P r o s id in g K o n g r e s O b s te tr i d a n
G in e k o lo g i In d o n e s ia X V I B a n d u n g
B U K U II
tsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Editor:
Tono Djuwantono
Wiryawan Permadi
Dian Tjahyadi
Yudi Mulyana Hidayat .
Hartanto Bayuaji
Anita Deborah Anwar
P e r s a tu a n O b s te tr i d a n G in e k o lo g i In d o n e s ia
(P O G I)
P r o s id in g K o n g r e s O b s te tr i d a n
G in e k o lo g i In d o n e s ia X V I B a n d u n g
B U K U II
P e n e r b it:
tsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Dep./SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unpad RSUPDr. Hasan Sadikin Bandung - Bekerja sama dengan POGI
JI. Pasteur No. 38 Bandung - 40161 Telp: 022-2032530, 022-2034953-55,
Pes.3240 Fax 022-2039086
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penerbit
P e n a ta Is i:
David Halim, Edwin Kurniawan, Yanni Melliandari Achmad
D e s ig n C o v e r :
Tono Djuwantono, Wiryawan Permadi, Stanislaus Adiwibowo Widjanarko
Copyright
©
2015ISBN 978-602-73012-0-7
S a n k s i P e la n g g a r a n P a s a l 7 2
U n d a n g - U n d a n g N o 1 9 T a h u n 2 0 0 2 te n ta n g H a k C ip ta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
RISIKO KLINIS MOLA HIDATIDOSA
KOMPLET SEBAGAI FAKTOR RISIKO
MOLA PERSISTEN
tsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Yudi M. Hidayat, Sofie R Krisnadi, Supriadi Gandamihardja,
Mieke H Satari, Bethy S. Hernowo, Bambang Sutrisna
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
P e n d a h u lu a n
Trofoblas adalah sel utama pembentuk plasenta. Penyakit yang berasal dari sel-sel
ini disebut penyakit trofoblas gestasional (PTG). Mola hidatidosa komplet (MHK)
adalah salah satu bentuk penyakit sel trofoblas yang patologis dan memiliki potensi
berubah ke arah keganasan. Insidensi penyakit trofoblas, baik yang jinak maupun
ganas, di Indonesia dan negara berkembang lainnya masih cukup tinggi
dibandingkan dengan negara rnaju'"
GFEDCBA
W o r l d H e a l t h O r g a n i z a t i o n (WHO), melaporkan penelitian di negara barat
angka kejadian mola hidatidosa (MH) sekitar
1:1.450
hingga1:2.000
kehamilan danangka kejadian koriokarsinoma
1:14.000
hingga1:40.000,2
sedangkan padapenelitian di Indonesia insidensi M H
1:51
sampai 1 4 1 kehamilan, dan di Jawa Barat1:28
sampai1:105
kehamilan sedangkan di Kotamadya Bandung dan sekitarnyaadalah
1:427
kehamilan dengan insidensi tumor trofoblas gestational (TTG)1:822
keharnilan.v'
H a l yang perlu diwaspadai adalah terjadinya keganasan (TTG), salah satunya
adalah mola persisten pascaevakuasi M H yang insidensinya antara
20%
sampai30%.
Keganasan ini berkembang sangat cepat dengan mortalitas tinggi yaitu
31-51%.2,6,7
Faktor risiko klinis yang diduga berperan terhadap keganasan pascamola yang
diketahui sampai saat ini, yaitu: usia
~35
tahun, paritas ~4, besar uterus~20
minggu, adanya kista lutein, gambaran histopatologi proliferasi trofoblas berlebih,
dan kadar ~hCG serum praevakuasi diatas
100.000
mIU/mL, namun deteksikeganasan dengan variabel klinis yang diketahui belum memberikan hasil yang
optirnal.s? Martaadisoebrata" melaporkan bahwa kejadian koriokarsinoma setelah
352
I
Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOG!) XVI 2015MH pada usia ~35 tahun lebih tinggi
(23,1%) dibandingkan dengan <35 tahun
(17,9%). Begitu pula Jayarnasa'' melaporkan bahwa penderita MH usia ~35 tahun
mempunyai risiko keganasan 2,1-3,8 kali lebih besar dibandingkan dengan usia <35
tahun.2
,3,5-8Salah satu bentuk keganasan (TIG) paling awal adalah mola persisten atau
GFEDCBA
p e r s i s t e n t t r o p h o b l a s t i c d i s e a s e
(PTD) menurut
F e d e r a t i o n I n t e r n a t i o n a l o f G y n e c o l o g y a n d O b s t e t r i c s(FIGO). Dilaporkan sebagian besar wanita dengan TIG
berusia 25-29 tahun dan 82,7% berusia kurang dari 40 tahun.? Penelitian Perbawati
dkk-?
di
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung
pada tahun
2010
melaporkan bahwa penderita TIG pada tahun 2007-2009 sebagian besar berusia
muda (25-29 tahun), dengan paritas rendah dan sebagian besar didahului penyakit
MHK. Di Indonesia, upaya menurunkan insidensi TIG dan deteksi dini keganasan
pascaevakuasi MH masih belum optimal yang dapat dilihat dari masih tingginya
angka kejadian keganasan pasca MH, baik pada kelompok risiko tinggi atau rendah.
Di RSHS pada tahun
2007-2011,
Sismawan dan
Hidayat-'
melaporkan
angka
kejadian TIG
sebesar 38,2% dari penderita
MH risiko rendah dan 61,8% dari
penderita MH risiko tinggi, yang menunjukkan bahwa usaha pencegahan keganasan
atas dasar faktor risiko klinis yang telah dilakukan belum optimal dan masih harus
terus diperbaiki.
Telah diketahui bahwa
c y e / i nD1 berperan pada proses proliferasi sel dan
c y e / i nD2,
c y e / i nD3 pada perubahan sel menjadi matur (diferensiasi sel). Gangguan
ekspresi
c y e / i nD1, D2, dan D3 ditemukan pada keganasan seperti kanker payudara,
duktus
pankreas, karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, serta karsinoma
esofagus. Saat ini diketahui bahwa terdapat peranan protein penekan tumor
( t u m o r s u p r e s o r p r o t e i n ) r e t i n o b l a s t o m a ( R b )yang berperan mengontrol ekspresi melalui
kelompok
protein
E2F, sehingga kerjasama
R bdengan
E2F akan menghambat
transkripsi proses pembentukan protein yang diperlukan untuk sintesis DNA.!2-20
Proses molekuler di atas diduga sebagai penyebab perubahan keganasan pasca MH,
dan perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan kebenaranya.
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
M a te r ia ls a n d M e th o d s
Subjek penelitian ini adalah seluruh penderita MHK dari tahun 2007 sampai 2011
Risika Klinis Mala Hidatidasa Kamplet sebagai Faktar Risika Mala Persisten
I
353GFEDCBA
c o h o r t untuk mengetahui hubungan faktor risiko demografi, klinis, laboratoris dan
molekuler subjek penelitian pasien MHK dengan terjadinya keganasan (mola
persisten/MP atau TTG) pascaevakuasi, dari pemantauan ~hCG. Dari rekam medis,
dicatat variabel faktor risiko klinis, histopatologi, laboratoris, dan ekspresi gen yang
diduga berperan dalarn kejadian mola persisten dengan penerapan konsep biologi
molekuler yang akan didapatkan dari gambaran imunoekspresi e y e / i n D1, D3, dan
R b pada plasenta MHK. Penderita MHK pascaevakuasi dipantau selama minimal 6
bulan (untuk yang sudah kembali normal) atau sampai 1 tahun untuk mengetahui
perkembangan ke arah M P atau keganasan melalui parameter kurva regresi ~hCG
dari Mochizuki.
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Im m u n o h is to c h e m is tr y (IH C )
The samples of primary tumors were fixed In 10% (vjv) formalin, embedded in
paraffin, and 4 urn sections were processed with hematoxylin eosin (H&E). Tissue
was evaluated by histological examination under light microscopy. Tissue sections
were treated with monoclonal anti e y e / i n D1, D3, dan R b mutant antibodies for
immunohistochemical analysis. The sections were examined using light microscopy
to establish the presence or absence of immunostaining and its distribution.
S ta tis tik
Hasil penelitian dianalisis secara statistik untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan analisis uji chi-kuadrat atau uji-t yang tidak berpasangan untuk
membandingkan antara dua kelompok pascaevakuasi mola yang menjadi MP atau
keganasan dan yang kembali menjadi normal berdasarkan penilaian kurva regresi
Mochizuki. S t a t i s t i c a l a n a l y s i s w a s p e r fo r m e d b y S P S s , v e r s i o n P < 0 . 0 5 w a s
c o n s i d e r e d t o b e s i g n i fi c a n t
H a s il
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui peranan imunoekspresi e y e / i n D1, D3,
R b mutant dan faktor-faktor risiko klinis pada kejadian mola persisten atau
keganasan penderita pasca evakuasi mola. Telah dikumpulkan 146 subjek penelitian
penderita MHK yang dilakukan tindakan kuretase di Departemen Obstetri dan
354
I
Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) XVI 2015memenuhi syarat, jumlah kasus MHK yang menjadi MP adalah 20 kasus (29%) dan
kasus MHK yang kembali menjadi normal sebagai kontrol adalah 48 kasus (71%).
Berdasarkan klasifikasi imunoekspresi
GFEDCBA
e y e / i n 01, 03 dan R b mutant terdapatperbedaan nilai histoskor tampak pada kasus MHK yang berkembang menjadi mola
persisten lebih tinggi e y e / i n 01. (5,4 vs 3,8), e y e / i n 03 (10,9 vs 7,7), p R b mutant (10,3
vs 5,8) (Tabel 2).
Imunoekspresi e y e / i n 01, 03 dan p R b mutant padaMHK yang menjadi MP
lebih tinggi dibandingkan MHK yang kembali normal (regresi) (Tabel 3). Nilai rasio
C y e / i n 01 yaitu 1,42, C y e / i n 03 1,41, dan p R b mutant sebesar 1,77. Uji statistik
menunjukkan perbedaan yang bermakna pada proporsi e y e / i n 01 (p=0,021) dan R b
(0,024), sedangkan pada e y e / i n 03 tidak didapatkan perbedaan bermakna (p>0,05).
Hubungan antara variabel klinis dan kejadian MP (Tabel 4) dengan
menggunakan uji chi-square. Analisis bivariat terhadap variabel paritas, kista lutein
dan besar uterus secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan pada
variabel usia (p=0,04), gambaran histopatologi proliferasi sel trofoblas berlebih
pascaevakuasi (p=O,OO), begitu juga pada variabel kadar ~hCG serum (p=O,Ol),
secara statistik didapatkan perbedaan yang sangat bermakna dengan p<0,05.
Perhitungan tabulasi silang antara variabel klinis dan imunoekspresi (Tabel 5)
yang memberikan nilai signifikan terhadap kejadian MP dengan p<0,05 pada uji
sebelumnya, secara statistik juga menunjukkan hubungan yang bermakna antara
varia bel klinis ~hCG dan gambaran histopatologi dengan imunoekspresi e y e / i n 01
dan p R b mutant, dengan nilai p<0,05.
Perhitungan analisis multivariat dengan l o g i s t i c r e g r e s s i o n menunjukkan hasil
tiga variabel klinis (usia, gambaran histopatologi, kadar ~hCG serum dan dua
variabel imunoekspresi ( e y e / i n 01 dan R b mutant) berhubungan bermakna secara
statistik terhadap terjadinya mola persisten (nilai p<0,05), sedangkan variabel klinis
paritas, besar uterus, kista lutein, dan imunoekspresi e y e / i n 03 tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna secara statistik (nilai p>0,05) (Table 6).
Oari analisis multivariat tersebut didapatkan nilai z yang dijadikan sebagai
patokan dasar untuk menghitung peranan setiap variabel dengan sistem
pembobotan yang berpengaruh (faktor risiko) terhadap kejadian MP. Oidapatkan
Risika Klinis Mala Hidatidasa Kamplet sebagai Faktar Risika Mala Persisten
I
3550,50 diberikan bobot 1 (0,5x2x10), sedangkan variabel risiko lainnya merupakan
kelipatan nilai z dari masing-masing variabel terhadap nilai z kadar ~hCG serum, \
misanya bobot nilai usia dengan nilai z=2,02 (2,02/0,50 = 4 kali kadar ~hCG serum
x10) didapatkan skor 40, bobot nilai paritas z = -1,46/0,5 = -2,9 kali x10 = - 29 dan
seterusnya, sehinqqe didapatkan nilai bobot setiap variabel seperti tercantum pada
Tabel7.
Perhitungan varibel faktor risiko klinis dan imunoekspresi yang dimiliki
penderita MHK dikalikan dengan bobot masing-masing variabel (Table 7), sehingga
didapatkan skor total prediksi untuk kemungkinan terjadinya MP pada kasus MHK
pada penelitian ini. Cara perhitungan model skor, misalnya: Sampel no. RM
0000653284 = Usia (36x40) + Paritas (2x-29) + Besar Uterus (19x32) + PA (lx65) +
Kadar ~hCG serum (1 x 10) + Histoskor D1 (12x47) + Histoskor
GFEDCBA
R b (12x34) = 2963,maka sampel tersebut termasuk dalam MHK risiko tinggi.
Perhitungan model sistem skoring yang dibuat (Tabel 8) terhadap setiap
sampel penelitian MHK, didapatkan nilai total skor, cuff-off point, sensitivitas, dan
spesifisitas sistem skoring prediksi MP yang dibuat pada penelitian ini. Dari
perhitungan tersebut, didapatkan cut-off point pada nilai skor 2.384 dengan
sensitivitas 75,0% dan spesifisitas 75,0%.
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
P e m b a h a s a n
Hasil analisis beberapa variabel demografi, klinis, dan ekspresi dalam penelitian ini
mendapatkan hasil sebagai berikut:
K a d a r p h C G s e r u m ~ 1 0 0 .0 0 0 m U /m L . Proliferasi sel trofoblas terutama
sinsitiotrofoblas akan meningkatkan produksi ~hCG, sehingga kadarnya di dalam
serum meningkat. Kadar ~hCG serum ~100.000 rnu/rnl, merupakan variabel faktor
risiko yang mempunyai hubungan bermakna dengan keja:dian MP (p=O,Ol). Pada
perhitungan bobot kadar ~hCG sebagai salah satu faktor risiko keganasan,
didapatkan nilai z=0,5 yang merupakan nilai z paling rendah yang berarti variabel
yang sangat penting yang berkaitan dengan variabel lainnya, sehingga kadar ~hCG
serum dipakai sebagai patokan untuk menghitung bobot skor variabel faktor risiko
356
I
Kongres Obstetri dan Ginekoiogi Indonesia (KOGI) XVI 2015TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
U s ia s a a t h a m il ~35 ta h u n . VariabeJ usia mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kejadian MP dengan nilai (p=0,04) dan nilai z 2,02. Pada
penelitian ini secara statistik disimpulkan efek positif usia d5 tahun dengan
kejadian MP dengan nilai z + 2,02. Hal ini berarti MHK pada usia ~35 mempunyai
risiko 4 kali lebih besar _untuk terjadinya keganasan pascaevakuasi mala
dibandingkan dengan variabel faktor risiko kadar ~hCG serum ~100.000 rnu/rnl,
Usia juga berperan sebagai faktor risiko kejadian atau insidensi kehamilan MHK.
P a r ita s ~4. Variabel paritas tidak mempunyai hubungan bermakna dengan
kejadian MP. Paritas lebih berperan sebagai faktor risiko kejadian kehamilan MHK
(p>0,05), dan nilai z=-1,46). Pada penelitian ini secara statistik didapatkan efek
proteksi tingginya paritas (~4) dengan kejadian MP yag ditunjukkan dengan nilai z
negatif 1,46. Hal ini berarti paritas ~4 mempunyai pengaruh proteksi 2,9 (1,46/0,5)
kali terhadap kejadian keganasan pasca evakuasi mala dibandingkan dengan
variabel faktor risiko kadar ~hCG serum ~100.000 mu/rnl,
B e s a r u te r u s ~20 m in g g u . Variabel uterus dapat dijadikan variabel faktor
risiko prediksi MP, walaupun harus lebih berhati-hati memakai variabel ini karena
tidak semua pasien MHK datang dengan besar uterus yang sebenarnya, dan pada
analisis statistik tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,23;z= + 1,59). Analisis
multivariat mendapatkan nilai Z= + 1,59 sehingga secara statistik efek posit if besar
uterus ~20 minggu terhadap risiko kejadian keganasan pasca evakuasi mala adalah
3,2 (2xl,59) kali lebih besar dibanding kadar harmon korionik gonadotropin (hCG)
pasien MHK. Varia bel besar uterus ini merupakan gejala sekunder terhadap kejadian
proliferasi sel trofoblas yang berlebihan di dalam kavum uteri, semakin banyak sel
trofoblas terbentuk akan membuat uterus semakin membesar.
K is ta lu te in . Variabel kista lutein tidak dijadikan variabel faktor risiko MP,
karena tidak didapatkan hubungan bermakna dengan kejadian MP. Kicsta lutein
adalah kista di ovarium yang terbentuk akibat stimulasi hCG dan membutuhkan
waktu yang lama untuk terjadinya kista lutein. Pada kasus MHK yang cepat
dilakukan evakuasi di RS, stimulasi hCG akan segera hilang, sehingga tidak sempat
terbentuk kista lutein; analisis statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna
(p>0,05).
G a m b a r a n h is to p a to lo g i . p r o life r a s i tr o fo la s b e r le b ih . Gambaran
Risiko Klinis Mola Hidatidosa Komplet sebagai Faktor Risiko Mola Persisten
I
35terjadi pada tingkat molekuler akibat siklus sel yang tidak terkontrol sehingga terjad
proliferasi sel yang tidak terkendali. Pada penelitian ini didapat hubungan bermakna
antara gambaran histopatologi proliferasi berlebih dan kejadian MP (p=O,OO) dan
z+3,23. Hal ini berarti gambaran histopatologis proliferasi trofoblas berlebih secara
statistik mempunyai efek risiko positif 6,5 x lebih besar dibandingkan dengan kadar
hCG terhadap kejadian keganasan pasca evakuasi mola.
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Im u n o e k s p r e s i
eye/in
D 1 . Dalam penelitian ini tampak imunoekspresiGFEDCBA
e y e / i nD1 mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian MP secara statistik (p=O,02
s.d 0,03), dan terdapat perbedaan rasio kadar imunoekspresi pada histoskor e y e / i n \
D1 lebih tinggi pada MHK yang berkembang menjadi MP dibanding MHK yang
kembali menjadi normal (5,40:3,77; 1,43 kali). Peningkatan imunoekspresi e y e / i n D1
berpengaruh pad a kecepatan siklus sel yang berlangsung pada MHK, menyebabkan
proses fase G1jS pada siklus sel berlangsung terlalu cepat sehingga fungsi kontrol
siklus sel tidak bekerja dengan baik. Pada perhitungan analisis multivariat
didapatkan nilai z untuk e y e / i n D1 sebesar +2,34, artinya imunoekspresi cyclin D1
pada MHK mempunyai pengaruh 5 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar hCG
pada kejadian MP pada penderita pasca evakuasi MHK.
Im u n o e k s p r e s i
eye/in
D 3 . Dalam penelitian ini tampak imunoekspresi e y e / i nD3 tidak mempunyai hubungan dengan MP secara statistik (p>O,05), akan tetapi
terdapat perbedaan rasio kadar ekspresi histoskor e y e / i n D3 lebih tinggi pada MHK
yang berkembang menjadi MP dibandingkan dengan MHK yang kembali menjadi
normal (10,85:9,93; l,09x). Imunoekspresi Cyclin D3 tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna kemungkinan disebabkan waktu pemantauan pada penelitian terlalu
singkat 1 tahun, seperti diketahui Cyclin D3 berperan
pada
proses diferensiasi seldan diferensiasi sel trofoblas pada mola yang akan rneniadi koriokarsinoma, mola
invasif dan PSTT membutuhkan waktu yang cukup lama. Peningkatan imunoekspresi
e y e / i n D3 bersama-sama dengan e y e / i n D1 memengaruhi kecepatan siklus sel yang
berlangsung pada MHK, menyebabkan proses fase G1jS pada siklus sel berlangsung
terlalu cepat sehingga fungsi kontrol siklus sel dan diferensiasi sel tidak bekerja
dengan baik. Pada penelitian ini imunoekspresi e y e / i n D3 tidak dimasukkan ke dalam
varia bel faktor prediksi keganasan karena tidak didapatkan hubungan bermakna
358
I
Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) XVI 2015TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Im u n o e k s p r e s i
Rb
m u ta n t. Dari hasil penelitian tampak telah terjadipeningkatan ekspresi
GFEDCBA
p R b mutant yang bermakna dan terdapat hubungan sangatbermakna dengan kejadian keganasan (p=0,03). Imunoekspresi R b mutant sangat
penting diketahui karena merupakan kunci penyimpangan dalam siklus sel terutama
pada fase siklus G1/S.
Pada,
analisis multivariat didapatkan nilai z+1,68 berartiimunoekspresi mutant protein R b mempunyai pengaruh pada kejadian mola
persisten atau keganasan pascaevakuai MHK 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
hCG.
Dari kesemua variabel yang berpengaruh pada proses terjadinya MP
pascaevakuasi MHK pada penelitian ini, dapat dibuat suatu model tabel prediksi
risiko MP sesuai tabel 4.9, dengan model seperti di bawah ini: Perhitungan faktor
risiko = A, data pasien = B, bobot setiap variabel = C, skor D = B x C, dan
ditemukan total skor dari setiap variabel. Contoh: Faktor risiko usia 40=(2,02/0,5x10),
paritas -29=(-1,46/0,5x10), besar uterus 32=(1,59/0,5x10), gambaran histopatologi
65=(3,23/0,5x10), kadar ~hCG 10=(0,5/0,5x 10), Histoskor D1 47 = (2,34/0,5x10),
Histoskor R b 34=(1,68/0,5x10).
Dari model tersebut didapatkan nilai cut-off point pada skor 2.384, sehingga
didapatkan interpretasi hasil skoring prediksi risiko mola persisten adalah sebagai
berikut:
1. Total skor <2.384 : pasien penderita mola hidatidosa komplit (MHK) risiko rendah
2. Total skor ~2.384 : pasen penderita mola hidatidosa komplit (MHK) risiko tinggi
K e s im p u la n
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut: Imunoekspresi
e y e / i n D1 lebih kuat pada pasien MHK yang berkembang menjadi MP dibanding
pasien MHK yang kembali menjadi normal (regresi). Tidak didapatkan hubungan
faktor risiko peningkatan imunoekspresi e y e / i n D3 pada MP pasca evakuasi MHK.
Imunoekspresi R b mutant lebih kuat pada pasien MHK yang berkembang menjadi
MP dibanding pasien MHK yang kembali menjadi normal (regresi). Terdapat
hubungan faktor risiko klinis usia, gambaran histopatologi proliferasi berlebih, kadar
~hCG serum ~100.000 mIU/mL, imunoekspresi e y e / i n D1 dan imunoekspresi p R b
mutant yang kuat terhadap kejadian MP. Didapatkan variabel klinis: usia d5 tahun
Risiko Klinis Mola Hidatidosa Komplet sebagai Faktor Risiko Mola Persisten
I
sel trofoblas berlebih (65), dan variabel imunoekspresi: eye/in D1 (47) dan Rb mu
(34) yang berpengaruh pada kejadan MP.
Masih terdapat wanita di Indonesia dengan kehamilan pada usia tua 21
tahun yang akan meningkatkan kehamilan patologis yang salah satunya ada
kehamilan MHK. I?roses molekuler peningkatan imunoekspresi eye/in D1 ya
berpengaruh pada kecepatan siklus sel (terutama fase G1/S) dan gangguan funQ
tumor supresor gen (mutasi Rb) sebagai kunci dalam memahami patogene
terjadinya mola persisten. Didapatkan model aplikasi skor prediksi risiko mo
persisten dari variabel-variabel klinis dan imunoekspresi yang berpengaruh terhada
kejadian mola persisten dengan nilai cut-off point 2384. Dihasilkan model aplika]
skor prediksi risiko mola persisten Bandung Trophoblastic Centre untuk dijadikat
acuan memilah penderita MHK risiko tinggi dan risiko rendah.
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
R e fe r e n c e s
1. Martaadisoebrata D. Perkembangan penyakit trofoblas gestasional di Jawa Barat
dan peranan RSHS dalam upaya penanggulangannya. Bandung: Risalah seminar
sehari penyakit trofoblas gestasional; 1998.
2. WHO. Gestational trophoblastic diseases, Report of WHO Scientific Group. ed.
Geneva; 1983.
3. Irianti S, Martaadisoebrata D, Anwar AD. Studi epidemiologi penyakit trofoblas
gestasional di kotamadya Bandung dan sekitarnya. Bali: KOGI XI; 2000.
4. Benjamin E. Pathology of gestasional trophoblastic disease. Edisi ke-1. Turkey:
GUNES Publishing; 2009.
5. Martaadisoebrata D. Problematik penyakit trofoblas ditinjau dari segi
epidemiologi serta pengelolaan [Disertasi]. Bandung: Universitas Padjadjaran;
1980.
6. Ober WB. Choriocarcinoma: historical notes. Dalam: Szulman AE, Buchsbaum HJ,
penyunting. Gestational trophoblastic disease. Edisi ke-L New York:
Springer-Verlag; 1987. him. 1-7.
7. Hernandez E, Huh W. Gestational trophoblastic neoplasia. 2007 [diunduh 26
Januari 2011]. Tersed ia dari:
http://emedicine.medscape.com/articie/279116-overview.
8. Jayamasa, Kurnen A, Dasuki D. Hubungan antara umur dan paritas terhadap
360
I
Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) XVI 20159. Tse KY, Ngan HY. Gestational trophoblastic disease. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol. 2012;26(3):357-70.
10. Perbawati RI. Gambaran epidemiologi klinik tumor trofoblas gestasional di
Rumah Sakit Hasan Sadikin periode tahun 2007-2009.Bandung. Tesis. Bandung:
Universitas Padjadjaran; 201).
11. Sismawan HB, Hidayat YM. Kejadian tumor trofoblas gestasional (TTG) pada
pasien pasca evakuasi molahidatidosa dan faktor risiko yang mempengaruhinya
di RSHS Bandung periode 2007-2011. Bandung: Universitas Padjadjaran; 2012.
12. Andreeff M, Goodrich DW, Koeffer HP. Cell proliferation and differentiation.
Dalam: Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum RR, penyunting. Holland-Frei cancer
medicine. Edisi ke-7. USA: BC Decker Inc; 2006. him. 27-40.
13. Arnold A, Papanikolaou A. Cyclin D1 in breast cancer pathogenesis. J Clin One.
2005;23:4215-24.
14. Jiang W, Zhang YJ, Khan SM. Altered expression of the cyclin D1 and
GFEDCBA
r e t i n o b l a s t o m a genes in human esophageal cancer. Proc Natl Acad Sci USA. 1993;90:9026-30.
15. Cheung AN, Srivastava G, Pittaluga S, Man TK, Ngan H, Collins RJ. Expression of
c-myc and
c-frns
oncogenes in trophoblastic cells in hydatidiform mole andnormal human placenta. J Clin Pathol. 1993;46(3):204-7.
16. Capparuccia L, Marzioni D, Giordano A, Fazioli F, De Nictolis M, Busso N, dkk.
PPARy expression in normal human placenta, hydatidiform mole and
choriocarcinoma. Mol Hum Reprod. 2002;8(6):574-9.
17. Bartkova J, Lukas J, Strauss M, Bartek J. Cyclin D3: requirement for G1/S
transition and high abundance in quiescent tissues suggest a dual role in
proliferation and differentiation. Oncogene. 1998;17(8):1027-37.
18. Liu JH, Mu ZM, Chang KS. PML suppresses oncogenic transformation of
NIH/3T3 cells by activated neu. J Exp Med. 1995;181:1965-73.
19. Fagan R, Flint KJ, Jones N. Phosphorylation of E2F-1 modulates its interaction
with the R e t i n o b l a s t o m a gene product and the adenoviral E4 19 kDa protein.
Cell. 1994;78(5):799-811.
20. Nevins JR. E2F: a link between the R b tumor suppressor protein and viral