• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITERIA KEILMUAN PENGETAHUAN HUKUM | Geme | AEQUITAS IURIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KRITERIA KEILMUAN PENGETAHUAN HUKUM | Geme | AEQUITAS IURIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

53

KRITERIA KEILMUAN PENGETAHUAN HUKUM

Oleh: Dr. Maria Theresia Geme, M.Hum.

ABSTRACT

Two approaches could be taken to explain the sciences of law: the philosophy of sciences and the legal theory. From the perspective of philosophy of sciences, scientific jurisprudence was deepened through ontology, epistemology and axiology approaches. Ontologically, the sciences of the law had two sides whether as a normative or empirical legal studies. While, from the epistemology point of view, there were two scientific aspects of legal sciences: practical and theoretical aspects. Furthermore, from the practical points of view, legal sciences were used to solving legal problems particularly in the implementation of the law through the main approaches namely behavioral approaches etc. In addition, from the theoretical aspects, the sciences of law were used for the benefit of the development of legal sciences themselves through the statute or legislation approaches. In the axiology point of view, the usability of the sciences of law were in final preparation of the legal conviction both in the micro and macro levels; showing what the laws of a particular case and recommending the interpretation of legal rules that were ambiguously; eliminating legal contradiction which appeared in the rule of law; critique and suggest amendments to the regulations and existing law, regulations and the establishment of new legislation; criticizing and recommending jurisprudence of the existed rule and the laws, as well as for the coaching of jurisprudence.

Respectively, the view of legal theory can be explained that the sciences law were consisted of three main layers: dogmatic law, legal theory (in the narrow sense), and philosophy of law. All three provide strong support for the level of legal practices. Finally, It is a necessary awareness that the scientific debate about the science of the law is no more relevant than the developing of the law to meet the needs of the community.

Key words : scientific criteria, legal knowledge

A. Pendahuluan

Konstruksi ilmu dibedakan antara ilmu formal (teoritis) dan ilmu empiris. Ilmu

formal tidak bertumpu pada pengalaman atau empiris, sedangkan ilmu empiris sebaliknya.

Ilmu empiris bertujuan memperoleh pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual dan

karena itu bersumber pada empiris atau pengalaman, yang menempatkan ilmu dalam

kelompok praktis yaitu keahlian berkeilmuan atau kemahiran yang harus

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satu cabang filsafat yang membahas tentang

(2)

54

Filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang mandiri lahir pada tahun 1920-an, dilatari

oleh minat besar manusia untuk merefleksi ilmu secara kritis. Perkembangan pemikiran

tersebut memperlihatkan ciri-ciri: semakin mengilmiahnya kehidupan manusia pada semua

bidang; pertumbuhan menuju “managerial society”; pertumbuhan proses demokratisasi;

pergeseran nilai dan krisis pada bidang moralitas; “cultural lag”, konflik sosial,

pertentangan ideology; kekuasaan besar yang diberikan ilmu kepada manusia; pergeseran

struktural dalam hubungan kekuasaan pada tataran internasional. Perkembangan dan

aplikasi hasil-hasil ilmu, khususnya ilmu-ilmu alam berakibat terhadap kehidupan manusia

sehingga mendorong akal manusia untuk bertanya tentang apa itu ilmu, apa tujuannya,

bagaimana ia bekerja dan sejenisnya.

Perkembangan tersebut berdampak pula pada pendalaman pemikiran tentang

hukum dan ilmu hukum seperti munculnya Hans Kelsen dalam Reine Rechtslehre yang

Neonkantianisme; Paul Scholten dan Ronald Dworkin yang dipengaruhi hermeneutik; John

Austin dengan positivisme logical; H.L.A Hart berkaitan dengan Rasionalisme Kritis

Popper. Berdasarkan rasionalisme kritis Hans Albert mengembangkan suatu ilmu hukum

empiris.

Beberapa pemikir hukum antaranya A.V. Lundstedt, G.E. Langemeijer, L.M.

Friedman J.H.von Kirchmann mempertanyakan keilmuan ilmu hukum. Dalam pidatonya

dengan judul “Die Wertlosikeit der Jurisprudenz als Wessenchraft” (Keterbelakangan Ilmu

Hukum sebagai Ilmu), J.H.von Kirchmann menegaskan bahwa yang disebut ilmu hukum

sesungguhnya bukan ilmu.1 Bahkan aliran positifisme menyatakan bahwa sosiologi hukum

kontemplatif, dogmatik hukum atau ilmu hukum dalam arti sempit, Teori hukum

kontemplatif dalam arti sempit dan filsafat hukum, bukan merupakan ilmu hukum. Hukum

tidak mungkin menjadi obyek ilmu, sebab hukum bukan hal atau peristiwa nyata. Norma

hukum merupakan perintah atau larangan. Sebagai das reich des sollene, hukum tidak

mungkin menjadi objek das reich das seins.2

Argumentasi ini dibantah oleh D.H.N Meuwissen menyatakan bahwa ilmu hukum

dogmatik mempunyai karakter tersendiri sebagai ilmu sue generic, yang tidak dapat

dibandingkan dengan bentuk ilmu lain yang mana pun. P.M. Hadjon berargumen bahwa

memperdebatkan ilmu hukum sebagai ilmu atau tidak, bukan zamannya lagi. Ilmu hukum

diterima sebagai ilmu dengan tetap menghormati karakter ilmu hukum yang merupakan

kepribadian ilmu hukum yakni sifatnya yang normative. Cirinya yang spesifik inilah yang

1

O.Not ohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, Jakarta: BPK Gunung M ulia, 1975, hal.44

2

(3)

55

menyebabkan ilmu hukum tidak dapat dikelompokan sebagai ilmu-ilmu sosial, sebab tidak

ada analoginya dengan ilmu lain. Archie J.Bahm pada abad ke-20 memaparkan bahwa

pemikiran tentang ilmu dari keilmuan hukum tidak perlu diragukan lagi, bahkan jika mau,

tidak perlu mengadakan klasifikasi lagi.

Meskipun demikian dalam kerangka akademik, refleksi tentang hakikat keilmuan

ilmu hukum tetap saja menarik terutama berkaitan dengan epistemilogi dalam penelitian

ilmu hukum.

B. Rumusan Masalah

Dari kronologis lahirnya ilmu hukum yang bersamaan pula dengan munculnya

perdebatan tentang hakikat keilmuan ilmu hukum, maka isu dalam penulisan ini masih

seputar: Hakikat keilmuan ilmu Hukum.

C. Pembahasan

Pada pamabahasan akan diuraikan: apa itu ilmu; kriteria suatu ilmu; dan hakekat

keilmuan ilmu hukum.

1. Apa itu Ilmu ?

Ilmu menyandang dua makna yakni sebagi produk dan sebagai proses. Sebagai

produk, ilmu adalah pengetahuan yang sudah terkaji kebenarannya dalam bidang tertentu

dan tersusun dalam suatu system. Ilmu adalah pengetahuan yang sah secara inter subyektif

dalam bidang kenyataan tertentu yang bertumpu pada satu atau lebih titik tolak dan ditata

secara sistematis. Pada defenisi ini tampil tiga aspek yakni titik tolak, bangunan sistematis

dan keberlakuan intersubyektif.

Sebagai proses, istilah ilmu menunjuk pada kegiatan akal budi manusia untuk

memperoleh pengetahuan dalam bidang tertentu secara bertatanan (stelselmatig) atau

sistematis dengan menggunakan seperangkat pengertian yang secara khusus diciptakan

untuk itu, untuk mengamati dan mengkaji gejala-gejala (keterberian, gegevens) yang

relevan pada bidang tersebut. Hasilnya adalah putusan-putusan yang terbuka untuk dikaji

keberlakuannya oleh komunitas sekeahlian berdasarkan criteria yang sudah disepakati.

C.A.van Peursen mengemukakan bahwa ilmu adalah sebuah kebijakan, sebuah

strategi (metodis-sistematis) untuk memperoleh pengetahuan yang dapat dipercaya tentang

kenyataan yang dijalankan orang tehadap ( yang berkenaan) kenyataannya. Strategi

(4)

56

dalam pengolahan dan penjelasan gejala-gejala terberi, serta penataan gejala-gejala tersebut

ke dalam sebuah system.

2. Kriteria Keberadaan Ilmu

Menurut Archie J Bahm, ilmu pengetahuan melibatkan enam komponen yakni:

Masalah (problem), Sikap (attitude), metode (method), aktivitas (aktivity), kesimpulan

(conclusion), pengaruh (effects).Harold Berman mengajukan tiga perangkat kriteria untuk

menentukan keberadaan ilmu yakni3:

a) Kriteria Metodologikal

Metodologi didefenisikan sebagai:

seperangkat pengetahuan yang terintegrasi yang didalamnya kejadian atau

gejala khusus secara sistematis dijelaskan dalam peristilahan asas-asas dan

kebenaran-kebenaran umum, pengetahuan tentang gejala-gejala, asas-asas dan

kebenaran-kebenaran umum (hukum-hukum) itu diperoleh dengan kombinasi

observasi,hipotesis-verifikasi, sejauh dimungkinkan:eksperimen metode

ilmiah penelitian dan sistematis, meskipun memiliki ciri-ciri umum yang

sama, namun tidak sama untuk semua ilmu, melainkan harus disesuaikan pada

jenis-jenis khas kejadian atau gejala yang menjadi pokok telaah ilmu

bersangkutan.

b) Kriteria Nilai

Ilmu mengacu pada premis-premis nilai: obyektivitas ilmiah, bebas pamrih

(disinterestedness), skeptisme terorganisasi, toleransi terhadap kekeliruan,

keterbukaan terhadap kebenaran ilmiah baru.

c) Kriteria Sosiologikal

1) Pembentukan komunitas Ilmuwan

Unsur ini berkaitan dengan masalah tanggung jawab kolektif berkenaan

dengan pelaksanaan penelitian, pelatihan/pendidikan anggota baru,

berbagi pengetahuan ilmiah (publikasi), dan ontesitas pencapaian ilmiah

di dalam dan di luar disiplin.

2) Penautan berbagai disiplin ilmiah dalam komunitas penstudi yang lebih

luas, khususnya universitas, yang para anggotanya mengemban

3

(5)

57

kepedulian yang sama bagi kemajuan ilmu dan pendidikan orang muda

dan menganut asumsi implisit yang sama bahwa semua cabang

pengetahuan pada akhirnya bertumpu pada landasan yang sama.

3) Status sosial yang menyandang hak istimewa komunitas para ilmuwan

yang mencakup: kebebasan pengajaran dan penelitian, tanggung jawab

memberikan pelayanan demi ilmu itu sendiri, metodenya, nilai-nilai dan

fungsi sosialnya.

Dari defenisi dan persyaratan sosiologikal, keberadaannya maka dapat dikatakan

bahwa istilah ilmu merujuk pada kegiatan intelektual yang memiliki struktur yang

unsur-unsurnya terdiri: a) pra-anggapan yang berfungsi sebagai titik tolak dan asas yang

membimbing (guiding principle) b. bangunan sistematis yang mencakup: metode dan

substansi:-perangkat pengertian (konsep) serta perangkat teori.c) keberlakuan intersubyektif

d) tanggung jawab etis.

Dari sudut substansi, dikenal ilmu formal dan ilmu empiris. Ilmu formal adalah ilmu

yang tidak bertumpu pada pengalaman atau empiris, obyek kajiannya bertumpu pada struktur

murni yaitu analisis aturan operasional dan struktur logika. Ilmu empiris, obyek kajiannya

bertumpu pada pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual, dan karena itu bersumber pada

empiris (pengalaman) dan eksperimental. Ilmu empiris disebut juga ilmu positif, yang terdiri

dari ilmu-ilmu alam, (naturwissen-schaften) dan ilmu-ilmu manusia (geisteswissenschaften).

Baik ilmu formal dan ilmu empiris merupakan genus dari ilmu teoritis, yaitu ilmu yang

ditujukan untuk memperoleh pengetahuan saja dengan mengubah dan/atau menambah

pengetahuan.

Lawannya dari ilmu teoritis adalah ilmu praktis, yaitu ilmu yang mempelajari

aktivitas-aktivitas penerapan itu sendiri, serta juga bertujuan untuk mengubah keadaan, atau

menawarkan penyelesaian terhadap masalah konkret. Ilmu praktis dibagi dalam dua kelompok

besar yakni ilmu praktis normologis atau yang disebut juga dengan ilmu normatif atau ilmu

dogmatik. Ilmu praktis normologis bertujuan memperoleh pengetahuan faktual empiris, yaitu

pengetahuan tentang hubungan ajeg yang ceteris paribus berdasarkan asas

kausalitas-deterministik. Sedangkan ilmu praktis nomologis berusaha menemukan hubungan antara dua

hal atau lebih berdasarkan asas imputasi (menautkan tanggungjawab/kewajiban) untuk

(6)

58 Ragaan 1 : Ragam Cabang Ilmu

Matematika

Logika Tradisional

Formal Logika

Logika simbolik

Teori Sistem

Biologi

Ilmu-ilmu Alam

Non Biologi

ILMU Empiris

Ilmu Sosial

Ilmu-ilmu manusia Ilmu Sejarah

Ilmu Bahasa

Berkonvergensi

Ke dalam

Praktis Mono logis

Otoritatif ilmu hukum

Praktis

Praktis Normo logis

Non otoritatif:Etika,

pedagogi

Sumber: Bernard Arief Sidharta,2000:114

Kalau mengamati ragaan ini maka pertanyaannya adalah, apakah ragaan tersebut

(7)

59

Penjelasannya: Ilmu formal dan empiris sebagaimana nampak pada ragaan tersebut

termasuk kelompok ilmu teoritis, yakni ilmu yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan

saja. Tujuannya adalah untuk mengubah pengetahuan. Penerapan ilmu teoritis disebut

”teknologi”. Pasangan ilmu teoritis adalah ilmu praktis yang mempelajari aktivitas penerapan

itu sendiri sebagai obyek. Penerapan kelompok ilmu ini disebut ”ars” yang berarti keahlian

berkeilmuan atau kemahiran yang dapat dan harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Tujuannya untuk mengubah keadaan atau menawarkan penyelesaian terhadap masalah konkrit.

Kelompok Ilmu praktis dibagi lagi atas ilmu praktis Nomologis dan ilmu praktis

Normologis. Ilmu praktis Nomologis berusaha memperoleh pengetahuan faktual-empiris, yakni

pengetahuan tentang hubungan ajeg yang ceteria paribus (dalam keadaan yang sama) niscaya

berlaku antara dua hal atau lebih berdasarkan asas kausalitas-deterministik. Ilmu praktis

normologis disebut juga ilmu Normatif, berusaha menemukan hubungan antara dua hal atau

lebih berdasarkan asas imputasi (menautkan tanggung jawab/kewajiban) untuk menetapkan apa

yang seharusnya menjadi kewajiban subyek tertentu dalam situasi konkret tertentu, sehubungan

dengan terjadinya perbuatan atau peristiwa atau keadaan tertentu, namun dalam kenyataan apa

yang seharusnya terjadi itu tidak niscaya dengan sendirinya terjadi. Ilmu praktis normologis

terdiri atas antara lain: Etika, Pedagogi dan Ilmu Hukum.

Ragaan lain:

Ilmu formal

Ilmu Teoritis

(mengubah pengetahuan) Ilmu empiris

ILMU

Ilmu praktis Nomologis

Ilmu Praktis

(mengubah keadaan Ilmu praktis Normologis

Dari kerangka ini Bernard Arief Sidharta menunjukan bahwa ilmu hukum termasuk

(8)

60

suatu ilmu yang khas yakni sebagai ilmu normatif yang berdampak langsung terhadap

kehidupan manusia. (sifat dan problematikanya sulit dikelompokan dalam satu cabang pohon ).

3. Hakikat Keilmuan Hukum

Telah dikemukakan bahwa ilmu hukum memilikiki karakter yang khas yaitu sifatnya

yang normatif. Sifat ini tidak dapat dipahami oleh sebahagian orang yang mendalami persoalan

keilmuan hukum dan menimbulkan keraguan akan hakikat keilmuan hukum. Argumentasinya

bahwa dengan sifatnya sebagai ilmu normatif, ilmu hukum bukanlah ilmu empiris.4 Selain alasan tersebut, juga karena obyek telaahan ilmu hukum yang berkenaan dengan tuntunan

perilaku dengan cara tertentu yang kepatuhannya tidak sepenuhnya bergantung pada kehendak

bebas yang bersangkutan, melainkan dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik.5

Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan keilmuan hukum yaitu dari

sudut filsafat ilmu dan dari teori hukum.

4.. Karakteristik Ilmu Hukum Dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Sebagai salah satu cabang filsafat yang membahas perkembangan ilmu pengetahuan,

metodologi, sikap ilmiah, filsafat ilmu mempunyai tiga landasan pendekatan yakni: Ontologi,

Epistemologi dan Aksiologi:

Filsafat ilmu lengkapnya adalah filsafat ilmu pengetahuan, atau philosophy of science

(Inggris), wissenschaftlehre (Jerman), atau wetenschapsleer merupakan cabang ilmu filsafat. Ia

merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan atau theory of knowledge. Obyek

material filsafat ilmu adalah Ilmu, sedangkan obyek formalnya adalah hakekat ilmu.

Ada dua sisi filsafat ilmu, pertama, sebagai disiplin ilmu yakni cabang dari ilmu

filsafat yang membicarakan ilmu pengetahuan dan memiliki sifat karakteristik yang mirip

dengan filsafat pada umumnya. Kedua, sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, atau

sebagai kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.

Ada berbagai pengertian tentang filsafat ilmu yang diberikan oleh para penulis. Lewis

White Beck menulis, philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific

thinking tries to determine the value and signivicance of the scientific enterprise as a whole.6 Peter A.Angeles dikutip The Liang Gie, menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu

analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi,

4

Philipus M .Hadjon dan Tat ik Sri Djamiat i, Argument asi Hukum, Yogyakart a: Gajah M ada Universit y Press, 2005, hal. 1

5

Bernar d Arief Sidhart a, Op.Cit .

6

(9)

61

sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain. A. Cornelis Benjamin mendefenisikan filsafat ilmu sebagai

disiplin filsafat yang merupakan studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu

pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan metode-metode, konsep-konsep,

praduga-praduganya.7

Koento Wibisono Siswomihardjo memaknai filsafat ilmu adalah ilmu tentang ilmu.8 Menurut Jujun S.Suriasumantri, filsafat ilmu adalah bagian dari epistemology atau filsafat

pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau ilmu pengetahuan.9 Lasiyo10 merumuskan filsafat ilmu sebagai salah satu cabang filsafat yang membahas perkembangan

ilmu pengetahuan, metodologi, sikap ilmiah, sehingga menumbuhkan sifat kritis, reflektif,

rasional dalam menguji dan menemukan kebenaran.

Ada 3 landasan pendekatan filsafat ilmu yakni:

1. Ontologi

Oxford Advanced Learner Dictionary mengartikan ontology sebagai “a branc of thought

concerned with the nature existence”11 atau pikiran mendalam tentang keberadaan sesuatu. Jujun S. Suriasumantri menjelaskan ontology sebagai pembahasan tentang apa yang ingin

kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, dengan pendekatan lain, suatu pengkajian

mengenai teori tentang “ada”.12

Ontologyberkaitan dengan apa yang menjadi bidang telaahan ilmu yakni fakta empiris

yaitu fakta yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca

inderanya. Ruang lingkup kemampuan panca indera manusia dan peralatan yang

dikembangkan sebagai pembantu panca indera tersebut membentuk apa yang dikenal

dengan dunia empiris.13 Sesungguhnya bahwa hakikat keberadaan sesuatu itu sangat

kompleks, tidak hanya terbatas pada yang bersifat empiris. Konsep empiris hanya dimaknai

ketika berkaitan dengan keterbatasn kemampuan indera manusia dalam membentuk dunia

empiris. Jadi keberadaan sesuatu tidak identik dengan dunia empiris.

7

Ibid.

8

Koent o Wibisono Sisw omihar djo, Ilmu Penget ahuan, “ Sebuah Sket sa Umum m engenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengant ar unt uk memahami Filsaf at Ilmu” (M akalah), disajikan pada Int ership Dosen Filsafat Ilmu Penget ahuan se Indonesia, 22-29 Agust us 1999, diselenggarakan oleh Dit jen Dikt i Depdikbud bekerja sama dengan Fakult as Filsafat UGM , Yogyakart a, 1999, hal.11

9

Jujun J. Suriasumant ri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengant ar Populer, Pust aka Sinar Har apan, Jakar t a, 2005, hal.33

10

Lasiyo, Hand Out Filsaf at Ilmu Penget ahuan, 2006,hal 1; dikut ip kembali oleh Yus Soedasrso dkk. Ilmu Hukum dalam Perspekt if Filsafat Ilmu, Bungan Rampai Hakikat Keilmua Ilmu Hukum, Prest asi Pust aka Publiher, 2007, hal.55

11

Oxford Advanced Learner’s Dict ionary, Oxford Univer sit y Press, 1995, hal.810

12

Jujun S.Suriasumant ri, Ilmu dalam Perspekt if, Jakart a: PT Gramedia, 1984, hal.5

13

(10)

62

Ada 3 aliran utama dalam merefleksi tentang obyek ilmu pengetahuan, yakni tentang

“ada” yaitu (1) aliran monistik. (2) aliran dualistik, dan (3) aliran pluralistik. Pada aliran

monistik juga terdapat aliran idealisme atau aliran spiritualisme dan aliran materialisme.14

Christian Walf (1679-1754) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah

monistik. Aliran Monistik tidak membedakan antara pikiran dan zat, karena keduanya hanya

berbeda dalam gejala tetapi mempunyai substansi yang sama15 Hakekat “ada” atau “being”

hanya satu yakni bentukan ide, spirit dan bendawi atau meterialisme.

Istilah dualistik digunakan oleh Thomas Hyde (1700) dan pengikut aliran ini adalah

Rene Descartes (1569-1650), John Locke (1632-1714), dan George Berkeley (1685-1753).

Menurut aliran ini, setiap realita adalah sesuatu yang dua. Oleh karena itu zat dan pikiran

(kesadaran) itu berbeda. Apa yang ditangkap oleh pikiran termasuk penginderaan dari

segenap pengalaman manusia adalah bersifat mental. Aliran pluralistik berpendapat bahwa

“yang ada” tidak hanya terdiri dari spirit dan benda tetapi selalu plural.

Pendekatan metafisis membicarakan hakikat apa yang dikaji ilmu pengetahuan. Ia

berusaha menjawab, apa obyek yang ditelaah oleh ilmu? Bagaimana wujud dan hakikat dari

obyek tersebut? Bagaimana hubungan subyek (manusia) dengan obyek ilmu?16

2. Epistemologi

D.W Hamlyn mendefenisikan epistemology, or theory of knowledge is that branch

of philosophy wihich is concerned with the nature and scope of knowledge, its

presuppositions and basis and in the general realibilty of claims to knowledges.

Pendekatan epistemologi membicarakan cara mendapatkan ilmu pengetahuan yang

benar tentang suatu obyek, atau cara manusia sampai pada kesimpulan. Ia berusaha

menjawab, proses terjadinya ilmu pengetahuan, sarana ilmiah, sikap ilmiah, metode

ilmiah, kebenaran ilmiah. Akal (verstandn), akal budi (vernunft), pengalaman atau

kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam

epistemology, sehingga dikenal adanya model-model epistemology seperti rasionalisme,

empirisme, kritisme atau rasionalisme kritis, positivisme, dan fenomenologi dengan

berbagai variasinya.

Jujun S.Suriasumantri menegaskan bahwa hakekat keilmuan ditentukan oleh cara

berpikir yang dilakukan menurut pernyataan keilmuan.17

14

Dalam kut ipan Abdul Rachmad Budiono, Filsafat Ilmu sebagai Dasar Dan Ar ah Bagi Pengem bangan Ilmu Hukum M enuju Ke Arah Peningkat an Kualit as Para Sarjananya, 2001, hal.5

15

Jujun S.Suriasumant ri, Filsafat Ilmu sebuah Pengant ar Populer, Jakart a: Pust aka Sinar Harapan, 2000, hal.66

16

(11)

63

Rasionalisme berdalil bahwa hanya rasio saja yang dapat membawa orang pada

kebenaran. Tokoh utama metode rasionalisme adalah Descartes (cogiti ergo sum),

artinya saya berpikir, maka saya ada, dan tokoh yang lainnya yakni Plato. Descartes

menyatakan idees claires et distiness, bahwa hanya tindakan budi (rasio) yang terang

bederang.18 Plato menegaskan bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal

saja, orang dapat menemukan pengetahuan dalam arti yang paling ketat yaitu

pengetahuan yang dalam keadaan apapun tidak mungkin salah.19

Thomas Hobbes (1588-1679) tokoh empirisme menyanggah bahwa pengalaman

manusia (empiri) merupakan sumber pengenalan manusia pada ilmu pengetahuan.

Namun dalam teori empirisme dan rasionalisme matematis, Hobbes tetap memberi

tempat bagi rasionalisme. Kedua aliran di atas didamaikan oleh Immanuel Kant melalui

kritisismenya yang menempatkan saran rasio dan empiris dalam proses pengetahuan

manusia.

Aliran rasionalisme kritis berusaha memecahkan sebanyak mungkin masalah

dengan bersandar pada akal, yaitu pikiran jernih dan pengalaman. Tokohnya Karl R.

Popper bersedia mendengarkan penalaran kritis dan belajar dari pengalaman.

Positivisme dengan tokoh utamanya Aguste Comte (1798-1857) berpendirian

bahwa hanya sesuatu yang ada saja yang dapat disebut sebagai fakta atau kenyataan.

Sesuatu yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala.

Kesamaannya dengan empirisme terletak pada pengutamaannya pada pengalaman,

hanya saja empirisme menerima juga pengalaman batiniah atau pengalaman subjektif.

Phenomenology is the branch of philosophy that concentrates on what is perceived

by the sense in contract to what is independently real or true about the world.20 Atau aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakkan diri.

Tokohnya Edward Hussel (1859-1938). Ia berpendapat bahwa hukum-hukum logika

yang memberi kepastian, yang berlaku, tidak mungkin bersifat a posterior, sebagai hasil

pengalaman, tetapi bersifat a priori.21 Akal menyusun segala gejala hingga menjadi objek. Akal dan seluruh pengamatan menentukan atau mengkonstitusikan arti obyek

pengamatannya.

3. Aksiologi

17

Jujun S.Suriasumant ri, op.cit ., hal.9

18

I.R.Poedjow ijat na, Pem bim bing ke Arah Alam Filsafat , Jakart a: Rineka Cipt a, 1990, hal.100.

19

Alfons Taryadi, Epist emology Pemecahan M asalah M enurut Karl E. Ropper, Jakart a, PT. Gramedia, 1989,hal.19.

20

Oxford, op.cit , hal.867.

21

(12)

64

Pendekatan aksiologis membicarakan nilai kegunaan pengetahuan ilmiah. Ia

meliputi nilai-nilai (value) yang bersifat normative dalam pemberian makna terhadap

kebenaran atau kenyataan. Francis Bacon menyatakan, pengetahuan adalah kekuasaan.

Ia berusaha menjawab, untuk apa ilmu pengetahuan itu digunakan, bagaimana

penentuan obyek ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, bagaimana kaitan antara

teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma

moral.22Ilmuwan tanpa moral akan menjadi drakula dalam kehidupan.

Pertanyaannya adalah apakah ilmu hukum memiliki ke tiga landasan

pendekatan sebagai suatu ilmu?

Filsafat ilmu membedakan ilmu berdasarkan dua pandangan yakni pandangan

positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan pandangan normatif yang melahirkan

ilmu normatif. Ilmu hukum memiliki dua sisi tersebut yakni sebagai ilmu normatif dan

sebagai ilmu empiris. Sisi empiris inilah yang menjadi kajian ilmu hukum empiris

seperti sociological jurisprudence, dan socio legal jurisprudence, dan untuk

mengkajinya dapat menggunakan metode penelitian ilmu sosial lainnya. Ilmu hukum

normatif mempunyai metode kajian yang khas.

Dalam kenyataan, para juris Indonesia terkesan berupaya untuk mengangkat

derajad keilmuan hukum dengan menerapkan metode kajian sosiologik dalam penelitian

hukum normatif. Hal ini dipandang sebagai sebuah pemaksaan.23Karakter ilmu hukum

adalah ilmu. Hal ini dapat diuraikan berdasarkan pendekatan filsafat ilmu. Ilmu hukum

tidak termasuk dalam kelompok ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam. Ilmu

Hukum merupakan ilmu yang sui Generis artinya ilmu hukum merupakan ilmu jenis

sendiri.24 Kekhasan ilmu hukum dapat ditelaah dalam 4 hal yalni:

(1)Karakter normatif (aspek ontologi, aksiologi)

(2)Terminologi Ilmu Hukum (Aspek Ontologi, Epistemologi)

(3)Jenis Ilmu Hukum (Aspek Ontologis, Epistemologi)

(4)Lapisan Ilmu Hukum (aspek Epistemologi)

Apakah pengetahuan hukum adalah sebuah ilmu dengan mengacu pada aspek

ontologi, epistemilogi, dan aksiologi?

(1) Aspek Ontologi

22

Jujun S. Suriasumant ri,, Filsafat Ilmu Sebuah Pengant ar Populer, Pust aka Sinar Harapan, Jakar t a hal.71

23

Terry Hut chinson , f undament al research, 2002, hal.1-2

24

(13)

65

Aspek ontologi berkaitan dengan obyek kajian dari ilmu hukum. Mempelajari

hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan hukum. Pertanyaannya adalah

apa yang dimaksudkan dengan hukum, yang merupakan obyek kajian ilmu hukum.

Beberapa pendapat ahli yang dapat dikutip perumusan pengertian hukum, seperti:

Wiryono Projodikoro mendefenisikan hukum sebagai rangkaian peraturan mengenai

tingkah laku orang sebagai suatu anggota masyarakat dan bertujuan mengadakan tata

tertib di antara anggota masyarakat itu; Van Kan, hukum adalah ketentuan hidup yang

bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat; Rudolf van

Jehring merumuskan, hukum adalah keseluruhan yang memaksa, yang berlaku dalam

suatu Negara; Utrecht mendefenisikan hukum sebagai himpunan petunjuk hidup yang

mengandung perintah dan larangan, yang mengatur tingkah laku atau ketertiban dalam

masyarakat dan bagi yang mnelanggar akan dikenai tindakan penguasa.

Soejono Dirdjosisworo25 menguraikan bahwa arti atau makna hukum itu sendiri berbeda-beda berdasarkan persepsi atau sudut pandang pemberi makna tentang hukum.

a. Jika dikaitkan dengan penguasa maka hukum adalah seperangkat peraturan

tertulis yang dibuat oleh pemerintah melalui badan yang berwenang membentuk

berbagai peraturan tertulis seperti UUD, UU, Keputusan Presiden, Peraturan

Pemerintah, Keputusan Menteri.

b. Hukum dalam arti petugas, nampak sebagai penegak hokum seperti polisi,

jaksa, hakim.

c. Hukum dalam arti sikap tindak adalah perilaku yang ajeg atau tindak yang

teratur.

d. Hukum adalam arti sistem kaidah yakni pemikiran bulat yang didalamnya

terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dengan serasi dan saling

mengisi serta tidak saling bertentangan satu sama lain.

e. Hukum adalam arti jalinan nilai bertujuan menserasikan nilai obyektif universal

tentang baik buruk, patut dan tidak patut, sedemikian rupa untuk mencerminkan

rumusan perlindungan kepentingan antara individu, pemenuhan kebutuhan dan

perlindungan hak, dengan ketentuan yang merupakan kepastian hukum.

f. Hukum dalam arti tata hukum atau juga disebut sebgai hokum positif yakni

hukum yang berlaku di suatu tempat pada saat tertentu. Kata tempat tidak

disinonimkan dengan Negara dalam konteks hukum yang pluralistic seperti

Indonesia. (Penulis)

25

(14)

66

g. Dalam arti ilmu hukum, hokum adalah ilmu yang menelaah kaidah atau system

kaidah.

h. Hukum dalam arti disiplin hukum adalah ajaran mengenai kenyataan atau

gejalan yang dihadapi manusia.

Sebagai suatu ilmu, ilmu hukum mempunyai ciri sebagaimana dikemukakan oleh

D.H.M Meuwissen yakni:

a. Empiris analitis, artinya hukum memberikan pemaparan dan analisis tentang isi

dan struktur dari hukum yang berlaku. Terkait padanya ia dapat menggunakan

metode empiris tetapi hal itu tidak perlu. Sudah pasti ia tidak memberikan penjelasan

(erklaeren) meskipun benar ia memikirkan berbagai pengertian dalam peraturan

antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu pengertian-pengertian ini dianalisis

dan terutama dicoba untuk mengerti pengertian-pengertian tersebut dengan latar

belakang azas-azas yang melandasi mereka. Keterkaiatan pada azas-azas hukum ini

terutama dalam kerangka penstudian dan pengembangan hukum perdata adalah jelas

(eviden).

b. Ilmu hukum mensistematisasi gejala-gejala hukum yang dipaparkan dan

dianalisis.Artinya bahwa suatu system hukum yang logis konsisten telah dirancang,

sebagaiman misalnya terjadi dalam pandangan-pandangan dari Luhmann dan Raz. Ia

lebih merupakan pengembangan sustu system terbuka yang berarti bahwa

aturan-aturan dan keputusan hokum dipikirkan dalam suatu hubungan yang relative bebas

antara satu dengan yang lainnya. Yang menentukan adalah orang yang

mempertautkan kaidah-kaidah hukum ini pada azas-azas yang melandasi hubungan

in. Berdasarkan azas-azas ini maka gejala-gejala hukum dapat disitematisasikan.

c. Ilmu hukum menginterpretasi hukum yang berlaku. Dalam hal ini ilmu hukum

memiliki sifat hermeneutis.

d. Ilmu hukum menilai hukum yang berlaku. Dalam artian relatif ilmu hukum bersifat

normatif. Itu berarti tidak hanya obyeknya terdiri atas kaidah-kaidah, tetapi karena

pendirian-pendirian ia sendiri sambil memiliki suatu dimensi pengkaidahan

(menetapkan norma). Ia tidak bebas nilai dan secara langsung berkaitan dengn idea

hukum dengan perwujudan tujuan hukum. Ilmu hukum dogmatik, dalam

penilaian-penilaian dan keputusannya memberikan sumbangan pada relasi dari tujuan ini,

yakni keadilan atau kebenaran. Padanya ia memperoleh rasio, makna dan

berfungsinya. Dasar penilaian ini melandasi semua kegiatannya.

e. Praktis.

Ini berkaitan dengan dimensi normatif. Antara teori dan pratek berkenaan dengan

dogmatik hukum terdapat keterkaitan yang majemuk. Apa yang dapat dikemukakan

(15)

67

ilmu hukum. Untuk itu hukum dapat dipaparkan, dianalisis, disitematisasi dan

diinterpretasi. Pada penerapan praktis itulah juga penilaian normatif terhadap hukum

positif diarahkan.

Pada tataran teoritis, ilmu hukum dogmatik memberikan suatu model bagi perwujudan

praktis dari hukum. Model ini direflektis dan diargumentasi secara teoritis. Tanpa

pegangan teoritis, pratek hukum tidak dapat berfungsi. Pada pihak lain, isi dari pratek

hokum memberikan dampak balik pada model teoritis ini, bukan kah teori itu merefleksi

pratek hukum. Jadi teori dan pratek itu saling berkaitan erat dan karena itu hanya dapat

dipikirkan sebagai keseluruhan dan diwujudkan dari makna normative praktis dari

dogmatik hukum.

(2) Aspek Epistemologi

Ilmu hukum mempunyai metode penilaian yang khas yakni dengan mengadakan

bebagai pendekatan secara hisoris, perbandingan, untuk dapat dikembangkan secara

teoritik agar dapat diterapkan sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat.Konsep

dalam pengembangan ilmu hukum didasarkan pada berbagai fenomena dan gejala yang

hidup dalam masyarakat, kemudian dirumuskan secara sistematis dalam berbagai rumusan

peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu kebenaran yang dirumuskan dalam

pengkajian ilmu hokum adalah kebenaran yang pragmatis.

Kerangka kajian ilmu hukum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bernard

Arief Sidharta menjelaskan bahwa ilmu hukum dalam pengembanannya berfungsi

menghimpun, menginterpetasi, memaparkan dan mensistematisasi bahan hukum yang

terdiri dari azas-azas, aturan-aturan dan putusan-putusan hukum, suatu tatanan hukum

untuk menghadirkannya sebagai suatu system hukum, sehingga keseluruhannya

mewujudkan satu keatuan yang koheren yang dengan mengacu pada pengembangan hokum

praktis dan penyelesaian masalah hukum. 26

Hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat merupakan bagian dari

kesadaran hukum, harus mampu dikelola oleh ilmuwan hukum kemudian dirumuskan

secara baik dalam arti berupaya untuk mensistematisasikannya, sebagai upaya untuk

mendapatkan kebenaran yang hakiki, bersarkan nilai moral dan etika.Hukum juga memiliki

struktur logical. Kesatuan dan kesisteman sudah ada dalam hukum itu sendiri, bahkan

dalam kesadaran hukum masyarakat yang melahirkan hukum itu, karena hukum

merupakan bagian dari kehidupan kerohanian yang memungkankan manusia menjalankan

kehidupannya.

26

(16)

68

Ada dua aspek keilmuan ilmu hukum yakni aspek praktis dan teoritis. Dalam artian

pratek, ilmu hukum digunakan untuk memecahkan masalah hukum. Dari aspek teoritis,

ilmu hukum digunakan untuk pengembangan ilmu hukum itu sendiri. Pendekatan yang

dapat digunakan adalah statute approach yaitu pendekatan Undang-Undang; Case approach

atau pendekatan kasus; pendekatan komparatif; dan conceptual approach atau pendekatan

konsep-konsep hukum.

(3) Aspek Aksiologi

Kekhasan ilmu hukum sebagai ilmu dapat ditemukan melalui pendekatan

aksiologi yang berbicara tentang kegunaan ilmu hukum sebagai ilmu dalam kehidupan

manusia. Kegunaaan ilmu hukum27 adalah :

a. Mempesiapkan putusan hukum dalam tataran mikro maupun makro.

b. Menunjukkan apa hukumnya tentang hal tertentu dan merekomendasikan

interpretasi terhadap aturan hukum yang tidak jelas.

c. Mengeliminasi kontaradiksi hukum yang tampak dalam tata hukum.

d. Kritik dan menyarankan amandemen terhadap peraturan dan Undang-Undang

yang ada, serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.

e. Analisis kritis terhadap putusan hakim untuk pembinaan jurisprudensi.

2. Pendekatan dari sudut Pandang Teori Hukum

Ilmu hukum terdiri atas tiga lapisan utama yaitu dogmatik hukum, teori hukum

(dalam arti sempit), dan filsafat hukum. Ketiga-tiganya memberi dukungan pada pratek

hukum.

Ragaan 3. Lapisan Ilmu Hukum

27

(17)

69

LAPISAN ILMU HUKUM

PRATEK HUKUM

J.J.H Bruggink menyatakan, ada dua jawaban yang saling berlawanan terhadap

pertanyaan apakah ilmu hukum itu. Dua jawaban tersebut berangkat dari dua pandangan yaitu

pandangan positivistik dan normatif. Menurut pandangan positivistik, hanya sosiologi empirik

dan teori hukum empirik dalam arti sempit yang dapat disebut ilmu berdasarkan kriteria ilmu

yang ditentukan kaum positivistik. Sementara itu kegiatan sosiologi hukum kontemplatik,

dogmatik hukum (ilmu hukum dalam arti sempit), teori hukum kontemplatif dalam arti sempit

dan filsafat hukum harus dipandang bukan ilmu, melainkan hanya sebagai rechtsgeleerdheit atau

keahlian hukum terdidik atau kemahiran hukum terdidik.

Ilmu hukum dalam arti luas meliputi filsafat hukum, teori hukum (dalam arti sempit)

dan dogmatik hukum.19 Yang dimaksudkan dengan teori hukum dalam arti sempit adalah

lapisan ilmu hukum yang berada di antara dogmatik hukum dan filsafat hukum, sedangkan teori

hukum dalam arti luas sama dengan ilmu hukum dalam arti luas.

Kaum positivistik berpendapat bahwa kebenaran adalah kesamaan antara teori dan

kenyataan. Teori yang berhasil korespondensi dengan dunia kenyataan akan menghasilkan

pengetahuan yang obyektif. Ilmuwan bekerja dari perspektif eksternal. Ia mendekati dunia

kenyataan sebagai seorang pengamat. Pandangan positivistik memberi nilai tinggi pada panca

indera manusia.

Pandangan normatif berpendapat bahwa tiap teori hukum (dalam arti luas) dapat

memenuhi syarat-syarat yang diterapkan bagi ilmu, sehingga tiap cabang teori hukum (dalam

19

Philipus M .Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, Universit as Braw ijaya, Penat aran dan Lokakarya, M enggagas Format Usulan Laporan Penelit ian Hukum Norm at if, 1977, hal.6

FILSAFAT HUKUM

TEORI HUKUM

(18)

70

arti luas) dapat menyandang gelar ”ilmu”. Pandangan normatif mengakui keterjalinan faktual

antara hukum dan moral. Hal ini berbeda dengan pandangan positivistik.

Teori Paradigma Thomas Kuhn membagi dua tahap atau periode dalam setiap ilmu

yaitu: tahap pra-paradigmatik dan tahap ilmu normal.20 Pada tahap pra-paradigmatik terdapat sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun aliran yang memperoleh

penerimaan secara umum, akan tetapi perlahan-lahan salah satu sistem teoritikal mulai

memperoleh penerimaan secara umum, dan dengan itu, paradigma pertama sebuah disiplin

terbentuk. Dengan terbentuknya paradigma itu, kegiatan ilmiah dalam sebuah disiplin

memasuki periode ilmu normal atau normal science.

Ilmu normal adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdasarkan satu atau lebih

pencapaian ilmiah di masa lalu, yakni pencapaian-pencapaian oleh komunitas atau masyarakat

ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk pratek

selanjutnya.21

Archie J.Bahm berpendapat bahwa ilmu sedikitnya melibatkan enam komponen pokok

yakni: masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan efek.22 Dan berdasarkan keenam komponen tersebut, keilmuan ilmu hukum tidak diragukan lagi. Juga refleksi kefilsafatan

tentang ilmu hukum dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi akan menentukan

keberadaan dan karakter keilmuan dari ilmu hukum yang selanjutnya akan berdampak pada cara

membangun tata hukum dan pengembanan hukum praktis.

D. Penutup

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengetahuan hukum adalah ilmu berdasarkan filsafat ilmu

2. Aspek ontologi ilmu hukum adalah hukum positif atau hukum yang berlaku di

suatu negara pada saat tertentu.

3. Aspek epistemologi ilmu hukum meliputi: menghimpun, menginterpretasi,

memaparkan dan mensistematisasi bahan hukum yang terdiri dari asas hukum,

norma hukum, putusan, dan lain-lain.

4. Aspek aksiologi ilmu hukum adalah untuk: mempersiapkan putusan, baik pada

tataran mikro maupun makro; menunjukan tentang hukum suatu persoalan;

mengeliminasi kontradiksi yang tampil dalam tata hukum.

(19)

71

5. Keilmuan pengetahuan hukum dilandasi cara pandang Filsafat Ilmu dan dari sisi

Lapisan Ilmu Hukum yang menyumbangkan implementasi dalam tataran dunia

praktis.

Dengan demikian diisarankan agar perdebatan tentang keilmuan ilmu hukum lebih

relevan difokuskan pada pengembanan hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bernard arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, CV mandar Maju,

Bandung, 2000.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1985.

Lasiyo,Hand Out Filsafat Ilmu Pengetahuan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta, 2006.

P.M.Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika No.6 Tahun

1994, Surabaya, 1995.

---, Argumentasi Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.

Tony Hanoraga, Kajian Karakteristik Ilmu Hukum dalam Perspektif Filsafat

Ilmu;Bunga Rampai Hakikat Keilmuan Ilmu Hukum; Suatu Tinjauan dari

Sudut Pandang Filsafat Ilmu,Prestasi Pustaka, Yakarta, 2007.

Trianto & titik Triwulan Tutik, Ilmu Hukum Sebagai Sui Generis; Sebuah

Pengantar, Bunga Rampai Hakikat Keilmuan Ilmu Hukum; Suatu

Tinjauan dari Sudut Pandang Filsafat Ilmu,Prestasi Pustaka, Yakarta,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara kecanduan gadget (handphone) terhadap rasa empati pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Aktivitas peserta didik kelas III SD Islam Nurul Ihsan Palangka Raya pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan

Beberapa kelebihan penggunaan SMS Center sebagai media komunikasi dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran di UT adalah; (1) staf UPBJJ-UT dapat mengirimkan pesan, baik

Based on known input values, a linear regression model provides the expected value of the outcome variable based on the values of the input variables, but some uncertainty may

Salah satu bentuk kegiatan tersebut adalah Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), dalam hal ini PPL II merupakan tindak lanjut dari kegiatan orientasi sekolah latihan

Formulir Pengalihan Unit Penyertaan yang telah lengkap dan diterima secara baik ( in complete application ) sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam

Penderita DM yang tidak terkontrol dengan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) tinggi menyebabkan TB menjadi lebih parah dan berhubungan dengan mortalitas yang lebih

Analisis Kromatografi Lapis Tipis di Laboratorium Fitokimia USU.