• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang terdiri dari beberapa propinsi, dan unit terkecilnya adalah desa. Kurang lebih 81,2%

rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa.1 Partisipasi masyarakat pedesaan sangat diperlukan bagi berhasilnya pembangunan dan sekaligus dapat meningkatkan

penghidupan masyarakat di pedesaan. Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.2 Hasil dari perpaduan itu adalah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lainnya.

Desa sebagai suatu kesatuan teritorial dan administrasi yang terkecil di Indonesia sudah banyak mendapatkan perhatian dari para peneliti di luar ilmu sejarah.3 Oleh karenanya, sangatlah penting bagi seorang sejarawan untuk meneliti

dan menggarap lebih dalam tentang kehidupan sosial masyarakat pedesaan, dan salah

1

R. Bintarto, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989, hal.11.

2

Ibid. hal. 12. 3

(2)

satunya adalah desa Janji Mauli yang terdapat di Kecamatan Sipirok, Kabupaten

Tapanuli Selatan.

Dinamika kehidupan masyarakat Sipirok yang terus berkembang menuntut

adanya perbaikan tatanan kehidupan, demi kesejahteraan masyarakat. Maka dibentuklah sebuah huta atau desa untuk mengelola tanah yang masih kosong dan layak untuk mendorong kehidupan ekonomi masyarakat, salah satunya adalah huta

(desa) tersebut adalah Janji Mauli. Jauh sebelum masa kolonial, masyarakat Batak tidak mengenal negara, penduduk hanya mengenal kampung-kampung yang disebut

dengan huta.4

Dalam sejarah Batak Angkola-Sipirok, untuk mendirikan sebuah huta atau desa, harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (1) terdapat penduduk

sekurang-kurangnya tiga keluarga „dalihan na tolu’ yang terdiri dari kahanggi (bersaudara),

anakboru (besan dari pihak perempuan), dan mora (besan dari pihak laki-laki); (2)

tersedia lahan yang cukup untuk pertanian (tanaman pangan, peternakan atau perikanan); (3) ada pemerintahan yang mampu menyelenggarakan tertib umum dan dapat meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan hidup terhadap semua kalangan di

dalam komunitasnya; (4) mendapat pengakuan atas keberadaan calon huta oleh seluruh huta yang sudah ada di sekitarnya di dalam luhat.5

4

Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915-1940,

Jakarta: Gramedia, 2001, hal. 6. 5

(3)

Demikian halnya dengan huta Janji Mauli yang sudah ada sejak akhir tahun

1889 dan diresmikan pada awal tahun 1900 melalui sebuah horja godang (pesta besar). Nama Janji Mauli yang berarti janji yang indah. Masyarakat menamai desa

tersebut dengan nama Janji Mauli karena masyarakat telah menepati janji mereka kepada seorang pendeta di Sipirok untuk mendirikan gereja di desa tersebut dan desa ini sangat indah sebagai tempat persinggahan para pedagang yang datang dari

Sidempuan menuju Sipirok, dan sebaliknya. Masyarakat yang pertama tinggal di huta

Janji Mauli pada awalnya adalah berjumlah 6 keluarga dan hanya 3 marga (klan),

yaitu empat diantaranya adalah bermarga Siregar (sebagai kahanggi dan mora), Pohan Simanjuntak (sebagai anakboru), dan Simatupang adalah Pisang Raut/ Bere

dari marga Pohan Simanjuntak.6 Dalam hal pemerintahan, desa ini dipimpin oleh

seorang Kepala Kampung,7 yaitu Mangaraja Porkas Siregar.

Janji Mauli merupakan salah satu desa yang secara administratif berada di

bawah Kecamatan Sipirok, yang dihuni oleh Suku Batak Toba. Hingga akhir tahun penulisan ini, tahun 1980, penduduk desa Janji Mauli seluruhnya menganut agama Kristen (Huria Kristen Batak Protestan) dan menggunakan Adat Batak Angkola. Bagi

masyarakat Janji Mauli yang homogen dan masih konservatif, agama bukanlah suatu penghambat dalam melaksanakan berbagai pesta adat dan penghalang untuk menjalin

komunikasi dengan masyarakat luar.

6

Nipleli Pohan, Artike: Sejarah Janji Mauli, 1 Juli 1993, hal. 3. 7

Kepala Kampung adalah tingkat ketujuh pada sistem pemerintahan Belanda, tingkat terendah di bawah hakuriaan. Pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah

(4)

Secara umum, mata pencaharian masyarakat Janji Mauli adalah bertani dan

berternak. Hal ini didukung oleh kondisi alam dan kontur tanah yang sangat bagus untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Pertanian merupakan faktor utama dari

kelanjutan hidup masyarakat secara keseluruhan. Cara bertani masyarakat juga dilakukan dengan sistem tradisional, dimana masyarakat masih bergantung kepada alam. Sebagai contohnya adalah menanam padi, masyarakat masih menggunakan

kerbau sebagai peralatan untuk mengelola tanah, dan dilakukan sekali setahun dengan mengikuti curah hujan.

Luas desa Janji Mauli adalah sekitar 600 ha, masyarakat dapat mengelolah lahan dengan baik untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, baik sandang maupun pangan. Dalam hal mengelolah lahan pertanian, masyarakat membaginya

menjadi empat kategori yaitu tanah sawah, tanah darat, tombak, dan panjampalan horbo.8

Keberlangsungan hidup pada masyarakat Janji Mauli secara umum, sangat baik dan rasa solidaritas di antara sesama masyarakat sangat kuat. Nilai-nilai tradisi yang sudah tertanam pada diri setiap individu penduduk dan sudah ada sejak dulu

menjadi modal bagi semua masyarakat untuk menjaga kerukunan, baik sesama umat beragama, maupun antar umat beragama.

8

(5)

Pada umumnya masyarakat Batak Angkola-Sipirok menganut agama Islam,

dan hanya sedikit yang menganut agama Kristen. Nilai religi pada masyarakat Angkola-Sipirok adalah nilai-nilai Islam.9 Tetapi, desa Janji Mauli yang dihuni oleh

masyarakat yang beragama Kristen dapat membina hubungan yang baik dan tidak pernah terjadi konflik sosial antar umat beragama.

Letak geografis desa Janji Mauli dikelilingi oleh desa yang penduduknya

adalah 100% beragama Islam. Secara keseluruhan, hanya desa Janji Maulilah yang penduduknya 100% beragama Kristen di Sipirok. Namun, tidak pernah terjadi konflik

sosial pada masyarakat. Masyarakat sangat menghargai perbedaan agama, dan menganggap bahwa seluruh masyarakat yang berada di Sipirok adalah masih berkeluarga.

Dalam menata kehidupan yang aman dan tenteram sesama penduduk dan antar umat beragama dengan desa luar, maka setiap keluarga menanamkan nilai-nilai

adat pada setiap individu anggota keluarganya. Adat merupakan kaidah atau norma-norma yang menata dan memolakan perilaku orang-orang Angkola dalam hidup bermasyarakat. Sistem sosial Dalihan Na Tolu yang terdapat dalam kehidupan

masyarakat Angkola-Sipirok menjadi suatu mekanisme tradisional yang berfungsi untuk menjalankan adat sebagai suatu kekuatan penggerak perilaku hidup

bermasyarakat. Hal inilah yang juga menjadi panutan dan sebagai penopang bagi

9

(6)

masyarakat Janji Mauli untuk mempertahankan dan menjalin interaksi yang baik

dengan masyarakat luar yang berbeda agama.

Dengan adanya sebuah desa yang dapat mempertahankan eksistensinya dalam

tradisi hingga berpuluh tahun lamanya, dan mampu membangun kehidupan yang rukun dan tenteram di sekitarnya, maka oleh penulis sangat menarik untuk mengkajinya dalam konteks sejarah sosial. Agar pembabakan waktunya tidak terlalu

luas, maka ditentukan periodisasi penulisan. Penelitian diawali mulai dari tahun 1900 di mana pada tahun inilah diresmikan desa Janji Mauli dan mulai dibangunnya gereja

HKBP Janji Mauli. Sementara itu batas penulisan penelitian ini diakhiri pada tahun 1980, karena pada tahun inilah masyarakat tidak lagi termasuk di dalam naungan HKBP, berpindah ke GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola).

1.2 Rumusan Masalah

Dalam melakukan sebuah penelitian, maka yang menjadi landasan penelitian adalah akar masalah yang ada dalam topik yang dibahas. Hal inilah yang diungkapkan dalam pembahasannya. Akar permasalahan merupakan hal yang sangat

penting karena di dalamnya diajukan konsep yang dibahas dalam penelitian dan menjadi alur dalam penulisan.

(7)

mempermudah permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan

beberapa pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Desa Janji Mauli?

2. Bagaimana kehidupan masyarakat Desa Janji Mauli dari tahun 1900 sampai 1980?

3. Apa tradisi yang berlaku pada masyarakat Desa Janji Mauli sejak tahun 1900 sampai 1980?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Setelah penulis menetapkan apa yang menjadi pokok permasalahan yang akan

di bahas dalam penelitian ini, maka selanjutnya adalah menentukan tujuan penulis dalam melakukan penulisan ini serta manfaat yang dapat dipetik.

Adapun tujuan penelitian ini adalah.

1. Menjelaskan latar belakang terbentuknya Desa Janji Mauli di Kecamatan Sipirok.

(8)

3. Menjelaskan tradisi yang berlaku pada masyarakat desa Janji Mauli di

Kecamatan Sipirok sejak tahun 1900 sampai 1980.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Agar masyarakat di desa Janji Mauli mengetahui sejarah desa Janji Mauli. 2. Supaya masyarakat dapat membandingkan kehidupan sosial dulu dengan

sekarang dan juga untuk mengetahui perkembangan pola pikir masyarakat

desa Janji Mauli.

3. Menambah wawasan pembaca dalam mengetahui tradisi masyarakat Janji

Mauli di Kecamatan Sipirok.

4. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka.

Lance Castles, dalam Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera :

Tapanuli 1915-1940 (2001), menjelaskan perubahan Tapanuli akibat kolonialisme yang ditulis berdasarkan penelitian. Penjajahan di Tapanuli telah membawa

(9)

dalamnya perubahan tersebut hingga tidaklah mungkin kita memahami masyarakat

Tapanuli dewasa ini tanpa terlebih dahulu mengerti sosok kekuasaan penjajah.

Buku ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah suatu daerah di Indonesia dan

penduduknya. Daerah itu adalah Keresidenan Tapanuli minus Nias dan pulau-pulau lepas pantai lainnya. Bagian daratan keresidenan itu didiami oleh kelompok etnis Batak, sedangkan Nias didiami oleh kelompok etnis lainnya, dan karena itu sebaiknya

merupakan pokok penelitian yang terpisah. Karena pentingnya masalah emigrasi ke berbagai daerah lainnya di Indonesia dalam kehidupan Tapanuli sebelum perang.

Uli Kozok, dalam Utusan Damai di Kemelut Perang : Peran Zending dalam Perang Toba (2010), mengulas perjalanan seorang zending Nomensen di Tanah Batak. Uli kozok lebih menjelaskan perjumpaan para zending dengan masyarakat

Batak Toba. Uli Kozok menulis peran Misi Protestan Jerman dalam sejarah Tanah Batak dan dalam perkembangan masyarakatnya. Melalui dokumen-dokumen otentik

(surat-surat dan artikel para misionaris), Uli Kozok membuktikan bahwa para misionaris meminta Pemerintah Belanda agar menganeksasi daerah Silindung dan Toba, bahkan ikut sendiri secara fisik dalam Perang Batak I, pada tahun 1878. Uli

Kozok menuliskan secara rinci pengalaman para penginjil (zending) di Tanah Batak. Dia menuliskan sejarah masuknya injil ke Tanah Batak, melalui tokoh-tokoh. Buku

(10)

van Peursen dalam Strategi Kebudayaan (1998), menjelaskan suatu gambar

sederhana mengenai perkembangan kebudayaan, sebuah skema yang dapat kita pakai dalam situasi-situasi yang selalu berganti rupa dan yang kita alami sendiri.

Berpangkal pada teori informasi van Peursen melihat kebudayaan sebagai siasat manusia menghadapi hari depan. Dia melihat kebudayaan itu sebagai suatu proses pelajaran yang terus menerus sifatnya. Van Peursen menyajikan suatu model

kebudayaan yang bertahap tiga: tahap mitologis, ontologis, dan fungsional. Cara pendekatannya adalah struktural dan bukan fenomenologis atau berdasarkan teori

pengetahuan.

Soetomo dalam Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat (2008), menjelaskan dalam implementasi beberapa pengaturan tata ruang secara hirarkis

melalui kebijakan spasial yang terintegrasi, meski dapat mengurangi pemusatan perkembangan sosial ekonomi di kota-kota besar, disparitas desa-kota dan disparitas

antarwilayah, namun demikian tidak jarang dijumpai masih adanya warga masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Warga masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan berada pada satu

(11)

1.5 Metode Penelitian

Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah sangatlah penting. Metode penelitian sejarah lazim disebut dengan metode sejarah.

Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis.10 Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum di dalam metode sejarah sangat membantu setiap penelitian di dalam merekonstruksi kejadiann pada masa yang telah

berlalu.

Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah

melalui tahapan demi tahapan, yaitu:

Tahap pertama heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian

kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan beberapa buku, majalah, artikel-artikel, skripsi dan karya tulis

yang pernah ditulis sebelumnya berkaitan dengan judul yang dikaji. Kemudian penelitian lapangan akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan dalam penulisan ini. Dalam fase heuristik, selain mengumpulkan

bahan-bahan seperti telah disebutkan di atas, juga digunakan ”ilmu-ilmu bantu” yang

relevan dengan fokus penelitian. Ilmu-ilmu bantu yang merupakan pendukung ilmu

10

(12)

sejarah disebut auxiliary sciences atau sister disciplines,11 yang penggunaannya

tergantung pada pokok atau periode sejarah yang dikaji. Ilmu bantu mempunyai fungsi-fungsi penting yang digunakan oleh para sejarawan dalam membantu

penelitian dan penulisan sejarah, sehingga menjadikan sejarah sebagai suatu karya ilmiah. Ilmu bantu dalam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, psikologi, antropologi, politikologi, ekonomi, dan lain sebagainya. Konsep-konsep dari ilmu sosial

membantu atau menjadi alat (tools) untuk kajian sejarah yang analitis-kritis ilmiah.12

Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini kritik

dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi) yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan

Perpustakaan Daerah. Kritik ini disebut kritik intern. Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsukah sumber tersebut agar diperoleh

keautentikannya, kritik ini disebut kritik ekstern.

Tahapan ketiga adalah interpretasi, dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan satu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif

dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan

11

Ibid., hal. 49. 12

(13)

dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang

objektif.

Tahap terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat

dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada

untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah.

Dalam perkembangan penelitian dan penulisan sejarah terutama abad ke-20

dan ke-21 ini para sejarawan telah membiasakan diri mengenal dan menggunakan sejumlah konsep-konsep, baik yang dikenal dari dalam lingkungan sejarah sendiri maupun yang diangkat dari ilmu-ilmu sosial lain. Ketika menganalisis berbagai

peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarawan menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajian. Ini dikenal dengan

pendekatan interdisiplin atau multidimensional yang memberikan karakteristik

“ilmiah” kepada sejarah. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini

memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga

pemahaman tentang masalah itu, baik keluasaan maupun kedalamannya, akan semakin jelas.13

13

Referensi

Dokumen terkait

Islam tidak menolak usaha menghasilkan laba, oleh karenanya tidak ada alasan bagi lembaga keuangan bank untuk tidak masuk dalam suatu kemitraan dengan pengusaha dan meminjamkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa muatan nilai-nilai karakter kebangsaan yang dikembangkan oleh Kemendikbud dalam buku teks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Bagi semua personil yang akan terlibat dalam pelaksanaan pengujian UTR komponen reaktor daya dari saat fabrikasi, konstruksi dan operasi harus memenuhi

sengaja adalah qisâs dan kifarat, sedangkan penggantinya adalah diat dan ta'zir. Adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat. Pembunuhan

Secara bertahap, pasien dapat mengkonsumsi diet berupa cairan penuh pada hari kedua setelah operasi, diet makanan lunak pada hari ketiga, dan diet makanan biasa pada hari

beratnya. Sementara itu, jika nilai b lebih besar dari 3 menunjukkan pertambahan  berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya (Effendie 2005).     

Dan kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan, dimana reklamasi yang sangat mungkin akan merusak kehidupan di bawah perairan laut dapat menjadikan kawasan

Jadi sesuai dengan kriteria penilaian yang terdapat pada Bab III, maka siswa kelas VII SMP telah mampu dengan baik menganalisis pola suku kata dalam karangan, karena