• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1. Pengertian Kredit - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga terhadap Kredit Bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat Secara Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1.1. Pengertian Kredit - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga terhadap Kredit Bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat Secara Nasional"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah merupakan pengingkaran kesepakatan dari peminjam dengan melakukan penundaan, pengurangan atau tidak membayar sama sekali kewajibannya, baik yang berupa kredit induk dan atau bunga pinjaman. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian kredit dan pembahasan mengenai kredit bermasalah.

2.1.1. Pengertian Kredit

(2)

Pengertian kredit menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 ayat 11 yaitu penyediaan dana atau piutang yang dapat dipersamakan dengan uang, didasarkan pada persepakatan terjadinya pinjaman kepada bank oleh peminjam, dan adanya kewajiban dari pihak peminjam untuk melunasi pinjaman disertai dengan pemberian bunga dalam batasan waktu tertentu. Sedangkan pengertian kredit menurut Kasmir (2007:92) yaitu pembiayaan yang berwujud uang atau pembiayaan yang bisa diperhitungkan dengan uang. Dari beberapa pengertian kredit bisa diambil pengertian kredit adalah kesepakatan pinjam meminjam dalam ikatan perjanjian antara bank dan pihak lain yang berwujud uang atau pembiayaan yang bisa diperhitungkan dengan uang, dimana peminjam mempunyai kewajiban membayar tagihan sesuai jangka waktu dengan pemberian bunga.

2.1.2. Kredit bermasalah

(3)

Bank agar bisa terhindar dari kerugian dapat melakukan analisis penyebab kredit bermasalah, dengan melakukan analisis ini sebagai dasar membuat sebuah kebijakan tentang penanganan kredit bank, menurut Fahmi (2014:103) kegagalan dalam pembayaran kredit oleh peminjam tidak sesuai kesepakaan bisa disebabkan dari berbagai hal, baik sisi bank dan sisi peminjam maupun sisi eksternal. Sisi eksternal tersebut seperti faktor inflasi, krisis moneter dan kudeta

Jangka waktu perkreditan yang cukup lama, bank akan dihadapkan pada hal-hal yang serba tidak pasti di masa yang akan datang, sehingga bank dituntut memiliki kemampuan untuk bisa membuat perkiraan kemungkinan yang akan terjadi, terutama faktor eksternal, diantaranya berkaitan dengan ketentutan perundang-undangan, kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah, terjadinya inflasi yang fluktuatif sehingga tidak memberikan kepastian dalam perekonomian nasional, suku bunga yang fluktuatif, terjadinya krisis moneter bahkan perkreditan sangat terpengaruh dengan arus politik yang sedang berkuasa. Semuanya harus dirumuskan secara cermat sebagai pedoman bank. Deteksi dini kredit bermasalah Menurut Suhardjono (2002:470) dapat dilakukan sejak awal dengan melakukan sistem “pengenalan dini”, yakni dengan membuat kumpulan masalah atau tanda-tanda penyebab sebuah pinjaman bisa berkembang menjadi kredit bermasalah, baik dari sisi bank maupun sisi nasabah.

(4)

bank dan akan menimbulkan turunnya laba bank, serta bila rasio kredit bermasalahnya tinggi akan berdampak terhadap penilaian terhadap kinerja usaha bank tidak bagus. Sebelum keputusan pemberian kredit dikeluarkan oleh bank, bank akan melakukan analisis kredit sebagai dasar pembuatan keputusan pemberian kredit. Hal ini dilakukan agar bank yakin bahwa peminjam bisa dipercaya dan bank akan merasa yakin atas kredit yang diberikan akan aman, menurut Suhardjono (2002:250) bank melakukan pencarian informasi peminjam dari berbagai sumber, bank akan mengunakan penunjang analisis dan evaluasi dengan analisis 5 C yaitu Character (analisis watak), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Condition (kondisi/prospek usaha) dan

Collateral (Agunan).

Bank dalam memberikan kredit tanpa melakukan analisis akan membahayakan bank sendiri, karena peminjam dapat memberikan data yang tidak benar, agar dapat menerima pinjaman dari yang seharusnya tidak layak terima pinjaman. Akibat dari salah analisis, kredit yang telah di berikan akan sulit untuk di tagih. Setiap kredit akan mempunyai risiko default yang tinggi, menurut Sivlvanita (2009:28) risiko kredit merupakan risiko suatu pinjaman tidak kembali sesuai kesepakatan, seperti ditunda atau dikuranginya kewajiban membayar dan bahkan tidak melakukan pembayaran oleh peminjan.

(5)

ditekankan pada di arus kas debitur serta kapasitas memenuhi kewajiban. Dengan kriteria tersebut mutu kredit dapat dikategorikan lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Secara umum ada dua jenis kredit berdasarkan kualitasnya yaitu:

1. Kredit tidak bermasalah (Performingloan) kategori lancar dan dalam perhatian khusus

2. Kredit bermasalah (Non performingloan) kategori kurang lancar, diragukan, macet.

Dari kebijakan perputaran piutang akan nampak debitur yang tidak lancar membayar kewajibannya dengan tepat waktu atau tidak, atau masuk dalam ketegori kredit bermasalah. Kredit bermasalah menurut Sutoyo (2008:13) yaitu debitur melakukan pengingkaran terhadap janji untuk membayar kredit induk dan atau bunga yang sudah harusnya dibayar, hal ini mengakibatkan keterlambatan dalam melakukan pembayaran bahkan tidak melakukan pembayaran. Sementara kredit bermasalah menurut Suhardjono (2002:462) yaitu suatu kondisi dimana nasabah tidak mempunyai kesanggupan untuk melalukan pembayaran sebagian dan atau keseluruhan kewajiban kepada pihak bank sesuai dalam perjanjian.

(6)

kredit bermasalah bagi sebuah bank akan menghambat pengembangan usaha dari bank itu sendiri, dan keberdaan ini kredit bermasalah akan ditekan seminimal mungkin. 2.2. Inflasi

Inflasi merupakan faktor eksternal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab kredit bermasalah, suatu negara mengalami inflasi bila adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga yang berlaku umum dan berlangsung terus, disertai menurunnya nilai mata uang suatu negara. Kenaikan ini tidak hanya berlaku satu dua barang saja dan tidak hanya sekali. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian inflasi, Penggolongan inflasi, teori inflasi, efek inflasi, hubungan inflasi dengan kredit bermasalah.

2.2.1. Pengertian Inflasi

(7)

berlangsung terus, disertai menurunnya nilai mata uang suatu negara. naiknya harga tidak dalam satu atau dua barang dan tidak hanya terjadi sekali.

2.2.2. Penggolongan Inflasi

Inflasi merupakan suatu keadaan yang membahayakan bagi perekonomian, dan bila berlangsung terus akan membahayakan perekonomian suatu negara. Menurut Fahmi (2013:102) pengolongan inflasi dibedakan dalam beberapa golongan

a. Penggolongan dari asal inflasi dibedakan:

 Inflasi domestik (domesticinflation) penyebab inflasi yang terjadi

karena faktor keadaan yang terjadi di dalam negeri

 Inflasi impor (importedinflation) penyebab inflasi karena keadaan yang

terjadi di luar negeri.

b. Pengolongan dari segi perpsektif skala penilaian inflasi dibedakan:  Inflasi pertahun dibawah 10% merupakan inflasi ringan

 Inflasi pertahunnya 10% sampai 30% merupakan inflasi sedang  Inflasi pertahunnya 30% sampai 100% merupakan inflasi berat

 Inflasi pertahunnya diatas 100% merupakan Hiperinflasi.

c. Penggolongan dari sebab musabab awal terjadinya inflasi bedakan:

 Inflasi yang timbulnya disebabkan biaya produksi mengalami kenaikan,

ini disebut cost push inflation.

 Inflasi karena permintaan berbagai barang dari masyarakat sangat kuat,

(8)

2.2.3. Teori Inflasi

Tiga macam teori tentang inflasi, setiap teori hanya menekankan unsur-unsur tertentu saja dari proses inflasi dan tiap-tiap teori tidaklah teori yang merangkum keseluruhan unsur-unsur proses naiknya harga-harga. Untuk mengunakannya kita harus melihat fakta yang terjadi dari proses inflasi yang sedang terjadi atau kombinasi dari teori yang sesuai, menurut Boediono (2010:167) teori dari tersebut:

a. Teori Kuantitas merupakan teori yang paling tua dan sudah disempurnakan sehingga masih bisa digunakan untuk masa sekarang ini utamanya untuk negara yang sedang berkembang. Teori ini mengupas peranan dalam proses inflasi dari:

1) Banyaknya uang yang sedang beredar mempengaruhi inflasi, jika jumlah uang ditambah dalam peredarannya maka akan terjadi inflasi. Tetapi bila uang yang beredar tidak ada penambahan inflasi akan terhenti. Walau apapun penyebab naiknya harga-harga.

2) Laju inflasi sangat ditentukan oleh pertambahan jumlah uang. Psikologi (harapan masyarakat) mengenai kenaikan harga-harga (expectations), laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai naiknya harga-harga pada masa mendatang sebesar laju inflasi.

(9)

Kelompok-kelompok masyarakat itu berebut bagian agar mendapatkan yang lebih besar daripada yang tersedia oleh masyarakat tersebut. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat, inflasi bisa terhenti bila permintaan efektif secara keseluruha tidak melebihi, pada tingkat harga yang berlaku, jumlah output yang tersedia.

c. Teori Strukturalis merupakan teori inflasi yang mencari faktor apa saja yang menyebabkan inflasi dalam jangka yang panjang. Teori ini menekankan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara berkembang. Dalam teori ini ada dua ketegaran utama didalam perekonomian negara berkembang yang bisa menyebabkan inflasi yaitu:

1) Ketegaran dalam ketidak-elastisan dalam pendapatan ekspor, dimana pertumbuhan jumlah ekspor yang sangat lamban bila diperbandingkan dengan pertumbuhan sektor yang lainnya.

2) Ketegaran dalam ketidak-elastisan dari penyediaan atau hasil produksi bahan pangan dari dalam negeri, jadi hasil produksi bahan pangan dari dalam negeri tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita.

(10)

2.2.4. Efek Inflasi

Efek kejadian inflasi dalam suatu negara, akan berpengaruh terhadap tidak meratanya pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional, menurut Nopirin (2013:106) efek tersebut adalah:

a. Efek terhadap pendapatan

Inflasi berdampak pada pemerataan terhadap pendapatan, terjadinya inflasi ada pihak yang dirugikan ada pula yang diuntungkan, pihak yang dirugikan dengan terjadinya inflasi adalah orang yang memperoleh pendapatan tetap dan orang yang mempunyai pinjaman di bank, hal ini akan berdampak pada kemampuan melaksanakan kewajiban membayar tagihan dan pemberian bunga sesuai jangka waktu yang telah di sepakati. Demikian juga pemberi pinjaman yang akan mendapatkan bunga pinjaman lebih rendah dari laju inflasi. Sementara yang akan diuntungkan dengan inflasi adalah yang punya kekayaan yang tidak dalam wujud uang sebab nilainya akan naik dengan prosentase lebih besar dari laju inflasi atau orang yang pendapatannya naik lebih besar dari laju inflasi. b. Efek terhadap alokasi faktor produksi (Efficiencyeffects)

(11)

c. Efek terhadap produk nasional (Output Effects)

Efek equity dan efficiency dalam analisisnya mengunakan anggapan bahwa keluaran produk tetap, akan lain dengan output effek karena akan mengakibatkan naik atau turunnya output.

2.2.5. Hubungan Inflasi dengan Kredit Bermasalah

Hubungan inflasi dengan kredit bermasalah, bisa dilihat dari peningkatan inflasi akan memberikan sinyal negatif bagi pelaku usaha, efek terjadinya inflasi bagi pelaku usaha ada dua yaitu pendapatan bisa meningkat dan biaya juga bisa naik, jika naiknya pendapatan lebih rendah daripada naiknya biaya produksi akan membawa dampak negatif bagi pelaku usaha, hal ini akan menurunkan profitabilitasnya. Menurunnya kemampuan menghasilkan laba usaha yang dialami pelaku usaha, akan mengakibatkan pelaku usaha menagalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban atas pinjaman dan membayar suku bunga sesuai dengan kesepakatan.

(12)

2.3. Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga merupakan faktor eksternal yang di identifikasi sebagai penyebab kredit bermasalah, Tingkat suku bunga merupakan harga yang harus dibayar oleh bank kepada pemilik simpanan dan harga yang harus dibayar oleh penerima pinjaman untuk suatu jangka waktu tertentu. Berikut ini akan dijelaskan pengertian tingkat suku bunga, teori tingkat suku bunga, hubungan Tingkat suku bunga dengan kredit bermasalah.

2.3.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

Salah satu aspek penting dalam pasar uang adalah tingkat suku bunga. Pengertian bunga menurut Kasmir (2001:121) merupakan suatu harga yang menjadi kewajiban bank untuk dibayarkan kepada pemilik simpanan dan harga yang menjadi kewajiban untuk dibayar oleh penerima pinjaman. menurut Samuelson dan Nordhaus, (1988;174) adalah harga yang harus dibayar. Sementara menurut Boediyono (2010:75) Pengertian Tingkat Bunga adalah harga yang dinyatakan dalam bentuk persen karena menggunakan uang untuk suatu kurun waktu.

(13)

Pengertian suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia kepada publik. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian BI pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila inflasi ke depan di perkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Sebaliknya, BI akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah yang ditetapkan.

2.3.2. Teori Tingkat Suku Bunga

Teori tingkat bunga secara garis besar ada dua macam teori yaitu teori klask dan teori kuantitas uang menurut Nopirin (2015:70) yaitu:

a. Teori Klasik tentang Tingkat Bunga

(14)

daripada tenaga kerja, jumlah daripada modal yang dipakai serta teknologi, tanpa perubahan dari faktor-faktor produksi, maka pendapatan nasional tidak akan berubah.

b. Teori Kuantitas Uang

Uang pengaruhnya hanyalah terhadap harga-harga barang, bertambahnya uang beredar akan mengakibatkan kenaikan harga saja. Jumlah output yang dihasilkan tidak berubah, inilah yang sering disebut classical dichotomy, merupakan pemisah sektor moneter dengan sektor riil, sektor moneter tidak ada hubungannya dengan sektor riil. Menurut teori kuantitas uang perubahan jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara proposional, artinya kalau jumlah uang naik dua kali, maka harga akan naik dua kali juga.

2.3.3. Hubungan Tingat Suku Bunga dengan Kredit Bermasalah (NPL)

(15)

Tingkat Suku bunga yang berfluktuatif juga akan menimbulkan kondisi ketidakpastian dalam perekonomian nasional, menyulitkan analisis perkembangan keadaan ekonomi yang akan datang. Persoalan akan timbul adalah kenaikan suku bunga kredit akan berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah kredit bermasalah. Jadi terjadinya kenaikan pada rasio kredit bermasalah ini bisa di sebabkan oleh ketidakmampuan kreditur untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh perbankan, jika dihubungkan dengan aktifitas pemakaian dana kredit dengan pengunaan dana kredt untuk memberikan keuntungan (profit).

2.4. Hasil Penelitian Yang Relevan

Linda, Megawati, dan Deflinawati (2015) dalam “Pengaruh Inflasi, Kurs dan

Tingkat Suku bunga terhadap Non PerformingLoan Pada PT. Bank Tabungan Negara

(PERSERO) Tbk Cabang Padang” menganalisis Pengaruh inflasi, kurs, dan tingkat

suku bunga terhadap Non PerformingLoan. Variabel Dependennya Non PerformingLoan, dan variabel independennya Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga.

Hasil penelitian ini inflasi, dan tingkat suku bunga secara individual berpengaruh signifikan terhadap non performingloan pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Padang, sedangkan kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap non performingloan pada PT Bank Tabungan Negara (Persero)Cabang Padang.

Yulita (2014) dalam “Analisis Pengaruh Faktor Makroekonomi terhadap Tingkat Kredit Bermasalah pada Bank Umum di Indonesia”. Menganalisis Pengaruh

(16)

BI rate, Nilai tukar, dan pertumbuhan total kredit. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikanantara BI rate terhadap NPL dan nilai tukar terhadap NPL, sedangkanpertumbuhan total kredit berpengaruh secara signifikan negatif terhadap NPL.Hasil estimasi regresi menunjukkan kemampuan prediksi model 69,9% sedangkan 30,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model yang belum tercakup.

Persamaan Penelitian ini dengan penelitian yang relevan terletak pada subjek penelitiannya yakni pengaruh faktor ekternal dari bank terhadap kredit bermasalah. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang relevan terletak pada subjek penelitianya dua peneliti terdahulu dilakukan di Bank Umum, sedang penelitian ini dilakukan di Bank Perkriditan Rakyat (BPR).

2.5. Kerangka Berpikir

Kerangka dasar penelitian menggambarkan variabel yang digunakan dalam penelitian maupun model hipotesis yang digunakan. Kerangka berfikir Kredit bermasalah disebabkan oleh faktor eksternal dari bank, menurut Suhardjono (2002:473) Faktor-faktor ekternal yang dapat di identifikasikan sebagai penyebab kredit bermasalah, antara lain: meningkatnya suku bunga pinjaman, resesi, devaluasi,

inflasi, deflasi dan kebijakan moneter lainnya. Dalam penelitian ini akan memfokuskan pada seberapa besar pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga terhadap kredit bermasalah.

(17)

terjadi penurunan nilai mata uang dalam negari. Hal ini yang akan membawa pengaruh negatif bagi dunia usaha yang berakibat debitur tidak mampu membayar kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang ada sehingga kredit bermasalah akan meningkat.

Tingkat Suku bunga yang berfluktuatif juga akan menimbulkan kondisi ketidakpastian dalam perekonomian nasional, menyulitkan analisis perkembangan keadaan ekonomi yang akan datang. Persoalan akan timbul adalah kenaikan suku bunga kredit akan berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah kredit bermasalah. Jadi terjadinya kenaikan pada rasio kredit bermasalah ini bisa di sebabkan oleh ketidakmampuan kreditur untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh perbankan, jika dihubungkan dengan aktifitas pemakaian dana kredit dengan pengunaan dana kredit untuk memberikan keuntungan (profit).

Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan dengan model hipotesis seperti berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Hipotesis

Pengaruh Inflasi Dan Tingkat Bunga Terhadap Kredit Bermasalah (Non PerformingLoan) pada Bank Perkreditan RakyatSecara Nasional

( X1 )

( Y )

(18)

Keterangan :

1. X1 : Inflasi

2. X2 : Tingkat suku bunga 3. Y : Kredit bermasalah (NPL)

4. Pengaruh variabel X terhadap Y 2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Menurut Sugiyono (2015:96) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berd𝑎𝑠arkan permasalahan yang ada, maka perumusan hipotesis sebagai berikut:

a. Hipotesis pengaruh inflasi terhadap kredit bermasalah (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.

 Hipotesis kerja : Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.

 Hipotesis statistik

Ho : ß1 = 0

Ha : ß1> 0

(19)

 Hipotesis kerja : Tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.

 Hipotesis statistik

Ho : ß2= 0

Ha : ß2>0

c. Hipotesis pengaruh inflasi dan Tingkat suku bunga terhadap kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.

 Hipotesis kerja : inflasi dan tingkat suku bunga berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kredit bermasalah (NPL) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara nasional pada tahun 2007-2017.

 Hipotesis statistik

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Objek yang akan diteliti dalam penulisan ini adalah strategi Public Relations PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region V Surabaya dalam mempertahankan

Berdasarkan situasi tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran pola kuman dan kepekaannya terhadap antibiotik pada pasien sepsis di RSMH Palembang periode 2017

tingkat risiko yang mungkin akan dihadapinya dengan cara melakukan diversifikasi dalam portofolio dengan harapan apabila nilai saham pada suatu perusahaan jatuh sedangkan nilai

Umpassa bahasa Batak Toba: Kajian Semiotik Budaya :.. Seminar Nasional: Postgraduate Linguistics Study

The statistical analysis shows that wood species, log diameter and their interaction gave significance to highly significant effects on veneer recovery.. Key words: wood species,

Menurut ISO 22301 (2012) business continuity management (BCM) didefinisikan sebagai proses manajemen holistik yang mengidentifikasi ancaman potensial bagi sebuah organisasi,

Agar tidak terjadi lesi atau luka pada daerah kulit yang di serang oleh kuman. Membantu mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh klien... Program perawatan dan

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian balita yang menderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul pada bulan Januari 2010 sampai Juni 2010, terpapar oleh