BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan berasal dari kata Policy dari bahasa inggris. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan
asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak sedangkan publik bisa diartikan sebagai umum,
masyarakat, ataupun Negara.
Menurut Easton kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan
untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah
yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakt dan tindakan tersebut
merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk
dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.2
Menurut James E. Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun
disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari
luar pemerintah. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat
2
oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang
pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertanahan dan sebagainya.3
Sedangkan menurut Harold Laswell dan Abraham Kaplam mendefinisikan
kebijakan publik sebagai suatu program yang di proyeksikan dengan tujuan-tujuan
tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu.4
Proses analisis kebijakan secara umum merupakan suatu proses kerja yang
meliputi lima komponen informasi kebijakan yang saling terkait dan dilakukan secara
bertahap dengan menggunakan berbagai teknik analisis kebijakan (Dunn).
2.1.2 Proses Analisis Kebijakan Publik
5
1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)
Dalam memecahkan masalah yang yang dihadapi kebijakan publik, Dunn
mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu :
Tahap penetapan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali
adalah menentukan masalh publik yang akan dipecahkan. Pada hakekatnya
permasalahan ditemukan melalui proses problem structuring. Woll mengemukakan
bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila
memenuhi syarat berikut ini :
3
DRS.AG.SUBARSONO,M.Si.MA, Analisis Kebijkan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hal.2. 4
H.A.R Tilaar Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan (Yokyakarta: Pustaka Belajar,2008), hal. 183. 5
1. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat;
2. membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang
pernah dilakukan;
3. Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik
yang ada;
4. Tersedianya kegagalan pasar (maker failure);Tersedianya teknologi dan dana
untuk menyelesaikan masalah publik.
Menurut Dunn problem structuring memiliki 4 fase yaitu: pencarian masalah
(problem search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah
(problem specification) dan pengenalan masalah (problem setting). Sedangkan teknik
yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah adalah analisis batasan masalah,
analisis klarifikasi, analisis hirarki dan brainstroming, analisis multi perspektif,
analisis asumsional serta pemeratan argumentasi.6
2. Formulasi kebijakan (policy formulation)
Berkaitan dengan policy formulation Woll berpendapat bahwa formulasi
kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah
publik, dimana pada tahap para analis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa
teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan
yang terbaik dari kebijakan yang lain.dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap
ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana
6
keputusan yang harus diamblil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang
serba terbatas.
Pada tahap formulasi kebijakan ini, para analis harus mengidentifikasikan
kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk
memecahkan masalah yang didalamya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan
kebijakan yang akan dipilih.
3. Adopsi kebijakan (policy adoption)
Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan
melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat tahap ini dilakukan
setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan
pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan
langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan
masyarakat luas.
2) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk menilai
alternatif yang akan direkomendasi.
3) Mengevalusi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan
kriteria-kriteria yang relevan (tertentu) agar efek positif alternatif kebijakan tersebut
lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi.
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber
daya lainya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini monitoring dapat
dilakukan. Menurut patton dan sawicki bahwa implementasi berkaitan dengan
berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi
ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, meninterpretasikan dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa
yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan
otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.
Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang
memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau
kegiatan dari program pemerintah.
5. Evaluasi kebijakn (policy assesment)
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilain terhadap kebijakan
yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi
dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam
program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah
Menurut Dunn evaluasi kebijakan publik mengandung arti yang berhubungan
dengan penerapan skala penilaian terhadap hasil kebijakan dan program yang
dilakukan.7
7
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik
Sumber: Dunn, 1994: 17
penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan Implementasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Perumusan
forecasting
Rekomendasi
kebijakan
Monitoring
b k
Evaluasi
2.2 Implementasi Kebijakan
2.2.1 Pengertian Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan rangkain kegiatan setelah suatu kebijakan
dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah
dirumuskanakan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan
mempunyai kedudukan yang penting didalam kebijakan publik.8
Mazmanian dan Sabatier mengatakan masalah imlementasi kebijakan berarti
berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang
terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu
pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah yang
telah dirancang atau didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya.
9
Menurut George C. Edwards implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan
kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan
bagi masyarakat yang dipengaruhinya.10
8
Drs.Hessel Nogi S.Tangklilisan,M.Si, Kebijakan Publik Yang Membumi (yogyakarta: YPAPI,2003),hal.17.
9
Solihin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (malang: UMM Press, 2008), hal. 176. 10
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Publik
Dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal
beberapa model implementasi yaitu 11
A. Model Merilee S. Grindle
:
Keberhasilan implementasi Menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua
variabel besar yaitu :
1. Variabel isi kebijakan (contect of implementation)
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat
dalam isi kebijakan
b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group
c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
d. Apakah letak sebuah program sudah tepat
e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan
rinci
2. Variabel lingkungan kebijakan mencakup :
a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki
oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan
b. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran
11
A. Model Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,
yaitu :
1. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisir;
2. Sumberdaya implementasi berupa sumberdaya manusia maupun
sumberdaya non-manusia;
3. Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah
program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu
diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program;
4. Karakteristik agen pelaksana adalah yang mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program;
5. Kondisi sosial, politik, ekonomi, variabel ini mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan.
Disposisi implemator ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :
1. respons implemator terhadap kebijakan, yang akan memenuhi
kemauanya untuk melaksankan kebijakan
2. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan,dan
3. intesitas disposisi implemator, yakni preferensi nilai yang dimuliki
B. Model George C. Edwards III
Dalam pandangan Edwards III implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variabel, yaitu :
1. Komunikasi
2. Sumberdaya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
2.2.3 Model George C. Edwards III
Dalam penelitian ini saya menggunakan model implementasi George
C.Edwards Dalam pandangan Edwards ada Empat variabel yang berperan penting
dalam pencapain keberhasilan implementasi, yaitu12
1. Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan
dengan baik jika terjadi komunikasi yang efektif antara pelaksana program
(kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam proses komunikasi yaitu Trasmisi (cara
penyampain informasi), Kejelasan informasi, serta Konsistensi (dalam
penyampain informasi).
:
2. Sumber daya, setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang
memadai, baik sumber daya manusia maupun sumberdaya finansial. Sumber
12
daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implemator
yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finasial
adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya
harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan pemerintah. Sebab tanpa
kehandalan implemator kebijakan kurang enerjik dan berjalan lambat dan
seadanya. Sedangkan sumberdaya finansial menjamin keberlangsungan
kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat
berjalan efektifdan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran. Oleh karena itu
Untuk memenuhi sumberdaya agar berjalan secara efektif sangat diperlukan
staf/pegawai yang menjalankan program itu sendiri atau yang menangani
program tersebut dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung berjalanya
suatu program.
3. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada
implemator kebijakan. karakter yang penting dimiliki implemator adalah
kejujuran, komitmen, dan demokratis. Implemator yang memiliki komitmen
tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui
dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implemator untuk tetap
berada dalam aras program yang telah digariskan dalam guideline program.
Komitmen dan kejujuran membawanya semakin antusias dalam
melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis
akan meningkatkan kesan baik implemator dan kebijakan dihadapkan anggota
menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap
implemator dan kebijakan.
4. Struktur Birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam
implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal
penting pertama adalah mekanisme/fragmentasi, dan struktur organisasi
pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah
ditetapkan melalui standar operasional prosedur (SOP) yang dicantumkan
dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka
kerja yangjelas, sistematis, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami oleh
siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implemator.
Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal
yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus
dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa
dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapatlahir jika struktur
didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari “virus Weberian” yang
kaku, terlalu hirarkhis dan birokratis.
Keempat variabel diatas memiliki keterkaitan satu sama lainnya dalam
mencapai tujuan dan sasaran kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai
tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain seperti dapat
Gambar 2.2
Faktor Penentu Implementasi Menurut Edwards III
Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
Sumber Edwards III, 1980: 148
2.3 Bantuan Oprasional Sekolah (BOS)
2.3.1 Pengertian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS)
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk
penyediaan pendanaan biaya operasi non-operasional bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar.
Menurut Peraturan Pemerintah 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan,
pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan lain-lain,
Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang
diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
2.3.2 Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS membantu meringankan beban masyarakat
terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Selain itu, diharapkan program BOS juga dapat ikut berperan dalam mempercepat
pencapaian standar pelayanan minimal di sekolah.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1. Membebaskan pemungutan bagi seluruh peserta didik SD/SDLB
SMP/SMPLB/ SD-SMP SATAP/SMPT Negeri terhadap biaya operasi
sekoah;
2. Membebaskan pungutan seluruh peseerta didik miskin dari seluruh pungutan
dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
3. Meringankan bebaan biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah
swasta.
2.3.3 Sasaran Program dan Besar Baantuan
Sasaran program BOS adalah seluruh SD/SDLB dan SMP/SMPLB/SMPT,
diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di
Indonesia.
Dengan mempertimbangkan bahwa biaya operasional sekolah ditentukan oleh
jumlah peserta didik besar dan beberapa komponen biaya tetap yang tidak tergantung
dengan jumlah pesrta didik, maka dari mulai 2014 ini besar dana BOS yang diterima
oleh sekolah dibedakan menjadi dua kelompok sekolah, sebagai berikut:
1. Sekolah dengan jumlah perserta didik minimal 80 (SD/SDLB) dan 120
(SMP/SMPLB/Satap)
BOS yang diterima oleh sekolah, dihitung berdasarkan jumlah peserta didik dengan
ketentuan:
a. SD/SDLB : Rp 580.000,-/peserta didik/tahun
b. SMP/SMPLB/SMPT/Satap : RP 710.000,-/peserta didik/tahun
2. Sekolah dengan jumlah peserta didik dibawah 80 (SD/SDLB) dan 120
(SMP/SMPLB/Satap)
Agar pelayanan di sekolah dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah akan
memberikan dana BOS bagi setingkat SD dengan jumlah peserta didik kurang dari 80
peserta didik sebanyak 80 peserta didik dan SMP yang kurang dari 120 peserta didik
sebanyak 120 peserta didik. Akan tetapi kebijakan ini tidak berlaku bagi
sekolah-sekolah dengan kriteria sebagai berikut:
b. Sekolah yang tidak diminati oleh masyarakatsekitar karena tidak berkembang
sehingga jumlah peserta didik sedikit dan masih terdapat alternatif sekolah
lain disekitarnya.
c. Sekolah yang terbukti dengan sengaja membatasi jumlah peserta didik dengan
tujuan untuk memperoleh dana Bos dengan kebijakan khusus .
Agar kebijakan khusus ini tidak salah sasaran dan menimbulkan efek negatif,
maka mekanisme pemberian perlakuan khusus ini mengikuti langkah sebagai berikut:
a. Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota memverifikasi sekolah yang akan
mendapatkan kebijakan khusus tersebut.
b. Berdasarkan hasil verifikasi, Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengirim
surat kepada Tim Manajemen BOS Provinsi dengan dilampiri daftar sekolah
yang direkomendasikan dan daftar sekolah yang tidak direkomendasikan
memperoleh perlakuan khusus tersebut dengan diberikan data jumlah peserta
didik di tiap sekolah. Surat rekomendasi ini disampaikan kepada Tim
Manajemen BOS Provinsi hanya satu kali dalam satu tahun pada awal tahun
anggaran (periode penyaluran triwulan 1). Apabila Tim BOS Kabupaten/Kota
tidak mengirim rekomendasi tersebut, maka dianggap semua sekolah yang
jumlah peserta didiknya di bawah batas minimal berhak memperoleh alokasi
khusus.
c. Tim Manajemen BOS Provinsi menyalurkan dana BOS sesuai rekomendasi
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota.Jadi jumlah dana BOS yang diterima
a. SD sebesar = 80 x Rp580.000,-/tahun
= Rp46.400.000,-/tahun
b. SMP/Satap sebesar = 120 x Rp710.000,-/tahun
= Rp85.200.000,-/tahun
Khusus untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), terdapat 3 (tiga) kemungkinan yang
terjadi di lapangan:
a. SDLB yang yang berdiri sendiri tidak menjadi satu dengan SMPLB, dana
BOS yang diterima sebesar = 80 x Rp580.000,- = Rp46.400.000,-/tahun.
b. SMPLB yang berdiri sendiri tidak menjadi satu dengan SDLB, danaBOS yang
diterima sebesar = 120 x Rp710.000,- = Rp85.200.000,-/tahun.
c. SLB dimana SDLB dan SMPLB menjadi satu pengelolaan, danaBOS yang
diterima sebesar = 120 x Rp710.000,- = Rp85.200.000,-/tahun.
Untuk SMP Terbuka dan TKB Mandiri, jumlah dana BOS yangditerima tetap
didasarkan jumlah peserta didik riil karena pengelolaan dan pertanggungjawabannya
disatukan dengan sekolah induk. Sekolah yang memperoleh dana BOS dengan
perlakuan khusus iniharus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Harus memberitahukan secara tertulis kepada orang tua pesertadidik dan
memasang di papan pengumuman jumlah dana BOSyang diterima sekolah;
c. Bagi sekolah swasta harus memiliki dampak terhadap penurunaniuran/beban
biaya yang ditanggung oleh orang tua.
2.3.4 Waktu Penyaluran Dana
Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode
Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember.
Pada tahun anggaran 2014, dana BOS akan diberikan selama 12 bulanuntuk
periode Januari sampai dengan Desember 2014, yaitu Triwulan Idan II tahun
anggaran 2014 tahun ajaran 2013/2014 dan Triwulan III dan IV tahun anggaran 2014
tahun ajaran 2014/2015.
Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil)sehingga
proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan atau memerlukan
biaya pengambilan yang mahal, penyalurandana BOS oleh sekolah dilakukan setiap
semester, yaitu pada awalsemester.
Penentuan wilayah terpencil ditetapkan dengan ketentuansebagai berikut:
a. Unit wilayah terpencil adalah kecamatan;
b. Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengusulkan nama-nama kecamatan
terpencil kepada Tim Manajemen BOS Provinsi,selanjutnya Tim Manajemen
BOS Provinsi mengusulkan daftar namatersebut ke Tim Manajemen BOS
c. Kementerian Keuangan menetapkan daftar alokasi dana BOS wilayah
terpencil berdasarkan usulan Kementerian Pendidikan danKebudayaan.
2.3.5 Sekolah Penerima BOS.
1. Semua sekolah SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SATAP/SMPT negeri
wajib menerima dana BOS;
2. Sekolah swasta yang menolak BOS harus melalui persetujuan orang tua
peserta didik melalui komite sekolah dan tetap menjaminkelangsungan
pendidikan peserta didik miskin di sekolah tersebut;
3. Semua sekolah SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SATAP/SMPT negeri
dilarang melakukan pungutan kepada orang tua/wali pesertadidik;
4. Untuk SD/SDLB swasta dan SMP/SMPLB/SMPT swasta dapat memungut
biaya pendidikan yang digunakan untuk memenuhikekurangan biaya investasi
dan biaya operasi;
5. Semua sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah;
6. Sekolah dapat menerima sumbangan dari masyarakat dan orang tua/wali
peserta didik yang mampu untuk memenuhi kekuranganbiaya yang diperlukan
oleh sekolah. Sumbangan dapat berupa uangdan/atau barang/jasa yang
bersifat sukarela, tidak memaksa, tidakmengikat, dan tidak ditentukan jumlah
maupun jangka waktupemberiannya;
7. Pemerintah daerah harus ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan yang
tua/wali peserta didik tersebut mengikuti prinsipnirlaba dan dikelola dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas;
8. Menteri dan Kepala Daerah dapat membatalkan pungutan yang dilakukan
oleh sekolah apabila sekolah melanggar peraturanperundang - undangan dan
dinilai meresahkan masyarakat.
2.3.6 Program BOS dan Wajib Belajar 9 Tahun yang Bermutu
Melalui program BOS yang terkait pendidikan dasar 9 tahun, setiappengelola
program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut.
1. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses pendidikan
dasar 9 tahun yang bermutu;
2. BOS harus memberi kepastian bahwa tidak ada peserta didik miskinputus
sekolah karena alasan finansial seperti tidak mampu membelibaju
seragam/alat tulis sekolah dan biaya lainnya;
3. BOS harus menjamin kepastian lulusan setingkat SD dapatmelanjutkan ke
tingkat SMP;
4. Kepala sekolah SD/SDLB menjamin semua peserta didik yang akanlulus
dapat melanjutkan ke tingkat SMP/SMPLB;
5. Kepala sekolah berkewajiban mengidentifikasi anak putus sekolah
dilingkungannya untuk diajak kembali ke bangku sekolah;
7. BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua yang mampu, atauwalinya
memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikatkepada sekolah.
Sumbangan sukarela dari orang tua peserta didikharus bersifat ikhlas, tidak
terikat waktu dan tidak ditetapkanjumlahnya, serta tidak mendiskriminasikan
mereka yang tidakmemberikan sumbangan.
2.3.7 Program BOS dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola secaramandiri oleh
sekolah dengan melibatkan dewan guru dan KomiteSekolah dengan menerapkan
MBS sebagai berikut:
1. Sekolah mengelola dana secara profesional, transparan danakuntabel;
2. Sekolah harus memiliki Rencana Jangka Menengah yang disusun 4
Tahunan;
3. Sekolah harus menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalambentuk
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dimana dana BOS
merupakan bagian integral dari RKAS tersebut;
4. Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus didasarkan hasil evaluasi diri
sekolah;
5. Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus disetujui dalam rapatdewan
pendidik setelah memperhatikan pertimbangan KomiteSekolah dan
disahkan oleh SKPD Pendidikan Kabupaten/kota (untuksekolah negeri)
2.4 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.
Melalui konsep peneliti dapat menyederhanakan pemikiranya dengan menggunakan
satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang
lainya13
1. Kebijakan Publik
. Maka untuk itu peneliti menguraikan definisi konsep sebagai berikut:
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintahlewat keputusan
bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
2. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan
struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah suatu kebijakan yang telah
ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil
menghasilkan output dan outcomes seperti yang direncanakan. Untuk dapat
mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu di
implementasikan. implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
implementasi Program Dana BOS Tahun 2014 di SDLB Kebayakan. Dan dalam
penelitian ini peneliti menggunakan model implementasi dari George C. Edwards III
13
yaitu implementasi kebijakannya dipengaruhi oleh empat variabel yaitu: 1.
komunikasi, 2. sumberdaya, 3. disposisi, 4. Struktur birokrasi.
3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
BOS merupakan program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyedian
pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai
2.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang kebijakan publik, implementasi kebijakan
dan tentang bantuan operasional sekolah, sistematika penulisan.
BAB III METOTOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang
meliputi keadaan geografis, visi dan misi sekolah, tujuan sekolah.
BAB V PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian
BAB VI ANALISIS DATA
Bab ini memuat analisis data yang diperoleh selama penelitian dan
memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.
BAB VII PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang
dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi