laki punya kemampuan untuk bekerja mencari nafkah. Mereka kadang ada yang cacat mental atau fisik, sakit-sakitan, usianya sudah lanjut, dan lain-lain. Semua ini termasuk ke dalam orang-orang yang tidak mampu bekerja. Jika demikian keadaannya lalu siapa yang akan menanggung kebutuhan nafkahnya? Dalam kasus semacam ini, Islam mewajibkan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah, untuk membantu mereka.15 Jadi jelas, jika seseorang secara pribadi tidak mampu memenuhi kebutuhannya, karena alasan-alasan di atas, maka kewajiban memenuhi nafkah, beralih ke kerabat dekatnya. Jika kerabat dekat diberi kewajiban untuk membantu saudaranya yang tidak mampu, bukankah hal ini akan menyebabkan kemiskinan para keluarganya dan dapat berdampak pada menurunnya taraf kehidupan mereka? Tidak dapat dikatakan demikian! Sebab, nafkah tidak diwajibkan oleh syara’ kepada keluarga, kecuali apabila terdapat kelebihan harta. Orang yang tidak memiliki kelebihan, tidak wajib baginya memberi nafkah. Sebab, memberi nafkah tidak wajib kecuali atas orang yang mampu memberinya. Orang yang mampu menurut syara’ adalah orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan-kebutuhuan primer (al-hajat al-asasiyah), dan kebutuhan pelengkap (

al-hajat al-kamaliyah), menurut standar masyarakat sekitarnya

14Al-Mulk: 15 15Al-Baqarah: 233.

Mewajibkan Negara untuk Membantu Rakyat Miskin

Bagaimana jika seseorang yang tidak mampu tersebut tidak memiliki kerabat? Atau dia memiliki kerabat, akan tetapi hidupnya pas-pasan? Dalam kondisi semacam ini, kewajiban memberi nafkah beralih kebait al mal (kas negara). Dengan kata lain, negara melalui bait

al mal, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Rasulullah Saw.

pernah bersabda: Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang, meninggalkan ‘kalla’, maka dia menjadi kewajiban kami. (HR. Imam Muslim) Yang dimaksud kalla adalah oang yang lemah, tidak mempunyai anak, dan tidak mempunyai orang tua. Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu, pertama-tama diambilkan dari kas zakat.

ﻲِﻓَو ْﻢُﮭُﺑﻮُﻠُﻗ ِﺔَﻔﱠﻟَﺆُﻤْﻟاَو ﺎَﮭْﯿَﻠَﻋ َﻦﯿِﻠِﻣﺎَﻌْﻟاَو ِﻦﯿِﻛﺎَﺴَﻤْﻟاَو ِءاَﺮَﻘُﻔْﻠِﻟ ُتﺎَﻗَﺪﱠﺼﻟا ﺎَﻤﱠﻧِإ

ٌﻢﯿِﻠَﻋ ُ ﱠﷲَو ِ ﱠﷲ َﻦِﻣ ًﺔَﻀﯾِﺮَﻓ ِﻞﯿِﺒﱠﺴﻟا ِﻦْﺑِاَو ِ ﱠﷲ ِﻞﯿِﺒَﺳ ﻲِﻓَو َﻦﯿِﻣِرﺎَﻐْﻟاَو ِبﺎَﻗﱢﺮﻟا

ٌﻢﯿِﻜَﺣ

)

60

(

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.16

Apabila harta zakat tidak mencukupi, maka negara wajib mencarinya dari kas lain, daribait al mal.

Mewajibkan Kaum Muslim untuk Membantu Rakyat Miskin

Apabila di dalam Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih ke kaum Muslim secara kolektif.

ِموُﺮ ْﺤَﻤْﻟاَو ِﻞِﺋﺎﱠﺴﻠِﻟ ﱞﻖَﺣ ْﻢِﮭِﻟاَﻮْﻣَأ ﻲِﻓَو

)

19

(

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.17

(7)

Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, kaum Muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin.

Kedua, negara mewajibkan dharibah (pajak) kepada orang-orang kaya,

hingga mencukupi kebutuhan untuk membantu orang miskin. Jika, dalam jangka waktu tertentu, pajak tersebut tidak diperlukan lagi, maka pemungutannya oleh negara harus dihentikan.

Demikianlah mekanisme bagaimana Islam mengatasi masalah kemiskinan secara langsung. Orang yang bersangkutan diwajibkan untuk mengusahakan nafkahnya sendiri. Apabila tidak mampu, maka kerabat dekat yang memiliki kelebihan harta wajib membantu. Apabila kerabat dekatnya tidak mampu, atau tidak mempunyai kerabat dekat, maka kewajiban beralih ke Baitul Mal dari kas zakat. Apabila tidak ada, wajib diambil dari Baitul Mal, dari kas lainnya. Apabila tidak ada juga, maka kewajiban beralih ke seluruh kaum Muslim. Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan cara kaum Muslim secara individu membantu orang yang miskin; dan negara memungut dharibah (pajak) dari orang-orang kaya, hingga mencukupi.

Pengaturan dan Pengelolaan Kepemilikan

Pengaturan kepemilikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah kemiskinan dan upaya untuk mengatasinya. Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini, sedemikian rupa sehingga dapat mencegah munculnya masalah kemiskinan. Bahkan, pengaturan kepemilikan dalam Islam, memungkinkan masalah kemiskinan dapat diatasi dengan sangat mudah. Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana pengaturan kepemilikan ini dapat mengatasi masalah kemiskinan, dapat dijelaskan secara ringkas sebagai merikut.

Syariat Islam mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari as-Syar’i (Pembuat Hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga macam kepemilikan dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan individu adalah izin dari Allah Swt.. kepada individu untuk

memanfaatkan sesuatu. Allah swt telah memberi hak kepada individu untuk memiliki harta baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Tentu sepanjang harta tersebut diperoleh melalui sebab-sebab yang dibolehkan, misalnya: hasil kerja, warisan, pemberian negara, hadiah, dan lain-lain.

Adanya kepemilikan individu ini, menjadikan seseorang termotivasi untuk berusaha mencari harta, guna mencukupi kebutuhannya. Sebab, secara naluriah, manusia memang memiliki keinginan untuk memiliki harta. Dengan demikian, seseorang akan berusaha agar kebutuhannya tercukupi. Dengan kata lain, dia akan berusaha untuk tidak hidup miskin. Hal ini berbeda dengan system sosialisme yang mengharamkan kepemilikan individu.

Kepemilikan Umum adalah izin dari Allah Swt.. kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Aset yang tergolong kepemilikan umum ini, tidak boleh sama sekali dimiliki secara individu, atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah: Pertama, segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital masyarakat, dan akan menyebabkan persengketaan jika ia lenyap misalnya: padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain18

ِﱠﷲ ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ٍﺪﯿِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ِ ﱠﷲ ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ْﻦَﻋ ﱡﻲِﻧﺎَﺒْﯿﱠﺸﻟا ٍﺐَﺷ ْﻮَﺣ ِﻦْﺑ ِشاَﺮِﺧ ُﻦْﺑ

ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ ٍسﺎﱠﺒَﻋ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ٍﺪِھﺎَﺠُﻣ ْﻦَﻋ ٍﺐَﺷ ْﻮَﺣ ِﻦْﺑ ِماﱠﻮَﻌْﻟا

َﻤَﺛَو ِرﺎﱠﻨﻟاَو ِ َﻺَﻜْﻟاَو ِءﺎَﻤْﻟا ﻲِﻓ ٍث َﻼَﺛ ﻲِﻓ ُءﺎَﻛَﺮُﺷ َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ

ُﮫُﻨ

َيِرﺎَﺠْﻟا َءﺎَﻤْﻟا ﻲِﻨْﻌَﯾ ٍﺪﯿِﻌَﺳ ﻮُﺑَأ َلﺎَﻗ ٌماَﺮَﺣ

Kedua, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan

hanya oleh individu19 misalnya: sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain. Ketiga, barang tambang yang depositnya sangat besar, misalnya: emas, perak, minyak, batu bara, dan lain-lain. Dalam prakteknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara, dan hasilnya

18 Rasulullah bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api

(8)

(keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Bisa dalam bentuk harga yang murah, atau bahkan gratis, dan lain-lain. Adanya pengaturan kepemilikan umum semacam ini, jelas menjadikan aset-aset strategis masyakat dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang, sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa, sebagaimana yang tejadi dalam sistem kapitalis. Dengan demikian masalah kemiskinan dapat dikurangi, bahkan diatasi dengan adanya pengaturan kepemilikan umum semacam ini.

Kepemilikan Negara adalah setiap harta yang menjadi hak kaum Muslim, tetapi hak pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah (sesuai ijtihadnya) sebagai kepala negara aset yang termasuk jenis kepemilikan ini di antaranya adalah: fa’i, kharaj, jizyah, atau pabrik-pabrik yang dibuat negara, misalnya, pabrik mobil, mesin-mesin, dan lain-lain. Adanya kepemilikan negara dalam Islam, jelas menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan, dan aset-aset yang cukup banyak. Dengan demikian negara akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengatur urusan rakyat. Termasuk di dalamnya adalah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.

Pengelolaan kepemilikan dalam Islam mencakup dua aspek, yaitu pengembangan harta (tanmiyat al-mal) dan penginfaqkan harta (infaq al-mal). Baik pengembangan harta maupun penginfaqkan harta, Islam telah mengatur dengan berbagai hukum. Islam, misalnya, melarang seseorang untuk mengembangkan hartanya dengan cara ribawi, atau melarang seseorang bersifat kikir, dan sebagainya. Atau misalnya, Islam mewajibkan seseorang untuk menginfaqkan (menafkahkan) hartanya untuk anak dan istrinya, untuk membayar zakat, dan lain-lain. Jelaslah, bahwa dengan adanya pengaturan pengelolaan kepemilikan, akan menjadikan harta itu beredar, perekonomian menjadi berkembang, dan kemiskinan bisa diatasi.

Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Masyarakat

Buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat telah menjadi faktor terpenting penyebab terjadinya kemiskinan. Oleh karena itu, masalah pengaturan distribusi kekayaan ini, menjadi kunci

utama penyelesaian masalah kemiskinan. Dengan mengamati hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akan kita jumpai secara umum hukum-hukum tersebut senatiasa mengarah pada terwujudnya distribusi kekayaan secara adil dalam masyarakat. Apa yang telah diuraikan sebelumnya tentang jenis-jenis kepemilikan dan pengelolaan kepemilikan, jelas sekali, secara langsung atau tidak langsung mengarah kepada terciptanya distribusi kekayaan. Kita juga dapat melihat, misalnya, dalam hukum waris. Secara rinci syariat mengatur kepada siapa harta warisan harus dibagikan. Jadi seseorang tidak bisa dengan bebas mewariskan hartanya kepada siapa saja yang dikehendaki. Sebab, bisa berpotensi pada distribusi yang tidak adil.

Lebih dari itu, negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang tanah kepada soseorang yang mampu untuk mengelolanya. Bahkan setiap individu berhak menghidupkan tanah mati, dengan menggarapnya; yang dengan cara itu dia berhak memilikinya. Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut. Semua itu menggambarkan, bagaimana syariat Islam menciptakan distribusi kekayaan, sekaligus menciptakan produktivitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Penyediaan Layanan Pendidikan dan Lapangan Kerja

(9)

akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian kemiskinan kultural akan dapat teratasi.

Penyediaan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumuman hadits Rasululah saw.: Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya).

ﺎَﻧَﺮَﺒ ْﺧَأ َلﺎَﻗ ِ ﱠﷲ ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻧَﺮَﺒ ْﺧَأ َلﺎَﻗ ﱡيِزَو ْﺮَﻤْﻟا ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ُﻦْﺑ ُﺮْﺸِﺑ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُﺲُﻧﻮُﯾ

ُ ﱠﷲ َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ِ ﱠﷲ ِﺪْﺒَﻋ ُﻦْﺑ ُﻢِﻟﺎَﺳ ﺎَﻧَﺮَﺒ ْﺧَأ َلﺎَﻗ ﱢيِﺮْھﱡﺰﻟا ْﻦَﻋ

َلﺎَﻗ ُﺚْﯿﱠﻠﻟا َداَزَو ٍعاَر ْﻢُﻜﱡﻠُﻛ ُلﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ َلﻮُﺳَر ﱠنَأ ﺎَﻤُﮭْﻨَﻋ

ﻰَﻟِإ ٍﻢْﯿَﻜُﺣ ُﻦْﺑ ُﻖْﯾَزُر َﺐَﺘَﻛ ُﺲُﻧﻮُﯾ

ىَﺮُﻘْﻟا يِداَﻮِﺑ ٍﺬِﺌَﻣ ْﻮَﯾ ُﮫَﻌَﻣ ﺎَﻧَأَو ٍبﺎَﮭِﺷ ِﻦْﺑا

ْﻦِﻣ ٌﺔَﻋﺎَﻤَﺟ ﺎَﮭﯿِﻓَو ﺎَﮭُﻠَﻤْﻌَﯾ ٍض ْرَأ ﻰَﻠَﻋ ٌﻞِﻣﺎَﻋ ٌﻖْﯾَزُرَو َﻊﱢﻤَﺟُأ ْنَأ ىَﺮَﺗ ْﻞَھ

ُﻊَﻤْﺳَأ ﺎَﻧَأَو ٍبﺎَﮭِﺷ ُﻦْﺑا َﺐَﺘَﻜَﻓ َﺔَﻠْﯾَأ ﻰَﻠَﻋ ٍﺬِﺌَﻣ ْﻮَﯾ ٌﻖْﯾَزُرَو ْﻢِھِﺮْﯿَﻏَو ِناَدﻮﱡﺴﻟا

َﯾ

ُﺖْﻌِﻤَﺳ ُلﻮُﻘَﯾ َﺮَﻤُﻋ َﻦْﺑ ِ ﱠﷲ َﺪْﺒَﻋ ﱠنَأ ُﮫَﺛﱠﺪَﺣ ﺎًﻤِﻟﺎَﺳ ﱠنَأ ُهُﺮِﺒ ْﺨُﯾ َﻊﱢﻤَﺠُﯾ ْنَأ ُهُﺮُﻣْﺄ

ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣ ْﻢُﻜﱡﻠُﻛَو ٍعاَر ْﻢُﻜﱡﻠُﻛ ُلﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ َلﻮُﺳَر

ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣَو ٍعاَر ُمﺎَﻣِ ْﻹا

ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣ َﻮُھَو ِﮫِﻠْھَأ ﻲِﻓ ٍعاَر ُﻞُﺟﱠﺮﻟاَو ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر

ٍعاَر ُمِدﺎَﺨْﻟاَو ﺎَﮭِﺘﱠﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌﺔَﻟﻮُﺌْﺴَﻣَو ﺎَﮭِﺟ ْوَز ِﺖْﯿَﺑ ﻲِﻓ ٌﺔَﯿِﻋاَر ُةَأ ْﺮَﻤْﻟاَو ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر

َلﺎَﻗ ْﺪَﻗ ْنَأ ُﺖْﺒِﺴَﺣَو َلﺎَﻗ ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣَو ِهِﺪﱢﯿَﺳ ِلﺎَﻣ ﻲِﻓ

ٍعاَر ُﻞُﺟﱠﺮﻟاَو

ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣَو ٍعاَر ْﻢُﻜﱡﻠُﻛَو ِﮫِﺘﱠﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌلﻮُﺌْﺴَﻣَو ِﮫﯿِﺑَأ ِلﺎَﻣ ﻲِﻓ

Demikianlah, ketika syariat Islam mewajibkan seseorang untuk memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, maka syariat Islam pun mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan cara ini, setiap orang akan produktif, sehingga kemiskinan dapat teratasi.

Kesimpulan

Sebagai sebuah ideologi, Islam bukanlah agama ritual semata, melainkan sebuah aturan lengkap untuk mengatasi berbagai problematika kehidupan manusia, termasuk problem kemiskinan. Dari pembahasan ini terlihat bagaimana kehandalan Islam dalam mengatasi problem kemiskinan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak kemiskinan, hal itu disebabkan karena mereka hidup tidak secara Islam. Umat Islam justru melaksanakan sistem hidup selain Islam yang

mereka terapkan saat ini adalah sistem komunis, sosialis dan kapitalis. Hal inilah yang menyebabkan mereka tetap dalam kemiskinan, meskipun kekayaan alamnya melimpah. Untuk itu perlu direnungkan Firman Allah SWT: Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka

baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan

menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.

Bibliografi

Baghdadi, Abdurrahman, Ulama dan Penguasa di Masa Kejayaan dan

Kemunduran( Jakarta: Gema Insani Press , 1988).

Faruqi, Isma’il Raji, Cultural Atlas of Islam (New York: Macmillan Publishing Company, 1986).

G.W. Trompf, The Idea of Historical Recurrence in Western Thought From

Antiquity to the Reformation (California: University of

California Press, 1979).

Maliki, Abdurahman, al-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla (Mesir: Mustafa Babi al-Halabi, tt).

Nabhani, Taqiyuddin, Nidzam al-Iqtishadiy fi al- Islam (Beirut: Dar al-Fikr, t.th).

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan rancangan Cross Sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independen (bebas)

Menurut Dian et al., (2013 : 1), dalam pembelajaran fisika, peserta didik tidak hanya sekedar mendengar, mencatat dan mengingat dari materi pelajaran yang

Hal itu dapat diinterpretasikan bahwa rumah tangga dengan akses kredit memiliki nilai pada latent variable berupa chronic component of poverty lebih rendah sebesar 0,0325

Sebagian besar anak yang menderita TB paru adalah anak yang memiliki status gizi yang tidak normal dan terdapat pengaruh yang signifikan antara status gizi

Selain itu, penelitian Kurniawan (2009) dalam melakukan analisis perhitungan CreditRisk + untuk kredit bisnis mikro pada Bank Rakyat Indonesia menunjukkan hasil

Kenaikan suplai minyak India yang diterima dari Venezuela dapat diperiksa melalui hasil peningkatan aktivitas bilateral dengan pertukaran kunjungan,

Telah dilakukan analisis kekasaran pennukaan kelongsong zirkaloy-2 dengan menggunakan alat Roughness Tester Type Surtronic-25.. Pada pelaksanaan analisis diambil 5 buah sampel

Salah satu unsur yang penting dalam karakter desain adalah dimana sebuah karakter dapat mengambarkan sifat-sifat karakter tersebut hanya dengan bentuk visualnya