• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA RECIDIVE PADA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA RECIDIVE PADA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA RECIDIVE PADA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Oleh

Netiana Sari, Eko Raharjo, Firganefi Email: Netianasari30@gmail.com

Perbuatan melanggar hukum banyak dilakukan oleh anak-anak, dari perbuatan yang awalnya sebatas kenakalan remaja akhirnya menjurus pada perbuatan kriminal yang membutuhkan penanganan hukum secara serius. Sebagian besar kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelakunya ialah pencurian. Motivasi anak dalam melakukan pencurian sudah beragam dan bahkan dapat menyebabkan mereka sebagai residivis. Akibat dari kenakalan anak menyebabkan generasi penerus bangsa yang berkualitas pun terhambat. Permasalahan pada penelitian ini adalah Apakah faktor penyebab terjadinya

recidive pada pencurian yang dilakukan oleh anak dan Bagaimanakah upaya

penanggulangan terjadinya recidive pencurian yang dilakukan oleh anak? Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode penelitian ini yaitu menggunakan penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya recidive pencurian yang dilakukan oleh anak, terbagi dalam dua faktor yaitu faktor dari internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor jenis kelamin, usia, intelligence, dan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Faktor eksternal yaitu faktor dari luar terdiri dari faktor pendidikan, pergaulan, lingkungan, pekerjaan, dan faktor lemahnya sistem keamanan lingkungan masyarakat. Upaya penanggulangan

recidive pencurian yang dilakukan oleh anak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu upaya penal

dan nonpenal. Upaya penal terdapat proses yang dimulai dari laporan kepada pihak kepolisian, lalu penyelidikan, penyidikan dan dilimpahkan kepada kejaksaan, selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan Upaya non penal dapat dilakukan dengan cara peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak serta melakukan pengawasan terhadap lingkungan pergaulan sehari-hari anak dan memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama anak tentang bahaya melakukan kejahatan pencurian. Saran dalam penelitian ini adalah perlunya peran serta orang tua untuk memberikan peyuluhan tentang pentingnya pendidikan dan memberikan pengawasan terhadap lingkungan pergaulan anak. Serta pemberian inovasi dalam informasi tentang bahayanya dan dampak melakukan pencurian kepada masyarakat terutama anak-anak oleh pihak yang berkaitan dan terus memberikan pengertian ke masyarakat terutama anak-anak akan pentingnya untuk tidak melakukan kejahatan.

(2)

ABSTRACT

A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS OF RECIDIVE ON THEFT COMMITTED BY CHILDREN

By

Netiana Sari, Eko Raharjo, Firganefi Email: Netianasari30@gmail.com

Unlawful acts have been committed by many children, from small bad deeds of juvenile delinquency to criminal deeds that requires serious legal handling. Most of the crimes involving children as perpetrators are the case of theft. The motivations behind children committed theft are vary and may cause them a recidivist. In the end, this juvenile delinquency hampered the nation to have a good quality of young generations. The problems in this research are formulated to find out factors causing the occurrence of recidive on theft committed by children and the countermeasures to handle the occurrence of recidive on theft committed by children. This research is a legal research with normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary data and the secondary data. The data collection method in this reseach was completed using literature study and field study. The data analysis was done using qualitative data analysis. The results and discussions of the research concluded that the factors causing the occurrence of recidive on theft committed by children were divided into two factors: internal and external factors. Internal factors consisted of gender factor, age factor, intelligence factor, and economic factor. While the external factors consisted of educational factor, social factor, environmental factor, job factor, and the weak security system of community environment. Among the efforts to handle the recidive on theft committed by children were divided into 2 (two): penal and nonpenal efforts. The penal effort started from the report to the police, inquiries, investigations and the case delegation to the prosecutor, to further delegate to the court. While the non-penal effort can be done by parents and the educational institutions in educating children and conducting supervision on children peer influence and providing understanding to the public, especially to children about the danger of theft crime. The researcher suggested that it is important for parents to give understanding about the importance of education and to provide supervision on children environment. Further, to conduct a more intensed counseling especially to children and a new innovation in providing information about the danger and the impact of theft to the community by related parties and continue to provide understanding to the community, especially to children about the importance of not committing a crime.

(3)

I. PENDAHULUAN

Negara indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum

(rechsstaat), tidak berdasarkan atas

kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan umum Undang –Undang Dasar 1945. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Unsur tindak pidana pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Perbuatan melanggar hukum dilakukan oleh sebagian besar anak-anak, dari perbuatan yang pada awalnya sebatas kenakalan remaja yang akhirnya menjurus pada

perbuatan kriminal yang

membutuhkan penanganan hukum secara serius.1 Akibat kenakalan anak itu maka harapan bangsa untuk memiliki generasi penerus yang berkualitas pun terhambat. Proses pencarian jati diri seorang anak tidak sedikit yang cenderung membawa anak itu pada hal-hal yang negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri.

Kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana tentu bukan merupakan hal yang baru terjadi. Sebagian besar kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku ialah pencurian. Motivasi anak dalam melakukan pencurian itu sendiri sudah beragam mulai dari permasalahan ekonomi, pengang-guran, tingkat pendidikan rendah, kurangnya pengawasan orang tua dan pergaulan dari lingkungan anak

1

Soedarto. Hukum Pidana dan

Perkembangan Masyarakat. Bandung. Sinar Baru. 1983. hlm. 32

sendiri. Fenomena tindak pidana pencurian ini pun sudah ada sejak dahulu sampai sekarang baik di tingkat penduduk di pedesaan maupun perkotaan.

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.2

Kejahatan yang dilakukan oleh anak perlu mendapat perhatian serius, baik oleh kalangan penegak hukum maupun oleh masyarakat dimana anak itu bersosialisasi mengingat perbuatan ini sangat merugikan masyarakat. Hal ini juga mengingat bahwa manusia, jika dalam keadaan sedang marah atau emosi, khususnya yang terjadi pada seorang anak dimana mereka belum dapat mengontrol emosinya dengan baik karena seorang anak kita ketahui belum terlalu bisa memikirkan terlalu jauh terhadap dampak dari perbuatan yang dia lakukan. Pemikiran mereka masih labil di bandingkan dengan orang dewasa.

Recidive atau pengulangan tindak

pidana merupakan suatu hal atau dasar yang memberatkan hukuman. Residivis sendiri hanya merupakan istilah bagi seseorang yang telah melakukan pengulangan tindak pidana baik itu tindak pidana yang sama dengan kejahatan sebelumnya maupun kejahatan yang lain yang telah dirumuskan dalam buku II

2

(4)

KUHP tetapi KUHP tidak menjelaskan secara khusus tentang apa yang dimaksud dengan residivis, sehingga secara umum dapat diartikan sebagai melakukan kembali perbuatan-perbuatan kriminal yang sebelumnya bisa dilakukannya setelah dijatuhi penghukumannya.3 Pengulangannya hanya terbatas terhadap tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 KUHP, dan di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 388 KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3), Pasal 489 ayat (2), dan Pasal 512 ayat (3) KUHP. Residivis pada tindak pidana pencurian banyak juga dilakukan oleh anak.

Ada beberapa contoh kasus Terjadinya residivis pencurian yang dilakukan oleh anak, sebagai berikut:

1. Putusan Nomor:

04/PID.AN/2013/PN.M,

terdakwa HENDRI

KURNIAWAN Als UNTUNG Bin PANUT MARTONO pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2012 sekitar pukul 10.00 Wib bertempat di Pesawahan dekat irigasi/ledeng kel. Banjar Sari Kec. Metro Utara, Kota Metro, telah mengambil sesuatu barang berupa 1 (satu) unit sepeda Motor Honda Astrea C 100 BE 5990 FF Warna Hitam. Terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana

“pencurian dengan

Satochid Kartanegara. Hukum Pidana, Kumpulan Kuliyah Bagian Dua: Balai lektur Mahasiswa. hlm. 223.

Metro Utara Resor Kota Metro. Di dalam putusan tersebut, terdakwa dijatuhi pidana selama 10 bulan pada tanggal 28 Desember 2012. Berdasarkan catatan aparat yang berwenang sebelum tertangkap masalah pencurian ini, terdakwa telah melakukan perbuatan pencurian di wilayah Polsek Metro Utara dan divonis oleh Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih hukuman selama 7 bulan pidana penjara di dalam Putusan Nomor: 107/Pid.A/2012/PN.G.S Vonis pidana penjara yang telah dijatuhkan majelis Hakim Pengadilan Negeri Metro dan Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih Lampung Tengah (tidak terputus), tidak menimbulkan efek jera. Setelah

bebas dari Lembaga

Pemasyarakatan Metro bulan Agustus 2012, bulan Desember 2012 terdakwa patut diduga melakukan tindak pidana pencurian kembali.

2. Putusan Nomor

98/Pid.Sus/2014/PN.LIW,

(5)

handphone dan kertas-kertas arsip yang ada di dalam ruang tata usaha. Hakim Pengadilan Negeri Liwa menjatuhkan pidana

penjara masing-masing

Terdakwa I selama 4 bulan dan Terdakwa II selama 2 bulan. Berdasarkan catatan aparat yang berwenang sebelum tertangkap masalah pencurian ini, terdakwa I pernah dihukum oleh Hakim Anak Pengadilan Negeri Liwa atas tindak pidana serupa yaitu pencurian (recidive).

3. Putusan Nomor: 15/PID.Sus-Anak/2015/PN.Kla terdakwa Ade Septian Bin Boniran Siswanto bersama-sama dengan Sdr. Eldo (DPO) dan Sdr. Jepi (DPO) pada hari Jum’at tanggal 07 Nopember 2014 sekira jam 19.30 bertempat di jalan Umum sebelum jembatan Dusun Sukarandeg Desa Kuala

Sekampung Kec. Sragi

Kabupaten Lampung Selatan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”pencurian dengan kekerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 Ayat (2) Ke-1, Ke-2, Ke-4 KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana selama 1 tahun 4 bulan. Berdasarkan catatan aparat yang berwenang sebelum tertangkap masalah pencurian ini, terdakwa telah melakukan perbuatan pencurian pada hari Rabu tanggal 18 Februari tahun 2015 sekira jam 00.30 Wib bertempat di Desa Palas Jaya Kec. Palas Rt.011/005 Kab. Lampung Selatan. Di dalam Putusan Nomor : 09/ PID.Sus

Anak/2015/PN.Kla Hakim

Pengadilan Negeri Kalianda menjatuhkan hukuman selama 8 bulan pidana penjara.

Berdasarkan contoh kasus diatas dapat kita ketahui bahwa banyaknya kasus kejahatan yang dilakukan anak dengan pelaku adalah mantan narapidana anak. Kembalinya seorang mantan narapidana anak ke Lembaga Pemasyarakatan Anak atau disebut residivis merupakan salah

satu dampak dari adanya

ketidaksiapan dalam diri mantan

narapidana anak sehingga

mengulangi tindak kejahatan serupa sebagai penjahat kambuhan di masyarakat.

Motivasi anak dalam melakukan pencurian itu sendiri sudah beragam mulai dari permasalahan ekonomi, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kurangnya pengawasan orang tua dan pergaulan dari lingkungan anak sendiri. Salah satu penyebab rendahnya kesiapan mantan narapidana anak untuk bersosialisasi kembali adalah proses

pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak yang belum efektif. Penyebab dari pembinaan yang kurang efektif adalah pembinaan fisik, mental, dan sosial di Lembaga Pemasyarakatan Anak tidak cukup untuk memberikan kepercayaan diri atas kesiapan anak didik lapas menuju proses integrasi dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa contoh kasus di atas maka penulis akan melakukan kajian dan penelitian yang berjudul : “Analisis Kriminologis Terjadinya

Recidive Oleh Anak Pada Tindak

Pidana Pencurian”

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah:

(6)

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan terjadinya

recidive oleh anak pada tindak

pidana pencurian?

Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan cara pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer data yang didapat secara langsung dari sumber pertama seperti wawancara dan data sekunder Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian

lapangan. Analisis data

menggunakan analisis data kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Recidive Oleh

Anak Pada Tindak Pidana Pencurian

Keberadaan anak yang ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian khusunya mengenai tingkah lakunya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya ke arah dewasa, kadang-kadang seorang anak melakukan perbuatan yang tidak baik terlepas dari anak tersebut sadar atau dalam keadaan tidak sadar dalam melakukannya sehingga dapat merugikan orang lain, terlebih lagi dapat merugikan dirinya sendiri. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa pertumbuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari lingkungan pergaulannya.

Kejahatan yang terjadi khususnya yang dilakukan oleh anak harus diwaspadai akibat dari bertambahnya jumlah penduduk yang mengakibat-kan banyak pengangguran karena penyediaan lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah masih

minim dan kebutuhan ekonomi makin bertambah setiap waktu. tidak hanya itu faktor terjadinya kejahatan juga merupakan kondisi sosial yang tidak baik dalam suatu masyarakat khususnya lingkungan tempat dimana seseorang bersosialisasi langsung khususnya tempat seorang anak mengenal dunia luar.

Pelaku kejahatan yang masih masuk dalam kategori usia anak juga harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya di depan hukum, namun demikian, mengingat usianya yang masih di bawah umur, hukum positif yang berlaku di Indonesia memberikan perlakuan secara khusus khusus melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.4

Tindak pidana pencurian merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan orang, tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingankan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir ada dalam setiap daerah di Indonesia. Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pidana istilah yang digunakan atau yang dipakai adalah sangat penting.

Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan oleh anak dibawah umur adalah pencurian. Unsur tindak pidana pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Dalam hal ini anak yang melakukan tindak pidana pencurian tetap harus

mempertanggung jawabkan

4

Moeljatno. Perbuatan Pidana dan

Pertanggung Jawaban Dalam Hukum

(7)

perbuatannya. Meskipun telah

mempertanggung jawabkan

perbuatannya di hadapan hukum, terlihat masih ada beberapa anak yang mengulangi tindak pidana pencurian tersebut (residivis). Untuk pelaku pengulangan tindak pidana (residivis) akan dikenakan tambahan sepertiga dari ancaman pidana maksimal dari tindak pidana yang dilakukannya.

Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat

menjamin pertumbuhan dan

perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial.5

Recidive terjadi dalam hal seseorang

yang melakukan pengulangan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (in kracht

van gewijsde), kemudian melakukan

tindak pidana lagi.6 Seseorang melakukan pengulangan tindak pidana disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang bekerjanya secara efektif salah satu subsistem dari sistem peradilan pidana

(criminal justice system) di

Indonesia, faktor ekonomi, faktor sosial dan budaya.

Recidive merupakan gejala sosial

yang tumbuh dari masyarakat dan perlu penanganan lebih serius, karena akibat dari adanya recidive tersebut dapat memberikan dampak

yang negative bagi masyarakat, yang

pada akhirnya menimbulkan keresahan mengganggu rasa aman

bagi masyarakat tersebut. Timbulnya

recidive baik secara kuantitas

maupun kualitas ataupun motif dan cara-cara melakukan suatu tindak kejahatan, cenderung meningkat, naik yang berulang kali melakukan tindak pidana.

Penanggulangan kejahatan residivis dilakukan dengan serangkaian sistem yang disebut dengan sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang merupakan sarana dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan.7 Adapun komponen dalam sistem tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan lembaga

pemasyarakatan. Keempat komponen ini harus bekerja dan berproses secara terpadu dalam pelaksanaan peradilan pidana dan diharapkan menjadi tumpuan dalam penegakan hukum di Indonesia. Lembaga pemasyarakatan ini merupakan komponen terakhir yang tujuannya untuk membina tiap anak didik pemasyarakatan terkhusus anak didik pemasyarakatan yang berstatus residivis.

Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa jumlah residivis anak dari tahun 2014 yaitu 5 orang, Pada tahun 2015 jumlah residivis anak berkurang yaitu 1 orang dan pada tahun 2016 jumlah residivis mengalami peningkatan menjadi 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya residivis anak yang harus mendapatkan pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberpa residivis anak pada tindak pidana pencurian bahwa yang

7

(8)

mendorong mereka melakukan tindak pidana pencurian yaitu:

1. Odi Eko Saputra umur 17 Tahun, pendidikan kelas 3 SD (tidak tamat SD) mengatakan dia melakukan pencurian untuk makan dan memenuhi kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat, sedangkan ia berasal dari keluarga kurang mampu, ayahnya tidak memiliki pekerjaan dan ibunya sudah tiada sedangkan Odi merupakan anak pertama dari

empat bersaudara. Jadi

menurutnya mau tidak mau dia harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selanjutnya menurut Odi, ia tidak memiliki kemampuan untuk bekerja dan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Kebutuhan yang tidak dapat

dipenuhi itulah yang

mendorongnya untuk melakukan tindak pidana pencurian dan menjadikan dia sebagai residivis.8 2. Heri Mardianto umur 16 Tahun,

pendidikan kelas 4 SD (tidak tamat SD) mengatakan dia melakukan pencurian didasari oleh faktor ekonomi yang mendesak dikarenakan ia tidak tinggal bersama kedua orang tuanya yang menyebabkan Heri jauh dari pengawasan orang tuanya, ayahnya seorang buruh karet dan ibunya seorang TKW maka dari itu untuk memenuhi

kebutuhannya itulah yg

mendorongnya melakukan

pencurian selain itu Heri mengakui bahwa ia melakukan tindak pidana pencurian dikarena

8

Hasil wawancara dengan Odi Eko Saputra selaku Narapidana Residivis/ Residivis Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II (LPKA) Bandar Lampung , Kamis 04 Mei 2017.

pengaruh dan ajakan teman-teman

mainnya untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan

dikarenakan kurangnya

kemampuan Heri yang

menyebabkan ia menjadi

pengangguran itulah yg

memicunya untuk melakukan lagi tindak pidana pencurian.9

Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, penulis sependapat dengan para narasumber, bahwasannya terdapat 2 faktor yang menyebabkan terjadinya recidive pencurian yang dilakukan oleh anak, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor jenis kelamin, faktor usia, faktor intelligence, dan faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak. Faktor eksternal sendiri terdiri dari faktor pendidikan, faktor pergaulan, faktor lingkungan, faktor pekerjaan, dan faktor lemahnya system keamanan lingkungan masyarakat.

Penulis berpendapat bahwa faktor kebutuhan ekonomi dan faktor pendidikan yang menjadi faktor utama sehingga terjadinya recidive pencurian yang dilakukan oleh anak. Faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak menjadi salah satu faktor utama karena tidak bias kita sangkal bahwa kita hidup di zaman dimana semua kebutuhan untuk keberlang-sungan hidup sangat mahal. Faktor ini sangat berpengaruh pada seseorang atau pelaku pencurian, dimana pada saat terjadinya pencurian setiap orang pasti butuh makanan dan kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi. Dengan

9

(9)

semakin meningkatnya kebutuhan hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan berbagai hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yang jahat. Maka faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat sedangkan pendapatan pe kapita penduduk Indonesia masih relatif murah.

Selain itu faktor pendidikan juga pemicu anak dalam melakukan tindak pidana khususnya pencurian. Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan jiwa dan kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang, sehingga bias menjerumuskan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku. Apabila seseorang tidak mengecap bangku sekolah maka perkembangan jiwa seseorang dan cara berpikir orang tersebut akan sulit berkembang, sehingga dengan keterbelakangan dalam berpikir maka dia akan melakukan suatu perbuatan yang menurut dia baik tetapi belum tentu bagi orang lain.

B. Upaya Penanggulangan Terjadinya Recidive Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak

Penanggulangan kejahatan adalah suatu upaya pencegahan suatu kejahatan dengan menggunakan berbagai sarana alternatif. Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan

dalam keberadaannya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Berbagai pihak yang terlibat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Penerapan hukum pidana dapat juga dikatakan sebagai upaya penal yang menitikberatkan pada tindakan

represif (pemberantasan), sedangkan

pencegahan tindak pidana dan

mempengaruhi pandangan

masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa disebut juga sebagai upaya non penal yang lebih menitiberatkan pada tindakan preventif (pencegahan).10

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) setelah terjadinya suatu kejahatan. Sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat

preventif (pencegahan/ penangkalan/

pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan. Sementara itu kebijakan Pidana dengan Sarana Penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang di dalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang seharusnya dijadikan kejahatan dan

10

Wildiada Gunakarya,2012,Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Pendidikan,

(10)

sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.11

Kejahatan pencurian yang dilakukan oleh anak ini sangat berakibat buruk bagi kehidupan anak yang akan merusak masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa bukan hanya itu masalah ini juga bias

merusak dan membahayakan

kehidupan masyarakat. Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud

dan tujuan dari usaha

penanggulangan kejahatan tersebut.

1. Upaya Penal Penanggulangan Terjadinya Recidive Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal atau hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat

refresif yaitu berupa pemberantasan

atau penumpasan sesudah kejahatan terjadi. Upaya ini dilakukan apabila

preventif atau upaya pencegahan

belum mampu untuk mencegah terjadinya kejahatan. Upaya penal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pencurian baik dilaporkan

masyarakat maupun temuan

kepolisian akan dilakukan tindakan tegas atau penegakan hukum secara tuntas dengan tujuan agar para pelaku menjadi sadar dan jera untuk berbuat kembali.

11

Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.12.

Upaya penal terhadap recidive pencurian yang dilakukan oleh anak merupakan penegakan peraturan perundang-undangan yang memiliki dasar hukum dan asas hukum yang jelas serta manfaat yang menjadi latar belakang dalam suatu upaya penegakan hukum. Dasar hukum dalam menegakan hukum pidana terhadap Pencurian adalah Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP), Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP), Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP).

2. Upaya Non Penal Penanggulangan Terhadap Recidive Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak

Upaya non penal atau upaya diluar hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat preventif yaitu

pencegahan, penangkalan,

(11)

imateril dari faktor-faktor kriminologi.12

Upaya preventif (pencegahan), yaitu untuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap pencurian. Pecegahan lebih baik daripada pemberantasan, pencegahan dalam residivis pencurian, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang berkompetensi. Hal itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kasus pencurian. Upaya penanggulangan kejahatan melalui upaya preventif, aparat penegak hukum lainnya serta dukungan swakarsa masyarakat, mengusahakan untuk memperkecil ruang gerak serta kesempatan dilakukannya kejahatan. Upaya ini meliputi memberikan

himbauan-himbauan kepada

masyarakat mengenai kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat jangan sampai terjerumus melakukan kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, memperkuat ibadah karena dengan ibadah yang baik bisa menghindarkan diri dari tindak kejahatan.

Penulis berpendapat juga bahwa upaya non penal merupakan upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan. Upaya yang seharusnya dilakukan ialah upaya yang lebih menitikberatkan kepada upaya non penal, mengingat usia pelaku kejahatan masih termasuk didalam usia anak-anak. Namun melihat pengulangan tindak pidana yang terjadi yang menyebabkan anak menjadi seorang residivis itulah yang memberatkan anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut. Upaya non

12

Ibid, Barda Nawawi Arief, Hlm. 49

penal yang dapat dilakukan dengan cara melakukan patrol dan pembinaan serta sosialisasi kepada masyarakat oleh pihak-pihak yang berwajib dalam hal ini adalah Kepolisian. Selain itu perlunya peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak dan melakukan pengawasan terhadap lingkungan pergaulan sehari-hari anak serta memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama anak tentang bahaya melakukan kejahatan pencurian.

III. PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor penyebab terjadinya

recidive pencurian yang dilakukan

oleh anak, terbagi dalam dua faktor yaitu faktor dari internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang untuk melakukan kejahatan seperti pencurian, terdiri dari faktor jenis kelamin, faktor usia, faktor intelligence, dan faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak. Para pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan, karena desakan ekonomi yang menghimpit dan usia anak yang masih cenderung labil itulah yang menyebabkan mereka nekat melakukan tindak pidana pencurian. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor dari luar terdiri dari faktor pendidikan, faktor pergaulan, faktor lingkungan, faktor pekerjaan, dan

faktor lemahnya system

(12)

masyarakat. Anak residivis yang berpendidikan rendah akan mempengaruhi pekerjaan pelaku serta kurangnya keterampilan dan pengaruh lingkungan disekitar yang kurang baik itulah sehingga pelaku anak melakukan tindak pidana pencurian.

2. Upaya penanggulangan terjadinya

recidive pada pencurian yang

dilakukan oleh anak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu upaya penal dan nonpenal. Pada upaya penal atau penegakan hukum pidana terdapat proses yang dimulai dari laporan kepada pihak kepolisian, lalu dilakukan penyelidikan, penyidikan dan dilimpahkan kepada kejaksaan, untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan Upaya non penal yang dapat dilakukan dengan cara melakukan patroli dan pembinaan serta sosialisasi kepada masyarakat oleh pihak-pihak yang berwajib dalam hal ini adalah Kepolisian. Selain itu perlunya peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak dan melakukan pengawasan terhadap lingkungan pergaulan sehari-hari anak serta memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama anak tentang bahaya melakukan kejahatan pencurian.

B. Saran

1. Perlunya peran serta orang tua untuk memberikan pengawaasan terhadap lingkungan pergaulan anak dan pentingnya pendidikan serta beperan dalam mengajarkan cara berperilaku yang baik dan santun.

2. Diadakannya lebih banyak penyuluhan bahkan inovasi dalam pemberian informasi tentang

pencurian kepada masyarakat terutama anak-anak oleh pihak-pihak yang berkaitan. Pihak kepolisian, LSM, pemuka agama, dan tenaga pendidik harus berada di barisan terdepan untuk terus memberikan pengertian ke masyarakat terutama anak-anak akan pentingnya untuk tidak melakukan kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2004.

Kebijakan Hukum Pidana,

Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Gunakarya, Wildiada. 2012. Kebijakan Kriminal

Penang-gulangan Tindak Pidana

Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Kartanegara, Satochid. Hukum

Pidana, Kumpulan Kuliyah

Bagian Dua: Balai lektur

Mahasiswa

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana

dan Pertanggung Jawaban

Dalam Hukum Pidana, Jakarta:

Bina Askara.

Reksodiputro, Marjono. 1997,

Reformasi Sistem

Pemasyarakatan, Jakarta: :

Universitas Indonesia

Soedarto. 1983. Hukum Pidana dan

Perkembangan Masyarakat.

Bandung: Sinar Baru.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen, Pengendalian Persediaan Bahan Perpipaan pada Proyek Air Bersih dapat mempermudah pengolahan data pengenda- lian

Peranan modal intelektual sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi kinerja organisasi, karena modal intelektual

Juga dengan penelitian Usman (2003) yang menganalisa rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada bank-bank di Indonesia, yang dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

Kantor Cabang Malang Kawi, yakni teknik common size pada neraca, analisis sumber dan penggunaan kas, analisis sumber dan penggunaan modal kerja, dan beberapa

Ada beberapa cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai warna yang mencolok

Salah satu diantaranya muncul yang dinamkan sistem, sistem adalah sekelompok unsure yang erat berhubungan dengan yang lainya, sehingga dengan adanya sistem dan

Adanya keterkaitan antara pengunjung dengan Tingkat ketergantungan terhadap sektor pariwisata menjelaskan bahwa dengan adanya tempat wisata candi borobudur dapat memberikan