• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIAGAM MADINAH: ACUAN DASAR NEGARA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PIAGAM MADINAH: ACUAN DASAR NEGARA ISLAM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PIAGAM MADINAH: ACUAN DASAR

NEGARA ISLAM

M. Yakub

Abstrak

Keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan Islam, menghapus perbedaan suku, melaksanakan hukum dan ketertiban, membuat perdamaian, menggalang kesatuan yang harmonis, dalam suatu piagam yang disebut dengan

Piagam Madinah,

menunjukkan kebesaran sejati seorang pemikir ulung yang tidak hanya unggul pada zamannya, tetapi juga sepanjang masa. Piagam Madinah adalah konstitusi yang mempersatukan warga Madinah dalam kesatuan politik tipe baru menjadi satu umat. Sebagai himpunan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat, konstitusi madinah bertujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan semua golongan menjadi satu umat yang hidup berdampingan secara damai dan bermoral, menjunjung tinggi hukum serta keadilan atas dasar iman dan taqwa.

Kata-kata Kunci: Piagam Madinah, Politik Islam, Nabi saw., Yahudi.

Pendahuluan

Keadaan masyarakat di Madinah sebelum datangnya Nabi Muhammad saw. sama dengan keadaan masyarakat di Makkah, yakni selalu hidup dengan melanggar hukum. Suku-suku yang tinggal di sana berperang satu sama lain. Pemerintahan tidak efektif melaksanakan hukum dan ketertiban, sehingga perang antarsuku tidak terhindarkan. Suku Aus dan Khajraz selama lebih dari satu abad selalu hidup dalam suasana perang.

(2)

sehingga Islam tidak hanya dipahami sekedar ritual suci belaka yang mengeleminir perannya dalam kancah pemerintahan.1

Untuk menggalang kesatuan yang harmonis, Nabi Muhammad saw membuat piagam kepada semua orang berupa hak dan kewajiban baik umat Islam maupun nonIslam. Isi piagam ini merupakan pelengkap bagi landasan suatu negara kota, dengan keberhasilan Nabi saw. membangkitkan rasa solidaritas kebangsaan masyarakat Madinah.2 Piagam ini merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia.

Beberapa Pendapat Mengenai Pengertian “Piagam” Madinah

Para ahli berbeda pendapat dalam memberikan nama terhadap naskah Piagam Madinah. Ada yang menyebutnya dengan istilah perjanjian, piagam, undang-undang atau konstitusi. Secara leksikal, piagam (

charter

) didefinisikan sebagai suatu dokumen yang menjamin hak-hak, kekuasaan-kekuasaan, dan kewajiban-kewajiban tertentu, baik piagam badan yang memerintah suatu negara, piagam universitas, piagam badan hukum, maupun piagam yang memberikan kekuasaan kepada suatu masyarakat.5

Dalam teks Piagam Madinah itu sendiri terdapat kata

kitab

yang disebut sebanyak dua kali dan kata

¡a¥ifah

yang disebut delapan kali.

¢a¥ifah

dimaknai sebagai perjanjian aliansi (

treaty of alliance

). Istilah ini mengandung arti perjanjian antara dua atau lebih golongan, atau antar pemerintahan untuk bekerjasama.3 Sejak Nabi saw. berada di Madinah kehidupan beliau mengalami perubahan besar. Tugas beliau bukan hanya sekedar pembimbing spritual belaka, tetapi juga sebagai pemimpin bagi penduduk Madinah. Suku-suku Arab dan Yahudi yang mendambakan keadilan dan pemerintahan yang baik, disatukan Nabi saw. dengan melindungi mereka dari gangguan dan penghinaan agresor, sekaligus menjaga keamanan kota.4

(3)

174

syarat yang mengakui keberadaan mereka.6

Sementara Montgomery Watt yang menamakannya Konstitusi Madinah, menyatakan bahwa konstitusi itu telah mempersatukan warga Madinah dalam kesatuan politik tipe baru menjadi satu umat.7 Konstitusi (

constitution

) merupakan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental dalam suatu bangsa atau pernyataan secara tidak langsung mengenai peraturan-peraturan, institusi-institusi, dan kebiasaan-kebiasaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.8

Naskah piagam Madinah ini sangat menarik perhatian Watt dan juga A.J. Wensinck, sehingga mereka menyusun naskah tersebut dalam bentuk konstitusi yang lengkap dengan dibagi menurut bab dan pasal-pasal, yakni ke dalam sepuluh bab dan 47 pasal.9 Istilah

constitution

yang di Indonesiakan menjadi konstitusi, padanannya adalah undang-undang dasar. Secara leksikal ia berarti segala ketentuan atau aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar dan sebagainya), atau undang-undang dasar suatu negara.10

Bahkan oleh sebagian sarjana politik istilah konstitusi diartikan sama dengan undang-undang dasar.11 Sedangkan kepustakaan Belanda membedakan pengertian konstitusi (

constitution

) dan undang-undang dasar (

grondwet

). Konstitusi adalah peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam konstitusi. Bagi banyak sarjana ilmu politik, istilah konstitusi merupakan sebutan bagi keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang sifatnya mengikat dalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu masyarakat.12

Baik disebut sebagai perjanjian maupun piagam dan konstitusi, bentuk dan muatan

¡a¥ifah

itu tidak menyimpang dari pengertian ketiga istilah tersebut, dilihat dari pengertian

treaty, ¡a¥ifah

itu adalah dokumen perjanjian antara beberapa golongan, Muhajirin-Ansor-Yahudi dan sekutunya bersama Nabi. Dilihat dari segi

charter

, ia adalah dokumen yang menjamin hak-hak semua warga Madinah dan menetapkan kewajiban-kewajiban mereka serta kekuasaan yang dimiliki oleh nabi. Kemudian dari pengertian

(4)

prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental yang sifatnya mengikat untuk mengatur pemerintah di bawah pimpinan Nabi.

Dari keterangan di atas maka suatu konstitusi adalah himpunan peraturan-peraturan pokok mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan organisasi negara, kedaulatan negara, dan pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, hak-hak dan kewajiban rakyat dan pemerintah di bidang-bidang sosial, politik, ekonomi, agama, dan budaya, cita-cita dan ideologi negara dan sebagainya.

Berdasarkan konklusi itu, maka harus diakui bahwa piagam Madinah tidak dapat memenuhinya secara paripurna. Sebab, di dalamnya tidak ditemukan penjelasan tentang pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tetapi ia menetapkan adanya pemegang hukum tertinggi. Namun demikian ia dapat disebut sebagai konstitusi, karena ciri-ciri lain dapat ia penuhi, yaitu: ia dalam bentuk tertulis, menjadi dasar organisasi pemerintahan masyarakat Madinah sebagai suatu umat; adanya kedaulatan negara yang dipegang oleh Nabi; dan adanya ketetapan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental, yaitu mengakui kebiasaan-kebiasaan masyarakat Madinah, mengakui hak-hak mereka dalam menetapkan kewajiban-kewajiban mereka. Sebagai himpunan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat Madinah ia bercita-cita mewujudkan persatuan dan kesatuan semua golongan menjadi satu umat dan hidup berdampingan secara damai sebagai satu umat yang bermoral, menjunjung tinggi hukum dan keadilan atas dasar iman dan taqwa.13

Relevansi Piagam Madinah dengan Politik Islam

Para ahli berbeda-beda pula dalam memandang keberadaan piagam Madinah dari sudut isi pokok atau prinsip-prinsip yang dikandungnya. Montgomery Watt mengemukakan bahwa hal-hal yang terpenting dari konstitusi Madinah itu yang menggambarkan bentuk negara, fungsi, dan hak kepala negara dalam lima poin berikut ini:

(5)

176

2. Setiap suku bertanggungjawab atas harta rampasan dan uang tebusan atas nama setiap anggotanya.

3. Para anggota masyarakat hendaknya menunjukkan solidaritas yang kuat melawan tindak kriminal dan tidak mendukung tindakan kriminal sekalipun itu keluarga dekatnya yang tindakannya itu berkaitan dengan anggota masyarakat lainnya. 4. Para anggota masyarakat hendaknya menunjukkan solidaritas

yang kompak dalam menghadapi orang-orang yang tidak beriman, baik dalam keadaan damai maupun perang, dan solidaritas dalam memberikan perlindungan kepada tetangga. 5. Kaum Yahudi yang berasal dari berbagai kelompok adalah

milik masyarakat dan mereka memelihara agama mereka sendiri. Mereka dan orang-orang Muslim saling memberikan batuan (termasuk bantuan militer) antara satu dengan yang lainnya bila diperlukan.14

Adapun Muhammad Khalid mengemukakan rumusannya tentang isi pokok dari piagam Madinah itu dengan delapan pokok sebagai berikut:

1. Kaum Muhajirin dan Ansor serta siapa saja yang berjuang bersama mereka adalah umat yang satu.

2. Orang-orang mukmin harus bersatu menghadapi orang bersalah dan durhaka meskipun anak mereka sendiri.

3. Jaminan Tuhan hanya satu dan sama untuk semua melindungi orang-orang kecil.

4. Orang-orang mukmin harus saling membela di antara mereka dan membela golongan lain, dan siapa saja kaum Yahudi yang mengikuti mereka berhak memperoleh pembelaan dan bantuan seperti yang diperoleh orang Muslim.

5. Perdamaian kaum Muslim itu adalah satu.

6. Bila terjadi persengketaan di antara rakyat yang beriman maka penyelesaiannya dikembalikan kepada (hukum) Tuhan dan kepada Muhammad sebagai kepala negara.

7. Kaum Yahudi adalah umat yang satu bersama kaum Muslim. Mereka bebas memeluk agama mereka.

8. Sesungguhnya tetangga adalah seperti diri sendiri, tidak boleh dilanggar haknya dan tidak boleh berbuat kesalahan kepadanya.15

(6)

piagam Madinah dengan empat prinsip saja:

1. Seluruh kaum Muslim, dari berbagai golongan adalah satu umat yang bersatu.

2. Saling menolong dan saling melindungi di antara rakyat yang baru itu atas dasar keagamaan.

3. Masyarakat dan negara mewajibkan atas setiap rakyat untuk mempertahankan keamanan dan melindunginya dari serangan musuh.

4. Persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agama lainnya di dalam urusan dunia bersama kaum muslim.16

Sementara Zainal Abidin Ahmad merumuskannya ke dalam sepuluh pokok dasar:

1. Menyatakan berdirinya negara baru (negara Islam) dengan warga (umat yang satu) yang terdiri dari orang-orang Muhajirin, Ansor, penduduk asli lainnya, dan Yahudi.

2. Mengakui hak-hak asasi mereka dan menjamin keamanan dan perlindungan dari segala pembunuhan dan kejahatan.

3. Menghidupkan semangat kesetiaan dan persatuan di kalangan kaum agama (Islam).

4. Mengatur masyarakat solider di setiap warga negara yang berbagai macam agamanya dan suku bangsanya.

5. Mempertahankan hak-hak kaum minoritas, yaitu kaum Yahudi yang menjadi warga negara.

6. Menetapkan tugas setiap warga negara terhadap negaranya, baik mengenai ketaatan dan kesetiaannya maupun mengenai soal keuangan.

7. Mengumumkan daerah negara dengan kota Madinah menjadi ibukota negara.

8. Menetapkan Nabi Muhammad sebagai kepala negara yang memegang pimpinan dan menyelesaikan segala soal.

9. Menyatakan politik perdamaian terhadap segala orang dan segala negara.

10.Menetapkan sanksi bagi orang-orang yang tidak setia kepada piagam Madinah serta akhirnya memohonkan taufik dan perlindungan dari Tuhan terhadap negara baru itu.17

(7)

178

terdapat empat belas prinsip yang terdapat dalam piagam madinah khususnya berhubungan erat dengan pemerintahan: prinsip umat; prinsip persatuan dan persaudaraan; prinsip persamaan; prinsip kebebasan; prinsip hubungan antar pemeluk agama; prinsip tolong menolong dan membela yang teraniaya; prinsip hidup bertetangga; prinsip perdamaian; prinsip pertanian; prinsip musyawarah; prinsip keadilan; prinsip pelaksanaan hukum; prinsip kepemimpinan; dan prinsip ketaqwaan,

amar ma’ruf dan nahi munkar

.18

Prinsip-prinsip pokok Piagam Madinah sebagaimana dicontohkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah saw. merupakan sistem politik dan bentuk pemerintahan yang harus dipedomani oleh umat Muslim. Sistem tersebut sesungguhnya merupakan prinsip-prinsip ajaran umum dalam menjalankan roda pemerintahan. Menyangkut soal mekanisme dan bentuk yang diinginkan umat Islam dalam konteks kehidupan umat Islam selanjutnya, tidak ada acuan normatif yang ditetapkan dalam Hadis bahkan dalam Alquran. Hal ini menyebabkan beragamnya sistem maupun bentuk politik umat Islam, disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks zamannya.

Intisari yang tetap dan perlu diambil dari prinsip umum di atas, dalam menjalankan pemerintahan adalah mengenai nilai-nilai ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan demi terwujudnya hubungan demokratis antara umat dan negara. Prinsip-prinsip Piagam Madinah yang sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks kekinian adalah menyangkut egalitarialisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras dan lain-lain), keterbukan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan.19

Sekarang ini persoalan yang ditemui dalam masyarakat adalah pandangan bahwa politik dan agama tidak dapat dipercampuradukkan. Dalam konteks ini dapat dilihat dua hal;

(8)

keduniawian saja, jelas mengindikasikan bahwa politik sebagai aktivitas main-main belaka. Menurut pendapat ini argumen yang diacu adalah: “tiadalah arti kehidupan dunia ini kecuali main-main dan permainan belaka”.

Munculnya arus pemikiran di atas menyebabkan hakekat politik tercerabut dari akar sosiologis dan teologisnya. Sebagaimana dipahami bahwa politik adalah aktivitas ataupun sikap yang bermaksud untuk mengatur kehidupan masyarakat, maka untuk dapat mewujudkan idealitas pengaturan tatanan kehidupan masyarakat dan negara kota dalam sejarah Islam dapat dirujuk pada konsep negara Madinah sebagaimana yang pernah diterapkan oleh Nabi saw.

Melalui penjelasan di atas, sesungguhnya Islam merupakan agama yang sangat lengkap yang mengatur tidak saja hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesamanya. Islam merupakan agama yang memiliki totalitas yaitu meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu ciri khas Islam adalah sifatnya yang selalu hadir dimana-mana (

omnipresence

). Pandangan ini memberi penjelasan bahwa Islam selalu memberikan panduan moral (etika) bagi seluruh aktivitas manusia.20 Tidak ada tindakan manusia yang lepas dari panduan moral Islam, termasuk masalah politik.

Menyangkut hubungan Islam dan politik, pada masyarakat masih terjadi polemik yang terus bergulir, utamanya yang mempersoalkan tentang hubungan Islam dan negara. Paling tidak ada tiga

mainstream

yang bisa dirujuk untuk melihat kontroversi tersebut.

Pertama

, menyangkut Islam dan negara tidak dapat dipisahkan (

intergrated

).

Kedua

, menyangkut bahwa Islam sama sekali tidak ada urusannya dengan politik, bahwa kerasulan Muhammad saw. tidak memiliki otoritas politik.

Ketiga

, Islam tidak mengatur sistem kenegaraan, tetapi di dalamnya terdapat prinsip-prinsip nilai etika dalam kehidupan berbangsa.

(9)

180

masyarakat yang teratur, berdiri sendiri dan berdaulat akhirnya menjadi sebuah negara di bawah kepemimpinan beliau sering disebut sebagai praktek

siy±sah

, yakni proses dan kebijakan untuk mencapai tujuan.

Inti dari Piagam Madinah dalam aktivitas politik dan agama mengandung prinsip-prinsip dan dasar-dasar tata kehidupan bermasyarakat, kelompok-kelompok sosial Madinah, menjamin hak-hak mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan menekankan pada hubungan baik dan kerjasama serta hidup berdampingan secara damai di antara mereka dalam tata kehidupan sosial politik. Dengan demikian mereka dapat mewujudkan kemaslahatan hidup dan terhindar dari segala macam bentuk permusuhan.

Lebih lanjut butir-butir Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal itu, mempunyai ide pokok berupa persamaan, umat dan pesatuan, kebebasan, toleransi beragama, tolong-menolong dan membela yang teraniaya, musyawarah, keadilan, persamaan hak dan kewajiban, hidup bertetangga, pertahanan dan perdamaian,

amr ma’r

f nahy munkar

, ketakwaan, dan kepemimpinan.

Mengikuti alur pikiran di atas, jelaslah bahwa praktek

siy±sah

yang telah diterapkan Rasulullah saw. pada periode awal Islam dapat diidentifikasi sebagai praktek politik Islam. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas beliau yang bukan hanya mengurusi masalah keagamaan, tetapi juga memasuki wilayah politik sebagai media pelaksanaan ajaran Islam. Sejarah menunjukkan bahwa ajaran Islam lebih efektif tersosialisasi karena didukung oleh perilaku politik untuk mensosialisasikan nilai-nilai Islam tersebut. Oleh karenanya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan Islam memiliki signifikansi dengan politik. Sehingga ungkapan yang pas digunakan dalam merekonstruksi kembali

siy±sah

Rasul dalam konteks kekinian adalah menjalankan “politik Islam”.

Penutup

(10)
(11)

182

Catatan

1Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Rosda, 1988), hal. 130.

2Ibid., hal. 131.

5W. Harris and Judith S Levey, The New Columbia Encyclopedia (New York & London: Columbia University Press, 1975), hal. 514.

3Edward N. Teall (ed), Webster’s World University Dictionary (Washington: Publishers Company, Inc., 1965), hal. 1064.

4Antony Nutting, The Arabs (New York: Published by Clarson N. Patter Inc., 1964), hal. 21.

6J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Alquran (Jakarta: LSIK, 1996), hal. 109.

7Ibid., hal.111.

8W. Harris, op.cit., hal. 638.

9Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam (Surabaya, Bina Ilmu, 1995), hal. 23-32.

10Tim Penyusun kamus bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hal. 95.

11Muh. Ridhwan Indra, UUD 1945 sebagai Karya Manusia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), hal. 32.

12Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hal. 95.

13J. Suyuthi Pulungan, op.cit., hal. 117.

14W. Montgomery Watt, Islamic Political Thought (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1968), hal. 5.

15Muhammad Jalaluddin Surur, Qiy±m Daulah Arabiyyah al-Isl±miyyah fi Hay±ti Muhammad (al-Q±hirat: t.p., 1952), hal. 78-79.

16Hasan, T±r³kh al-Isl±m (Kairo: Maktabah al-Nah«ah al-Mi¡riyyah, 1979), hal. 124.

17Zainal Abidin Ahmad, Membentuk Negara Islam (Jakarta: 1956), hal. 78-81.

18J. Suyuthi Pulungan, op.cit., hal. 121.

19Nurcholish Madjid, Memberdayakan Masyarakat, Menuju Negeri yang Adil, Terbuka dan Demokratis (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 7.

20Fazlur Rahman, Islam (New York: Chicago, San Fransico: Holt Reinhart, Winston), 1966, hal. 241.

(12)
(13)

184

Bibliografi

Ahmad, Zainal Abidin.

Ilmu Politik Islam Jilid I

(Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

________________.

Membentuk Negara Islam.

Jakarta: t.p., 1956. Budiardjo, Miriam.

Dasar-dasar Ilmu Politik.

Jakarta: PT Gramedia,

1989.

Djaelani, Abdul Qadir.

Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam.

Surabaya, Bina Ilmu, 1995.

Harris, W. and Judith S Levey.

The New Columbia Encyclopedia.

New York & London: Columbia University Press, 1975.

Hasan,

T±r³kh al-Isl±m.

Kairo: Maktabah al-Nah«ah al-Mi¡riyyah, 1979.

Indra, Muh. Ridhwan.

UUD 1945 sebagai Karya Manusia.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990.

Madjid, Nurcholish.

Memberdayakan Masyarakat, Menuju Negeri

yang Adil, Terbuka dan Demokratis

. Jakarta: Paramadina,

1996.

Mahmudunnasir, Syed.

Islam Konsepsi dan Sejarahnya.

Bandung: Rosda, 1988.

Nutting, Antony.

The Arabs.

New York: Published by Clarson N. Patter Inc., 1964.

Pulungan, J. Suyuthi.

Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam

Madinah Ditinjau dari Pandangan Alquran.

Jakarta: LSIK, 1996. Rahman, Fazlur.

Islam.

New York: Chicago, San Fransico: Holt

Reinhart, Winston, 1966.

Surur, Muhammad Jal±l al-D³n.

Qiy±m al-Daulah al-Arabiyya al-Isl

amiyyah f³ ¦ay±ti Muhammad.

al-Q±hirah: t.p., 1952.

Teall, Edward N. (ed).

Webster’s World University Dictionary.

Washington: Publishers Company, Inc., 1965.

Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kamus Besar bahasa Indonesia.

Jakarta: PT Gramedia, 1989.

(14)

Edinburgh University Press, 1968.

_____________

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan kesehatan neonatal dasar mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Muda, meliputi pemeriksaan tanda vital, konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI

Hepar termasuk organ intestinal terbesar dan terberat antara 1200-1600 gram atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar rongga kanan atas

Rendahnya keterampilan berpikir siswa di Indonesia menurut Mustaji (2013) yakni dalam hal berpikir analisis- sintesis dan evaluasi kreasi disebabkan karena

Iklan Baris Iklan Baris JAKARTA UTARA JAKARTA UTARA JAKARTA BARAT Rumah Dijual Rumah Dikontrakan JAKARTA PUSAT JAKARTA SELATAN LAIN-LAIN JAKARTA TIMUR BODETABEK DIKONTRAKAN 17, 5JT

kinerja BAN S/M. Permasalahan yang dirumuskan antara lain: 1) berapa banyak satuan pendidikan yang telah diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah

Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan Hidayat (2009:65) yang menyatakan bahwa Kualitas produk berpengaruh tidak signifikan terhadap Loyalitas pelanggan, hal

No. Berdasarkan data hasil penelitian tingkat kepuasan masyarakat untuk tiap-tiap unsur pelayanan dihitung berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Saparia (2010), pada siswa kelas XI SMA Mujahidin Pontianak dikategorikan baik, ini berarti pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share efektif ditinjau dari