5 BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Komunikasi
2.1.1. Defenisi Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti “sama”. Istilah pertama (communis) paling
sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari
kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran,
suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi
kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi
hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran,” “Kita mendiskusikan makna,” dan “Kita mengirimkan pesan”. Setiap ahli mempunyai definisinya tersendiri mengenai arti dari komunikasi (Mulyana, 2003).
Berikut adalah beberapa definisi komunikasi menurut para ahli yang
dirangkum oleh Mulyana (2003):
1. Gerald R. Miller, Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan
suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk
mempengaruhi perilaku penerima.
2. Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku mereka.
3. Raymond S. Ross, Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir,
memilih, dan mengirimkan symbol-simbol sedemikian rupa sehingga
membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya
yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.
4. Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante, Komunikasi adalah transmisi
informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.
5. Harold Lasswell, Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah
6
Channel To Whom With What Effect?) Atau siapa mengatakan apa dengan
saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?
Berdasarkan definisi Lasswell dalam buku Suatu Pengantar Ilmu
Komunikasi (Mulyana, 2003) ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang
saling bergantung satu sama lain, yaitu:
1. Sumber (source), adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan
untuk berkomunikasi. Sumber juga boleh jadi seorang individu, kelompok,
organisasi, perusahaan, atau bahkan suatu negara.
2. Pesan, apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan,
nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen:
makna simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau
organisasi pesan.
3. Saluran/Media, alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan
pesannya kepada penerima. Saluran boleh merujuk pada bentuk pesan yang
disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal.
4. Penerima (receiver), yakni orang yang menerima pesan dari sumber.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola
piker, dan perasaannya, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan
seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang
dapat ia pahami.
5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,
misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur,
perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan,
perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan
menjadi bersedia membelinya) dan sebagainya.
2.1.2. Komunikasi Massa.
Komunikasi massa diartikan secara sederhana sebagai proses
komunikasi menggunakan media massa. Teori komunikasi massa secara umum
membahas tentang pengaruh atau dampak pemberitaan media massa terhadap
7
sajian media terhadap masyarakat (Mc Quail,2011). Berikut bebrapa model
teori komunikasi massa yang di ungkapkan oleh Mc Quail :
1. Teori Peluru ( The Bullet Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa pesan media dianggap sebagai peluru yang
disasarkan pada khalayak sedemikian rupa sehingga tak dapat dampak
dari pemberitaan media tak dapat dihindari oleh khalayak.
2. Teori Kultivasi
suatu teori tentang nilai-nilai yang disalurkan oleh media massa,
khususnya oleh televisi kepada khalayak. Khalayak menganggap bahwa
apa yang disampaikan melalui media televisi telah sesuai dengan fakta
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
3. Teori Keheningan ( Spiral Of Silence Theory )
Teori ini menganggap bahwa khalayak akan berasumsi dan berpihak
pada pihak mayoritas yang diberitakan dan sebaliknya menekan pihak
minoritas dari sebuah permberitaan.
4. Teori Pengharapan Nilai ( The Expentancy Value Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa khalayak mengharapkan pemberitaan
maupun tayangan televisi yang menghibur, sehingga ketika pemberitaan
maupun tayangan tidak sesuai yang mereka harapkan maka khalayak
akan mengabaikan media tersebut.
5. Teori Jarum Suntikm (Hypodermic Needle Theory)
Teori ini merupakan teori yang dapat membuat khalayak terpengaruh
pola pikir perilakunya dengan apa yang diberitakan atau ditampilkan
melalui media massa.
6. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa semakin sesoerang bergantung pada suatu
media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut akan
menjadi sesuatu yang penting bagi orang tersebut.
7. Teori Perbedaan Individu (Individual Differences Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa individu yang satu dengan individu lainnya
berbeda latar belakang baik segi pengetahuan, pengalaman, psikologis
8
dengan lainnya akan bersikap dan menilai sebuah pemberitaan media
dengan berlandaskan pada nilai yang dianut.
8. Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa orang lebih banyak mendapatkan informasi
yang ada dimedia dari orang lain, melalui hubungan interaksi sosial.
9. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)
Dalam teori ini dijelaskan bahwa khalayak akan mempelaja, meniru dan
mempraktekan apapun yang mereka anggap penting dari apa yang
diberitakan maupun yang ditayangkan melalui media massa. Hal-hal
yang dipelajari akan dijadikan sebagai acuan dalam berpikir dan
bertingkah laku.
10.Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan (Uses and Gratication
Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa khalayak sangat bergantung dan
membutuhkan pemberitaan atau tayangan tertentu dari media massa
untuk kepuasan tertentu pula, sehingga khalayak akan memanfaatkan
media massa secara khusus untuk hal yang dibutuhkan dan
mengesampingkan informasi lain yang ada dalam media massa.
11.Teori Determinasi Teknologi (Technological Determinism Theory) Dalam teori ini dijelaskan bahwa peerubahan teknologi informasi sangat
penting bagi kehidupan manusia, sehingga perkembangan media massa
dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi merupakan
hal yang penting bagi khalayak, karena dalam teori ini menekankan
bahwa media massa ibarat benda hidup yang perkembangannya selalu
dinantikan oleh khalayak.
12.Teori Konstruksi Sosial
Teori ini menjelasakn bahwa media dapat menciptakan konstruksi
social, merekonstruksi kembali sesuatu yang pernah terjadi layaknya
sebuah film, walaupun tidak sesuai dengan kenyataan yang pernah
9
13.Teori Penentu Agenda (Agenda Seting Theory)
Dalam teori ini menjelaskan bahwa setiap media dianggap penting oleh
khalayak untuk menentukan kebenaran akan suatu informasi kedalam
agenda publik.
14.Teori Media Klasik
Teori ini menjelaskan bahwa suatu media memiliki setiap media
memiliki ciri khas yang menonjol dalam hal apapun. Media dipandang
sebagai pikiran manusia yang diciptakan untuk menguasai manusia lain
(khalayak) untuk memaksakan manusia yang dikuasai tersebut percaya
atau sependapat dengan informasi yang disampaikan oleh media massa.
Media juga dijadikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu seperti
hiburan, informasi, entertain, pendidikan dan lainnya.
2.2 Pesan
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Menurut Onong Effendy, pesan adalah : “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa atau lambang-lambang lainnya yang disampaikan kepada orang lain.” (Effendy, 2002). Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah : “produk fiktif yang nyata yang dihasilkan oleh sumber-encoder.” (Siahaan, 1991).
Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu makna, simbol yang digunakan untuk
menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah
kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan,
baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah dan sebagainya) ataupun tulisan
(surat, esai, artikel, novel, puisi, pamflet dan sebagainya). Kata-kata memungkinkan kita
berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara non verbal,
seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh.
Pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan
(kecuali rangsangan verbal) dalam suatu komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan
10
pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, seseorang
mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut
bermakna bagi orang lain (Liliweri, 2011)
Pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Hampir semua rangsangan wicara yang disadari termasuk ke dalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan
dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol
dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan
pikiran, perasaan dan maksud seseorang. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
merepresentasikan berbagai aspek realitas individual seseorang. Konsekuensinya,
kata-kata adalah abstraksi realitas manusia yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang
merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu (Mulyana, 2003).
Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi pesan dan wujud
pesan.
1. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga
bermakna bagi orang lain. Contoh: bahasa Indonesia adalah kode yang
mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa
sehingga mempunyai arti.
2. Isi pesan adalah bahan atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh
komunikator untuk mengkomunikasikan maksudnya.
3. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri,
komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik aka nisi pesan di
dalamnya.
Pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Menurut A.W. Widjaja dan M.
Arisyk Wahab terdapat tiga bentuk pesan, yaitu :
a. Informatif
Yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan
mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan
11 b. Persuasif
Yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran
manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah.
Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan
terasa dipaksakan, akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.
c. Koersif
Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi
dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan di
kalangan publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk
penyampaian suatu target. (Widjaja & Wahab, 2000)
Dalam menciptakan pengertian yang baik dan tepat antara komunikator dan
komunikan, pesan harus disampaikan sebaik mungkin. Sedikitnya ada Sembilan pesan menurut S.M. Siahaan dalam bukunya “Komunikasi Pemahaman dan Penerapan”, yaitu:
a. Pesan harus cukup jelas (clear), bahasan yang mudah dipahami, tidak
berbelit-belit, tanpa denotasi yang menyimpang dan tuntas.
b. Pesan itu mengandung kebenaran yang mudah diuji (correct), berdasarkan
fakta, tidak mengada-ada dan tidak diragukan.
c. Pesan itu diringkas (consice) dan padat serta disusun dengan kalimat pendek
(to the point) tanpa mengurangi arti yang sesungguhnya.
d. Pesan itu mencakup keseluruhan (comprehensive), ruang lingkup pesan
mencakup bagian-bagian yang penting dan yang patut diketahui komunikan.
e. Pesan itu nyata (konkret) dapat dipertanggung jwabkan berdasarkan data dan
fakta yang ada, tidak sekedar isu atau kabar angina.
f. Pesan itu lengkap (complete) dan disusun secara sistematis.
g. Pesan itu menarik dan meyakinkan (convincing). Menarik karena bertautan
dengan dirinya sendiri, menarik dan meyakinkan karena logis.
h. Pesan itu disampaikan dengan sopan (courtesy) harus diperhitungkan kadar
kebiasaan, kepribadian, pola hidup dan nilai-nilai komunikasi, nilai etis
12
i. Nilai pesan itu sangat mantap (consistent) artinya tidak mengandung
pertentangan antara bagian pesan yang lain. Konsistensi ini sangat penting
untuk meyakinkan komunikan akan kebenaran pesan yang disampaikan.
(Siahaan, 1991)
2.3 Analisis Wacana Kritis
Istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana
diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah
dari bahasa Inggris discourse. Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang
berbeda) dan currere (lari) (Darma,2009).
Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail
Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut
urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan,
yang resmi dan teratur (Sobur, 2001). Sedangkan menurut Roger Flower dalam buku
Eriyanto mengatakan wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik
pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini
mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman
(Eriyanto, 2001). Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa
wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai
aneka fungsi (pragmatik) bahasa (Sobur, 2001).
Berdasarkan rumusan pendapat mengenai pengertian wacana tersebut, maka dapat dirangkum pengertian wacana itu adalah “sebuah cara mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk lisan maupun tulisan yang teratur dan sistematis dalam kesatuan
bahasa yang besar, dengan tema-tema dan topik-topik yang disajikan kepada khalayak.”
Analisa adalah cara mengkaji soal dengan mencari unsur-unsur dasar yang
terkandung dalam persoalan tersebut dan kemudian menggali hubungan antara
unsur-unsur itu, proses pemecahan kasus secara teratur, terorganisasi, sistematis, dan langkah
menguraikan satu keseluruhan ke dalam bagian-bagian. Sedangkan analisis adalah
13
Dalam suatu studi terhadap media, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu analisis isi, analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana.
Posisi keempatnya sama-sama berada dalam pembahasan terhadap isi media, khususnya
dengan metodologi kualitatif. Perbedaannya adalah pendekatan analisis isi hanya
bertujuan melihat peristiwa apa yang diberitakan pada suatu media (to find what),
sementara kegiatan pendekatan lainnya melihat bagaimana wartawan memandang suatu
peristiwa (to find how). Seiring perkembangannya, analisis isi dinilai memiliki banyak
keterbatasan untuk menganalisis isi pesan, terutama dalam menyingkap tingkat
ideologis suatu media.
Sementara seperti yang Alex Sobur katakan bahwa dengan analisis framing,
analisis semiotika, dan analisis wacana dapat dipahami bahwa isi media itu dipengaruhi
oleh berbagai komponen dalam institusi media itu sendiri (Sobur, 2001). Rincinya,
analisis isi hanya melihat apa yang tertulis dalam teks media. Analisis semiotika
meneliti tanda-tanda yang terdapat dalam bahasa atau gambar. Analisis framing
membedah cara-cara atau ideologi media dalam mengkonstruksi fakta dengan melihat
bagian-bagian yang ditonjolkan, dihilangkan, dan arah suatu pemberitaan. Sedangkan
analisis wacana melihat bagimana cara media atau wartawan mewacanakan suatu berita
dengan meneliti struktur dan kesinambungan suatu teks. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan analisis wacana.
Pembahasan wacana pada segi lain adalah membahas bahasa dan tuturan itu
harus di dalam rangkaian kesatuan situasi penggunaan yang utuh. Analisis wacana lebih
menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, dasar dari
analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari
metode interpretatif yang mengandalkan pengamatan dan penafsiran peneliti. (Eriyanto,
2001).
Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana dalam bahasa. Pandangan
pertama dituturkan kaum positivism-empiris, menurutnya analisis wacana
menggambarkan tata tuturan kalimat, bahasa dan pengertian bahsa. Pandangan kedua
disebut konstruktivisme, yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis
untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga disebut
14
proses produksi dan reproduksi makna, di mana bahasa dipahami sebagai reprentasi
yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun
strategi-strategi di dalamnya (Badara, 2012). Paradigma kritis melihat bahwa media
bukanlah saluran bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan
digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. (Eriyanto, 2001).
Pandangan ini melihat bagaimana kedudukan wartawan dan media yang bersangkutan
dalam keseluruhan proses berita.
Eriyanto (2001) memandang wacana dalam 3 pandangan, pandangan
positivisme-empiris, konstruktivisme dan kritis. Positivisme-empiris memandang bahwa
bahasa adalah jembatan antara manusia dan obyek di luar dirinya, sehingga analisis
wacana digunakan untuk menggambarkan tata urutan kalimat, bahasa dan pengertian
bersama. Para konstruktivisme memandang bahasa sebagai subyek yang memiliki
kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana,
sehingga analisis wacana digunakan untuk membongkar maksud atau makna tertentu.
Pandangan kritis menganggap bahasa sebagai representasi yang berperan dalam
membentuk subyek tertentu, sehingga analisis wacana digunakan untuk membongkar
kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa seperti batasan wacana, perspektif yang
dipakai, dan topik yang dibicarakan.
Analisis wacana kritis bukan hanya mempelajari mengenai bahasa. Bahasa
dalam analisis wacana dianalisis dengan menggambarkan dan menghubungkan dengan
konteks. Konteks yang dimaksudkan adalah bahasa yang digunakan untuk tujuan dan
praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan (Eriyanto,2001:7). Menurut Fairclough dan
Wodak (2001) analisis wacana kritis dalam pemakaian bahasa berupa kata-kata dan
tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial, yang berdampak menjadi efek ideologi
dimana ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kuasa yang tidak seimbang.
Kekuasaan yang didapat digunakan sebagai pembentukkan subyek dan
15
Analisis wacana kritis memiliki karakteristik menurut Teun A. van Djik,
Fairclough, dan Wodak (Eriyanto, 2001:8) :
1. Tindakan
Wacana dipahami sebagai suatu tindakan, dalam hal ini wacana dianggap sebagai suatu
interaksi. Interaksi yang dimaksudkan adalah tulisan dan tutur kata, sehingga tulisan dan
tutur kata dianggap sebagai wacana. Wacana dipandang sesuatu yang bertujuan baik
mempengaruhi, mendebat, atau membujuk, dan juga dipandang sebagai sesuatu yang
diekspresikan secara sadar dan terkontrol.
2. Konteks
Konteks wacana kritis melihat wacana dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis
pada suatu konteks tertentu. Guy Cook (2001:8) memandang konteks wacana sama
dengan konteks komunikasi, seperti siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan
mengapa, dalam situasi dan khalayak seperti apa dan sebagainya. Arti sempitnya
konteks dalam wacana digunakan untuk melihat latar belakang, situasi sebuah peristiwa.
3. Historis
Historis melihat wacana berada dalam sebuah konteks sosial, sehingga wacana
ditempatkan dalam konteks historis tertentu. Kontes historis akan melihat sejarah atau
cerita dibalik sebuah wacana atau melihat bagaimana keadaan saat wacana diproduksi.
4. Kekuasaan
Teks atau sebuah percakapan dipandang sebagai sebuah wacana. Wacana tersebut
bukan sebagai sesuatu yang ilmiah, wajar dan netral, namun wacana merupakan bentuk
pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksud adalah sebuah kunci
hubungan antara wacana dengan masyarakat. Memiliki kekuasaan berarti berhak
mengkontrol siapa yang perlu diwacanakan dan diwacanakan seperti apa, sehingga
wacana tersebut dipakai untuk mengkontrol pihak yang tidak dominan.
5. Ideologi
Dalam ideologi, memandang teks dan percakapan sebagai sebuah praktik ideologi atau
cerminan ideologi. Ideologi tersebut dibangun untuk mereproduksi/ melegitimasi
16 2.4. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4.
Penelitian Tedahulu
Penelitian Judul Konsep Metode Hasil Penelitian
18
Pikiran Rakyat
cenderung
Brandingg
Repitation negatif
Presiden SBY.
Analisis Produksi
Teks Kompas
cenderung
Branding
Reputation positif
Presiden SBY.
Dengan adanya beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan
untuk ini, dan sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas bahwa metode yang
digunakan adalah metode analisis wacana kritis dengan model Teun Van Djik, maka
peneliti merasa penting untuk menggambarkan perbedaan dari penelitian yang hendak
dilakukan dengan beberapa penelitian terdahulu diatas.
Peneliti melihat bahwa pada penelitian beberapa penelitian terdahulu diatas
secara secara konsep pada umumnya hanya menggambarkan bagaimana media
mengkonstruksi atau membangun sebuah teks, wacana, gambaran sebuah program acara
dan juga idelogi yang dibangun melalui media serta program acara yang diteliti. Peneliti
belum melihat adanya upaya untuk melihat lebih jauh tentang hal-hal yang sebenarnya
ingin disampaikan melalui teks serta wacana yang dikonstruksi oleh media yang diteliti
serta program acara yang diteliti sebelumnya. Untuk itu melalui penelitian ini peneliti
tidak sekedar mencari tau bagai mana media lewat program acaranya mengkonstruksi
teks, wacana serta ideologi yang dibangun tapi peneliti lebih jauh ingin melihat apa
yang hendak disampaikan di balik hal – hal tersebut.
2.5. Kerangka Pikir
Kasus penodaan agama yang menjerat Ahok sebagai terdakwa, berakhir dengan
putusan berupa hukuman 2 tahun penjara bagi Ahok dalam siding putusan pada tanggal
09 Mei 2017 lalu. Atas putusan ini, kuasa hukum dan keluarga Ahok sebelumnya
19
pada akhirnya dilakukan pembatalan untuk melakukan hal tersebut oleh pihak Ahok.
Pemberitaan mengenai pembatalan banding yang dilakukan, tercatat sebagai berita
utama pada surat kabar online Kompas.com sejak tanggal 21-24 Mei 2017. pemberitaan
mengenai sebua peristiwa pada media tidak terlepas dari idiologi media itu sendiri, serta
pengaruh sosial, ekonomi, politk dan budaya daerah tertentu, maka dapat dikatakan juga
bahwa lahirnya wacana pencabutan banding oleh Ahok yang muncul pada teks berita
pada surat kabar online Kompas.com, tidak terlepas dari hal-hal tersebut. Hal ini
tentunya mengaibatkan timbulnya berbagai opini masyarakat yang tentunya tidak
terorganisir serta menyebar secara luas dan disatukan oleh isu tertentu dengan adanya
kontak satu dengan yang lainnya, terutama melalui jeringan sosial
Dengan demikian, peneliti ingin melihat bagaimana pemberitaan tentang
pencabutan banding oleh Ahok pada media Online kompas.com berdasarkan analisis
wacana kritis. Peneliti akan menganalisis pemberitaan tersebut menggunakan model
analisis Teun A. Van Dijk. Pertama, peneliti akan menganalisis secara teks. Kemudian,
peneliti akan melihat kognisi dari wacana-wacana yang ada di media massa dan media
sosial. Setelah itu, dilihat konteks sosialnya dari kondisi-kondisi lokal, juga melihat
kondisi nasional saat ini. Selain itu dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat kearah
mana opini publik digiring dalam pemberitaan Kompas.com mengenai pencabutan
20
Gambar 2.5.
Kerangka Pikir.
PEMBERITAAN KOMPAS.COM
(Pesan) ANALISIS WACANA
KRITIS (Teun van Djik dalam Eriyanto,
2001)
* Dimensi Teks * Dimensi Kognisi Sosial
* Dimensi Konteks Sosial
Kompas.com) SOURCE
* Tim Kuasa Hukum Ahok
* Veronica Tan